BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISTILAH. Al = Luas total tulangan longitudinal yang memikul puntir

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3.4.5 Beban Geser Dasar Nominal Statik Ekuivalen (V) Beban Geser Dasar Akibat Gempa Sepanjang Tinggi Gedung (F i )

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR GEDUNG BANK MODERN SOLO

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

PERANCANGAN STRUKTUR BANGUNAN RUMAH SUSUN DI SURAKARTA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Yogyakarta, Juni Penyusun

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

Perencanaan Kolom Beton Bertulang terhadap Kombinasi Lentur dan Beban Aksial. Struktur Beton 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BETON BERTULANG DENGAN PENAMPANG PERSEGI. Oleh : Ratna Eviantika. : Winarni Hadipratomo, Ir.

STRUKTUR BETON BERTULANG II

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KAPASITAS PENAMPANG EKIVALEN KOLOM PERSEGI TERHADAP PENAMPANG KOLOM L, T DAN + PADA BANGUNAN RUMAH TINGGAL DENGAN BEBAN GEMPA

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB III LANDASAN TEORI. dan SNI 1726, berikut kombinasi kuat perlu yang digunakan:

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.6 Tujuan Penulisan Tugas Akhir 4

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

T I N J A U A N P U S T A K A

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

Studi Perkuatan Struktur Gedung Kuliah STPMD Yogyakarta dengan Menggunakan Material E-Glass Fiber Reinforced Polymer (E-GFRP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KAPASITAS DAN DESAIN PERKUATAN KOLOM BULAT STRUKTUR GEDUNG AKIBAT PENAMBAHAN LANTAI GEDUNG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEDUNG DUAL SYSTEM 22 LANTAI DENGAN OPTIMASI KETINGGIAN SHEAR WALL

STUDI DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG TAHAN GEMPA UNTUK BENTANG PANJANG DENGAN PROGRAM KOMPUTER

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL.. i. LEMBAR PENGESAHAN ii. KATA PENGANAR.. iii ABSTRAKSI... DAFTAR GAMBAR Latar Belakang... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

EVALUASI PERBANDINGAN KONSEP DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI BETON

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

= keliling dari pelat dan pondasi DAFTAR NOTASI. = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen. = luas penampang bruto dari beton

BAB II STUDI PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PEMBEBANAN 2.1.1 Beban Mati Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983, beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesinmesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. Beban mati itu terbagi 2, yaitu berat sendiri struktur dan berat mati komponen gedung. Tabel 2.1 merupakan mengenai sebagain berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung yang menurut PPIUG 1983. Tabel 2.1 Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung Bahan Bangunan Berat (kg/m 3) Beton bertulang 2400 Komponen Gedung Berat (kg/m 2) Adukan, per cm tebal dari semen 21 Dinding pasangan bata merah setengah batu 250 Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, 11 tanpa penggantung langit-langit atau pengaku), teradiri dari semen asbes (eternit dan bahan lain sejenis), dengan tebal maksimum 4 mm Penggantun langit-langit (dari kayu) dengan bentang 7 maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimun 0,8 m Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan 24 beton, tanpa adukan, per cm tebal Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983, hal. 11-12 2.1.2 Beban Hidup Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983, beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada TUGAS AKHIR II - 1

lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Pembebanan untuk beban hidup pada lantai gedung menurut PPIUG 1983 dapat dilihat pada tabel 2.2, sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan kegunaan dan juga dinding ringan dengan berat tidak lebih dari 100 kg/m. Tabel 2.2 Beban Hidup pada Lantai Gedung No. Beban Hidup Pada Lantai Gedung Berat (kg/m 2 ) a Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang di 200 sebut dalam b b Lantai dan tangga rumah sederhana dan gudangudang 125 tidak penting yang bukan untuk toko, pabrik atau bengkel c Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, 250 toserba, restoran, hotel, asrama dan rumah sakit d Tangga, bordes tangga dan gang dari yang diebut dalam c 300 Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983, hal. 17 Pembebanan pada atap gedung berbeda dengan pembebanan untuk pelat lantai. Menurut PPIUG 1983 beban hidup pada atap yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang harus diambil minimum sebesar 100 kg/m 2 bidang datar. Peluang untuk terjadinya beban hidup penuh yang membebani semua bagian dan semua unsur struktural pemikul secara serempak selama umur gedung tersebut sangatlah kecil atau tidak efektif sepenuhnya, sehingga beban hidup tersebut dapat direduksi. Berikut sebagian tabel koefisien reduksi beban hidup menurut PPIUG 1983. TUGAS AKHIR II - 2

