BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

0 BAB 1 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Jawa yang rawan terhadap bencana abrasi dan gelombang pasang. Indeks rawan

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Maksud dari pembuatan Tugas Akhir Perencanaan Pengamanan Pantai Dari Bahaya Abrasi Di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak adalah sebagai berikut :

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo

BAB I PENDAHULUAN. gelombang laut, maka harus dilengkapi dengan bangunan tanggul. diatas tadi dengan menggunakan pemilihan lapis lindung berupa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Drainase Sistem Sungai Tenggang 1

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

Bambang Istijono 1 *, Benny Hidayat 1, Adek Rizaldi 2, dan Andri Yosa Sabri 2

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 5 SYSTEM PLANNING

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hal yang penting karena dapat memberikan petunjuk asal sedimen, transportasi

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 -

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V RENCANA PENANGANAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODOLOGI. Studi pustaka terhadap materi desain. Mendata nara sumber dari instansi terkait

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR

Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 08/SE/M/2010. tentang. Pemberlakukan Pedoman Penilaian Kerusakan Pantai Dan Prioritas Penanganannya

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN BANGUNAN PELINDUNG PANTAI SEMARANG BAGIAN TIMUR (Design of Protection Building on The Eastern Semarang Coastal)

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGAMANAN DAERAH PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN KEARIFAN LOKAL DI BATU PUTIH KOTA BITUNG. Ariestides K. T. Dundu ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

Partisipasi Masyarakat dalam Rehabilitasi Mangrove di Beberapa Desa Pesisir Kabupaten Rembang: Tinjauan Berdasarkan Tahap Perencanaan

REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA

PEMILIHAN JENIS BANGUNAN PENGAMAN PANTAI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. lahan serta kerusakan infrastruktur dan bangunan (Marfai, 2011).

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN I-1

Gambar 3. Peta Resiko Banjir Rob Karena Pasang Surut

PENGAMANAN PANTAI DI WILAYAH PROVINSI BANTEN Oleh:

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penataan Gambaran Umum

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan luas daratan ± 1.900.000 km 2 dan laut 3.270.00 km 2, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan ditinjau dari luasnya terdiri atas lima pulau besar, beberapa puluh pulau sedang dan beribu-ribu pulau kecil, yang seluruhnya berjumlah sekitar 17.508 pulau. Garis pantai sangat panjang mencapai lebih kurang 81.000 km, sehingga merupakan negara dengan pantai terpanjang di dunia setelah Canada. Muara sungai yang cukup banyak berjumlah sekitar 5.300. Keterkaitan antara sungai dan pantai adalah karena semua sungai bermuara di pantai, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan di badan sungai atau di daerah aliran sungai akan berpengaruh ke pantai. Potensi pantai di Indonesia sebagian masih belum dikembangkan. Di samping potensi, permasalahan pantai dan muara juga cukup banyak dan perlu penanggulangan agar lingkungan pantai tetap berfungsi (Yuwono, 2005). Setiap pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dapat menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem dengan skala tertentu. Pemanfaatan dengan tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem wilayah pesisir yang bersangkutan (Khakim, 2003). Salah satu kerusakan yang ditimbulkan adalah abrasi. Abrasi adalah suatu perubahan bentuk pantai atau erosi pantai yang disebabkan ketidakseimbangan interaksi dinamis pantai, baik akibat faktor alam maupaun non alam (campur tangan manusia). Abrasi dapat menimbulkan kerugian besar dengan rusaknya wilayah pantai dan pesisir dengan segala kehidupan yang ada di wilayah tersebut. Masalah abrasi pantai akhir-akhir ini cenderung meningkat di berbagai daerah tidak terkecuali di Pantai Semarang. Salah satu daerah yang mengalami abrasi cukup parah adalah Pantai Semarang Bagian Barat yang meliputi Kecamatan Tugu dan Kecamatan Semarang Barat. Di daerah tersebut 1

