BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang optimal government terutama dibidang kerja sama dengan

BAB V PENUTUP. a. Pengawasan Pelaksanaan Special Arrangments 1993: untuk memberikan kepastian hukum mengenai ruang lingkup wilayah

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan.

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. Perbatasan Mota ain Batugade merupakan pintu keluar-masuk yang secara

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BORDER DEVELOPMENT CENTER (BDC) E N T I K O N G

UPAYA-UPAYA PENANGANAN WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA-PAPUA NEW GUINEA OLEH BADAN PENGELOLA PERBATASAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI PROVINSI PAPUA

PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA

MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2)

APEK HUKUM WILAYAH NEGARA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

FORMULASI KEBIJAKAN BORDER PASS DI PERBATASAN REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE DAN REPUBLIK INDONESIA DALAM PENCEGAHAN ILLEGAL BORDER CROSSING

Perbatasan, Tertinggal Dan Diterlantarkan

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI... i. DAFTAR TABEL... iv. DAFTAR GAMBAR... v

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

PENCEGAHAN UPAYA PENYUAPAN DI LINTAS BATAS NEGARA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

2 sebagaimana mestinya perlu ditetapkan suatu peraturan pemerintah yang mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal. Meskipun pembentukan perat

PENGERTIAN, LINGKUP & KEBIJAKAN PERENCANAAN WILAYAH PERBATASAN (MKP 3) aris SUBAGIYO

HASIL KESEPAKATAN MUSRENBANGNAS 2010 DAN HASIL BILATERAL PASCA-MUSRENBANGNAS 2010 ANTARA K/L DAN BAPPEDA PROVINSI KELOMPOK IV: PRIORITAS 10

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERUMUSAN PERMASALAHAN/ISU STRATEGIS DAN PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENGEMBANGAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator dalam mengukur. keberhasilan ekonomi suatu wilayah. Untuk membentuk kegiatan ekonomi

MASALAH PERBATASAN NKRI

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

BUPATI TIMOR TENGAH UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan di Indonesia sudah lama sekali terjadi dan belum ada langkah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA PERBATASAN KABUPATEN ALOR

PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA BATAM BATAM, 8 DESEMBER 2011

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN)

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

BAB I PENDAHULUAN. alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan

Kompleksitas Sengketa Celah Timor

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB 5 PENUTUP. Pembaruan hukum..., Richo Wahyudi, FH UI, Universitas Indonesia

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

MI STRATEGI

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

Bab I : Pendahuluan Latar Belakang

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 32 TAHUN 2014

PENYUSUNAN LAPORAN KINERJA

Dpemerintahan terkecil dan

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB I PENDAHULUAN. dan gas yang terkandung di Laut Timor. tertentu berdasarkan pada prinsip Landas Kontinen.

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGEL

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN

I. PENDAHULUAN. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang STUDI KELAYAKAN POTENSI WISATA PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN KABUPATEN BELITUNG

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab VI Analisa Pendahuluan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. manusia menjadi semakin beragam dan kompleks sifatnya. Berbagai hal sebisa

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KETENTUAN UMUM

BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik (Public Service) merupakan segala macam kegiatan dalam

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan dalam penelitian ini, maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah : 1. Isu yang dikembangkan dalam tahap perumusan masalah dari kebijakan Border Pass ini belum menyentuh pada pemenuhan kepentingan masyarakat sekitar perbatasan, terutama dalam hal pembangunan dasar untuk pemenuhan kebutuhan pokok karena isu yang dibahas dalam perumusan masalah, penyusunan agenda mengenai masalah di wilayah perbatasan antara kedua negara ini hanya terfokus pada masalah keamanan wilayah perbatasan dan masalah kondisi masyarakat sekitar perbatasan dan seharusnya lebih melihat juga kepada aspek ekonomi, kesejahteraan dan lingkungan hidup dan lain sebagainya di wilayah perbatasan kedua negara ini. Disamping itu alternatif dan penetapan kebijakan Border Pass dinilai kurang efektif karena belum ada dukungan sarana dan prasarana seperti yang tercantum dalam nota kespakatan/mou tersebut. 2. Working Group on Border Issues antara Pemerintah Republik Demokratik Timor Leste dan Pemerintah Republik Indonesia memilih alternatif kebijakan dalam membangun instrumen kebijakan bersama yang mengatur lintas batas tradisional masyarakat sekitar perbatasan dalam bentuk Border Pass ini 148