Tabel 2.3 Koefisien Reduksi Beban hidup Penggunaan Gedung Koefisien Reduksi beban hidup Peninjauan Beban Gravitasi Peninjauan Beban Gempa PENDIDIKAN Sekolah, ruang kuliah 0,90 0,50 Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983 2.1.3 Beban Gempa Analisis dinamis untuk perancangan struktur tahan gempa dilakukan jika diperlukan evaluasi yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang bekerja pada struktur, serta untuk mengetahui perilaku dari struktur akibat pengaruh gempa. Pada struktur bangunan tingkat tinggi atau struktur dengan bentuk atau konfigurasi yang tidak teratur. Analisis dinamis dapat dilakukan dengan cara elastis maupun inelastis. Pada cara elastis dibedakan Analisis Ragam Riwayat Waktu (Time History Modal Analysis), dimana pada cara ini diperlukan rekaman percepatan gempa dan Analisis Ragam Spektrum Respons (Response Spectrum Modal Analysis), dimana pada cara ini respons maksimum dari tiap ragam getar yang terjadi didapat dari Spektrum Respons Rencana (Design Spectra). Sedangkan pada analisis dinamis inelastis digunakan untuk mendapatkan respons struktur akibat pengaruh gempa yang sangat kuat dengan cara Integrasi Langsung (Direct Integration Method). Spektrum respons adalah salah satu cara penyelesaian problem persamaan diferensial gerakan struktur MDOF (multi degree of freedom). Walaupun memakai prinsip dinamik, tetapi metode ini bukanlah kategori analisis riwayat waktu. Penggunaan metode ini hanya terbatas pada pencarian respons-respons maksimum. Dengan memakai spektrum respons yang telah disiapkan (tiap - tiap daerah gempa), maka respons-respons maksimum dapat dicari dalam waktu yang relatif singkat dibanding dengan cara analisis riwayat waktu. Namun demikian penyelesaian problem dengan cara ini hanya bersifat pendekatan artinya spektrum respons akan diperoleh dengan asumsi-asumsi tertentu. TUGAS AKHIR II - 3

Pada kenyataannya perlu diketahui prinsip dasar pada analisis dan desain struktur bangunan tahan gempa yaitu antara suplai (supply) dan kebutuhan (demand). Kebutuhan yang dimaksud dalam hal ini adalah kebutuhan kekuatan struktur sedemikian sehingga dengan tercukupinya kebutuhan kekuatan struktur mampu menahan beban dengan aman. Spektrum respons akan berfungsi sebagai alat untuk mengestimasi dalam menentukan dalam menentukan strenght demand. Di lain pihak, suplai kekuatan dapat dilakukan setelah melakukan desain elemen struktur. Desain elemen dapat dilakukan dengan berdasar pada kekuatan bahan hasil uji elemen di laboratorium. Dengan demikian desain kekuatan harus didasarkan atas kekuatan yang nyata/riil atas bahan yang dipakai. Estimasi kebutuhan kekuatan struktur (strenght demand) akibat beban gempa pada prinsipnya adalah menentukan seberapa besar beban horisontal yang akan bekerja pada tiap-tiap massa. Hal ini terjadi karena beban gempa akan mengakibatkan struktur menjadi bergetar dan pengaruhnya dapat diekivalenkan/seolah-olah terdapat gaya horisontal yang bekerja pada tiaptiap massa. Spektrum respons dapat dipakai untuk menentukan gaya horisontal maupun simpangan struktur MDOF tersebut. 1) Fungsi Respon Spektrum Spektrum respons adalah suatu spektrum yang disajikan dalam bentuk grafik/plot antara periode getar struktur T, lawan respons-respons maksimum berdasarkan rasio redaman dan gempa tertentu. Respons-respons maksimum dapat berupa simpangan maksimum (spectrum displacement, SD) kecepatan maksimum (spectrum velocity, SV) atau percepatan maksimum (spectrum accelaration, SA) massa struktur. Terdapat dua macam spektrum yaitu spektrum elastik dan spektrum inelastik. Spektrum elastik adalah spektrum yang didasarkan atas respons elastik struktur, sedangkan spektrum inelastik (juga disebut desain spektrum respons) adalah spektrum yang di scale down dari spektrum elastik dengan nilai daktilitas tertentu. Nilai spektrum dipengaruhi oleh periode getar, rasio redaman, TUGAS AKHIR II - 4

tingkat daktilitas dan jenis tanah. Dengan demikian suatu spektrum suatu gempa tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk: SD (ξ, T, μ, S) SV (ξ, T, μ, S) SA (ξ, T, μ, S) Dengan ξ adalah rasio redaman, T adalah periode getar dan μ adalah daktilitas struktur dan S adalah jenis tanah. Berdasarkan persamaan diatas dapat diketahui bahwa respons spektrum suatu struktur akan bergantung pada beban gempa, daktilitas struktur, rasio redaman, periode getar,dan jenis tanah setempat. Umumnya beban gempa, rasio redaman, daktilitas dan jenis tanah sudah dijadikan suatu variabel kontrol sehingga grafik yang ada tinggal diplot antara periode getar T lawan nilai spektrum, apakah simpangan, kecepatan atau percepatan maksimum. Secara umum yang dipakai adalah spektrum akselerasi. 2) Spektrum Respons di Indonesia Untuk masing-masing wilayah gempa ditetapkan spektrum respons Gempa Rencana C-T seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Nilai faktor respon gempa (C) dapat diketahui berdasarkan wilayah gempa pada lokasi gedung yang dibangun, jenis tanah pada lokasi yang akan dibangun berdasarkan hasil uji SPT dan waktu getar empiris. TUGAS AKHIR II - 5

