II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Itik Rambon Ternak unggas yang dapat dikatakan potensial sebagai penghasil telur selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, melihat daya tahan yang baik terhadap penyakit, mudah dalam pemeliharaan, serta memiliki kemampuan untuk memanfaatkan pakan kualitas rendah (Rahmat, 2007). Ternak itik termasuk unggas air dengan daya tahan tubuh yang lebih baik, serta banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia untuk tujuan memenuhi kebutuhan konsumsi protein hewani (Mustawa dkk., 2015). Menurut Susanti dan Prasetyo (2007), itik lokal memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Class : Aves Ordo : Anseriformes Famili : Anatidae Genus : Anas Spesies : Anas platyrhynchos Kebanyakan peternak menggunakan sistem pemeliharaan itik secara tradisional dengan cara digembalakan di area pesawahan. Kesadaran pada peternak untuk memperoleh ternak dengan produktivitas telur yang tinggi membuat sistem pemeliharaan intensif menjadi pilihan. Menurut Mustawa dkk.,
(2015) menyebutkan bahwa tujuan dari penggunaan sistem pemeliharaan intensif atau dikandangkan pada itik adalah untuk mencapai produktivitas telur yang optimal. Pemeliharaan ternak itik secara intensif yaitu dengan minim air dapat membuat biaya pemeliharaan lebih efisien (Windhyarti, 2012). Itik Rambon merupakan salah satu jenis itik dengan tingkat produksi telur yang tinggi sehingga banyak dibudidayakan peternak sebagai penghasil telur, baik telur konsumsi ataupun telur tetas untuk memperoleh bibit (Dewi, dkk. 2016). Itik sebagai unggas lokal Indonesia terkenal mudah beradaptasi dengan lingkungan atau sistem pemeliharaan yang diterapkan oleh peternak. Itik Rambon mudah beradaptasi dengan manajemen pemeliharaan intensif minim air, mengingat asal jenis itik ini wilayah sebaran aslinya adalah Kabupaten Cirebon yang merupakan daerah pesisir pantai, sehingga Itik Rambon lebih mudah beradaptasi dengan kondisi pemeliharaan yang digunakan karena tidak berbeda jauh dengan lingkungan asalnya. Itik Rambon adalah unggas petelur dengan bobot badan jantan 1,6 1,7 kg dan betina 1,4 1,5 kg (Menteri Pertanian, 2013). Ketaren (2002) menyebutkan bahwa, pada pemeliharaan secara terkurung mutu pakan yang diberikan lebih baik, karena peternak dapat mengetahui pakan apa yang dikonsumsi oleh itik, sehingga tingkat produktivitas itik petelur terkurung atau intensif pun lebih tinggi dari produktivitas itik gembala. Pakan yang tidak memadai pada system pemeliharaan secara gembala turut menyebabkan rendahnya produksi telur itik yang digembalakan.
Gambar 1. Itik Rambon Jantan Gambar 2. Itik Rambon Betina 2.2. Pertumbuhan Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan produksi seekor ternak adalah pertumbuhan (Agustina, dkk. 2013). Pertumbuhan ternak dapat diamati berdasarkan perubahan bobot, ukuran, bentuk dan komposisi tubuh seperti otot, lemak, tulang, dan organ serta komponenkomponen tubuh lainnya (Adiwinarto, 2005). Susanti dan Prasetyo (2007)
menambahkan, bahwa adanya pertambahan bobot hidup dari sejak menetas sampai umur dewasa kelamin merupakan pengertian dari proses pertumbuhan pada ternak itik. Menurut Suparyanto, dkk. (2004) bahwa, perubahan massa, struktur, maupun proporsi pada mahluk hidup merupakan prinsip dasar dari suatu sistem biologi semua makhluk hidup. Adiwinarto (2005) menambahkan, bahwa pertumbuhan ternak unggas secara umum tidak jauh berbeda dengan pertumbuhan ternak lainnya. Menurut Ismoyowati, dkk. (2006), hingga saat ini karakteristik bentuk tubuh atau morfologi tubuh dan produksi telur adalah dasar yang digunakan peternak untuk kegiatan seleksi bibit. Bobot badan yang mengalami pertambahan selama proses pertumbuhan pada ternak dapat menjadi salah satu perhatian peternak. Ismoyowati, dkk., (2006) menyebutkan bahwa, terdapat korelasi positif antara bobot badan, lingkar perut dan lebar pubis dengan produksi telur. Pengetahuan yang diperoleh tentang korelasi antara bobot badan dan pubis yaitu semakin besarnya bobot badan diiringi pula dengan bertambah lebarnya pubis, sehingga semakin besarnya pertambahan bobot badan. Perubahan ukuran tubuh merupakan indikator yang baik dan memiliki nilai korelasi yang cukup erat dengan parameter bobot hidup (Suparyanto dkk. 2004). 2.3. Kurva Pertumbuhan Karnaen (2007) menyebutkan bahwa, potensi genetik dan perkembangan bagian-bagian tubuh ternak sampai mencapai dewasa dapat dilihat melalui kurva pertumbuhan. Penggunaan kurva untuk menunjukan informasi tentang laju pertumbuhan ternak yang dipelihara, melalui pengamatan pertambahan bobot dari ternak itu sendiri. Sesuai dengan Susanti dan Prasetyo (2007), bahwa kecepatan
