BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah kualitas fisik-fisiologik. Kualitas fisik-fisiologik bibit dapat dipengaruhi oleh kualitas benih yang melalui tahapan proses penyimpanan. Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan kualitas benih dalam periode simpan yang sepanjang mungkin. Benih terbagi menjadi dua macam yaitu benih ortodoks dan benih rekalsitran. Benih ortodoks adalah benih yang tidak akan mati walaupun dikeringkan sampai kadar air yang relative rendah dengan cara pengeringan cepat dan juga tidak akan mati jika disimpan dalam keadaan temperatur yang relative rendah. Sedangkan benih rekalsitran adalah benih yang akan mati jika kadar airnya rendah dan tidak akan tahan pada temperatur rendah. Kedelai termasuk benih ortodoks dengan kadar air benih pada saat penyimpanan 8% - 12% dengan temperatur bervariasi sesuai dengan lamanya masa penyimpanan yang diharapkan. Semakin rendah temperatur dan kelembaban penyimpanan, maka daya tahan penyimpanan benih semakin lama. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda Daya Tumbuh Benih (%) Penyimpanan Biasa/Konvensional 3 Bulan 4 Bulan 6 Bulan 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun Kadar air 8% 100 100 100 100 100 100 85 70 Kadar air 10% 100 100 80 70 66 52 48 30 Kadar air 12% 90 84 72 60 30 0 0 0 Kadar air >12% 60 57 51 40 0 0 0 0 Sumber : Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor, 1998-2003 Teknik Refrigerasi dan Tata udara 4
Tabel 2.2 Hubungan antara kelembaban nisbi ruangan penyimpanan dengan kadar air benih kedelai Kelembaban Nisbi Kadar Air Ruangan (%) Benih (%) 15 4.3 30 6.5 45 7.4 60 9.3 65 11.0 75 13.1 80 16.0 90 18.8 Sumber : Soemardi dan karama (1996) Benih kedela termasuk biji-bijian yang sangat mudah rusak hingga penanganannya harus dilakukan secara cermat. Benih kedelai dapat cepat rusak akibat cara peyimpanan yang tidak baik (Direktorat Bina Perbenihan 1995). Menurut Soemardi dan Thahir (1995), penyimpanan benih kedelai berhungan erat dengan perawatan benih. Benih yang terpilih, bersih dan sehat perlu dirawat sebaik-baiknya agar daya kecambahnya tidak cepat menurun. Benih akan turun daya kecambahnya dalam jangka waktu satu bulan jika tidak dilakukan tindakan perawatan terhadap benih. Beberapa faktor yang mempengaruhi daya kecambah benih kedelai selama penyimpanan adalah : 1. Mutu dan daya kecambah benih sebelum disimpan. 2. Kadar air benih. 3. Kelembaban ruang penyimpanan. 4. Suhu tempat penyimpanan. 5. Hama dan penyakit ditempat penyimpanan, dan 6. Lama penyimpanan. Teknik Refrigerasi dan Tata udara 5
2.2 Pengaturan kelembaban Pengaturan kelembaban pada seed storage menggunakan silica gel. Silica gel adalah substansi-substansi yang digunakan untuk menyerap kelembaban dan cairan partikel dari ruang yang berudara/bersuhu. Silica gel juga membantu menahan kerusakan pada barang-barang yang mau disimpan. Silica gel yang siap untuk digunakan berwarna biru. Ketika silica gel telah menyerap banyak kelembapan, ia akan berubah warnanya menjadi pink (merah muda). Ketika ia berubah menjadi warna pink (merah muda), ia tidak bisa lagi menyerap kelembapan. Ia harus meregenerasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menghangatkannya di dalam mesin oven. Panasnya mengeluarkan kelembapan, lalu ia akan berubah warnanya menjadi biru dan kembali bisa digunakan. Jumlah silica gel yang dibutuhkan untuk mengatur kelembaban dalam suatu wadah/rungan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Tétreault 2003) : Q = Cеq D V N t Mн F (2.1) Dimana, Q : Silica gel yang dibutuhkan (kg). Ceq : Konsentrasi uap air pada saturasi (gm/m 3 ). D : Perbedaan antara RH luar dengan RH dalam kabin. V : Volume ruangan/kabin (m 3 ). N t Mн F : Bukaan pintu perhari. : Jumlah hari untuk penyimpanan silica gel. : Kapasitas penyerapan uap air silica gel. : Fluktuasi RH maksimal yang diterima kabin. Teknik Refrigerasi dan Tata udara 6