Sumber : SNI 03-1726-2002, hal 22 Gambar 2.1 Respon Spektrum Gempa 2.2 ANALISIS STRUKTUR SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS (SRPMK) 2.2.1 Faktor Reduksi Kekuatan Sesuai pasal 11.3 SNI 03-2874-2002 faktor reduksi kekuatan φ ditentukan sebagai berikut : a. Lentur, tanpa beban aksial... 0,80 b. Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur... 0,80 c. Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur selain tulangan spiral... 0,65 Kecuali untuk nilai aksial tekan yang rendah, nilai φ boleh ditingkatkan berdasarkan aturan berikut : Untuk komponen struktur dimana f tidak melampaui 400 MPa, dengan tulangan simetris, dan dengan (h d d /h) tidak kurang TUGAS AKHIR II - 6

dari 0,70 maka nilai φ boleh ditingkatkan secara linier menjadi 0,8 seiring dengan berkurangnya nilai φp dari 0,10 f A ke nol. Untuk komponen struktur yang lain nilai φ boleh ditingkatkan secara linier menjadi 0,8 seiring dengan berkurangnya nilai φp dari nilai terkecil antara 0,10 f A dan P ke nol. d. Geser dan torsi... 0,75 e. Geser pada hubungan balok-kolom (joint)... 0,80 2.2.2 Asumsi dan Perancangan Sesuai pasal 12.2 SNI 03-2874-2002 dalam merencanakan komponen struktur terhadap beban lentur atau aksial atau kombinasi dari beban lentur dan aksial, digunakan asumsi sebagai berikut : a. Distribusi regangan diasumsikan linier. b. Regangan maksimum pada serat tekan beton terluar sama dengan 0,003. c. Tegangan tulangan yang lebih kecil dari f diambil sebesar E dikalikan dengan regangan ε sedangkan tegangan tulangan yang lebih besar dari f diambil sama dengan f. d. Kuat tarik beton diabaikan, karena nilainya relatif kecil. e. Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dengan regangan beton diasumsikan berbentuk persegi. Analisis Kapasitas Lentur Balok Persegi Sesuai dengan asumsi dalam perancangan sehingga dapat digambarkan distribusi tegangan dan regangan untuk penampang balok dengan tulangan ganda seperti terlihat dalam Gambar 2.2. TUGAS AKHIR II - 7

0.85f c εc = 0.003 d d As c ε s a Cc Cs d-d d NA As εs = fy /Es Ts b Gambar 2.2 Diagram tegangan regangan penampang balok bertulang ganda Dengan melihat pada Gambar 2.2, didapat : H = 0 C + C = T (2.1) Dengan mengasumsikan tulangan tekan belum leleh, sehingga didapat: 0,85. f. b. β. c + A. f = A. f (2.2) dengan, f = ε. E = 0,003(c d ). E c (2.3) 0,85. f. b. β. c + A. (c d ) c 0,003. E = A. f 0,85. f. b. β. c + A. (c d )0,003. E = A. f. c (2.5) Cek tegangan tulangan tekan f = 0,003(c d ) c. E (2.6) Jika f < f, maka perhitungan dapat dilanjutkan Jika f > f, maka perhitungan diulang kembali dengan mengasumsikan tulangan tekan sudah leleh dengan menggunakan persamaan berikut : 0,85. f. b. β. c + A. f = A. f (2.7) Cek daktilitas penampang ρ ρ < ρ (2.8) dimana, ρ = f 4f (2.9) TUGAS AKHIR II - 8

dan tidak lebih kecil dari : ρ = 1,4 f (2.10) ρ = 0,75. ρ (2.11) ρ = β x 0,75 f 600 x + f A 600 + f f bd f Untuk f 30 MPa β = 0,85 Untuk f > 30 MPa β = 0,85 0,05 f 30 0,65 7 Jika ρ < ρ, maka digunakan ρ Jika ρ > ρ, maka dimensi dari penampang balok harus diperbesar. (2.12) Jika ρ ρ < ρ, maka persyaratan daktilitas penampang terpenuhi. Perhitungan momen nominal penampang balok C = 0,85 f b β c (2.13) C = A f (2.14) M = C (d d ) + C d β c (2.15) 2 Cek momen kapasitas penampang φm M (2.16) Persyaratan Tulangan Longitudinal Persyaratan tulangan lentur balok adalah sebagai berikut: 1. ρ f /4 dan 1,4/f, ρ 0,025. Dan minimal terdapat dua batang tulangan atas dan bawah yang dipasang secara menerus di sepanjang bentang. 2. Perbandingan antara M /M 0,5 [SNI-03-2847-2002] 3. Jarak antar sengkang yang mengikat daerah sambungan lewatan tidak lebih dari d/4 atau 100 mm. Sambungan lewatan tidak boleh digunakan pada : a. Daerah hubungan balok-kolom. b. Daerah 2h dari muka kolom. TUGAS AKHIR II - 9

c. Tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya leleh lentur akibat perpindahan lateral inelastis struktur rangka. Analisis Kapasitas Geser Balok Perilaku balok beton bertulang pada keadaan runtuh akibat geser berbeda dengan keruntuhan akibat lentur (momen). Balok pada keruntuhan akibat geser, pada umumnya tidak ada peringatan terlebih dahulu. Untuk mencegah hal ini terjadi maka gaya geser pada balok dihitung dengan mengasumsikan sendi plastis terbentuk pada ujung-ujung balok dengan tegangan tulangan lentur mencapai 1,25 f dan nilai φ = 0. Adapun perhitungan gaya geser rencana balok berdasarkan momen plastis balok M pada Gambar 2.3 : (a) (b) Sumber : Modul Mata Kuliah PSG Hal.10 Gambar 2.3 : Perencanaan geser untuk balok (a) gaya geser rencana akibat gravitasi dan goyangan ke kiri (b) gaya geser rencana akibat gravitasi dan goyangan ke kanan a. Perhitungan nilai V yaitu gaya geser akibat beban 1,2D + 1,0L (2.17) b. Perhitungan pada kondisi Gambar 2.3a V = ± M + M + V L (2.18) TUGAS AKHIR II - 10