pertumbuhan pada umumnya dapat dinyatakan dengan pertambahan bobot hidup setiap periode waktu tertentu. Gambar 3. Kurva pertumbuhan Inounu dkk., (2007) menuturkan bahwa kurva pertumbuhan bertujuan menggambarkan kemampuan suatu ternak atau genotipe ternak untuk tumbuh dalam suatu lingkungan. Kurva pertumbuhan pada ternak memiliki bentuk yang sigmoid. Karnaen (2007) menyebutkan, bahwa umur tidak menyebabkan peningkatan bobot tubuh, tetapi memberikan kesempatan kepada ternak untuk tumbuh mencapai dewasa dan berinteraksi dengan lingkungan sehingga menciptakan bentuk kurva pertumbuhan yang sigmoid. 2.4. Model Matematik Kurva Pertumbuhan Pertambahan bobot badan ternak dapat digambarkan menggunakan sebuah model matematik kurva pertumbuhan. Model matematik yang digunakan dalam
pengamatan diantaranya adalah model Logistik dan Gompertz, dimana model tersebut merupakan model persamaan matematik yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan pertumbuhan dengan umur. Inounu dkk., (2007) menyebutkan bahwa model persamaan Brody, Richards, Model Logistik, Gompertz, dan Von Bertalanffy merupakan model-model persamaan yang sering digunakan dalam melihat hubungan pertumbuhan dengan waktu. Model matematik Logistik dan Gompertz berguna untuk menggambarkan pola pertumbuhan, sehingga diperoleh waktu efektif pertumbuhan dari ternak yang diamati. Sesuai dengan pernyataan Inounu, dkk., (2007) bahwa model kurva pertumbuhan mempunyai manfaat yaitu dapat memperkirakan umur pada saat bobot optimal serta bisa digunakan sebagai parameter dalam metode seleksi dan berguna untuk menganalisa efisiensi produksi ternak selama hidup (lifetime production efficiency). Kurva pertumbuhan model matematik Logistik dan Gompertz dapat memberikan informasi tentang waktu tercapainya titik infleksi dari pertambahan bobot badan ternak. Inounu, dkk., (2007) menuturkan bahwa titik Infleksi merupakan titik maksimum pertumbuhan bobot hidup Titik infleksi adalah waktu peralihan dari percepatan pertumbuhan menjadi perlambatan. Inounu dkk., (2007) menuturkan pula bahwa saat yang paling ekonomis dari ternak adalah waktu saat tercapainya titik infleksi, karena pada waktu tersebut tingkat mortalitas ternak berada pada titik terendah dan pertumbuhan paling cepat. Model matematik Logistik dan Gompertz adalah suatu model dengan bentuk regresi non linier, sehingga dapat dikatakan sesuai untuk digunakan dalam pengamatan pertambahan bobot badan ternak yang memiliki bentuk sigmoid. Sesuai dengan Suparyanto dkk., (2004) bahwa regresi non linier cenderung digunakan untuk menduga fungsi pertumbuhan yang berbentuk sigmoid. Dalam
mengamati hubungan antara umur (peubah bebas) dengan bobot hidup (peubah tidak bebas) dapat digunakan regresi sederhana. Sesuai dengan Susanti dan Prasetyo (2007) bahwa regresi sederhana digunakan untuk melihat hubungan antara umur dengan bobot hidup dalam suatu persamaan regresi pada pengamatan pertumbuhan seekor ternak. Widodo dkk., (2012) menyebutkan bahwa kurva Logistik atau kurva pertumbuhan sigmoid menggunakan pendekatan bahwa pertumbuhan berbentuk lengkung seperti huruf S yang terbagi menjadi tiga tahap, yaitu pertumbuhan awal yang lambat, kemudian diikuti oleh pertumbuhan yang cepat, dan akhirnya bergerak landai ke arah batas atas. Kurva Logistik dan Gompertz biasa digunakan dalam pengamatan pertumbuhan yang memiliki persamaan sebagai berikut : Model Matematik Bentuk Persamaan Literatur Logistik Anang, dkk., 2016 Gompertz Anang, dkk., 2016 Keterangan : y a = Bobot badan ternak pada waktu t (gram) = Bobot badan yang mungkin dicapai pada waktu tak terhingga (asimtot data) e = Logaritma dasar (2,7182) x = Satuan waktu saat pengamatan (minggu) b dan c = parameter yang dicari Suparyanto dkk., (2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Pendugaan umur dan bobot menggunakan kurva pertumbuhan Logistik cenderung memiliki umur pubertas yang lebih tinggi dibanding dengan kurva
lainnya, akan tetapi untuk bobot pendugaan tertinggi diperoleh pada kurva Gompertz. Kebaikan suatu model sendiri dapat diketahui menggunakan koefisien korelasi (r) dan galat bakunya (Se). Nilai koefisien korelasii (r) semakin besar, maka model regresi akan semakin baik. Sementara itu, semakin kecil galat bakunya (Se) yang diperoleh, maka model regresi akan lebih baik dalam menggambarkan pola hubungan antara peubah bebas dan peubah tak bebas. Pranati dkk., (2015) menyatakan, bahwa koefisien korelasi menunjukkan kemampuan suatu model dalam menaksir di lapangan, dengan semakin besar nilai koefisien korelasi, semakin besar pula tingkat keakuratan hasil yang diperoleh.