BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otot jantung. Angina seringkali digambarkan sebagai remasan, tekanan, rasa berat, rasa sesak atau nyeri di dada. Angina pektoris umum muncul sebagai gejala pada pasien dengan penyakit jantung koroner yang merupakan penyakit kardiovaskular (Mayoclinic, 2014). Penyakit kardiovaskular menempati peringkat pertama penyebab kematian secara global. Diestimasikan 17,5 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskular pada tahun 2012 yang mewakili 31% dari kematian global. Dari kematian ini, diestimasikan 7,4 juta karena penyakit jantung koroner dan 6,7 juta karena stroke (WHO, 2015). Di Indonesia, penyakit sistem sirkulasi darah menurut ICD-10 yaitu penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai penyebab utama kematian umum pada tahun 2000 dari hasil Survei Kesehatan 1
2 Rumah Tangga (SKRT) 2001 sebesar 26,3% kematian. Proporsi kematian semakin meningkat dengan bertambahnya usia dan meningkat nyata pada usia 35 tahun ke atas namun hampir tidak berbeda menurut jenis kelamin (Delima, 2009). Kebanyakan penyakit kardiovaskular dapat dicegah dengan modifikasi faktor risiko seperti menghentikan penggunaan rokok, menghindari pola makan tidak sehat dan obesitas, meningkatkan aktivitas fisik yang kurang dan menghindari penggunaan alkohol berlebih. Orang dengan penyakit kardiovaskular yang memiliki risiko tinggi karena adanya 1 atau lebih faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, hiperlipidemia dan lainnya, membutuhkan deteksi awal dan manajemen konseling dan pengobatan yang tepat (WHO, 2015). Tingginya tingkat mortalitas dan morbiditas dari angina pektoris menyebabkan perlunya alat prognosis yang akurat dalam menentukan risiko kejadian kardiovaskular mayor (KKM). Terdapat beberapa sistem penilaian yang dibentuk untuk populasi angina stabil, salah satunya
3 adalah sistem penilaian A coronary disease trial investigating outcome with nifedipine GITS (ACTION). Berdasarkan hasil penelitian klinik kardiologi di Eropa Barat, Israel, Canada, Australia, dan New Zealand, dari 7311 peserta, terdapat 1063 pasien yang meninggal akibat infark miokardium ataupun stroke selama rata-rata follow up 4,9 tahun. Risiko 5 tahun dari kejadian ini mulai dari 4% untuk 10 pasien dengan risiko terendah hingga 35% untuk 10 pasien dengan risiko tertinggi. Skor untuk risiko tersebut mengkombinasikan 16 variabel yang terdapat dalam sistem penilaian ACTION, yaitu usia, fraksi ejeksi, rokok, hitung leukosit, diabetes, glukosa darah, kreatinin, riwayat stroke, serangan angina per minggu, angiografi koroner, obat penurun lipid, QT interval, tekanan darah sistolik, jumlah obat anti angina, riwayat miokard infark, dan jenis kelamin (Clayton et al.,2005). Sistem penilaian yang menggunakan variabel-variabel ini kemudian dikenal sebagai sistem penilaian ACTION. Terdapat sistem penilaian lain untuk memprediksi prognosis angina stabil, seperti sistem penilaian Euro
4 Heart yang memprediksi kematian atau infark miokardium non-fatal dalam jangka waktu 1 tahun (Daly, et al.,2006). Dibandingkan dengan sistem penilaian Euro Heart, variabel-variabel yang digunakan dalam sistem penilaian ACTION cukup objektif, lebih lengkap dan memuat lebih banyak faktor risiko sehingga lebih menggambarkan keadaan pasien. Hingga saat ini, sistem penilaian ACTION belum pernah diteliti dan digunakan di Indonesia, oleh karena itu dari penelitian ini diharapkan akan diketahui risiko terjadinya kejadian kardiovaskular mayor pada pasien angina pektoris stabil dengan skor sistem penilaian ACTION yang tinggi dalam kurun waktu 5 tahun di Yogyakarta. I.2 Perumusan Masalah Penyakit kardiovaskular menempati peringkat pertama penyebab kematian secara global dan di Indonesia, sedangkan kebanyakan penyakit kardiovaskular dapat dicegah dengan modifikasi faktor risiko. Hal ini menyebabkan perlunya alat prognosis yang akurat dalam menentukan risiko kejadian kardiovaskular mayor (KKM). Variabel-variabel yang digunakan dalam sistem penilaian
5 ACTION cukup objektif, lebih lengkap dan memuat lebih banyak faktor risiko sehingga lebih menggambarkan keadaan pasien, selain itu sistem penilaian ACTION belum pernah diteliti dan digunakan di Indonesia. Atas dasar tersebut, disusunlah pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah skor ACTION tinggi memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan skor ACTION rendah terhadap kejadian kardiovaskular pada pasien angina stabil dalam kurun waktu 5 tahun di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta? I.3. Tujuan Penelitian Tujuan umum: Menentukan risiko skor ACTION tinggi dibandingkan skor ACTION rendah terhadap kejadian kardiovaskular mayor pada pasien angina stabil dalam kurun waktu 5 tahun di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Tujuan khusus: 1. Menentukan nilai titik potong pada sistem penilaian ACTION dalam menentukan risiko terjadinya kejadian kardiovaskular mayor.
