BAB I PENDAHULUAN. belajar mengenali kemampuan diri dan lingkungan.

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR PERTANYAAN (Kuesioner) a. Isilah pertanyaan dibawah ini dengan jawaban yang sebenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. di dunia ini, makin bertambah kompleks masalah-masalah kehidupan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. memberikan bantuan kepada individu dalam menghadapi masalah dalam hidupnya. Bantuan itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang bermakna dan bisa mengaktifkan

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

I. PENDAHULUAN. membuat negera kita aman, bahkan sampai saat ini ancaman dan gangguan

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara (Siswoyo, 2008: 19).

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan bagi seorang guru merupakan syarat penting di disamping

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya mampu menciptakan individu yang berkualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga, lingkungan teman sebaya sampai lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling adalah kompetens

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing.

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, baik untuk memahami realitas, nilai-nilai dan kebenaran, maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kelas unggulan dalam arti secara umum merupakan kelas yang berisi anakanak

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. Sisten Kredit Semester UKSW, 2009). Menurut Hurlock (1999) mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan negara. Di negara-negara maju, pendidikan sangat

BAB I PENDAHULUAN. baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan cenderung menutup diri dari lingkungannya. Pandangan masyarakat yang

Skala Agresivitas Petunjuk Pengisian Skala

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang baru dalam dunia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan. Dalam hal ini yang diproritaskan adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Siswa sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk bisa mandiri,

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah sekelompok individu yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. Ungkapan bahwa banyaknya pelajar yang tidak berpikir sering kita. yang diajarkan oleh guru mereka (Hassoubah, 2004:9).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Mulyasa (2006:3) perwujudan masyarakat yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran konsep diri..., Indri Apsari, FPsi UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia memiliki jumlah penduduk yang banyak, namun dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Penulis. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. serta dipupuk secara efektif melalui strategi dan pengelolaan pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing orang selalu menginginkan harga diri yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Guru Bimbingan pada dasarnya bertugas untuk mendidik dan memberi

BAB I PENDAHULUAN. jurusan Akuntansi, Manajemen, dan IE (Ilmu Ekonomi). Mahasiswa Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masa depan. Hal tersebut diamanatkan dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kompetensi yang baik maka seorang guru terutama guru TK dapat memenuhi dan

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

Posisi Bimbingan dan Konseling dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat

EMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. resiko (secara psikologis), over energy dan sebagainya. Hal tersebut dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pertama kalinya. Menurut Santrock 2002: 56 ( dalam Arif 2013 : 1),

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan kemajuan ekonomi suatu Negara tidak lepas dari

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang pesat merupakan salah satu karya manusia sebagai pemimpin di bumi ini. Memecahkan misteri alam, menemukan sumber energi baru, dan lain sebagainya merupakan hal-hal yang memerlukan usaha dan pembelajaran. Untuk itu diperlukan sarana yang tepat bagi manusia untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Sekolah merupakan lembaga pendidikan dan tempat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam upaya mencerdaskan generasi bangsa, sehingga dengan bersekolah manusia belajar mengenali kemampuan diri dan lingkungan. Untuk menunjang tujuan tersebut, tentunya diperlukan sinergi yang baik antara siswa dan guru. Guru merupakan perantara yang memegang peranan penting agar siswa didik mendapatkan dasar pengetahuan. Kualitas guru merupakan langkah awal penyampaian informasi kepada siswa. Salah satu peran guru yang akan dibicarakan dalam penelitian ini adalah guru bimbingan dan konseling. Peran guru ini sangat penting, walaupun dalam satu pekan materi yang diberikan antara 1 atau 2 jam mata pelajaran (pelayanan bimbingan dan konseling). Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan usaha membantu siswa dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Pelayanan bimbingan dan konseling memfasilitasi pengembangan siswa secara individual, kelompok dan atau klasikal, 1

sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki. Pelayanan bimbingan dan konseling juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi siswa. Berdasarkan peranan guru konseling dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling, guru bimbingan dan konseling dituntut bersikap objektif dan profesional dalam menjalankan peranan tersebut. Pada hakikatnya fungsi bimbingan konseling di sekolah menurut St. Kartono (2009:156-157) adalah dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal. Pertama, dalam perkembangan belajar di sekolah (perkembangan akademis). Kedua, mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi siswa, baik sekarang maupun kelak. Ketiga, menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidup, serta menyusun rencana yang tepat untuk mencapai tujuantujuan itu. Keempat, mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajar di sekolah dan terlalu mempersukar hubungan dengan orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita. Empat peran di atas dapat efektif, jika bimbingan dan konseling didukung oleh mekanisme struktural di sekolah. Sangat disayangkan bahwa terdapat sebagian guru bimbingan dan konseling yang belum menjalani peranannya. Berdasarkan assessment yang telah dilakukan di berbagai sekolah menengah atas (SMA), dipaparkan oleh beberapa siswa bahwa masih ada tindakan tidak menyenangkan yang ditunjukkan oleh guru bimbingan dan konseling. Berdasarkan wawancara dengan beberapa siswa di 3 SMA dan 2 SMK Negeri ternama di Kabupaten Pacitan, peran guru bimbingan dan konseling direduksi sekedar sebagai polisi sekolah. Peran guru tersebut justru 2

menyangkut tindak disipliner siswa seperti; memanggil, memarahi, menghukum siswa yang dianggap membuat masalah. Dengan kata lain, bimbingan dan konseling diposisikan sebagai musuh bagi siswa yang dianggap bermasalah atau nakal. Terdapat fenomena yang menguatkan argumen tersebut. Saat peneliti mengantar kiriman kepada ibu peneliti yang bekerja sebagai staf disalah satu sekolah, peneliti menemukan masih adanya beberapa siswa dimarahi dan disalahkan terus-menerus. Sehingga label negatif (siswa nakal atau pembuat onar) itu menetap dipergunakan guru dan lingkungan terhadap siswa, walaupun siswa tersebut tidak lagi melakukan kesalahan. Hal ini tentu akan mengakibatkan pandangan pesimistik dari lingkungan bahkan siswa tersebut terhadap diri sendiri. Hal ini sangat berbahaya karena akan menurunkan motivasi siswa tersebut dalam membangun citra positif diri dalam mencapai cita-citanya. Selain hal tersebut, dari wawancara beberapa guru bimbingan dan konseling di Kabupaten Pacitan ada guru bimbingan dan konseling mengeluhkan akan keadaan dirinya. Guru-guru bimbingan dan konseling tersebut merasa upah yang diterimanya kurang layak dan mengeluhkan apa yang dialami mereka tanpa ada keinginan untuk mengubah agar bisa lebih baik sehingga terkesan tidak ada motivasi untuk mendapatkan kehidupan yang baik nantinya. Ada juga guru bimbingan dan konseling yang sakit akibat kecelakaan yang bisa dikatakan lama untuk penyembuhannya. Mereka selalu mengeluh dan menyalahkan orang yang tidak sengaja mencelakainya. 3

Dalam fenomena lebih lanjut terdapat indikasi bahwa guru konselor yang dijumpai di SMA dan SMK daerah Pacitan kurang memahami dan berempati terhadap siswa. Hal ini ditunjukkan oleh 20 siswa SMK ternama di Kabupaten Pacitan yang mengaku mendapatkan perlakuan guru yang memberikan hukuman secara fisik seperti memukul ataupun secara lisan memarahi, menyindir, menghina. Hal ini menunjukkan kurangnya pengetahuan dan rasa empatik guru terhadap siswa. Bahkan guru seringkali menyepelekan masalah yang berkaitan dengan siswa, sehingga terkadang siswa yang cerdas tapi memiliki masalah di luar akademik akan berdampak pada prestasi belajar karena tidak mendapat perhatian dari guru bimbingan dan konseling yang diharapkan mampu untuk memberikan pertolongan pada siswa tersebut. Fenomena lain menunjukkan bahwa guru bimbingan dan konseling tersebut bersikap acuh tak acuh ketika melihat siswa mengalami kesulitan. Guru bimbingan dan konseling malah menghindar atau diam saja pura-pura tidak tahu. Hal ini peneliti peroleh dari 2 anggota MGBK di Kabupaten Pacitan. Ada juga fenomena yang diungkapkan oleh beberapa siswa di SMA N 1 Punung dan SMA 1 Donorojo bahwa ketika siswa kebingungan, guru bimbingan dan konseling tidak langsung membantu sebelum siswa bertanya. Hal tersebut bertentangan dengan pekerjaan guru bimbingan dan konseling sebenarnya yaitu dalam memberikan bantuan. Berdasarkan fenomena tersebut dapat diketahui bahwa guru-guru bimbingan dan konseling di Kabupaten Pacitan belum mampu mengenali keadaan diri dan orang lain terutama ynag berkaitan dengan emosi atau perasaan. Kemampuan 4

