BAB I PENDAHULUAN. 1 [HDI] Human Development Report Human Development Index (HDI). [Internet]. [dinduh. 4 Ibid.

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL PT HOLCIM INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

ANALISIS GENDER TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PELAKSANAAN CSR BIDANG PEMBERDAYAAN EKONOMI LOKAL PT HOLCIM INDONESIA Tbk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemanasan global telah menjadi berita sehari-hari sekarang. (Suartana,2010). Salah satu upaya tersebut terangkum dalam beragam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai sebuah sistem dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak

Gender, Social Inclusion & Livelihood

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak atas single bottom line, yaitu

PENGARUSUTAMAAN GENDER DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan tidak hanya bertanggungjawab kepada investor dan kreditor, tetapi juga

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perusahaan merupakan suatu kesatuan usaha yang menghasilkan barang dan

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan oleh masing-masing perusahaan. Saat ini, Corporate Social

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB I PENDAHULUAN. 1 Berdasarkan UNFPA (2003) dalam Population and Development Strategies Series

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai lingkungan eksternalnya. Ada hubungan timbal balik antara

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. diterima lagi. Perkembangan dunia usaha saat ini menuntut perusahaan

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER

BAB I PENDAHULUAN. modal. Berpihaknya perusahaan kepada pemilik modal mengakibatkan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi situasi ekonomi pasar bebas. Perkembangan bisnis dalam

LAMPIRAN. 1. Surat Tugas 2. Daftar hadir peserta pengabdian masyarakat 3. Materi pengabdian masyarakat 4. Foto kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam dunia industri yang sangat menuntut perbaikan berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi hubungan yang tidak harmonis antar perusahaan dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan keunggulan kompetitif (competitive advantage) bisnisnya agar

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibilty atau lebih dikenal dengan CSR adalah bentuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesuksesan pembangunan dalam masa globalisasi saat ini mengarah kepada

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

BAB I PENDAHULUAN. akan mendapat perhatian besar dari pihak - pihak yang berkepentingan melalui

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

I. PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan lingkungan makin banyak. Kemajuan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2009) adalah suatu tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sejarah perkembangan akuntansi yang berkembang pesat setelah terjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia. Hal ini terjadi dikarenakan mulai banyaknya pihak pihak

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dipakai investor ketika menanamkan dananya pada suatu perusahaan dan juga para

BAB I PENDAHULUAN. revolusi industri di Inggris ( ), menyebabkan pelaporan akuntansi lebih

BAB I PENDAHULUAN. bisa hanya berfokus kepada laba saja. Perusahaan dituntut untuk lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. kontribusinya dalam kehidupan komunitas lokal sebagai rekanan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari kegiatan atau tindakan ekonomi perusahaan. Kegiatan produksi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian

STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DAN KEMENTERIAN PERTANIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi ditandai dengan perkembangan industri pada. umumnya. Perkembangan industri merupakan hasil dari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. dalam kerusakan lingkungan dan masyarakat (Prastowo dan Huda, 2011:39).

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Maraknya pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR),

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini topik mengenai Corporate Social Responsibility (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Setiap warga negara mempunyai tanggung jawab dalam perkembangan dan

I. PENDAHULUAN. Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility yang selanjutnya

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PROGRAM PEMBANGUNAN YANG BERKEADILAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, setiap insan

Latar Belakang KLA. Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan persaingan dan tantangan yang semakin ketat. Untuk menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. terutama negara-negara berkembang, khususnya Indonesia. Ditambah lagi. baru yang memanfaatkan kawasan Free Trade Area dalam tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya kesadaran dan kepekaan para stakeholders perusahaan, maka

BAB I PENDAHULUAN. lahan, pencemaran air, urbanisasi, perusakan pencemaran laut dan pantai, dan

BAB I PENDAHULUAN. strategi pembangunan daerah mulai dari RPJPD , RPJMD ,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdirinya sebuah perusahaan pasti memiliki tujuan sosial, ekonomis dan

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 6 Tahun 2016 Seri E Nomor 4 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

BAB I PENDAHULUAN. Program Corporate Social Reponsibility (CSR) merupakan salah satu kewajiban