6 2. Menentukan risiko relatif sistem penilaian ACTION sebagai alat prognosis kejadian kardiovaskular mayor. I.4. Keaslian Penelitian Penelitian tahun 2005 diterbitkan dengan judul Risk score for predicting death, myocardial infarction, and stroke in patients with stable angina, based on a large randomised trial cohort of patients"(clayton et al., 2005). Tujuan dari penelitian tersebut adalah mendapatkan skor risiko untuk kombinasi dari kematian oleh semua penyebab, infark miokardium, dan stroke pada pasien angina dengan gejala stabil yang memerlukan terapi untuk angina dan dijaga fungsi ventrikel kirinya (tidak memiliki penyakit lain selain arteri koroner yang membatasi masa hidupnya). Metode yang digunakan adalah randomized trial cohort dimana pasien secara acak diberikan nifedipine GITS kerja panjang atau placebo dan dilihat secara regular di klinik rawat jalan dan di kontak melalui telepon setelahnya. Waktu follow up hingga kematian atau akhir studi 4,9 tahun. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan risiko 5 tahun memiliki
7 jangkauan dari 4% untuk 10 pasien dengan risiko terendah hingga 35% untuk 10 pasien risiko tertinggi. Skor risiko mengkombinasikan 16 variabel. Skor risiko tidak dapat memprediksi kejadian KKM yang akan terjadi (kematian 39%,infark miokardium 46%, dan stroke 15%) atau insidensi angiografi atau revaskularisasi, yang terjadi pada 29% pasien. Penelitian kali ini memiliki perbedaan dari tujuan, metode dan karakteristik sampel. Tujuan penelitian terdahulu adalah mendapatkan skor risiko, sedangkan tujuan penelitian ini adalah mendapatkan nilai titik potong dan risiko relatif sistem penilaian ACTION sebagai alat prognosis dalam menentukan risiko kejadian kardiovaskular mayor. Metode penelitian terdahulu menggunakan randomized trial cohort, dimana sampel peneliti diberikan perlakuan dan diikuti selama 4,9 tahun, sedangkan penelitian kali ini menggunakan kohort retrospektif, yaitu melalui rekam medis sampel penelitian tahun 2009-2010 dan follow up kondisi sampel penelitian saat ini. Selain itu, terdapat perbedaan karakteristik sampel. Sampel penelitian terdahulu berasal dari pasien rawat jalan di klinik kardiologi Eropa Barat, Israel,
8 Canada, Australia, dan New Zealand, sedangkan sampel penelitian kali ini berasal dari poliklinik, instalasi gawat darurat maupun yang menjalani koroangiografi di RSUP Dr. Sardjito. I.5. Manfaat Penelitian - Bagi Peneliti: Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru serta turut berperan dalam pengembangan ilmu di bidang kardiologi. Selain itu peneliti juga mengetahui apakah sistem penilaian ACTION dapat digunakan sebagai alat prognosis dalam menentukan risiko kejadian kardiovaskular mayor. - Bagi Klinisi : Dapat menggunakan sistem ACTION sebagai alat bantu yang objektif dalam memutuskan manajemen pasien dengan angina stabil dengan tujan mengurangi kejadian serius. - Bagi Masyarakat : Mendapatkan edukasi, tindakan preventif, dan manajemen yang lebih tepat untuk mencegah terjadinya kejadian kardiovaskular mayor. Selain itu diharapkan masyarakat dapat meningkatkan harapan dan kualitas hidup.