c. Perhitungan pada kondisi Gambar 2.3b V = ± M + M + V L (2.19) d. Kontrol gaya geser rencana V V > V (2.20) e. Kontrol kapasitas geser yang diberikan beton V Nilai V = 0 bila P < A f /20 (2.21) Nilai V = 0, bila M + M 50% V L (2.22) f. Perhitungan kapasitas geser yang diberikan beton V Apabila ketentuan mengenai kontrol nilai V tidak terpenuhi, maka nilai V dihitung menggunakan persamaan berikut : V = 1 6 f b d (2.23) g. Perhitungan kapasitas geser akibat sengkang terpasang V Perhitungan kapasitas geser yang diberikan oleh sengkang adalah V = A f d s h. Perhitungan kuat geser balok eksisting (2.24) Perhitungan kuat geser balok eksisting dihitung menggunakan persamaan berikut: φv = φ(v + V ) V (2.25) Persyaratan Kuat Geser Balok Dalam perencanaan tulangan geser pada kondisi SRPMK berdasarkan SNI 03-2847-2002 disyaratkan adalah : 1. Gaya geser rencana V ditentukan dari peninjauan gaya statik antara dua muka tumpuan. Momen-momen dengan tanda berlawanan sehubungan dengan kuat lentur maksimum M dianggap bekerja pada TUGAS AKHIR II - 11

muka tumpuan komponen struktur tersebut dibebani dengan beban gravitasi terfaktor di sepanjang bentangnya. 2. Tulangan tranversal sepanjang daerah sendi plastis dirancang memikul geser dengan menganggap V = 0. Bila : a. Gaya geser akibat gempa mewakili setengah atau lebih daripada kuat geser perlu maksimum di sepanjang daerah tersebut, dan b. P < A f /20 3. Arah gaya geser V tergantung pada besar relatif beban gravitasi dan geser yang dihasilkan oleh momen momen ujung M. 4. Momen momen ujung M didasarkan pada tegangan tarik 1,25 f. Kedua momen ujung diperhitungkan untuk kedua arah kiri dan kanan. 5. M untuk kolom tidak lebih besar daripada momen yang dihasilkan oleh M balok yang merangka pada hubungan balok-kolom. V tidak lebih kecil daripada nilai yang dibutuhkan berdasarkan analisis struktur. 2.2.3 Analisis Elemen Struktur Kolom Berdasarkan posisi beban pada penampang kolom, kolom dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Kolom dengan beban konsentris. Pada kondisi ini kolom hanya memikul beban aksial (lihat Gambar 2.4a). 2. Kolom dengan beban aksial dan uniaxial bending. Pada kondisi ini kolom memikul beban aksial dan memikul momen lentur bersumbu tunggal (lihat Gambar 2.4b). 3. Kolom dengan beban aksial dan biaxial bending. Pada kondisi ini selain kolom memikul beban aksial, juga memikul momen lentur bersumbu rangkap (lihat Gambar 2.4c). TUGAS AKHIR II - 12

Sumber : Modul Mata Kuliah PSG Hal.18 Gambar 2.4 : Tipe kolom berdasarkan posisi beban pada penampang kolom (a) kolom dengan beban konsentris (b) kolom dengan beban aksial dan uniaxial moment (c) kolom dengan beban aksial dan biaxial moment Analisis Kapasitas Kolom Menggunakan Diagram Interaksi Analisis menggunakan diagram interaksi bersifat uniaxial. Diagram interaksi merupakan suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara gaya aksial nominal P dengan momen nominal M atau eksentrisitas e kolom, sehingga dapat diketahui batas wilayah aman kolom terhadap kombinasi beban aksial dan momen. Diagram interaksi yang biasa dikenal adalah diagram interaksi yang menggambarkan hubungan antara : P dan M P dan e 1/P dan e TUGAS AKHIR II - 13

P P L e b Garis netral b h (a) Pusat berat plastis d (b) Sumber : Modul Mata Kuliah PSG Hal.19 Gambar 2.5 : Beban aksial konsentris (a) dan beban aksial eksentris (b) Pusat berat plastis merupakan titik tangkap resultan komponen gayagaya dalam yang terdiri dari gaya akibat beton tekan dan gaya akibat tulangan, yang masing-masing diakibatkan oleh tegangan (pada kondisi plastis) sebesar 0,85 fc pada beton dan fy pada tulangan, pada saat kolom menerima beban aksial konsentris (beban aksial tanpa momen) seperti pada Gambar 2.5(a). Letak pusat berat plastis dapat ditentukan melalui perhitungan statis momen terhadap gaya-gaya dalam yang masing-masing disumbangkan oleh beton dan tulangan dalam kondisi plastis. Pada kolom dengan bentuk penampang simetris dan jumlah serta posisi tulangan yang simetris, pusat berat plastis terletak pada titik tengah penampang. Hubungan antara gaya aksial nominal dengan momen atau eksentrisitas dapat ditentukan dalam beberapa kondisi berikut : a. Beban Tekan Aksial Konsentris Dengan memperhitungkan luas tulangan dengan luas total A yang berada pada penampang kolom A, maka gaya total atau kuat tekan nominal pada penampang kolom adalah sebagai berikut : P = C + C (2.26) P = 0,85 f A A + A f (2.27) Dalam kasus ini, momen atau eksentrisitas pada penampang = 0 TUGAS AKHIR II - 14