permasalahan yang terjadi cukup berat khususnya menyangkut penurunan fungsi lahan dikarenakan abrasi pantai dan penggenangan air laut di kawasan tambak. Kerusakan pantai tersebut terjadi sepanjang kurang lebih 2,25 km di Kecamatan Tugu meliputi Kelurahan Mangunharjo, Kelurahan Mangkang Wetan, Kelurahan Randugarut, Kelurahan Karanganyar, Kelurahan Tugurejo dan kurang lebih 0,5 km di Kecamatan Semarang Barat, Kelurahan Tambakharjo (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang, 2009). Agar dampak abrasi tidak semakin meluas, maka harus segera dilakukan penanganan dengan mengacu pada penataan ruang wilayah pesisir. Pada kawasan pesisir, pola perencanaan tata ruang pesisir sangat dipengaruhi oleh pembagian zona-zona perlindungan yang sangat ketat. Hal ini disebabkan karakter pesisir yang sangat dinamis tetapi rentan terhadap perubahan yang terjadi. Kondisi dinamis inilah yang menyebabkan perlunya dicari model pendekatan yang sesuai untuk penataan ruang wilayah pesisir. Pendekatan sel sedimen (coastal sediment cell) adalah salah satu pendekatan yang dapat digunakan sebagai acuan penataan ruang wilayah pesisir (Khakim, 2003). Sel sedimen adalah satuan panjang pantai yang mempunyai keseragaman kondisi fisik dengan karakteristik dinamika sedimen dalam wilayah pergerakannya tidak mengganggu keseimbangan kondisi pantai yang berdekatan (Crown, 2001). Kondisi yang seragam sepanjang pantai dapat dicermati melalui citra pengideraan jauh misalnya dengan Citra Landsat 7 ETM+ komposit 321 (Khakim, 2003). Dari hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM+ pada komposit 321 dan pengukuran di lapangan dapat ditentukan bahwa di Pantai Utara Jawa Tengah terdiri dari beberapa sel sedimen (Khakim, 2003) yaitu: 1. Antara muara S. Comal Pemalang sampai muara S. Bodri Kendal. 2. Antara muara S. Bodri Kendal sampai Banjir Kanal Timur Semarang. 3. Antara Banjir Kanal Timur Semarang sampai muara S. Wulan Demak. 4. Antara muara S. Wulan Demak sampai Teluk Awur Jepara. 5. Antara Tanjung Bugel Pati sampai Pantai Lasem Rembang. 2

Gambar 1.1 Pembagian sel sedimen pantai/satuan wilayah pantai (SWP) untuk Pantai Utara Jawa Tengah berdasarkan citra Landsat 7 ETM+ pada komposit 321 dan pengukuran lapangan (BAKOSURTANAL dengan modifikasi, 2009) 3

Gambar 1.2 Sel sedimen pantai/satuan wilayah pantai (SWP) Pantai Utara Jawa Tengah (antara muara S. Bodri Kendal hingga Banjir Kanal Timur Semarang) berdasarkan citra Landsat 7 ETM+ pada komposit 321 (Google Earth dengan modifikasi, 2010) 4

Sedangkan dari analisis citra Aster 2007 dan pengamatan di lapangan pada Tahun 2008, dapat disimpulkan dalam Kota Semarang terdiri dari 3 sub sel sedimen (Rencana Tata Ruang Pesisir Kota Semarang, 2008) yaitu: 1. Antara muara S. Bendo dan Plumbon sampai muara S.Siangker. 2. Antara muara S. Siangker sampai muara Banjir Kanal Timur. 3. Antara Banjir Kanal Timur sampai muara S. Babon. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.3. 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari penulisan Tugas Akhir Analisis Abrasi Pantai Semarang Bagian Barat ini adalah untuk: Mengidentifikasi daerah pantai yang mengalami kerusakan. Mengetahui penyebab kerusakan pantai. Memberikan alternatif penanganan akibat kerusakan yang terjadi di daerah tersebut. Merencanakan bangunan pelindung pantai. Sedangkan tujuan dari penulisan Tugas Akhir Analisis Abrasi Pantai Semarang Bagian Barat ini adalah untuk: Mengamankan daerah di sekitar Pantai Semarang Bagian Barat dari kerusakan yang disebabkan oleh abrasi. 1.2 LOKASI STUDI Lokasi studi untuk Tugas Akhir ini adalah Pantai Semarang Bagian Barat yang meliputi wilayah pesisir dari S. Plumbon sampai S. Siangker (1 sub sel sedimen dari SWP Kota Semarang), yang secara administratif merupakan bagian dari Kecamatan Tugu dan Kecamatan Semarang Barat (Gambar 1.4). 5

