PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017

dokumen-dokumen yang mirip
PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2014

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 SEBANYAK 223,24 RIBU ORANG.

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2014 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2016



Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk.

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2011

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014


sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 SEBANYAK 227,12 RIBU ORANG.

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET No. 08/07/18/TH.IX, 17 Juli 2017

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Maluku Utara Maret 2009 September 2015

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

sebanyak 160,5 ribu orang atau sebesar 12,98 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, ya

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DAN TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI ACEH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT SEPTEMBER 2011 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2017

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk.

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2010

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2012

BPS PROVINSI LAMPUNG

BPS PROVINSI LAMPUNG

KEMISKINAN PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2012

KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015

KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016

BPS KABUPATEN MALINAU

TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2011

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI JAWA TIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2016

Transkripsi:

No. 38/07/13/Th. XX/17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017 Garis Kemiskinan (GK) selama - Maret 2017 mengalami peningkatan 3,55 persen, yaitu dari Rp.438.075 per kapita per bulan pada, menjadi Rp.453.612 per kapita per bulan pada Maret 2017. Komponen terbesar pembentuk Garis Kemiskinan adalah Garis Kemiskinan Makanan dengan kontribusi 76,47 persen, sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan memberikan kontribusi sebesar 23,53 persen. Secara persentase, penduduk miskin turun sebesar 0.27 poin dari periode September 2016 ke periode Maret 2017 yaitu dari 7,14 persen menjadi 6,87 persen. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada Maret 2017 adalah 364.513 jiwa, turun sebanyak 11.997 jiwa dibanding. Menurut wilayahnya, perkotaan turun sebanyak 6.496 jiwa, dan jumlah penduduk miskin perdesaan juga mengalami penurunan sebanyak 5.501 jiwa. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) turun 0,122 poin, dari 1,122 pada menjadi 1,000 pada Maret 2017. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga mengalami penurunan sebesar 0,050 poin, dari 0,278 pada menjadi 0,228 pada Maret 2017. Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,318. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan Gini Ratio yang sebesar 0,331. Selama periode Maret 2017, distribusi pengeluaran dari kelompok penduduk 40 persen terbawah masih dalam kategori ketimpangan rendah namun distribusinya berfluktuasi, yaitu sebesar 20,82 pada, pada sebesar 21,56 persen dan 21,31 persen pada Maret 2017. 1. Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2017 Perubahan jumlah dan persentase penduduk miskin tidak akan terlepas dari perubahan nilai garis kemiskinan. Garis kemiskinan (GK) merupakan rata-rata pengeluaran per kapita perbulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penduduk kedalam golongan miskin atau tidak miskin. Garis kemiskinan yang digunakan untuk 1

menghitung penduduk miskin Maret 2017 adalah Rp.453.612 (kapita/bulan). Peran komoditi makanan terhadap garis kemiskinan makanan jauh lebih besar dibandingkan komoditi non makanan. Pada bulan Maret 2017, sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 76,47 persen. Jika dibedakan menurut daerah perkotaan dan perdesaan maka sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan di perdesaan sebesar 80,34 persen, lebih besar dibandingkan daerah perkotaan yang hanya 71,33 persen. Komposisi tersebut tidak jauh berbeda dangan kondisi. Jika dibandingkan antara Maret 2017 dengan, maka garis kemiskinan daerah perkotaan meningkat sebesar 3,95 persen. Sedangkan di daerah perdesaan meningkat 3,22 persen. Jika dilihat menurut komponennya maka terjadi perbedaan antara perkotaan dan perdesaan. Di daerah perdesaan garis kemiskinan non makanan mengalami perubahan yang lebih besar daripada garis kemiskinan makanan. Tabel 1. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2017 Daerah/ Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Makanan Non Makanan Total Jumlah penduduk miskin Persentase penduduk miskin (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Perkotaan 288 410 301 356 117 925 121 984 406 335 423 339 118 034 118 480 5,73 5,73 312 154 322 168 129 369 132 506 441 523 454 674 118 962 119 510 5,54 5,52 Maret 2017 337 133 135 481 472 614 113 014 5,14 Pedesaan 293 768 313 294 75 985 77 884 369 753 391 178 261 575 231 050 8,35 7,35 332 415 341 816 81 375 83 703 413 790 425 520 252 593 257 000 8,16 8,27 Maret 2017 352 878 86 342 439 220 251 499 8,10 Kota + Desa Maret 2017 291 641 308 554 326 993 334 358 346 896 92 637 95 393 98 148 103 717 106 715 384 277 403 947 425 141 438 075 453 612 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 379 609 349 530 371 555 376 510 364 513 7,31 6,71 7,09 7,14 6,87 2

2. Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat, Maret 2017 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada Maret 2017 adalah 364.513 jiwa mengalami penurunan sebesar 3,19 persen dibandingkan kondisi. Lebih dari dua per tiga, tepatnya 69,00 persen, penduduk miskin tinggal di daerah perdesaan. Jadi sekitar 31,00 persen penduduk miskin tinggal di perkotaan. Tabel 2, menunjukkan bahwa 5,14 persen penduduk perkotaan dikategorikan sebagai penduduk miskin, sementara itu, di daerah perdesaan sekitar 8,10 persen. Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat Menurut Daerah, Maret 2017 Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%) Perkotaan Perdesaan Jumlah Perkotaan Perdesaan Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Maret 2017 118 034 118 481 118 962 119 510 113 014 261 575 231 048 252 593 257 000 251 499 379 609 349 529 371 555 376 510 364 513 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 5,73 5,73 5,54 5,52 5,14 8,35 7,35 8,16 8,27 8,10 7,31 6,71 7,09 7,14 6,87 Grafik 1. Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat Menurut Daerah, Maret 2017 Persentase penduduk miskin 11 10 9 8 7 6 5 4 8,35 8,16 8,27 8,10 7,35 7,31 6,71 7,09 7,14 6,87 5,73 5,73 5,54 5,52 5,14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17 Kota Desa Kota+Desa Secara keseluruhan persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan dari 7,14 persen pada menjadi 6,87 persen pada Maret 2017. Perkembangan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan relatif 3

lebih tinggi dibanding daerah perdesaan. Penduduk miskin daerah perkotaan turun dari 5,52 persen pada menjadi 5,14 persen pada Maret 2017. Di daerah perdesaan, persentase penduduk miskinnya juga mengalami penurunan dari 8,27 persen menjadi 8,10 persen. Perkembangan perubahan persentase dan jumlah penduduk miskin menurut daerah perdesaan dan perkotaan berturut-turut dapat dilihat pada Grafik 1 dan Grafik 2. Grafik 2. Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat Menurut Daerah, Maret 2017 500.000 450.000 400.000 350.000 300.000 250.000 200.000 150.000 100.000 50.000 0 379.609 349.529 371.550 376.510 364.513 261.575 231.048 252.590 257.000 251.499 118.034 118.481 118.960 119.510 113.014 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17 Kota Desa Kota+Desa 3. Perkembangan Penduduk Miskin Maret 2017 Pada Maret 2017, Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebesar 6.496 jiwa dari periode, begitu juga dengan penduduk miskin di daerah perdesaan yang mengalami penurunan sebesar 5.501 jiwa pada periode yang sama. Perubahan tersebut mengakibatkan jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan sebanyak 11.997 jiwa dari ke Maret 2017. 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Dimensi lain yang perlu juga mendapatkan perhatian selain jumlah dan persentase penduduk miskin adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Upaya pengentasan kemiskinan bukan hanya ditujukan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin namun juga mengurangi kedalaman dan keparahan kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) menunjukan bahwa penduduk miskin di perdesaaan memiliki rata-rata (gap) pengeluaran dengan garis kemiskinan yang lebih besar dibandingkan penduduk miskin perkotaan. Secara umum, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan dari 1,122 pada menjadi 1,000 pada Maret 2017. 4