b. Beban Tarik Aksial Konsentris Pada kondisi ini, seluruh penampang kolom menerima tegangan tarik sehingga kontribusi beton dalam menahan beban tarik dapat diabaikan, gaya dalam hanya disumbangkan oleh tulangan, sehingga gaya total atau kuat tarik nominal pada penampang adalah : P = A f (2.28) Dalam kasus ini, momen atau eksentrisitas pada penampang = 0 c. Kondisi Regangan Berimbang (balanced) εc 0.85f c e P h d c d ε s β 1C Cc Cs NA Pusat plastis εs Ts b Gambar 2.6 : Diagram tegangan regangan penampang kolom pada kondisi berimbang Pada kondisi berimbang, letak garis netral diukur dari sisi tekan beton terluar, dihitung menggunakan persamaan berikut : c = c = 0,003 E 0,003 E + f d (2.29) dan regangan pada baja terluar adalah : ε = c d c Tegangan pada baja tulangan : 0,003 (2.30) untuk, untuk, ε < f E f = ε. E (2.31) ε f E f = f (2.32) TUGAS AKHIR II - 15

Komponen gaya-gaya dalam pada penampang adalah : C = 0,85 f. h. β. c (2.33) C = As fs T = A. f (2.34) Gaya aksial pada kondisi berimbang : P = C + C T (2.35) Momen nominal pada kondisi berimbang : M = P. e (2.36) Perhitungan eksentrisitas yang terjadi : e = M P (2.37) d. Pada Kondisi Tekan Dominan Pada kondisi tekan dominan perhitungan dilakukan dengan mengasumsikan sembarang garis netral dengan ketentuan nilai c pada kondisi tekan dominan lebih besar dari nilai c pada kondisi berimbang c > c (lihat Gambar 2.7). Regangan dan tegangan tulangan tekan ditentukan dengan cara yang sama seperti pada kondisi regangan berimbang dengan menggunakan nilai c > c. TUGAS AKHIR II - 16

εc 0.85f c d ε s Cs e P h d c β 1C Cc Pusat plastis NA εs Ts b Gambar 2.7 : Diagram tegangan regangan penampang kolom pada kondisi tekan dominan e. Pada Kondisi Tarik Dominan εc 0.85f c e P c d ε s β1c Cc NA Cs h d Pusat plastis εs Ts b Gambar 2.8 : Diagram tegangan regangan penampang kolom pada kondisi tarik dominan Seperti halnya perhitungan pada kondisi tekan dominan, pada kondisi tarik dominanpun perhitungan dilakukan dengan mengasumsikan sembarang garis netral dengan ketentuan nilai c pada kondisi tarik dominan lebih kecil dari nilai c pada kondisi berimbang (c < c berimbang). Regangan dan tegangan tulangan tekan ditentukan dengan cara yang sama seperti pada kondisi regangan berimbang dengan menggunakan nilai c < c. TUGAS AKHIR II - 17

Dari nilai-nilai gaya aksial nominal, momen nominal, dan eksentrisitas, dapat dibuat diagram interaksi sesuai dengan kebutuhan perhitungan analisis yang akan dilakukan. Dari langkah perhitungan di atas didapatkan masing-masing lima nilai untuk gaya aksial, momen, dan eksentrisitas. Untuk mendapatkan kurva yang lebih halus, perhitungan pada kondisi tekan menentukan dan tarik menentukan dapat dilakukan beberapa kali dengan mengubah letak garis netral, sehingga didapatkan pasanganpasangan nilai gaya aksial, momen, dan eksentrisitas yang lebih banyak. Hubungan-hubungan Gaya Pada Diagram Interaksi Hubungan gaya aksial P dan momen nominal M Pn Po Pn max Garis Runtuh I (Mnc, Pnc) II (Mnb, Pnb) III (Mnt, Pnt) IV Mn Pt Gambar 2.9 : Grafik daerah aman pada diagram interaksi P M Daerah aman dinyatakan pada gambar 2.9 dalam daerah I, II, III, dan IV. Daerah I dan II menyatakan kombinasi beban dengan kondisi tekan dominan, sedangkan daerah III dan IV menyatakan kombinasi beban dengan kondisi tarik dominan. Daerah IV menyatakan kombinasi beban dengan beban aksial tarik. Daerah I adalah daerah yang menyatakan beban kolom dengan eksentrisitas kecil. Kondisi aman pada daerah I dibatasi dengan nilai beban aksial sebesar : P. = 0,85 P, untuk kolom dengan pengikat spiral (2.38) P. = 0,80 P, untuk kolom dengan pengikat sengkang (2.39) TUGAS AKHIR II - 18

Pembatasan tersebut dimaksudkan sebagai upaya pengamanan, dengan mengingat bahwa pada keadaan yang sesungguhnya sangat sulit untuk mengkondisikan suatu beban aksial betul-betul bekerja secara konsentris. Hubungan Gaya aksial P dan eksentrisitas e Gambar 2.10 : Daerah aman pada diagram interaksi P e Hubungan antara 1/P dan e 1 Gambar 2.11 : Daerah aman pada diagram interaksi 1/P e TUGAS AKHIR II - 19

