BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP TINGKAT AGRESIVITAS ANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

Peranan Keluarga dalam Pendidikan Karakter Anak pada Era Globalisasi. Julianto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. membentak, dan berbicara kasar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa agresivitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. seperti menyakiti orang lain baik fisik maupun verbal. menurut Herbert (Aisyah, 2010) agresivitas merupakan tingkah laku yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan yang sering kali dialami siswa di sekolah tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak kekerasan merupakan hal yang sangat meresahkan bagi

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

RINGKASAN SKRIPSI. dalam bentuk verbal juga ada. Tak jarang masing-masing antar anggota pencak

BAB I PENDAHULUAN. merebak dan hal tersebut merupakan suatu bentuk agresi. ditujukan pada seseorang atau benda. Chaplin (2005) juga menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH OTORITER IBU DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD. Naskah Publikasi

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola,

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

KELUARGA SEBAGAI WAHANAN PERTAMA DAN UTAMA PENDIDIKAN KARAKTER ANAK

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BULLYING. I. Pendahuluan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2015 PENGARUH BUDAYA SEKOLAH TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan pergolakan emosi yang diiringi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring berjalannya waktu, dengan perubahan teknologi dan perubahan pergaulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara individual maupun massal sudah menjadi berita harian. Aksi-aksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negatif pada masyarakat. Dampak positif yang bisa dilihat pada masyarakat antara lain

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dipandang sebagai periode perubahan baik dalam hal fisik, minat,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah bagi orangtua. Namun, anak juga. bisa menjadi cobaan bagi orangtua. Sebagaimana dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Amallia Putri, Sri Lestari dan Yulline (2015) tentang Korelasi Pola Asuh

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada berbagai kalangan, baik orang dewasa, remaja maupun anak-anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada kalangan pelajar saat ini yang mengakibatkan citra dari sekolah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia karena anak jalanan juga

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara tentumengenal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Mendengar terjadinya sebuah kekerasan dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

2015 PENGARUH PENGGUNAAN TEKNIK TOKEN EKONOMI DALAM MENGURANGI PERILAKU KEKERASAN PADA SISWA KELAS VI DI MADRASAH IBTIDAIYAH AISYAH KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak

PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER. Dr. Wuri Wuryandani, M.Pd. Universitas NegeriYogyakarta

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB VI PERSEPSI REMAJA TERHADAP UNSUR KEKERASAN DALAM SINETRON DI TELEVISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan yang dia lihat. Istilah yang sering didengar yaitu chidren see children

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. dan menbentuk prilaku anak yang baik (Santrock, 2011). dapat membuat anak-anak rentan terhadap eksplotasi. Kekewatiran banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita harian dimedia massa, baik media cetak maupun media elektronik. Aksi-aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, bahkan di kompleks-kompleks perumahan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP. Seperti yang dialami oleh siswa kelas 1, SMA Adi Luhur, Condet, Kramatjati, Jakarta Timur yang tewas akibat tawuran pada tanggal 13 April 2014 (tribunnews.com/metropolitan/2014). Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua. Tidak ada tidak ada masalah, tahu-tahu bres. Kenapa anak-anak sekarang persis seperti robot? Banyak pelajar terpaksa diamankan petugas gara-gara tawuran. Seperti diberitakan dalam surat kabar merdeka (Senin, 23 Juni 2014) bahwa dimana 16 siswa SUPM (Sekolah Usaha Perikanan Menengah) Negeri tegal, Jawa Tengah ditangkap sat Reskrim Polres Tegal karena diduga terlibat dalam kasus penganiayaan yang menimpa korban GM (16) hingga meninggal

