SKRIPSI SISWONO HANDOKO JATI K Oleh :

dokumen-dokumen yang mirip
EFEK ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SALAM

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

AKTIVITAS EKSTRAK KLOROFORM DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) SEBAGAI AGEN PENGKHELAT LOGAM Fe DAN PENANGKAP MALONALDEHID (MDA) SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Molekul ini sangat reaktif sehingga dapat menyerang makromolekul sel seperti lipid,

POTENSI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) SEBAGAI AGEN PENGKHELAT LOGAM Fe DAN PENANGKAP MALONALDEHID SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dihambat (Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber. perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

EFEK ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SALAM

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

AKTIVITAS EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L) SEBAGAI AGEN PENGKHELAT LOGAM Fe DAN PENANGKAP MALONALDEHID (MDA) SKRIPSI

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

Namun, peningkatan radikal bebas yang terbentuk akibat faktor stress radiasi, asap rokok, sinar ultraviolet, kekurangan gizi, dan peradangan

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang memiliki satu elektron

LATAR BELAKANG. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini telah banyak diungkapkan bahaya lingkungan yang tidak sehat

BAB I PENDAHULUAN. resiko penyakit pada konsumen. Makanan fungsional ini mengandung senyawa atau

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Efek pangan dapat berdampak terhadap kesehatan, karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. antioksidan. Hal ini terjadi karena sebagian besar penyakit terjadi karena adanya

T" f*", CP" 2 CH,-C-H

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat otot-otot skelet yang

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. mikroflora pencernaan yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Musaceae yang berasal dari Asia Tenggara. Di Indonesia, pisang merupakan buah

T" f*", CP" 2 CH,-C-H

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riska Rosdiana, 2014 Fortifikasi Tahu Menggunakan Antioksidan Dari Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa Bluggoe)

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan

1/14/2014 ANTIOKSIDAN PENGGOLONGAN ANTIOKSIDAN

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Minyak kelapa sawit adalah jenis minyak goreng yang paling mendominasi

EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SALAM

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. datangnya tepat waktu. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000).

OPTIMASI PEMBUATAN EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) MENGGUNAKAN METODE MASERASI DENGAN PARAMETER KADAR TOTAL SENYAWA FENOLIK DAN FLAVONOID

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. (Cyclea barbata Meer), cincau hitam (Mesona palustris), cincau minyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR LAMPIRAN. xvii

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, perubahan gaya hidup dan pola makan yang tak sehat akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

BAB I PENDAHULUAN. tidak berpasangan menyebabkan spesies tersebut sangat reaktif (Fessenden dan

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non

BAB I PENDAHULUAN. pada lingkungan hidup masyarakat terutama perubahan suhu, udara, sinar UV,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENAMBAHAN BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum ) UNTUK MENGHAMBAT LAJU PEMBENTUKAN PEROKSIDA DAN IODIUM PADA MINYAK CURAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul bermuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi

TINJAUAN PUSTAKA. Salam adalah nama tumbuhan yang merupakan penghasil rempah dan. merupakan salah satu tanaman obat di Indonesia (Joshi dkk., 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

Transkripsi:

EFEK ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SALAM (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) PADA HATI TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA (CCl 4 ) SKRIPSI Oleh : SISWONO HANDOKO JATI K 100 040 200 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 i

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan jaman yang serba cepat, kesibukan bekerja menjadikan sebagian masyarakat kita lebih menyukai pola makan serba instan. Seringnya mengkonsumsi makanan instan ini berdampak negatif terhadap kesehatan. Ini disebabkan karena makanan instan kebanyakan mengandung pengawet, pewarna, pemberi rasa, tinggi lemak, tinggi protein, banyak gula, garam namun rendah serat. Pola makan ini menjadi pemicu timbulnya berbagai penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, jantung koroner, stroke, obesitas hingga kanker ( Sutomo, 2007). Makanan tertentu seperi makanan cepat saji (fast food), makanan kemasan, makanan kalengan juga ditengarai berpotensi meninggalkan racun dalam tubuh karena kandungan lemak, pengawet serta sumber radikal bebas (Sibuea, 2004). Radikal bebas merupakan molekul atau atom yang tidak stabil karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas ini berbahaya karena amat reaktif mencari pasangan elektronnya (Sibuea, 2004). Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran ultra violet, zat kimiawi dalam makanan dan polutan lain (Anonim b, 2007). Tubuh memerlukan antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dengan meredam dampak negatif senyawa ini.