Analisis Biaxial Bending Menggunakan Metoda Bressler Untuk memeriksa apakah tulangan yang terpasang cukup kuat memikul beban yang bekerja, maka digunakan metode Bressler. Metode ini dikembangkan untuk menghitung gaya aksial nominal penampang jika kolom tersebut menerima momen dua arah (biaxial bending), dengan nilai eksentrisitas e dan e seperti pada Gambar 2.12 e x Pn e y h Pusat plastis b dengan, Gambar 2.12 : Ilustrasi P dengan eksentrisitas e dan e e = M P (2.40) e = M P (2.41) Analisis penampang dilakukan pada berbagai perbandingan M dan M, yang bergerak dari sumbu x berputar ke arah sumbu y yang akan membentuk bidang lengkung seperti terlihat pada Gambar 2.13 berikut. Nilai-nilai diatas diplot pada diagram interaksi P e, maka akan didapatkan P dan P. TUGAS AKHIR II - 20

Sumber : Modul Mata Kuliah PSG, Hal.26 Gambar 2.13 : Permukaan keruntuhan 3-dimensi biaxial bending Berdasarkan metoda ini, suatu titik pada permukaan keruntuhan dilakukan pendekatan dengan persamaan berikut : P = 1 1 P + P P (2.42) Adapun syarat-syarat umum yang harus dipenuhi untuk komponen yang menerima kombinasi lentur dan aksial pada SRPMK adalah sebagai berikut : 1. P 0,1 A f 2. b 300 mm 3. b/h 0,4 Kuat lentur minimum kolom Kuat lentur kolom harus memenuhi persamaan berikut : Mc 6 Mg (2.43) 5 dimana: TUGAS AKHIR II - 21

M c adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan dengan kuat lentur nominal kolom yang merangka pada hubungan balokkolom tersebut. Kuat lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial terfaktor, yang sesuai dengan arah gaya-gaya lateral yang ditinjau, yang menghasilkan nilai kuat lentur yang terkecil. M g adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan dengan kuat lentur nominal balok-balok yang merangka pada hubungan balok-kolom tersebut. Kuat lentur harus dijumlahkan sedemikian hingga momen kolom berlawanan dengan momen balok. Kuat lentur harus dijumlahkan sedemikian rupa hingga momen kolom berlawanan dengan momen balok. Jika Persamaan 2.43 tidak terpenuhi maka kolom pada hubungan balok-kolom tersebut harus direncanakan dengan memberikan tulangan transversal yang dipasang di sepanjang tinggi kolom. Persyaratan Kuat Geser Kolom Berdasarkan SNI 03-2847-2002 ketentuan-ketentuan perhitungan tulangan geser kolom adalah sebagai berikut: 1. Gaya geser rencana V, ditentukan dengan memperhitungkan gayagaya maksimum yang dapat terjadi pada muka hubungan balok-kolom pada setiap ujung komponen struktur. Gaya-gaya pada muka hubungan balok-kolom tersebut harus ditentukan menggunakan kuat momen maksimum M. Gaya geser rencana tersebut tidak perlu lebih besar daripada gaya geser rencana yang ditentukan dari kuat hubungan balok-kolom berdasarkan kuat momen maksimum M, dari komponen struktur transversal yang merangka pada hubungan balokkolom tersebut. Gaya geser rencana V, tidak boleh lebih kecil daripada geser terfaktor hasil perhitungan analisis struktur. 2. Tulangan transversal pada komponen struktur sepanjang λ harus direncanakan untuk memikul geser dengan menganggap V = 0, bila: TUGAS AKHIR II - 22

Gaya geser akibat gempa mewakili 50% atau lebih kuat geser perlu maksimum pada bagian sepanjang λ tersebut, dan Gaya tekan aksial terfaktor termasuk akibat pengaruh gempa tidak melampaui A f 20. 2.3 Perkuatan Beton Ada beberapa macam perkuatan beton dengan bahan yang berbeda. Perkuatan ini dilakukan untuk mengembalikan kapasitas awal atau juga untuk menambah kapasitas (daya layan). Berikut beberapa macam perkuatan : 2.3.1 Perkuatan Balok Dengan Menggunakan Steel Plate Perkuatan balok beton menggunakan steel plate adalah metode perkuatan balok dengan menggunakan pelat baja yang ditempelkan pada bagian tarik balok, dengan cara merekatkan pelat baja pada balok beton dengan menggunakan epoxy resin. 2.3.2 Perkuatan Balok dengan Metode Prepacked Concrete Metode perkuatan prepacked concrete adalah metode perkuatan balok dengan menambahkan tulangan baru pada bagian yang mengalami gaya tarik. Karena balok merupakan struktur yang tahan terhadap gaya tekan, tetapi tidak kuat untuk menahan gaya tarik, sehingga pada metode ini perkuatan kolom dipasang pada bagian kolom yang mengalami gaya tarik. Metode ini digunakan apabila balok mengalami kerusakan berat misalkan beton mengalami retak besar dan banyak, atau balok tidak bisa memikul beban yang berlebihan akibat pengalihan fungsi bangunan. 2.3.3 Perkuatan Balok Dengan Fiber Reinforced Polymer (FRP) Dibandingkan dengan metoda perkuatan steel plate metoda perkuatan dengan FRP lebih disukai karena sifat praktis dan waktu pelaksanaan yang cepat. Metode perkuatan balok beton menggunakan fiber reinforced polymer (FRP) adalah metode perkuatan balok untuk perkuatan lentur, TUGAS AKHIR II - 23