Gambar 1.3 Sel sedimen pantai/satuan wilayah pantai (SWP) Kota Semarang berdasarkan analisis citra Aster 2007 dan pengamatan di lapangan Tahun 2008 (Google Earth dengan modifikasi, 2010) 6

Gambar 1.4 Denah Pantai Semarang Bagian Barat sebagai lokasi studi Tugas Akhir (Bappeda Kota Semarang, 2009) 7

Ada beberapa sungai besar yang bermuara di Pantai Semarang Bagian Barat, antara lain S. Plumbon, S. Mangkang Wetan, S. Silandak dan S. Siangker. Untuk mendukung keakuratan data yang nantinya akan digunakan untuk menganalisis, maka dilakukan identifikasi dan survey daerah yang termasuk di dalam satuan wilayah pantai tersebut. Dikarenakan keterbatasan dana dan kondisi cuaca di sekitar wilayah pantai yang tidak menentu setiap waktu, maka identifikasi dan survey Pantai Semarang Bagian Barat yang memiliki garis pantai sepanjang 11,54 km tersebut, tidak kami lakukan melalui jalur laut. Survey dilakukan melalui jalur darat pada beberapa titik lokasi yang bisa dijangkau, diantaranya: Muara S. Plumbon dan sekitarnya Muara S. Mangkang Wetan dan sekitarnya Muara S. Silandak dan sekitarnya Muara S. Siangker dan sekitarnya Berikut ditampilkan gambar-gambar hasil survey di tiap-tiap lokasi survey tersebut: Gambar 1.5 Kondisi muara S. Plumbon (Data primer, 2009) 8

Gambar 1.6 Jetty di muara S. Plumbon (Data Primer, 2009) Gambar 1.7 Area tambak sekitar muara S. Plumbon yang sudah hancur tergenang air laut, tampak pula kondisi buis beton yang digunakan sebagai perkuatan tebing S. Plumbon (Data primer, 2009) 9

Gambar 1.8 Kondisi di sekitar muara S. Mangkang Wetan (± 500 meter dari laut), terlihat area tambak yang masih cukup bagus kondisinya dengan tanaman bakau (mangrove) diantara tambak-tambak tersebut (Data primer, 2009) Gambar 1.9 Kondisi Pantai Semarang Bagian Barat di sekitar muara S. Silandak (Data primer, 2009) 10

Gambar 1.10 Jetty di muara S. Silandak (Data primer, 2009) Gambar 1.11 Kondisi Pantai Semarang Bagian Barat (yang direklamasi) di sekitar muara S. Siangker (Data primer, 2009) 11

Gambar 1.12 Kondisi di sekitar muara S. Siangker, terlihat tanaman bakau (mangrove) yang menutupi area tambak-tambak tersebut (Data primer, 2009) 1.3 PEMBATASAN MASALAH Pada penyusunan Tugas Akhir ini, analisis dan penanganan abrasi di Pantai Semarang Bagian Barat kami batasi pada lokasi yang mengalami kerusakan terparah dan harus segera mendapatkan penanganan. Dari hasil identifikasi dan survey di lapangan, di empat muara sungai yang bermuara di Pantai Semarang Bagian Barat, dapat disimpulkan bahwa lokasi Pantai Semarang Bagian Barat yang mengalami abrasi terparah adalah di sekitar muara S. Plumbon, dengan melihat beberapa alasan berikut: 1. Muara S. Plumbon dan sekitarnya telah terjadi abrasi parah dengan indikasi telah hilangnya sebagian daerah pantai dan hancurnya tambak milik nelayan setempat (Gambar 1.20, Gambar 1.21, dan Gambar 1.22). 2. Seabelt (sabuk pantai) yang digunakan sebagai pengaman pantai, yang merupakan perlindungan gabungan antara tanaman mangrove dengan revetment (dari buis beton dan tumpukan batu kali) ternyata belum optimal menahan besarnya gelombang air laut, sehingga meskipun belum lama 12