2 Antioksidan sintetik seperti BHA (Butil Hidroksi Anisol), BHT (Butyl Hidroksi Toluen), PG (Propil Galat), dan TBHQ (Tert-Butil Hidrokuinon) dapat menyebabkan karsinogenesis (Sibuea, 2004). Buah dan sayur juga mengandung antioksidan tinggi. Antioksidan ini mampu mengubah sel-sel tubuh menjadi pengaman untuk melawan radikal bebas penyebab berbagai penyakit. Sejatinya, radikal bebas yang tidak terkontrol bisa menyebabkan kerusakan sel-sel. Disinilah antioksidan dalam buah dan sayuran mengambil peranan, seperti mencegah berkembangnya radikal bebas di dalam tubuh sekaligus memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. (Sutomo, 2007). Tumbuh-tumbuhan diketahui kaya akan antioksidan misalnya vitamin C, beta karoten, vitamin E, dan flavonoid (Astuti, 2004). Flavonoid dapat menghambat lipooksigenase. Flavonoid juga dapat bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida sehingga asam lemak tak jenuh terlindungi, dan dengan demikian melindungi lipid membran hati terhadap reaksi yang merusak (Robinson, 1995). Daun salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) adalah tanaman asli Indonesia yang mengandung minyak atsiri (sitral dan eugenol), tannin dan flavonoid (Dalimartha, 2003). Secara empiris daun salam digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan pada penyakit kolesterol tinggi, kencing manis, hipertensi, gastritis dan diare (Dalimartha, 2003). Pada penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ekstrak etanol daun salam dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus dengan metode aloksan. Daun salam diduga mengandung flavonoid yang dapat menangkap radikal hidroksil, sehingga menghambat aksi diabetogenik dari aloksan (Studiawan, 2004).

3 Daun salam merupakan tanaman sefamilia dengan daun dewandaru. Daun dewandaru memiliki aktivitas sebagai antioksidan secara in vitro, dengan mekanisme kerja menangkap radikal bebas yang merupakan salah satu penyebab kerusakan sel. Hasil penelitian tersebut menunjukkan aktivitas penangkap radikal pada ekstrak etanol, etil asetat dan kloroform dengan nilai IC 50 berturut-turut 8,87; 12,01; dan 53,30 mg/ml (Utami dkk, 2005). Penelitian lain juga menyatakan bahwa daun dewandaru memilki aktivitas menangkap radikal bebas dengan nilai IC 50 ekstrak heksana, kloroform, etil asetat dan air masing-masing 13,0; 21,4; dan 7,0 µg/ml (Velaquez et al, 2003). Penelitian ini bersifat eksploratif, yaitu ingin mengetahui apakah daun salam yang sefamilia dengan daun dewandaru mempunyai efek anti radikal bebas. Efek antioksidan daun salam akan dibuktikan secara in vivo pada tikus putih galur wistar yang terinduksi CCl 4, yang merupakan penyebab pembentukan radikal bebas. B. Perumusan Masalah Bagaimanakah efek antioksidan ekstrak etanol 70% daun salam pada hati tikus putih galur Wistar yang diinduksi CCl 4. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek antioksidan akstrak etanol 70% daun salam terhadap penurunan kadar MDA (malondialdehid) dalam hati tikus putih jantan galur Wistar.

4 D. Tinjauan Pustaka 1. Ekstrak Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif simplisia nabati dan hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Metode penyarian yang akan digunakan tergantung dari wujud dan kandungan dari bahan yang akan disari (Harborne, 1987). Metode dasar penyarian adalah maserasi, perkolasi, dan sokhletasi. Pemilihan terhadap ketiga metode tersebut diatas disesuaikan dengan kepentingan dalam kandungan senyawa yang diinginkan (Harborne, 1987). Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang digunakan dihaluskan dan disatukan dengan bahan pengekstraksi. Pada metode maserasi, bahan berupa serbuk simplisia yang halus, yang direndam dalam pelarut sampai meresap dan melunakkan susunan sel sehingga zat-zat yang mudah larut akan segera larut. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda, antara 4-10 hari. Rendemen harus dikocok berulang-ulang karena dalam keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif pada simplisia ( Voight, 1984). Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna ( Anonim, 1986). Syarat cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria murah, mudah didapat, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap,

5 tidak terbakar, dan selektif artinya menarik zat yang berkhasiat yang dikehendaki. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa etanol, air, campuran air dan etanol atau pelarut lain. Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana dituangi 75 bagian cairan penyari (Anonim, 1986). Etanol 70% adalah campuran dua bahan pelarut yaitu etanol dan air dengan kadar etanol 70% (v/v). Etanol tidak menyebabkan pembengkakan pada membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Keuntungan lainnya adalah sifatnya yang mampu mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim. Etanol 70% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal (Voight, 1984). 2. Tanaman Salam a. Sistematika tanaman Divisio Subdivisio Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Myrtales : Myrtaceae : Syzygium : Syzygium polyanthum (Wight) Walp. (Backer, A., and Van Den Brink, B., 1965).