2.3 Sistem Refrigerasi Kompresi Uap Sederhana Sistem refrigerasi kompresi uap sederhana merupakan sistem refrigerasi yang menggunakan kompresor sebagai alat pemompa refrigeran. Uap refrigeran bertekanan rendah yang masuk pada sisi penghisap (suction) ditekan di dalam kompresor sehingga berubah menjadi uap refrigeran bertekanan tinggi yang dikeluarkan pada sisi keluaran (discharge). Sehingga dari proses tersebut dapat ditentukan sisi tekanan tinggi dan sisi tekanan rendah. Pada sistem kompresi uap tempat dimana refrigeran menguap karena menyerap kalor dari media yang didinginkannya disebut dengan evaporator, alat untuk mengubah refrigeran cair bertekanan tinggi menjadi bertekanan rendah disebut alat ekspansi dan tempat refrigeran berkondensasi karena melepas kalor ke lingkungan disebut dengan kondensor. Gambar 2.1 Siklus refrigerasi kompresi uap sederhana (Shan K. Wang) Komponen utama dari sistem refrigerasi kompresi uap sederhana ini ada empat bagian, yaitu: 1. Kompresor Kompresor adalah komponen yang merupakan jantung dari sistem refrigerasi. Pada komponen ini terjadi proses kompresi, dimana kompresor akan menekan refrigerant secara reversible dan isentropik. Kerja atau usaha yang diberikan pada refrigeran akan menyebabkan kenaikan pada tekanan sehingga temperature refrigeran akan lebih besar dari temperature lingkungan atau refrigerant mengalami fasa superheat. Kompresor memompa refrigerant keseluruh komponen melalui system pemipaan. Teknik Refrigerasi dan Tata udara 7
2. Kondensor Kondensor adalah alat penukar kalor yang berfungsi untuk melepaskan kalor dari refrigeran, sehingga refrigeran berubah fasa dari uap menjadi cair. Refrigeran akan mengalami proses kondensasi dimana refrigeran akan berubah dari fasa uap menjadi fasa cair jenuh. Proses kondensasi akan berlangsung apabila refrigeran dapat melepaskan kalor yang dikandungnya. Kalor tersebut dilepaskan dan dibuang ke lingkungan. Agar kalor dapat lepas ke lingkungan, maka suhu kondensasi (T kd ) harus lebih tinggi dari suhu lingkungan (T ling ). Kalor yang dilepas oleh kondensor berasal dari kalor yang diserap di evaporator dan kalor akibat kerja kompresi. 3. Alat ekspansi Pada komponen ini akan terjadi proses ekspansi. Ekspansi merupakan proses penurunan secara adiabatic pada tekanan dan temperature sehingga nilainya lebih rendah dari temperature lingkungan. 4. Evaporator Pada bagian ini refrigerant yang masuk ke dalam komponen ini akan menguap (evaporasi). Setelah refrigerant diekspansikan secara irreversible adiabatic menjadi cairan jenuh, refrigerant akan memiliki tekanan dan temperatur rendah sehingga akan menerima sejumlah kalor dari lingkungan yang didinginkan dan refrigeran berubah seluruhnya menjadi uap jenuh yang kemudian masuk kekompresor untuk disirkulasikan kembali. Komponen evaporator ini yang secara langsung berhubungan dengan produk yang akan didinginkan. Siklus refrigerasi kompresi uap sederhana mempunyai empat proses dasar yaitu: a. Proses kompresi. b. Proses Kondensasi. c. Proses Ekspansi. d. Proses Evaporasi. Teknik Refrigerasi dan Tata udara 8
