BAB I PENDAHULUAN. dalam pendidikan, pekerjaan dan pergaulan (Keliat, 2006). Menurut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. berpikir, gangguan perilaku, gangguan emosi dan gangguan persepsi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan nasional. Meskipun masih belum menjadi program prioritas utama

PERBEDAAN PERSEPSI MAHASISWA KESEHATAN DAN MAHASISWA NON KESEHATAN TERHADAP ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menyebabkan gangguan pada fungsi kejiwaan,yang berakibat. terganggunya hubungan sosial ( Townsend, 2008). Gangguan jiwa dapat

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta. orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

1

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai. salah satunya adalah pembangunan dibidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah salah satu masalah kesehatan yang masih. banyak ditemukan di setiap negara. Salah satunya adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Syarniah 1, Akhmad Rizani 2, Elprida Sirait 3 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir,

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan jiwa adalah proses interpesonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Secara umum timbulnya gangguan jiwa pada seseorang

MENGIMPLEMENTASIKAN UPAYA KESEHATAN JIWA YANG TERINTEGRASI, KOMPREHENSIF,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. jiwa menjadi masalah yang serius dan memprihatinkan, penyebab masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut undang undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. membuat arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh semua orang. Menurut Yosep (2007), kesehatan jiwa adalah. dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik. gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang Undang No. 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, mampu memberikan kontribusi pada komunitasnya.

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pembahasan, kekuatan dan kekurangan penelitian. Hasil penelitian dijelaskan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan mental (jiwa) yang sekarang banyak dialami masyarakat.

BAB III METODE PENELITIAN. dan waktu penelitian, identifikasi variabel dengan definisi operasional,

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan masyarakat Indonesia dalam rangka meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesadaran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk kesejahteraan dan kesembuhan orang lain. Maka haruslah tergerak motifmotif

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB I PENDAHULUAN. Padahal deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup bagi perawat. Perawat terus

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia memiliki tiga komponen utama sehingga disebut. makhluk yang utuh dan berbeda dengan mahkluk lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat yang setinggi tingginya (Depkes, 2009). Adanya kemajuan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. emosional serta hubungan interpersonal yang memuaskan (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. utuh dimana indikator sehat tidak sekedar dari fisik yang sehat melainkan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. adanya tekanan fisik dan psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu juga mulai terlihat hilangnya bentuk-bentuk dukungan keluarga terhadap lansia (

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

RENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI

HUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan dalam pikiran, prilaku dan suasana perasaan yang menimbulkan hambatan dalam melaksanakan fungsi psikologis. Orang yang mengalami gangguan jiwa akan mengalami hambatan dalam pendidikan, pekerjaan dan pergaulan (Keliat, 2006). Menurut Departemen kesehatan (Depkes, 2003) dalam Sisky (2010) gangguan jiwa adalah gangguan pikiran, perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari hari (fungsi pekerjaan dan fungsi sosial ) dari orang tersebut. Seseorang dengan gangguan jiwa apapun harus segera mendapatkan pengobatan. Keterlambatan pengobatan akan semakin merugikan penderita, keluarga dan masyarakat (Yosep, 2010). Menurut data dari World Health Organization (2011) dalam Puskesmakale (2012) masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah sangat serius, tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia, dimana sepertiganya berdomisi di negara-negara berkembang. Gangguan jiwa menjadi masalah serius kesehatan mental di Indonesia yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemangku kebijakan kesehatan nasional. Meskipun belum menjadi program prioritas utama kebijakan kesehatan nasional, namun dari angka yang 1

2 didapatkan dari beberapa riset nasional menunjukkan bahwa penderita gangguan jiwa di Indonesia masih banyak dan cenderung mengalami peningkatan (Sulistyorini, 2013). Berdasarkan Depkes (2007) total jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 11,6% dari populasi dan menderita gangguan jiwa berat 0,46% atau 46 kejadian per mil. kondisi ini diperberat melalui aneka bencana alam yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (2013) Yogyakarta merupakan salah satu Provinsi dengan Gangguan jiwa berat dan gangguan mental emosional terbanyak. Berdasarkan data rumah sakit Grhasia Provinsi Yogyakarta terjadi peningkatan penderita gangguan jiwa pada tahun 2010 yaitu sebanyak 492 jiwa. Pada Riskesdas 2007 prevalensi gangguan mental emosional di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan, tetapi dalam Riskesdas 2013 prevalensi tersebut berbalik dan prevalensi di perkotaan menjadi lebih tinggi dibanding di perdesaan. Masyarakat di Indonesia masih memandang negatif klien gangguan jiwa sebagai seseorang yang membahayakan dan penyakitnya tidak dapat disembuhkan. Hal tersebut terjadi karena masyarakat kurang memahami dengan baik penyebab dan cara perawatan pada pasien dengan gangguan jiwa. Pandangan negatif yang ada pada masyarakat menyebabkan para penderita gangguan jiwa mendapatkan perlakuan yang kurang layak dan manusiawi di masyarakat bahkan dikeluarganya sendiri, seperti dipasung, diacuhkan, dihina, serta mengasingkan anggota keluarganya yang mengalami