2 dunia. Dari sukabumi Jawa Barat, Merdeka ( Rabu, 11 Junni 2014) dimana satu oknum polisi sabhara polres sukabumi mengalami pengeroyokan dan mengalami penikaman yang dilakukan oleh pelajar SMK, saat anggota polisi itu berusaha membubarkan tawuran antar pelajar. Selain itu masih banyak lagi perilaku agresif yang kita lihat di media sosial bahkan media berita, ini menunjukan ada hal yang harus dicari solusinya karena jika tidak ada penanganan lebih lanjut maka, akan berdampak buruk untuk perkembangan negeri ini mengingat remaja adalah tulang punggung Negara. Peristiwa tersebut banyak mendapat sorotan dan perhatian baik dari orang tua, pemerintah, pendidik serta psikolog karena adanya gejala peningkatan tingkah laku agresif. Adapun yang menjadi sorotan dari pemerintah yakni pada akhirnya pemerintah akan memberikan sanksi yang tegas kepada sekolah yang muridnya suka tawuran (Dimyati, 2009). Agresi itu sendiri menurut Murray (2003) didefinisikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh,atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain. Bentuk nyata agresivitas yang dilakukan anak-anak/remaja adalah maraknya perkelahian/tawuran antar pelajar, yang sering membawa korban jiwa. Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresi dari seorang individu atau kelompok (Aisyah, 2010).

3 Herbert (dalam Aisyah, 2010) berpandangan bahwa tingkah laku agresi merupakan suatu tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial, yang menyebabkan luka fisik, psiknis pada orang lain, atau yang bersifat merusak benda. Baron & Byrne (2008) mengatakan bahwa agresi merupakan tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain.menurut Sears (2009) tingkah laku agresi ini pada dasarnya merupakan tingkah laku yang bermaksud untuk melukai, menyakiti atau merugikan orang lain. Perilaku agresif ini merupakan gejala yang ada dalam masyarakat. Keagresifan sebagai gejala sosial cenderung dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam masyarakat modern ada tiga sumber munculnya tingkah laku agresif. Pertama, pengaruh keluarga. Kedua, pengaruh subkultural. Dalam konteks pengaruh subkultural ini sumber agresi adalah komunikasi atau kontak langsung yang berulang kali terjadi antar sesama anggota masyarakat di lingkungan anak tinggal. Mengingat kondisi remaja, maka peer group berperan juga dalam mewarnai perilaku remaja yang bersangkutan. Ketiga, modelling (vicarious learning), merupakan sumber tingkah laku agresi secara tidak langsung yang didapat melalui mass media, misalnya tv, majalah, koran, video atau bioskop. Mengingat perilaku agresi merupakan hasil proses belajar dalam interaksi sosial maka tingkah laku agresi juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial (Baron & Byrne, 2008). Seperti dikatakan di atas, perilaku agresif dapat diperoleh atau dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi remaja, sehingga keluarga juga merupakan sumber bagi timbulnya agresi. Salah

4 satu faktor yang diduga menjadi sebab timbulnya tingkah laku agresif adalah kecenderungan pola asuh tertentu dari orang tua (child rearing). Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara orang tua dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan. Pola asuh orang tua juga merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak, dimana keluarga adalah lingkungan yang pertama kali menerima kehadiran anak. Keadaan kehidupan keluarga bagi seorang anak dapat dirasakan melalui sikap dari orang yang sangat dekat dan berarti baginya. Dengan kata lain, pola asuh orang tua akan mempengaruhi perilaku anaknya (Berkowitz, 2003). Demikian pentingnya pola asuh terhadap perkembangan anak, sehingga orang tua perlu memperhatikan juga dalam mendidik agar anaknya tidak menjadi agresif. Perkembangan tingkah laku agresif pada anak itu sendiri dipengaruhi oleh orang tuanya melalui pengontrolan, pengalaman frustasi anak dan juga cara orang tua memberikan penguatan ataupun hukuman terhadap tingkah laku agresif. Menurut teori Bandura (2001) bahwa anak belajar bertingkah laku agresif melalui imitasi atau model terutama dari orang tuanya, guru dan anak-anak lainnya. Hal itu sesuai dengan pendapat Barnadib (dalam Aisyah, 2010) bahwa orang tua yang otoriter tidak memberikan hak anaknya untuk mengemukakan pendapat serta mengutarakan perasaan-perasaannya, sehingga pola asuh otoriter berpeluang untuk memunculkan perilaku agresi. Adanya hubungan pola asuh otoriter dengan keagresifan remaja itu sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Baumrind, dkk (2002) bahwa keluarga yang suka melakukan hukuman terutama hukuman fisik menyebabkan anak