Proses sistem refrigerasi pada Gambar 2.1 dapat digambarkan pada diagram pressure-enthalpy (p-h diagram), seperti pada Gambar 2.2 berikut ini. Gambar 2.2 Siklus Sistem Refrigerasi Kompresi Uap Sederhana (Shan K. Wang) Proses kompresi Proses ini terjadi di kompresor, refrigeran yang berfasa uap jenuh dengan tekanan dan temperatur yang rendah masuk ke kompresor. Kerja diberikan pada refrigeran dengan cara dipompakan agar tekanannya naik sehingga temperaturnya pun ikut naik. Proses ini menyebabkan uap refrigeran menjadi uap superheat yang akan keluar dari kompresor dengan tekanan tinggi, selanjutnya uap refrigeran yang bertemperatur tinggi dan bertekanan tinggi akan masuk ke kondenser. Kerja kompresi berlangsung di kompresor: W = m. ( h 2 h 1 ) ( 2.2) dengan: W = Kerja kompresi (kw) m = Laju aliran massa refrigeran (kg/s) h 1 = Enthalpy refrigeran masuk kompresor (kj/kg) h 2 = Enthalpy refrigeran keluar kompresor (kj/kg) Teknik Refrigerasi dan Tata udara 9
Proses kondensasi Proses ini terjadi di kondenser, karena temperatur refrigeran lebih tinggi dari temperatur lingkungan, maka kalor dari refrigeran akan dilepas melalui dinding pipa kondenser ke lingkungan sekitar. Proses pelepasan atau perpindahan kalor secara konveksi dari refrigeran ini dapat dilakukan secara konveksi alami (natural) maupun secara konveksi paksa dengan bantuan fan. Pada saat uap refrigeran yang berasal dari discharge kompresor masuk ke kondenser maka uap (superheat) tersebut akan didinginkan dan diembunkan pada tekanan konstan. Kalor yang dilepas di kondenser : Q c = m. (h 2 -h 3 ) (2.3) dengan: Q c = Kalor yang dilepas di kondensor (kw) m = Laju aliran massa refrigeran (kg/s) h 2 = Enthalpy refrigeran keluar kompresor (kj/kg) h 3 = Enthalpy refrigeran keluar kondenser (kj/kg) Proses ekspansi Proses ini terjadi di katup ekspansi, setelah refrigeran melepas kalor di kondenser, refrigeran berfasa cair yang berasal dari kondenser akan mengalir menuju katup ekspansi untuk diturunkan tekanan dan temperaturnya. Diharapkan temperatur yang akan terjadi lebih rendah dari pada temperatur lingkungan, sehingga dapat menyerap kalor pada saat berada di evaporator. Proses ekspansi terjadi dalam keadaan entalpi konstan, sehingga h 3 = h 4. Teknik Refrigerasi dan Tata udara 10
Proses evaporasi Proses ini terjadi di evaporator, temperatur refrigeran di dalam pipa evaporator lebih rendah dari ruang refrigerasi, sehingga terjadi proses penguapan pada fluida refrigeran karena menyerap kalor dari beban pendingin yang ada di dalam ruang refrigerasi. Setelah masuk ke evaporator, refrigeran akan berubah fasa dari fasa campuran menjadi fasa uap jenuh. Kalor yang diserap di evaporator : Q e = m. (h 1 h 4 ) (2.4) dengan: Q e = Kalor yang diserap di evaporator (kw) m = Laju aliran massa refrigeran (kg/s) h 1 = Enthalpy refrigeran keluar evaporator (kj/kg) h 4 = Enthalpy refrigeran masuk evaporator (kj/kg) Kemampuan kerja / Performansi sistem Kemampuan kerja sistem refrigerasi dinyatakan oleh besaran yang dinamakan COP (Coeficient of Performance). COP ini dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur kerja dari sistem itu sendiri. Efek refrigerasi per unit massa (q e ) = h 1 -h 4 (kj/kg) (2.5) Kerja spesifik per unit massa (w) = h 2 -h 1 (kj/kg) (2.6) Efek pemanasan (kondensasi) per unit massa (q c ) = h 2 -h 3 (kj/kg) (2.7) Prestasi aktual mesin refrigerasi dapat diketahui dengan menghitung nilai COP yang dapat dicapai dengan persamaan sebagai berikut : COP a qe w h - h h 1 2 4 - h 1 (2.8) Teknik Refrigerasi dan Tata udara 11