6 b. Sinonim Eugenia polyanthum (Wight) Walp., Eugenia lucidum Miq. (Tjitrosoepomo, 1988). c. Nama daerah Meselanagan, ubar serai (Melayu), gowok (Sunda), manting (Jawa), salam (Madura) (Dalimartha, 2003). d. Morfologi tanaman Salam tumbuh liar di hutan dan pegunungan, atau ditanam di pekarangan atau di sekitar rumah. Salam dapat ditemukan di dataran rendah sampai 1400 m dpl (dari permukaan laut). Tinggi pohon mencapai 25 m, batang bulat, permukaan licin, bertajuk rimbun dan berakar tunggang. Daun tunggal, letak berhadapan, panjang tangkai daun 0,5-1 cm. Helaian daun berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang, ujung meruncing pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan atas licin berwarna hijau tua, permukaan bawah berwarna hijau muda, panjang 5-15 cm, lebar 3-8 cm, jika diremas berbau harum. Bunga majemuk yang tersusun dalam malai yang keluar dari ujung ranting, berwarna putih, baunya harum. Buahnya buah buni,bulat, diameter 8-9 mm, buah muda berwarna hijau, setelah masak menjadi merah gelap, rasanya agak sepat. Biji bulat, diameter sekitar 1 cm, berwarna coklat (Dalimartha, 2003).

7 e. Kandungan kimia Salam mengandung minyak atsiri (sitral dan eugenol), tannin dan flavonoid (Dalimartha, 2003). f. Manfaat tanaman Secara empiris daun salam digunakan untuk obat pada penyakit diabetes, jantung koroner, hipertensi, sakit maag dan diare (Dalimartha, 2003). 3. Flavonoid Flavonoid adalah komponen fenolik yang terdapat dalam buah-buahan, sayur-sayuran yang bertindak sebagai penampung yang baik terhadap radikal hidroksil dan superoksid, dengan melindungi lipid membran terhadap reaksi oksidasi yang merusak (Robinson, 1995). Flavonoid, poifenol dan tannin merupakan senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan karena ketiga senyawa tersebut adalah senyawa-senyawa fenol, yaitu senyawa dengan gugus OH yang terikat pada karbon cincin aromatik, berfungsi sebagai antioksidan yang efektif, produk radikal bebas senyawa-senyawa ini terstabilkan secara resonansi dan karena itu tak reaktif dibandingkan dengan kebanyakan radikal bebas lain (Fessenden, dan Fessenden,1994). Di dalam tumbuhan flavonoid biasanya sebagai glikosida. Berdasarkan pada jenis atom yang berikatan antara gula dan aglikon, maka flavonoid dapat dibedakan atas flavonoid O-glikosida dan flavonoid-c- glikosida (Harborne,1987). Flavonoid mudah mengalami perusakan karena panas, kerja

8 enzim, adanya air dan ph. Aglikon flavonoid adalah polifenol, oleh karena itu mempunyai sifat fenol (Harborne, 1987). Adanya gula yang terikat pada aglikon akan menaikkan sifat polaritas dari flavonoid yang bersangkutan. Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar. Pelarut polar yang biasa digunakan untuk menyari glikosida flavonoid adalah air, metanol, etanol, butanol, aseton, dan dimetil formamid. Penyarian akan memberikan hasil yang baik bila digunakan campuran pelarut-pelarut diatas air. Untuk aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavonon, flavon, serta flavonol yang mempunyai gugus metoksi akan lebih larut dalam pelarut yang kurang polar misalnya eter dan kloroform. Penyarian dilakukan dengan cara memaserasi terlebih dahulu simplisia yang telah digiling (Harborne, 1987). 4. Radikal Bebas a. Definisi radikal bebas Radikal bebas merupakan molekul atau atom yang tidak stabil karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas ini berbahaya karena amat reaktif mencari pasangan elektronnya. Radikal bebas yang terbentuk dalam tubuh akan menghasilkan radikal bebas baru melalui reaksi berantai yang akhirnya jumlahnya terus bertambah (Sibuea, 2004). b. Sumber radikal bebas Sumber radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogenus) yang terbentuk sebagai sisa proses metabolisme (proses pembakaran) protein atau karbohidrat dan lemak yang kita konsumsi. Radikal bebas dapat pula diperoleh dari luar tubuh (eksogenus) yang berasal dari polusi udara, asap kendaraan