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengindikasikan ketimpangan pengeluaran antara penduduk miskin. Pada Maret 2017, Indeks Keparahan Kemiskinan perkotaan lebih bagus dibandingkan di daerah perdesaan. Secara umum Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,278 pada menjadi 0,228 pada Maret 2017, berarti ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin juga semakin mengecil di Sumatera Barat. Tabel 3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), Maret 2017 Tahun Kota Desa Kota + Desa P1 Maret 2017 0,785 1,056 0,752 1,038 0,752 1,104 1,392 1,334 1,180 1,175 0,977 1,259 1,096 1,122 1,000 P2 Maret 2017 0,161 0,245 0,153 0,249 0,157 0,224 0,320 0,304 0,299 0,278 0,211 0,290 0,242 0,278 0,228 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 5. Perkembangan Gini Ratio Maret 2017 Salah satu ukuran ketimpangan yang sering digunakan adalah Gini Ratio. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0-1. Semakin tinggi nilai Gini Ratio menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi. Gini Ratio pada tercatat sebesar 0,342 dan berfluktuasi hingga Maret 2017 mencapai 0,318. Pada Maret 2017 Gini Ratio tercatat sebesar 0,318 menurun dibandingkan Gini Ratio pada yang sebesar 0,331 dan naik jika dibandingkan dengan Gini Ratio pada yang sebesar 0,312. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemerataan pengeluaran di Indonesia mengalami perbaikan selama periode Maret 2017. Berdasarkan daerah tempat tinggal, Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2017 adalah sebesar 0,336 mengalami penurunan sebesar 0,017 poin dibanding Gini Ratio yang sebesar 0,353 namun meningkat dari Gini Ratio yang sebesar 0,323 (naik 0,013 poin). Untuk daerah perdesaan Gini Ratio Maret 2017 adalah sebesar 0,276 menurun 0,012 poin dibanding Gini Ratio yang sebesar 0,288 serta naik 0,009 poin dibanding Gini Ratio yang sebesar 0,267. 5

Tabel 4 Gini Ratio Menurut Daerah, Maret 2017 Tahun Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan (1) (2) (3) (4) 0,358 0,304 0,342 Sept 2015 0,325 0,280 0,319 0,353 0,288 0,331 Sept 2016 0,323 0,267 0,312 Maret 2017 0,336 0,276 0,318 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 6. Perkembangan Distribusi Pengeluaran Maret 2017 Disamping Gini Ratio ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah atau yang dikenal dengan ukuran Bank Dunia. Berdasarkan ukuran ini tingkat ketimpangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya dibawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12-17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada diatas 17 persen. Pada Maret 2017, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 21,31 persen, berada pada kategori ketimpangan rendah. Persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah pada bulan Maret 2017 ini naik jika dibandingkan dengan kondisi yang sebesar 20,82 persen dan menurun jika dibandingkan dengan kondisi yang sebesar 21,56 persen. Berdasarkan daerah tempat tinggal, persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perkotaan pada Maret 2017 adalah sebesar 19,74 persen, berada pada kategori ketimpangan rendah. Angka ini tercatat lebih rendah dibanding kondisi yang sebesar 20,38 persen, namun lebih tinggi dari kondisi yang sebesar 19,43 persen. Sementara di daerah perdesaan, persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah pada Maret 2017 adalah sebesar 23,48 persen yang berarti ada pada kategori ketimpangan rendah dan angkanya naik dibanding kondisi Maret 2017 (23,04 persen) dan menurun jika dibandingkan dengan (24,04 persen). 6

Daerah/Tahun Tabel 5 Distribusi Pengeluaran Penduduk di Indonesia dan Maret 2017 (Persentase) Penduduk 40% Terbawah Penduduk 40% Menengah Penduduk 20% Atas Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) Perkotaan 19,25 34,46 44,29 100 21,03 37,08 41,88 100 19,43 36,76 43,82 100 20,38 38,89 40,73 100 Maret 2017 19,74 38,52 41,74 100 Perdesaan 22,55 37,15 40,30 100 23,45 38,17 38,37 100 23,04 38,16 38,80 100 24,04 38,53 37,43 100 Maret 2017 23,48 38,98 37,54 100 Perkotaan+Perdesaan 20,50 36,18 43,33 100 21,36 37,59 41,05 100 20,82 36,86 42,32 100 21,56 38,00 40,44 100 Maret 2017 21,31 37,59 41,10 100 7

7. Penjelasan Teknis dan Sumber Data a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. b. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. c. Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Indeks/P1), yaitu kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, dan Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Indeks/P2), yaitu ketimpangan diantara penduduk miskin. d. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. e. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padipadian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). f. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan. g. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Modul Konsumsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan. 8

Dr. Ir. Sukardi, M.Si Kepala BPS Provinsi Sumatera Barat Telepon : 0751-442158-59 Email : bps1300@bps.go.id 9

10