dengan: COP a = Coeficient of Performance aktual q e = Efek refrigerasi per unit massa (kj/kg) w = Kerja spesifik per unit massa (kj/kg) sementara prestasi ideal mesin refrigerasi dihitung berdasarkan nilai COP Carnot sebagai berikut COP C e (2.9) T k T -T e dengan: T e = Temperatur evaporasi (K) T k = Temperatur kondensasi (K) Efisiensi sistem refrigerasi dapat dihitung dengan membandingkan nilai COP aktual dengan nilai COP ideal, yaitu: R COPa COP C 100% (2.10) dengan η R = Efisiensi refrigerasi COP a = Coeficient of Performance aktual COP C = Coeficient of Performance Carnot Teknik Refrigerasi dan Tata udara 12
2.4 Perhitungan Beban Pendinginan Pada sistem refrigerasi beban pendingin bisa dikelompokan menjadi 4 sumber beban : 1. Beban konduksi melalui dinding (wall gain load) 2. Beban kalor pertukaran udara (infiltrasi load) 3. Beban produk (product load) 2.4.1 Beban Konduksi Melalui Dinding (wall gain load) Besarnya kalor yang masuk ruangan melalui dinding dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Q = U x A x T (2.11) dimana, Q = Kalor yang masuk ke ruangan melalui dinding, Watt U = Koefisien perpindahan panas meyeluruh, N/m² K T = Beda temperatur melalui dinding, ⁰C A = Luas penampang, m² Nilai U bisa dicari dengan cara : dimana: U k x fi fo 1 U = 1 f o + x 1 k 1 + x 2 k 2 + x 3 k 3 + + 1 f i (2.12) = Koefisien perpindahan kalor meyeluruh dalam W/m²K = Konduktivitas bahan (N/m) = Tebal lapisan bahan (m) = Koefisien konveksi dinding dalam, diasumsikan 9,58 W/m² K = Koefisien konveksi dinding luar, diasumsikan 22,7 W/m² K Harga k dilihat pada tabel 10-3 Roy J. Dossat. Teknik Refrigerasi dan Tata udara 13
2.4.2 Beban Pertukaran Udara (Infiltrasi load) Udara yang masuk kedalam ruangan atau kabin yang direfrigerasikan bisa menjadi beban untuk pendinginan ruangan atau kabin tersebut. Beban pertukaran udara (infiltrasi) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (ASHRAE Handbook): dimana : qt q DT Df E qt = q. DT. Df. (1 e) (2.13) = beban pendinginan dalam sehari, kw = beban sensibel dan laten, kw = faktor bukaan pintu = faktor aliran udara pintu = efektifitas pintu q = 0.221. A. (h i h r ). ρ r. (1 - ρi ρr )0.5 (g. H) 0.5. Fm (2.14) Fm = 2 1+ ρi ρr 1/3 1.5 (2.15) Dimana : q A hi hr ρi ρr g H Fm = beban sensibel dan laten, kw = luas pintu, m2 = entalpi udara infiltrasi, kj/kg = entalpi udara refrigerasi, kj/kg = densitas udara infiltrasi, kg/m3 = densitas udara refrigerasi, kg/m3 = gaya gravitasi, 9.81 m/s2 = ketinggian pintu, m = faktor densitas Teknik Refrigerasi dan Tata udara 14
2.4.3 Beban Kalor Dari Produk (product load) Beban pendinginan produk ini dapat dihitung dengan persamaan: Q = m.cp.δt n.3600.rf (2.16) Dimana : m : massa produk (Kg) Cp : kalor spesifik produk (Kj/Kg K) ΔT : perbedaan temperatur awal dan akhir produk (K) n : chilling time produk (lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan temperatur dari temperatur awal ke temperature yang diinginkan) R f : chilling rate factor (nilainya berupa pecahan pada tabel 10-8 s/d 10-11, Dossat) Teknik Refrigerasi dan Tata udara 15