9 bermotor, asap rokok, berbagai bahan kimia, makanan yang terlalu hangus (carbonated) dan lain sebagainya. Beberapa contoh radikal bebas antara lain: anion superoksida (2O 2 ), radikal hidroksil (OH ), nitrit oksida (NO ), hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) dan sebagainya. Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh akan merusak beberapa target seperti lemak, protein, karbohidrat dan DNA (Halliwel et al., 1995). c. Reaksi perusakan oleh radikal bebas Reaksi pembentukan radikal bebas merupakan mekanisme biokimia tubuh normal. Radikal bebas lazimnya hanya bersifat perantara yang bisa dengan cepat diubah menjadi substansi yang tidak lagi membahayakan tubuh. Namun, bila radikal bebas sempat bertemu dengan enzim atau asam lemak tak jenuh ganda (PUFA), maka merupakan awal dari kerusakan sel (Anonim, 2006). Peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai yang terus menghasilkan pasokan radikal bebas sehingga terjadi reaksi-reaksi peroksidasi berikutnya. Keseluruhan proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Inisiasi: (2) Propagasi: ROO + RH (3) Terminasi X + RH R + XH R + O 2 ROO ROOH + R o, dan seterusnya ROO + ROO ROOR + O 2 ROO + R ROOR R + R RR

10 Karena prekusor molekular untuk memulai proses umumnya merupakan produk hidroperoksida, ROOH, peroksidasi lipid merupakan reaksi rantai dengan berbagai efek yang potensial merusak. Untuk mengendalikan dan mengurangi peroksidasi lipid, baik manusia maupun alam memerlukan antioksidan (Mayes, 2001). 5. Antioksidan a. Definisi antioksidan Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif ( Anonim, 2007). b. Penggolongan dan sumber antioksidan Antioksidan dapat digolongkan kedalam dua kelas: (1) antioksidan preventif, yang mengurangi kecepatan inisiasi (permulaan) rantai reaksi, dan (2) antioksidan pemutus rantai yang akan memotong perbanyakan reaksi berantai. Antioksidan preventif mencakup enzim katalase serta peroksidasi lain yang bereaksi dengan ROOH, dan zat-zat khelasi ion logam seperti DPTA (dietilenetriaminepentaasetat) serta EDTA (etilenediaminetetraasetat). Antioksidan pemutus-rantai sering berupa senyawa fenol atau amin aromatic (Mayes, 2001).

11 Sumber-sumber antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya untuk makanan dan penggunaannya telah sering digunakan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidoksi quinon (TBHQ) dan tokoferol (Gordon, 1993)..Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavonol dan kalkon ( Gordon, 1993). c. Mekanisme kerja antioksidan Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R, ROO ) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A ) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai

12 autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Gordon, 1993). Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi (Gambar 1). Radikal-radikal antioksidan (A ) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Gordon, 1993). Inisiasi : R + AH ----------> RH + A Radikal lipid Propagasi : ROO + AH -------> ROOH + A Gambar 1. Reaksi Penghambatan Antioksi dan Primer Terhadap Radikal Lipida (Gordon, 1993). Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan (Gambar 2). Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sampel yang akan diuji. AH + O2 -----------> A + HOO AH + ROOH ---------> RO + H2O + A Gambar 2. Antioksidan Bertindak Sebagai Prooksidan Pada Konsentrasi Tinggi (Gordon, 1993).

13 6. Karbon Tetraklorida Karbon tetraklorida (CCL 4 ) adalah cairan yang mudah terbakar, jernih, tidak berwarna, sifat pelarutnya sama dengan kloroform. Dapat bercampur dengan alkohol, eter, benzen, dan pelarut organik lainnya, tetapi praktis tidak larut dalam air. Harus disimpan dalam wadah tertutup dan kedap cahaya (Doerge, 1982). CCl 4 banyak digunakan sebagai bahan pelarut senyawa kimia lainnya. Zat ini berbahaya bila dihirup, ditelan dan diserap kulit (Meyers et al, 1993). CCl 4 dihimpun secara besar-besaran dalam lemak tubuh, hepar, dan sumsum tulang belakang. (Klassen, 2001). Efek toksik dapat timbul pada manusia setelah pemaparan kronis maupun akut. Pada keracunan akut, efek yang segara timbul adalah mual, muntah, depresi pada sistem saraf pusat. Berkisar antara kejang sampai koma dan depresi pernafasan. Setelah dua hari sampai dua minggu tanda kerusakan hepar dan ginjal mungkin akan terlihat (Fauci et al, 1998). Gejala pada saluran pencernaan termasuk hemetemesis dan nyeri abdomal dan mungkin terjadinya kerusakan hepar yang lebih hebat jika diberikan secara oral (Klassen, 2001). CCl 4 diaktifkan oleh sitokrom P-450 menjadi radikal bebas yang reaktivitasnya tinggi. Pertama, CCl 4 diubah menjadi bentuk radikal triklorometil (CCl 3 ) dan kemudian menjadi radikal triklorometil peroksi (CCl 3 O 2 ) yang sangat reaktif. Maka dari itu CCl 4 dapat menyebabkan nekrosis yang hebat dalam sentrobuler hepar yang mengandung enzim sitokrom P-450 dengan konsentrasi tertinggi (Hudgson and Levi, 2000).