dibangun telah terjadi kerusakan pada bangunan tersebut (Gambar 1.15 dan Gambar 1.16) 3. Penanganan abrasi belum dilakukan secara keseluruhan (Gambar 1.17, Gambar 1.18 dan Gambar 1.19) 4. Dari hasil penilaian tingkat kerusakan pantai di Pantai Semarang Bagian Barat, wilayah pantai di sekitar muara S. Plumbon dan sekitarnya mempunyai skor tertinggi untuk mendapatkan prioritas penanganan. Skor akhir tersebut diperoleh berdasarkan perkalian kriteria bobot tingkat kerusakan (Tabel 1.2) dengan koefisien tingkat kepentingan wilayah pantai (Tabel 1.3) yang diberikan oleh Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2009. Tabel 1.1 Penilaian tingkat kerusakan pantai di daerah lokasi survey Pantai Semarang Bagian Barat (Analisis data primer, 2009) Daerah Lokasi Survey Bobot Tingkat Kerusakan (a) Koefisien Tingkat Kepentingan (b) Perkalian (a) x (b) Skor Akhir Muara S. Plumbon dan sekitarnya 200+100+50 = 350 0,75 350x0,75 262,5 Muara S. Mangkang Wetan dan 50+50+50 = 150 0,75 200x0,75 112,5 sekitarnya Muara S. Silandak dan sekitarnya 50+50+50 = 150 1,25 200x1,25 112,5 Muara S. Siangker dan sekitarnya 50+50+50 = 150 1,25 200x1,25 112,5 Tabel 1.2 Bobot tingkat kerusakan untuk prioritas penanganan kerusakan pantai (Departemen Pekerjaan Umum, 2009) Jenis Kerusakan No Tingkat Kerusakan Erosi/Abrasi dan Sedimentasi dan Lingkungan Kerusakan/Kegagalan Bangunan Pendangkalan 1. Ringan 50 50 50 2. Sedang 100 100 100 3. Berat 150 150 150 4. Amat Berat 200 200 200 5. Amat Sangat Berat 250 250 250 * ) Tolak ukur untuk menentukan bobot tingkat kerusakan dapat dilihat dalam lampiran. 13

Tabel 1.3 Bobot tingkat kepentingan untuk prioritas penanganan kerusakan pantai (Departemen Pekerjaan Umum, 2009) No Jenis pemanfaatan ruang Skala Kepentingan Koefisien Kepentingan 1. Pariwisata yang mendatangkan devisa, Kepentingan Negara 1,75 tempat ibadah, tempat usaha, industri, fasilitas pertahanan dan keamanan, daerah perkotaan besar, jalan negara, bandar udara, pelabuhan, pulau-pulau terluar. 2. Pariwisata domestik, tempat ibadah, tempat Kepentingan provinsi 1,50 usaha, industri, fasilitas pertahanan dan keamanan, daerah perkotaan, jalan provinsi, bandar udara, pelabuhan. 3. Pariwisata domestik, tempat ibadah, tempat usaha, industri, fasilitas pertahanan dan Kepentingan kabupaten 1,25 keamanan, daerah perkotaan, jalan kabupaten, bandar udara, pelabuhan. 4. Permukiman, pasar desa, jalan desa, tempat ibadah. Kepentingan lokal terkait dengan penduduk dan kegiatan perekonomian 1,00 5. Lahan pertanian, perkebunan rakyat, Kepentingan lokal terkait 0,75 tambak tradisional dengan pertanian dan perkebunan 6. Lahan tidak bermanfaat dan tidak Tidak ada kepentingan 0,50 berdampak ekonomis dan lingkungan tertentu dan tidak berdampak * ) Tolak ukur untuk menentukan bobot tingkat kepentingan dapat dilihat dalam lampiran Ruang lingkup pembahasan masalah dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah merencanakan bangunan pelindung pantai yang berfungsi untuk melindungi pantai dari abrasi yang terjadi di lokasi tersebut. Untuk memperjelas besarnya kerusakan di sekitar muara S. Plumbon, dapat dilihat pada gambargambar di bawah ini yang diambil sesuai dengan urutan titik-titik lokasi survey. 14

Gambar 1.13 Pantai Semarang Bagian Barat dengan titik-titik lokasi survey di sekitar muara S. Plumbon (Google Earth dengan modifikasi, 2010) 15