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber informasi penting yang dipakai oleh stakeholders untuk menilai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Hubeis (2010) kualitas hidup manusia dapat diukur berdasarkan pengukuran Human Development Index (HDI), Gender Development Index (GDI), dan Gender Empowerment Measure (GEM). Ketiga pengukuran tersebut memiliki tujuan untuk mengevaluasi kualitas hidup dan pembangunan manusia serta mengukur kesetaraan dan keadilan gender secara global. Nilai HDI Indonesia tahun 2007-2008 berada pada peringkat 107 dan tahun 2009 HDI Indonesia mengalami penurunan, yaitu berada pada peringkat 111 dengan predikat Medium Human Development 1. Nilai GEM Indonesia tahun 2009 berada pada peringkat 96 dari 177 negara 2. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup manusia di Indonesia masih tergolong lebih rendah daripada negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia dan Singapura. Nilai HDI Malaysia tahun 2009 berada pada peringkat 66 dan GEM Malaysia tahun 2009 berada pada peringkat 68 dengan predikat High Human Development 3. Negara ASEAN lainnya adalah Singapura yang termasuk negara dengan predikat Very High Human Development. HDI Singapura tahun 2009 berada pada peringkat 23 dan GEM Singapura tahun 2009 berada pada peringkat 16 4. Hasil dari HDI, GDI, dan GEM Indonesia yang rendah menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan gender (gap) antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan. Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender terdapat pada peran (pembagian kerja), akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat dalam pembangunan nasional. Kebijakan Nasional GBHN Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pogram Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004 merupakan salah satu upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) dalam pembangunan nasional. Bentuk upaya lainnya yang dilakukan 1 [HDI] Human Development Report. 2009. Human Development Index (HDI). [Internet]. [dinduh 28 April 2010]. Dapat diunduh dari: http://hdr.undp.org/en/media/hdr_2009_en_table_k.pdf 2 [HDI] Human Development Report. 2009. Gender Empowerment Measure (GEM). [Internet]. [diunduh 28 April 2010]. Format/ Ukuran: PDF/ 113 KB. Dapat diunduh dari: http://hdr.undp.org/en/media/hdr_2009_en_table_k.pdf 3 Ibid. 4 Ibid.

2 pemerintah adalah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional. Pengarusutamaan Gender adalah: Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. PUG tersebut disempurnakan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah. Upaya secara global juga dilakukan melalui Millennium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan milenium yang merupakan hasil dari Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara, termasuk Indonesia dan ditandatangani oleh 147 Kepala Negara dan Pemerintahan pada UN Millennium Summit yang diadakan bulan September tahun 2000. MDGs mengandung delapan tujuan utama yang harus dapat terealisasikan pada tahun 2015. Kedelapan tujuan tersebut, yaitu: 1) memberantas kemiskinan ekstrim dan kelaparan; 2) dicapainya pendidikan tingkat dasar yang merata dan universal; 3) memajukan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4) mengurangi tingkat mortalitas anak; 5) memperbaiki kualitas kesehatan ibu hamil; 6) memerangi HIV/AIDS; malaria dan penyakit lain; 7) menjamin kelestarian lingkungan; 8) menjalin kerjasama global bagi perkembangan kesejahteraan. Tujuan pertama sampai dengan tujuan keenam berkaitan dengan isu gender yang merupakan suatu upaya memasukkan kepentingan atau kebutuhan perempuan dalam pembangunan, sedangkan tujuan ketujuh dan tujuan kedelapan merupakan upaya mencapai pembangunan berkelanjutan (UNDP Indonesia, 2007). Salah satu program perusahaan yang sedang gencar dilakukan saat ini adalah Corporate Social Responsibility (CSR) atau disebut juga sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Menurut The World Business Council for Sustainable Development, CSR adalah komitmen berkelanjutan dari para pelaku bisnis untuk berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, sementara pada saat yang sama meningkatkan kualitas hidup dari para pekerja dan