5 mempunyai sifat pemarah dan untuk sementara ditekan karena norma sosial (barier), namun suatu saat akan meluapkan amarahnya sebagai perilaku yang agresif. Orang tua yang otoriter cenderung memberi hukuman terutama hukuman fisik. Orang tua yang otoriter amat berkuasa terhadap anak, memegang kekuasaaan tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada perintah-perintahnya. Dengan berbagai cara, segala tingkah laku anak dikontrol dengan ketat. Pola asuh itu sendiri adalah sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturanaturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya (Kohn dalam Astuti, 2005). Penggunaan pola asuh tertentu ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap bentuk-bentuk perilaku tertentu pada anaknya. Salah satu perilaku yang muncul dapat berupa perilaku agresif. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berperan dalam meletakan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya (Aisyah, 2010). Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar diresapinya

6 dan kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Hal demikian disebabkan karena anak mengidentifikasikan diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain. Hasil penelitian Rohner (dalam Megawangi, 2001) menunjukkan bahwa pengalaman masa kecil seseorang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya (karakter atau kecerdasan emosinya). Penelitian tersebut - yang menggunakan teori PAR (Parental Acceptance-Rejection Theory) menunjukkan bahwa pola asuh orang tua, baik yang menerima (acceptance) atau yang menolak (rejection) anaknya, akan mempengaruhi perkembangan emosi, perilaku, sosialkognitif, dan kesehatan fungsi psikologisnya ketika dewasa kelak. Menurut Baumrind (dalam Yusuf, 2005) bahwa sikap menolak dari orangtua merupakan salah satu ciri dari pola asuh otoriter. Anak yang ditolak adalah anak yang mendapat perilaku agresif orang tua, baik secara verbal (katakata kasar, sindiran negatif, bentakan, dan kata-kata lainnya yang dapat mengecilkan hati), ataupun secara fisik (memukul, mencubit, atau menampar). Sifat penolakan orang tua dapat juga bersifat indifeerence atau neglect, yaitu sifat yang tidak mempedulikan kebutuhan anak baik fisik maupun batin, atau bersifat undifferentiated rejection, yaitu sifat penolakan yang tidak terlalu tegas terlihat, tetapi anak merasa tidak dicintai dan diterima oleh orang tua, walaupun orang tua tidak merasa demikian. Berdasar hasil penelitian Rohner (dalam Megawangi, 2001) tersebut menggambarkan bahwa pola asuh yang menolak dapat membuat anak merasa tidak diterima, tidak disayang, dikecilkan, bahkan dibenci oleh orang tuanya. Anak-anak yang mengalami penolakan dari orang tuanya akan menjadi

7 pribadi yang tidak mandiri, atau kelihatan mandiri tetapi tidak mempedulikan orang lain. Selain itu anak ini akan cepat tersinggung, dan berpandangan negatif terhadap orang lain dan terhadap kehidupannya, bersikap sangat agresif kepada orang lain, atau merasa minder dan tidak merasa dirinya berharga. Berdasar uraian di atas maka peneliti mengajukan rumusan permasalahan apakah ada hubungan antara pola asuh otoriter dengan agresivitas pada remaja?. Untuk menjawab rumusan permasalahan tersebut maka peneliti mengajukan judul Hubungan Antara Pola Asuh Otoriter Dengan Agresivitas Pada Remaja. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Mengetahui hubungan antara pola asuh otoriter dengan agresivitas pada remaja. 2. Mengetahui tingkat pola asuh otoriter dan tingkat agresivitas remaja. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharap dapat memberikan manfaat: 1. Manfaat Teoritis Manfaat penelitian ini secara umum untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana seharusnya menerapkan pola pengasuhan pada anak sehingga bangsa Indonesia dapat menghasilkan generasi yang sehat jasmani dan rokhani, khususnya menambah pengetahuan bagi penulis.

8 2. Manfaat Praktis a. Bagi orang tua: supaya mereka dapat memberikan atau menerapkan pola pengasuhannya dengan tepat demi keberhasilan anak-anaknya, khususnya yang dapat menekan agresivitas pada remaja. b. Bagi peneliti berikutnya: agar penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi, pengetahuan dan referensi dalam melakukan penelitian sejenis khususnya yang berkaitan dengan pola asuh orang tua lainnya seperti pola asuh permisif.