14 Dampak racun CCl 4 adalah pada konversi molekulnya menjadi radikal bebas. Konversi ini tergantung pada aktivitas metabolik CCl 4 yang berlangsung dalam retikulum endoplasma sel hepar melalui interaksi dengan transport elektron NADPH-sitokrom P-450. Aktivasi CCl 4 ini menghasilkan zat antara yang reaktif yaitu radikal bebas triklorometil (CCl 3 ). Radikal bebas CCl 3 akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal triklorometil peroksi (CCl 3 O 2 ) yang lebih reaktif. CCl 3 O 2 bersifat sangat reaktif terhadap biomolekul seperti protein, lemak, karbohidrat, dan nukleotida. Akibatnya fungsi biologis molekul tersebut akan terganggu. Radikal bebas CCl 3 O 2 dalam hepar akan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh (PUFA) untuk membentuk produk akhir terutama aldehida yang bersifat toksik (Hudgson and Levi, 2000). Produk utama dari peroksidasi PUFA diproduksi melalui mekanisme radikal bebas. Proses ini diawali dengan inisiasi yang meliputi pengambilan atom H dari PUFA oleh oksigen bebas yang terdapat pada CCl 3 O 2. Stabilitas bentuk dari produk awal ini ditentukan oleh energi disosiasi ikatan antara C-H. Ikatan ganda metilen pada PUFA lebih mudah teroksidasi daripada ikatan pada monosaturated fatty acid. Reaksi selanjutnya adalah propagasi antara pentadienil radikal dengan atom oksigen. Hasil dari reaksi ini akan menjadi inisiator baru untuk bereaksi dengan PUFA yang lain sehingga menghasilkan produk radikal baru. Langkah selanjutnya adalah reaksi terminasi, yaitu mengkombinasikan dua radikal menjadi suatu produk non radikal. Peroksidasi PUFA tidak berhenti sampai disini, menurut penelitian masih ada metabolit sekunder yang dihasilkan setelah peroksidasi PUFA. Salah satunya adalah malondialdehyde (malonaldehyde, propanedial,

15 MDA) yang merupakan hasil akhir dari peroksidasi asam arakidonat dan beberapa PUFA yang lain. Mekanisme peroksidasi PUFA oleh radikal bebas CCl 3 ditunjukkan pada gambar 1. Gambar 3. Mekanisme Peroksidasi PUFA Oleh Radikal Bebas CCl 3 Pengukuran kinetika peroksidasi lipid secara in vitro dapat dilakukan dengan mengukur berapa banyak oksigen yang dibutuhkan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan, salah satunya TBA (Thiobarbituric acid) reactivity test, yang dapat dilakukan baik secara in vivo maupun in vitro. Tes ini didasarkan pada reaksi kondensasi antara satu molekul MDA dengan dua molekul TBA pada kondisi asam. Hasilnya adalah pigmen berwarna merah yang dapat diukur pada panjang gelombang 532 nm. Jumlah MDA yang terdeteksi menggambarkan banyaknya peroksidasi lipid yang terjadi ( Josephy, 1997 ). Mekanisme reaksi antara MDA dengan TBA menghasilkan senyawa kompleks MDA-TBA berwarna merah muda ditunjukkan pada gambar 4.

16 Gambar 4. Mekanisme Reaksi antara MDA dengan TBA Menghasilkan Senyawa Kompleks MDA-TBA Berwarna Merah Muda ( Josephy, 1997 ) E. Keterangan Empiris Diharapkan dari penelitian ini didapatkan data ilmiah tentang efek antioksidan ekstrak etanol 70 % daun salam ((Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) pada hati tikus putih jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida (CCl 4 ).