3 keluarganya demikian pula masyarakat lokal dan masyarakat secara luas. CSR merupakan tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan (stakeholder), yaitu pemegang saham, karyawan, konsumen, masyarakat luas, dan pemangku kepentingan lainnya. Konsep dan implementasi CSR mengalami perubahan dari waktu ke waktu. CSR tidak lagi bersifat sukarela tetapi merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap perusahaan (korporat) atau perseroan yang berkaitan dengan sumberdaya alam. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang disahkan pada tanggal 20 Juli 2007. Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan: 1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumberdaya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL); 2) TJSL merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran; 3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. CSR tidak lagi berorientasi pada nilai perusahaan semata (single bottom line), yaitu aspek ekonomi (profit), melainkan harus berorientasi pada tiga pilar utama (triple bottom lines), yaitu aspek ekonomi (profit), aspek sosial (people), dan aspek lingkungan (planet) yang saling bersinergi memberdayakan masyarakat (Solihin, 2009). CSR tidak hanya menjadi suatu bentuk kewajiban tetapi juga dapat menjadi bentuk promosi perusahaan. Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) usaha (Wibisono, 2007). Setiap perusahaan memiliki berbagai bentuk kebijakan, program, atau kegiatan dalam mengimplementasikan CSR. PT Holcim Indonesia Tbk merupakan produsen semen, beton jadi dan aggregate terkemuka serta terintegrasi dengan keunikan dan perluasan usaha waralaba yang menawarkan solusi menyeluruh untuk pembangunan rumah, dari penyediaan bahan material sampai rancangan yang cepat serta konstruksi yang aman. Tahun 2008, merek Holcim memperoleh penghargaan Superbrand yang pertama kali untuk industri semen dan juga memperoleh penghargaan pertama untuk kategori lingkungan dalam Sustainable Development Reporting Awards.

4 Pada tahun yang sama PT Holcim Indonesia Tbk juga memperoleh penghargaan dari Presiden Republik Indonesia untuk keselamatan kerja, tahun 2006 meraih penghargaan dari Dupont atau Warta Ekonomi sebagai "Most caring company for safety" serta mendapatkan medali emas dari Kepolisian Republik Indonesia untuk manajemen keamanan. Sebagai produsen pemanfaatan energi dan sumberdaya bahan mentah, PT Holcim Indonesia Tbk memiliki tanggung jawab atas dampak operasional perusahaan. Bentuk tanggung jawab tersebut salah satunya melalui program CSR, diantaranya program infrastruktur, sosial, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi lokal. CSR PT Holcim Indonesia Tbk diberikan kepada masyarakat yang terkena dampak operasional dari kegiatan produksi yang dilakukan perusahaan. Desa-desa sekitar yang terkena dampak operasional tersebut dibagi ke dalam tiga ring berdasarkan jarak wilayah dan besarnya dampak yang dirasakan masyarakat, yaitu Ring 1, Ring 2, dan Ring 3. Pemberdayaan ekonomi lokal tanggung jawab sosial PT Holcim Indonesia Tbk terdiri dari penyerapan tenaga kerja, penyediaan peralatan dan pelatihan kejuruan serta pembiayaan usaha mikro melalui Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Swadaya Pribumi. CSR perusahaan, salah satunya dalam bidang pemberdayaan ekonomi lokal merupakan bentuk upaya merealisasikan tujuan pertama MDGs untuk mengurangi kemiskinan masyarakat. BMT Swadaya Pribumi merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dan mengelola keuangan masyarakat yang menggunakan sistem syari ah dalam pengelolaan dan pembagian hasilnya. Sasaran dari BMT Swadaya Pribumi adalah masyarakat sekitar Holcim Indonesia Pabrik Narogong yang termasuk ke dalam Ring 1, Ring 2, dan Ring 3 wilayah yang terkena dampak operasional perusahaan. Desa Kembang Kuning dipilih secara sengaja (purposive) oleh peneliti sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan Desa Kembang Kuning merupakan salah satu desa pada Ring 1 yang terkena dampak paling besar dari kegiatan operasional Holcim Indonesia Pabrik Narogong. Kegiatan BMT Swadaya Pribumi melibatkan kontribusi dari berbagai pihak untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan perekonomian masyarakat melalui produk pembiayaan (kredit) dan produk simpanan (tabungan). Menurut penuturan Koordinator Community Relation Holcim Indonesia Pabrik Narogong,