Gambar 1.14 Titik survey 1, kondisi jetty di muara S. Plumbon (Data primer, 2009) Gambar 1.15 Titik survey 2, revetment dari buis beton dan tumpukan batu kali yang dibangun untuk menahan gempuran ombak di Pantai Semarang Bagian Barat di sekitar muara S. Plumbon (Data primer, 2009) 16

Gambar 1.16 Titik survey 3, kondisi buis beton dan groin di Pantai Semarang Bagian Barat di sekitar muara S. Plumbon (Data primer, 2009) Gambar 1.17 Titik survey 4, ujung tanggul tanah (sisi Barat) Pantai Semarang Bagian Barat (dengan perkuatan buis beton cor) di sekitar muara S. Plumbon (Data primer, 2009) 17

Gambar 1.18 Titik survey 5, tanggul tanah dengan perkuatan buis beton cor di Pantai Semarang Bagian Barat di sekitar muara S. Plumbon (Data primer, 2009) Gambar 1.19 Titik survey 6, kondisi tanggul tanah dan groin (dibuat dari buis beton dengan perkuatan bambu) di Pantai Semarang Bagian Barat di sekitar muara S. Plumbon (Data primer, 2009) 18

Gambar 1.20 Titik survey 7, kondisi tanggul tanah yang dibuat di Pantai Semarang Bagian Barat di sekitar muara S. Plumbon, tampak di belakang tanggul adalah area tambak yang telah hancur (Data primer, 2009) Gambar 1.21 Titik survey 8, ujung tanggul tanah (sisi Timur) Pantai Semarang Bagian Barat di sekitar muara S. Plumbon, tampak ujung tanggul yang langsung berbatasan dengan daerah pantai yang hilang karena abrasi (Data primer, 2009) 19

Gambar 1.22 Titik survey 9, kondisi Pantai Semarang Bagian Barat di sekitar muara S. Plumbon yang terkena abrasi sehingga batas pantai pun sudah hilang (Data primer, 2009) 1.4 SISTEMATIKA PENYUSUNAN LAPORAN Pembahasan yang dilakukan dalam penyusunan laporan ini adalah: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi studi, pembatasan masalah dan sistematika penyusunan laporan Tugas Akhir. BAB II : STUDI PUSTAKA Bab ini berisi tentang telaah atau pembahasan suatu materi yang didasarkan pada literatur yang ada (buku referensi, karya ilmiah, journal, dsb) yang bertujuan memperkuat analisis, pembahasan maupun sebagai dasar untuk perhitungan berupa rumus-rumus yang nantinya akan digunakan dalam menyelesaikan Tugas Akhir. BAB III : METODOLOGI Dalam bab ini akan dibahas tentang tahapan-tahapan dalam penyusunan Tugas Akhir. 20

BAB IV BAB V BAB VI BAB VII BAB VIII BAB IX : IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA DATA Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengidentifikasian masalah dan analisis data. : PREDIKSI PERUBAHAN GARIS PANTAI, PEMODELAN POLA ARUS DAN PERENCANAAN PEMILIHAN BANGUNAN PELINDUNG PANTAI Dalam bab ini dibahas mengenai perubahan garis pantai dengan software GENESIS (Generalized Model for Simulating Shoreline Change), pemodelan pola arus dengan software SMS (Surface Water Modelling System), dan pemilihan bangunan pantai berdasarkan beberapa pertimbangan. : PERANCANGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI Dalam bab ini akan dibahas tentang perancangan struktur bangunan, desain teknis dan dimensi bangunan pantai pada lokasi yang terletak di Pantai Semarang Bagian Barat (sesuai lokasi yang menjadi ruang lingkup pembahasan). : MATERIAL BAHAN, PERALATAN KERJA DAN METODE PELAKSANAAN BANGUNAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai bahan material yang digunakan, peralatan kerja khususnya alat berat, lingkup pekerjaan, metode pelaksanaan. time schedule, network planning, dan analisis man power (tenaga kerja). : RENCANA ANGGARAN BIAYA Dalam bab ini akan dibahas mengenai rekapitulasi RAB, analisis harga satuan pekerjaan, prosentase bobot pekerjaan dan perhitungan volume pekerjaan. : RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT Bab ini berisi tentang syarat-syarat umum, syarat-syarat administrasi, dan syarat-syarat teknis perkerjaaan. 21

BAB X : PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran. 22