149 merupakan pemilihan yang alternatif akan tetapi kebijakan border pass ini hanya bertujuan untuk meminimalisasi konflik sosial, politik dan budaya serta kepentingan kerja sama kedua negara dengan demikian kebijakan ini belum menjawab pencegahan illegal border crossing dan memajukan kesejahteraan masyarakat kedua negara, untuk menunjang keberhasilan kebijakan border pass ini Working Group on Border Issues perlu membuat sebuah derivat kebijakan yang mengatur khusus tentang badan pengelolaan perbatasan bersama agar dapat menampung segala aspek pembangunan. 3. Formulasi kebijakan perbatasan antara Republik Demokratik Timor Leste dan Republik Indonesia memerlukan pendekatan dan penanganan yang khusus. Hal ini disebabkan karena semua bentuk kegiatan atau aktifitas yang ada didaerah perbatasan apabila tidak dikelola dengan baik akan mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, ditingkat regional maupun internasional, Bila dilihat dari konsep riil terhadap MoU yang disepakati border pass ini nampaknya lanjutan dari JBC (Join Border Comitte) antara (United Nations Transitional Administration in East Timor) UNTAET RI dalam upaya rekonsiliasi antara kedua negara yang sempat konflik di masa lalu sehingga kedua pemerintah perlu meninjau kembali kekuatan hukumnya jangan sampai MoU ini potensial menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari, karena Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks.

150 4. Masalah pengelolaan perbatasan tidak terlepas dari perkembangan lingkungan strategis baik internasional maupun regional sehingga Pemerintah kedua negara perlu melibatkan masyarakat atau kelompok kepentingan yang dipandang sebagai stokeholders pemerintah dalam setiap perumusan kebijakan agar dapat menjawab kebutuhan masyarakat yang diinginkan dengan demikian paradigma dan pandangan yang selama ini memandang dan memperlakukan wilayah perbatasan sebagai daerah belakang (periphery areas) menjadi daerah depan (frontier areas). Dengan paradigma baru tersebut diharapkan daerah perbatasan mendapat kesempatan prioritas dalam pembangunan dan di segala bidang dan lebih mengembangkan produk hukum, peraturan perundangundangan mengenai problematika daerah perbatasan serta perjanjian kerja sama perbatasan antara Republik Demokratik Timor Leste dengan Republik Indonesia dalam menangani kejahatan lintas negara (transborder crimes) seperti smugling (penyelundupan), human trafficking dan teroris (terrorism). 5.2 Saran Dari hasil pembahasan penelitian ini, dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan bermanfaat bagi pemerintah kedua negara secara khusus pemerintah Timor Leste dalam penanganan kawasan perbatasan serta bagi para peneliti berikutnya. 1.2.1 Saran Teoritis 1. Bagi para peneliti berikutnya khususnya dikalangan akademisi terutama dalam melakukan penelitian yang ada kaitannya dengan kebijakan-

151 kebijakan tentang perbatasan Republik Indonesia dan Timor Leste agar dapat mengembangkannya lebih jauh untuk memperoleh gambaran yang lebih luas lagi mengenai implementasi dan evaluasi kebijakan perbatasan kedua negara ini. 1.2.2 Saran Praktis 1. Perlu kiranya Pemerintah Timor Leste menyusun derivat kebijakan atau undang-undang tentang Perbatasan Negara yang mencakup pengertian wilayah perbatasan negara, penetapan batas-batas fisik perbatasan negara, pembangunan daerah perbatasan kedua negara guna memperkecil kesenjangan yang terjadi di daerah perbatasan. 2. Perlu kiranya Pemerintah Timor Leste dan Pemerintah Indonesia menyusun visi bersama mengenai daerah perbatasan negara. Dengan adanya penyusunan visi bersama ini diharapkan kedua negara yang terkait dalam pengelolaan perbatasan berada dalam satu kerangka pikir yang sama, berpijak pada dasar yang sama, melangkah ke arah tujuan dan kepentingan bersama. 3. Melibatkan peran sektor swasta dalam pembangunan wilayah perbatasan. Peran serta swasta dapat dilibatkan dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan, telekomunikasi, angkutan massal dan lain sebagainya. Di samping itu, eksploitasi sumber daya alam seperti mineral, hutan, kelautan yang terarah dan berkesinambungan juga dapat mengikutsertakan sektor swasta.

152