5 BMT Swadaya Pribumi merupakan salah satu program CSR Holcim yang sukses dan berkelanjutan 5. Hingga Desember 2010, sudah lebih dari 3.000 warga sekitar Holcim Indonesia Pabrik Narogong telah mendapatkan manfaat fasilitas tabungan dan pinjaman dana untuk pengembangan usaha ataupun kebutuhan lainnya. Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam memberikan manfaat bagi pesertanya telah diakui oleh pihak perusahaan dan pengurus BMT Swadaya Pribumi, namun apakah keberhasilan BMT Swadaya Pribumi telah mempertimbangkan kebutuhan atau kepentingan yang berbeda antara peserta perempuan dan peserta laki-laki? Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu analisis gender terhadap keberhasilan BMT Swadaya Pribumi, khususnya pada produk pembiayaan (kredit) untuk mengetahui apakah program BMT Swadaya Pribumi telah mempertimbangkan kesetaraan gender antara peserta perempuan dan peserta laki-laki dalam pelaksanaannya? dan apakah program BMT Swadaya Pribumi masih bersifat bias gender 6, netral gender 7, atau telah responsif gender 8? 1.2 Perumusan Masalah Kegiatan mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga merupakan tanggung jawab dan kewajiban suami sebagai kepala keluarga sedangkan seorang istri memiliki kewajiban untuk mengurus keluarga dan rumahtangga melalui kegiatan yang bersifat domestik. Pandangan patriarkhi tersebut dianut oleh sebagian besar penduduk di Indonesia. Ketika laki-laki tidak mampu memenuhi kebutuhan perekonomian keluarganya, maka perempuan akan memanfaatkan sisa waktu istirahat mereka untuk bekerja mencari nafkah tambahan. Biasanya pekerjaan yang dipilih oleh perempuan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya adalah pekerjaan yang dapat dikerjakan di rumah, seperti berdagang. Pinjaman atau kredit dari lembaga keuangan mikro, seperti bank, koperasi, BMT, dan lembaga keuangan lainnya menjadi salah satu 5 Hasil wawancara dengan Koordinator Community Relation Holcim Indonesia Pabrik Narogong pada tanggal 9 September 2011. 6 Bias gender adalah kebijakan/program/kegiatan yang memihak pada salah satu jenis kelamin. 7 Netral gender adalah kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang tidak memihak pada salah satu jenis kelamin. 8 Responsif gender adalah kebijakan, program, atau kegiatan yang telah memperhitungkan kepentingan perempuan dan laki-laki.

6 pilihan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga dan menambah modal usaha. Kredit merupakan salah satu jenis dari sumberdaya ekonomi. Menurut Simatauw et al. (2001), marginalisasi atau peminggiran yang dialami oleh perempuan terlihat dari lemahnya kesempatan perempuan terhadap sumbersumber ekonomi. Proyek-proyek untuk membangkitkan pendapatan perempuan seringkali untuk kegiatan-kegiatan marginal dengan potensi pasar yang terbatas dan hasil kerja kecil, serta didasarkan pada asumsi pendapatan yang diperoleh perempuan hanyalah pendapatan tambahan dari pendapatan yang diperoleh lakilaki. Selain itu, pinjaman untuk laki-laki seringkali lebih besar dan berjangka lebih panjang daripada yang diberikan untuk perempuan, namun perempuan memiliki tingkat pengembalian kredit yang tinggi (Handayani dan Sugiarti, 2008). Produk pembiayaan (kredit) BMT Swadaya Pribumi merupakan pemberian modal atau pinjaman usaha dan kebutuhan lainnya yang pembayarannya dapat dilakukan secara mengangsur. Terdapat empat jenis produk pembiayaan dengan ketentuan yang berbeda, yaitu murabahah, mudharabah, ijarah, dan musyarakah. Produk pembiayaan tidak sebatas diberikan kepada para peserta produk pembiayaan yang membutuhkan permodalan bagi usahanya, tetapi juga diberikan kepada peserta produk pembiayaan yang membutuhkan dana segera untuk kebutuhan lainnya, seperti biaya sekolah, pengobatan, dan pembiayaan lainnya. Evaluasi terhadap CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal Holcim Indonesia Pabrik Narogong telah dilakukan oleh berbagai pihak. Rahman (2009) melakukan evaluasi terhadap CSR Holcim Indonesia Pabrik Narogong, BMT Swadaya Pribumi melalui lima komponen, yaitu masukan, proses, hasil, manfaat, dan dampak. Menurut Rahman (2009), proses pengelolaan BMT Swadaya Pribumi memenuhi indikator pemberdayaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Pembiayaan usaha mikro menyadarkan masyarakat terhadap manfaat usaha mikro, merubah akses masyarakat terhadap pembiayaan, dan hambatan yang dihadapi, serta meningkatkan solidaritas ekonomi komunitas. BMT Swadaya Pribumi memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan kreditur setelah menerima pembiayaan dan menjalankan usahanya.