merasakan dan memahami kepekaan emosi yang mencakup diri dan orang lain (siswa) atau yang lebih dikenal dengan kecerdasan emosi. Menghadapi dan memecahkan persoalan masalah pribadi juga akan mempengaruhi tugasnya sebagai guru di sekolah. Hal ini disebabkan karena guru membutuhkan pemaknaan yang lebih mendalam (kecerdasan spiritual) terhadap yang dialami siswa agar mampu membantu agar siswa tersebut dapat menyalesaikan masalah yang dialami, sehingga dengan arahan guru bimbingan dan konseling diharapkan siswa dapat mandiri menyelesaikan tantangan di masa yang akan datang. Secara tidak langsung, guru bimbingan dan konseling diharapkan memiliki perilaku menolong atau prososial yang tinggi, sehingga fakta di atas menegaskan bahwa perilaku prososial guru bimbingan dan konseling tersebut masih rendah. Guru bimbingan dan konseling yang baik adalah guru yang mampu berperilaku prososial, misalnya jika melihat siswa kesulitan, guru bimbingan dan konseling langsung tanggap untuk memberikan bantuan sesuai kaidah guru bimbingan dan konseling atau konselor. Perilaku toleran dan merasa terpanggil untuk membantu orang lain mencapai tingkat kebijaksanaan dan kepuasan seperti yang telah dialaminya. Semua ini harus diraih dalam suatu lingkungan yang sarat dengan cinta dan kepedulian. Kecerdasan spiritual menjadikan manusia yang benar-benar utuh secara intelektual, emosi dan spiritual. Namun tidak semua guru bimbingan dan konseling di Kabupaten Pacitan seperti hal di atas. Sebagian guru bimbingan dan konseling di Kabupaten Pacitan ada yang bisa dikatakan memiliki pengendalian diri yang tinggi. Guru bimbingan dan konseling tersebut mampu mengelola emosi diri dengan baik saat pelayanan 5

bimbingan dan konseling. Terlebih saat proses konseling guru bimbingan dan konseling mampu menunjukkan rasa simpati dan empati mereka sehingga benar benar mampu merasakan apa yang dialami siswanya. Ada juga guru bimbingan dan konseling yang mampu menahan emosi dirinya sampai selesai proses layanan bimbingan dan konseling dan meluapkannya pada tempatnya, sehingga terlihat bahwa ada kontrol diri dan kontrol emosi yang baik pada guru bimbingan dan konseling tersebut. Selain itu guru bimbingan dan konseling tersebut mampu memaknai apa yang terjadi pada mereka. Saat guru bimbingan dan konseling tersebut sakit, guru tersebut menyadari akan kemampuan dan keterbatasan dirinya dan tidak mengeluhkannya. Kemampuannya dalam memaknai suatu peristiwa merupakan wujud dari kecerdasan spiritual yang tinggi. Ada pula guru bimbingan dan konseling yang tanggap akan situasi. Ketika ada kunjungan siswa dari sekolah lain, beberapa siswa tersebut kelihatan tersesat untuk mencari ruangan, guru bimbingan dan konseling tersebut secara spontan membantu siswa tersebut. Hal tersebut merupakan aspek dari perilaku prososial yang tinggi. Berdasarkan keterangan di atas terdapat kecenderungan guru bimbingan dan konseling yang memiliki perilaku prososial rendah, ternyata kecerdasan emosi dan spriritualnya cenderung juga rendah, sedangkan guru bimbingan dan konseling yang memiliki perilaku prososial tinggi, ternyata kecerdasan emosi dan spiritualnya bisa dikatakan tinggi, sehingga berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini guna mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dan kecerdaan spiritual dengan perilaku prososial pada guru bimbingan dan konseling di Kabupaten Pacitan. 6