maupun untuk perkuatan geser dengan menggunakan serat fiber dengan cara merekatkan bahan fiber reinforced polymer (FRP) pada balok beton dengan menggunakan epoxy resin. 2.4 Perkuatan Menggunakan Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP) Prinsip dari perkuatan menggunakan Fiber Reinforced Polymer (FRP) pada dasarnya sama seperti penambahan pelat baja pada struktur, sehingga penambahan dilakukan pada bagian tarik dari struktur. FRP dapat digunakan untuk perkuatan lentur, maupun untuk perkuatan geser pada balok. Aplikasi pemasangan FRP pada balok dilakukan dengan cara merekatkan bahan FRP pada serat tarik balok beton tersebut dengan menggunakan epoxy resin. 2.4.1 Faktor Reduksi Kekuatan φ Faktor reduksi kekuatan diberikan dalam persamaan (2.44) hingga (2.45) sesuai dalam ACI Commitee 440,2002 adalah sebagai berikut : φ = 0,9 untuk ε 0,005 (2.44) φ = 0,7 + 0,20 (ε ε ) 0,005 ε untuk ε < ε < 0,005 (2.45) φ = 0,7 untuk ε ε (2.46) 2.4.2 Perkuatan Lentur Balok Menggunakan FRP Kapasitas lentur balok didasarkan pada kekuatan batas ultimit, yang ditentukan oleh batasan kuat tekan beton dan tegangan leleh baja tulangan serta tegangan efektif Fiber Reinforced Polymer (FRP). TUGAS AKHIR II - 24

h d As gn d h-c c d-c Ɛs Ɛcu = 0,003 Ɛs a fs 0,85Fc Fs ½ a ½ a Ts Cc C1 Af = ntfc f b (a) penampang Ɛfe Ɛbi (b) Distribusi regangan Ffe = Ef Ɛfe (c) Distribusi teg. ekivalen Tfe = Af Ef Ɛfe (d) Kopel gaya Sumber : Modul Kuliah PB2 Gambar 2.14 : Diagram tegangan regangan perkuatan lentur balok a. Perhitungan properti FRP Perhitungan properti FRP meliputi perhitungan luas penampang FRP yang digunakan, perhitungan mengacu pada ACI Committee 440 seperti yang telah dijelaskan pada Bab ini. Perhitungan luas penampang FRP yang digunakan dihitung menggunakan persamaan berikut : A = nt w (2.47) Dimana: n = jumlah lapis FRP yang digunakan t f = Tebal FRP w f = Lebar FRP b. Perhitungan tegangan FRP Tegangan efektif FRP dihitung menggunakan persamaan berikut : f = C. f (2.48) Dimana: f fu = Kuat tarik FRP f * fu = Kuat tarik ultimite C E = Faktor reduksi lingkungan TUGAS AKHIR II - 25

c. Perhitungan regangan disain FRP Regangan efektif FRP dihitung menggunakan persamaan berikut : ε = C. ε (2.49) Dimana: Ɛ fu = Regangan FRP Ɛ* fu = Regangan pecah d. Perhitungan rasio FRP terhadap penampang balok berikut : Perhitungan rasio FRP dapat dihitung menggunakan persamaan ρ = A b d Dimana: ρ f = Rasio FRP A f = Luas FRP (2.50) e. Perhitungan tingkat regangan beton pada ikatan FRP Perhitungan tingkat regangan beton pada ikatan FRP dihitung dengan persamaan berikut: ε = M (h kd) I E (2.51) dimana, E E E E k = ρ + ρ E + 2 ρ E + ρ E h E d ρ E E + ρ E (2.52) E I = b c 3 + η A (d c) (2.53) M D adalah asumsi momen yang terjadi pada saat dilakukan perkuatan menggunakan FRP dan c sebagai asumsi awal digunakan 0,2d. Ɛ bi = Regangan awal pada tegangan sebelum diperkuat FRP TUGAS AKHIR II - 26

f. Perhitungan koefisien ikatan FRP dengan beton berikut: Perhitungan koefisien ikatan FRP dihitung menggunakan persamaan Untuk nt E 180000 digunakan persamaan sebagai berikut: k = 1 1 nt E 0,9 (2.54) 60 ε 360000 Untuk nt E > 180000 digunakan persamaan sebagai berikut: k = 1 60 ε 90000 nt E 0,9 (2.55) Dimana nt E adalah jumlah lapis FRP yang digunakan dikali tebal FRP dikalikan modulus elastisitas FRP yang digunakan. g. Perhitungan regangan efektif FRP Perhitungan regangan efektif FRP dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut: ε = 0,003 h c ε c k ε (2.56) Dimana terdapat batasan bahwa regangan efektif FRP harus kurang dari atau sama dengan koefisien ikatan FRP dikalikan dengan regangan desain FRP. h. Perhitungan regangan tulangan tarik Perhitungan regangan tulangan tarik baja setelah dilakukan perkuatan menggunakan FRP, sehingga perhitungan regangan tulangan tarik dihitung berdasarkan persamaan berikut: d c ε = ε + ε. (2.57) h c i. Kontrol asumsi nilai c Asumsi nilai c diperiksa menggunakan persamaan berikut: c = A. f + A. f A. f γ. f. β. b (2.58) TUGAS AKHIR II - 27