7 Analisis pelaksanaan CSR PT Holcim Indonesia Tbk dalam upaya pengembangan masyarakat melalui BMT Swadaya Pribumi juga dilakukan oleh Asrianti (2010), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mekanisme pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi bersifat partisipatif pada tahapan konsultasi hingga kontrol masyarakat. Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai BMT Swadaya Pribumi, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi telah berhasil dalam peningkatan pendapatan peserta, namun manfaat dari keberhasilan BMT Swadaya Pribumi apakah sudah dinikmati oleh setiap peserta, baik peserta laki-laki maupun peserta perempuan? Apakah kebutuhan dan kepentingan antara peserta perempuan dan peserta laki-laki telah dipertimbangkan dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi? Sebagai upaya untuk mengetahui hal tersebut maka perlu dilakukan analisis gender dalam menganalisis keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. Analisis gender dilakukan dengan menggunakan data terpilah berdasarkan jenis kelamin, peserta perempuan dan peserta laki-laki. Peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi terdiri atas peserta perempuan dan peserta laki-laki dengan karakteristik sosial-ekonomi (tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan) dan karakteristik demografi (umur dan status perkawinan) yang beragam. Berdasarkan keterangan dari Manajer BMT Swadaya Pribumi, jumlah peserta perempuan sekitar 60 persen sedangkan peserta laki-laki sekitar 40 persen sehingga perempuan yang menjadi peserta BMT Swadaya Pribumi lebih banyak jumlahnya daripada laki-laki 9, namun apakah kuantitas peserta perempuan yang lebih banyak daripada peserta laki-laki tersebut mengindikasikan peserta perempuan memiliki akses, kontrol, dan manfaat yang juga besar terhadap sumberdaya (pembiayaan, pelatihan, dan pendampingan usaha) dari BMT Swadaya Pribumi? Berdasarkan permasalahan tersebut maka dirumuskan pertanyaanpertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik individu peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi (umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis 9 Hasil wawancara dengan Manajer BMT Swadaya Pribumi pada tanggal 7 Oktober 2011.

8 usaha, dan tingkat pendapatan) terpilah berdasarkan jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) serta hubungannya dengan tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi? 2. Bagaimana peran (pembagian kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi dalam rumahtangga peserta? 3. Sejauhmana tingkat kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dilihat dari akses, kontrol, dan manfaat yang dinikmati oleh peserta serta hubungannya dengan tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi? 4. Sejauhmana tingkat keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dilihat dari ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini, yaitu untuk menganalisis kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi dan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam pemenuhan kebutuhan gender yang berbeda antara peserta perempuan dan peserta laki-laki melalui suatu alat analisis, yaitu analisis gender (pada penelitian ini menggunakan teknik analisis gender Harvard dan teknik analisis gender Moser). Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis: 1. Karakteristik individu terpilah berdasarkan jenis kelamin sebagai faktor internal peserta yang meliputi umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan tingkat pendapatan peserta serta hubungannya dengan kesetaraan gender dalam BMT Swadaya Pribumi. 2. Isu beban kerja berlebih (over burden) yang dialami oleh salah satu pihak (perempuan atau laki-laki) melalui analisis peran (pembagian kerja) peserta BMT Swadaya Pribumi dalam rumahtangga peserta. 3. Kesetaraan gender yang meliputi akses, kontrol, dan manfaat yang dinikmati oleh peserta BMT Swadaya Pribumi.

9 4. Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dilihat dari ada atau tidaknya pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender dalam pelaksanaan BMT Swadaya Pribumi. 5. Hubungan antara kesetaraan gender dengan keberhasilan BMT Swadaya Pribumi. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan bagi berbagai pihak yang berminat terhadap studi gender dan terkait dengan CSR bidang pemberdayaan ekonomi lokal, manfaat tersebut diantaranya: 1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dalam menerapkan berbagai konsep dan teori berkenaan CSR dan analisis gender untuk dapat mengetahui Sejauhmana program CSR pemberdayaan ekonomi lokal BMT Swadaya Pribumi telah responsif gender. 2. Bagi perusahaan, yaitu PT Holcim Indonesia Tbk dan BMT Swadaya Pribumi diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan, khususnya BMT Swadaya Pribumi agar dapat menjadi suatu perbaikan bagi program CSR selanjutnya. 3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan mengenai konsep dan analisis gender dalam program CSR sebagai suatu upaya untuk mencapai kesetaraan gender.