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang tersebut diatas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 1. Pengendalian diri yang kurang baik dari sebagian guru bimbingan dan konseling di Kabupaten Pacitan menjadikan persepsi para siswa terhadap profesi guru bimbingan dan konseling negatif. 2. Guru bimbingan dan konseling dalam kemampuan mengenali emosi diri sendiri dan orang lain masih kurang, sehingga pelayanan bimbingan dan konselingnya belum optimal. 3. Tingkat kesadaran diri guru bimbingan dan konseling yang rendah menjadi hambatan guru bimbingan dan konseling dalam memberikan pelayanannya. 4. Tingkat penerimaan guru bimbingan dan konseling dalam menghadapi cobaan yang terjadi pada dirinya masih rendah yang memungkinkan timbulnya efek dalam pemberian layanan. 5. Guru bimbingan dan konseling memiliki perilaku prososial yang rendah, sehingga kurang peka dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling. C. Batasan Masalah Dari beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, penulis membatasi masalah penelitian pada: 1. Tingkat kesadaran emosi diri guru bimbingan dan konseling yang rendah menjadi hambatan guru bimbingan dan konseling dalam memberikan pelayanannya. 7

2. Tingkat penerimaan guru bimbingan dan konseling dalam menghadapi cobaan yang terjadi pada dirinya masih rendah. 3. Guru bimbingan dan konseling memiliki perilaku prososial yang rendah, sehingga kurang peka dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling. D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas timbul suatu pertanyaan penelitian yaitu: 1. Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku prososial pada guru bimbingan dan konseling di Kabupaten Pacitan? 2. Apakah ada hubungan antara kecerdasan spiritual dengan perilaku prososial pada guru bimbingan dan konseling di Kabupaten Pacitan? 3. Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual dengan perilaku prososial pada guru bimbingan dan konseling di Kabupaten Pacitan? 4. Berapa besar sumbangan efektif kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual terhadap perilaku prososial pada guru bimbingan dan konseling di Kabupaten Pacitan? E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku prososial guru bimbingan dan konseling di Kabupaten Pacitan. 8

2. Hubungan antara kecerdasan spiritual dengan perilaku prososial guru bimbingan dan konseling di Kabupaten Pacitan. 3. Hubungan antara kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual dengan perilaku prososial guru bimbingan dan konseling di Kabupaten Pacitan. 4. Besarnya sumbangan efektif kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual terhadap perilaku prososial guru bimbingan dan konseling di Kabupaten Pacitan. F. Manfaat Penelitian Berdasarkan hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis a. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah dapat dijelaskannya hubungan antara variabel kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual dengan perilaku prososial pada guru bimbingan dan konseling. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah sumbangan informasi bagi guru bimbingan dan konseling dan pendidikan. 2. Manfaat praktis Hasil dari penelitian ini bisa diaplikasikan dan dimanfaatkan dalam konteks yang lebih luas, diantaranya: a. Bagi guru bimbingan dan konseling, hasil penelitian membantu memahami tentang pentingnya kecerdasan emosi serta kecerdasan spiritual dalam meningkatkan perilaku prososial guru bimbingan dan 9

konseling. Upaya-upaya pengembangan kemampuan kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual dapat dilaksanakan dengan bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait. b. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangansumbangan sebagai upaya pembekalan serta pembinaan bagi para guru bimbingan dan konseling. c. Bagi MGBK (Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling), penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan agar dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan di agenda pelatihan guru Bimbingan dan Konseling. d. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pembanding bagi penelitian selanjutnya. 10