Persamaan di atas digunakan karena balok eksisting menggunakan tulangan ganda. Apabila nilai c asumsi c hasil kontrol, maka perhitungan dapat diulang kembali hingga asumsi nilai c nilai c hasil kontrol. j. Perhitungan momen kapasitas balok yang diperkuat menggunakan FRP Perhitungan momen kapasitas balok yang diperkuat menggunakan FRP dihitung menggunakan persamaan (2.116). Kontribusi dari FRP masih perlu dikalikan dengan faktor reduksi sebesar ψ = 0,85. φm = φ A f d β c 2 + A f (d d ) + ψ A f h β c (2.59) 2 2.4.3 Perkuatan Geser Balok Kuat geser nominal V merupakan gabungan kontribusi beton V, tulangan geser V dan pemasangan FRP V. Sehingga perhitungan kapasitas geser balok dihitung menggunakan persamaan (2.60) sesuai ACI Committee 440. φv = φv + V + ψ V (2.60) ψ V adalah kuat geser yang diberikan FRP dan telah direduksi sebesar ψ. Sedangkan nilai V diperoleh dari persamaan (2.61): (a) (b) (c) Sumber :ACI 440.2R-02 Hal.25 Gambar 2.15 : Variasi pemasangan FRP untuk perkuatan geser TUGAS AKHIR II - 28

(a) (b) Sumber :ACI 440.2R-02 Hal.25 dimana : Gambar 2.16 : Ilustrasi variabel dimensi pada perkuatan geser V = A f (sin α + cos α) d s (2.61) A adalah luas FRP, d adalah tinggi FRP yang dipasang untuk perkuatan geser dan s adalah jarak antar FRP yang dipasang untuk perkuatan geser. A = 2nt w (2.62) f = ε E (2.63) Dimana regangan efektir FRP ε yang dipasang pada keempat sisi untuk perencanaan geser, dihitung menggunakan persamaan berikut : ε 0,75 ε (2.64) Keterangan: φ = 0,75 ψ = 0,95 untuk komponen yang ditutup lembaran FRP pada keliling penampang tersebut atau keempat sisinya (lihat Gambar 2.15a). ψ = 0,85 untuk pemasangan U-wrap atau tiga sisi (lihat Gambar 2.16). 2.4.4 Perkuatan Elemen Struktur Kolom Sistem perkuatan menggunakan FRP dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas tekan aksial dengan cara memberikan efek kekangan (confined) menggunakan FRP (ACI Commitee 440, 2002). Kekangan pada kolom dilakukan secara melintang terhadap sumbu longitudinal kolom. Dalam kasus ini serat melingkar FRP mirip dengan sengkang konvensional. Balutan FRP memberikan kekangan pasif pada TUGAS AKHIR II - 29

kolom. Sehingga rekatan antara FRP dengan beton sangatlah penting. Kuat tekan beton terkekang dapat dihitung menggunakan persamaan (2.66). Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung kapasitas tekan aksial kolom yang terkekang oleh FRP dapat dihitung menggunakan persamaan berikut sesuai (ACI Commitee 440,2002) : Untuk kolom persegi dengan sengkang digunakan persamaan berikut : φp = φ 0,80,85 ψ f A A + f A (2.65) ѱ adalah faktor reduksi tambahan dengan nilai ψ = 0,95 (ACI Commitee 440,2002) dan kuat tekan beton terkekang f dihitung menggunakan persamaan berikut : f = f 2,25 1 + 7,9 fl f 2 fl 1,25 (2.66) f dimana fl adalah tekanan lateral akibat laminasi FRP yang dihitung menggunakan persamaan berikut : fl = k ρ f 2 = k ρ ε E 2 (2.67) Jika pemasangan FRP pada kolom ditujukan untuk mengalami kombinasi aksial dan geser, sehingga regangan FRP harus dibatasi berdasarkan kriteria pada persamaan berikut : ε = 0,004 0,75 ε (2.68) Untuk rasio perkuatan menggunakan FRP ρ pada penampang persegi dan persegi panjang, dihitung menggunakan persamaan berikut : ρ = 2nt (b + h) bh (2.69) dan faktor efisiensi untuk penampang persegi dan persegi panjang harus ditentukan berdasarkan geometri, aspek rasio dan konfigurasi baja tulangan. Persamaan (2.127) digunakan untuk menentukan faktor efisiensi (ACI Commitee 440,2002), dimana r adalah jari-jari tepi kolom. k = 1 (b 2r) + (h 2r) 3bh (1 ρ ) (1.70) TUGAS AKHIR II - 30

efek kekangan dari balutan FRP harus diabaikan untuk penampang persegi panjang dengan aspek rasio b/h melebihi 1,5 atau dimensi tampak b atau h melebihi 36 in (900 mm), kecuali hasil pengujian dapat membuktikan efektivitas tersebut (ACI Commitee 440, 2002). Dimana ρ adalah rasio tulangan longitudinal kolom yang terkekang dapat dihitung menggunakan persamaan berikut : ρ = A A (2.71) TUGAS AKHIR II - 31