3 gangguan jiwa. Mereka mengganggap bahwa penyebab gangguan jiwa itu terjadi adalah karena kerasukan setan, hukuman pelanggaran sosial atau agama (Torey & Betesda, 2011). Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, pada Pasal 1 yang dimaksud dengan Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Orang Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam fungsi orang sebagai manusia. pada Pasal 7 ayat 1 menjelaskan lebih lanjut upaya promotif Kesehatan Jiwa ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat Kesehatan Jiwa masyarakat secara optimal, menghilangkan stigma, diskriminasi, pelanggaran hak asasi ODGJ sebagai bagian dari masyarakat, meningkatkan pemahaman dan peran serta masyarakat terhadap kesehatan jiwa dan meningkatkan penerimaan dan peran serta masyarakat terhadap kesehatan jiwa.

4 Menurut Riskesdas 2013 persentase rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga (ART) dengan gangguan jiwa berat yang pernah dipasung di indonesia sebesar 14,3 persen. Terdapat 1.655 rumah tangga (RT) memiliki keluarga yang menderita gangguan jiwa berat. Metode pemasungan tidak terbatas pada pemasungan secara tradisional (menggunakan kayu atau rantai pada kaki), tetapi termasuk tindakan pengekangan lain yang membatasi gerak, pengisolasian, termasuk mengurung, dan penelantaran yang menyertai salah satu metode pemasungan. Proporsi RT yang pernah memasung ART gangguan jiwa berat sebesar 14,3 persen dan terbanyak pada RT di perdesaan (Riskesdes, 2013). Pandangan negatif ini pada kesehatan jiwa dikenal dengan istilah stigma. Stigma adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada (Sarwano & Meinarno, 2009). Pembentukan stigma terjadi tanpa pertimbangan yang memadai terhadap data-data yang ada dan cenderung mengarah pada penekanan keanggotaan orang yang menjadi sasaran prasangka, seperti keanggotaan etnik, keanggotaan gender, dan keanggotaan stratifikasi sosial (Sukana, 2013). Penderita gangguan jiwa sering mendapatkan stigma dan diskriminasi yang lebih besar dari masyarakat disekitarnya dibandingkan individu yang menderita penyakit medis lainnya. Perlakuan ini disebabkan karena ketidaktahuan atau pengertian yang salah dari keluarga atau anggota masyarakat mengenai gangguan jiwa (Sulistyorini, 2013).

5 Persepsi orang terhadap orang dengan gangguan jiwa berbeda-beda. persepsi adalah berhubungan secara langsung dengan bagaimana seseorang individu melihat dan memahami orang lain (Thoha, 2004). Persepsi seseorang dapat berbeda satu sama lain meskipun dihadapkan pada situasi dan kondisi yang sama. Hal ini dipandang dari suatu gagasan bahwa seseorang menerima suatu objek rangsangan melalui penginderaan, penglihatan, pendengaran, pembauan, dan perasaan (Sunaryo, 2004). Pemahaman sebagai suatu proses kognitif akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian seorang pengamat. Karakteristik kepribadian itu sendiri adalah konsep diri, nilai dan sikap, pengalaman di masa lampau, dan harapan-harapan yang terdapat dalam dirinya. Karakteristik kepribadian yang baik akan cenderung melihat orang lain dari sudut tinjauan yang bersifat positif (Hanurawan, 2010). Karakteristik kepribadian juga dipengaruhi oleh pendidikan seseorang, dimana seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi seharusnya memiliki kepribadian yang lebih baik. Seorang mahasiswa dengan pendidikan yang sedang mereka capai seharusnya memiliki karakteristik kepribadian yang baik karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Mahasiswa adalah orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan diperguruan tinggi (Salim & Salim, 2002). UMY memiliki tujuan terwujudnya sarjana muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya diri, mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berguna bagi umat, bangsa dan kemanusiaan (Visi & misi UMY).

6 Mahasiswa secara umum dibagi menjadi 2, yaitu mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan. Pentingnya memiliki persepsi yang baik untuk mahasiswa kesehatan adalah sebagai modal penting mereka ketika menjadi tenaga kesehatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Novita (2012) menunjukkan bahwa bagi seorang tenaga kesehatan menjalin hubungan yang baik dengan pasien gangguan jiwa merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukannya. Seorang tenaga kesehatan wajib untuk memberikan rasa nyaman pada penderita dengan cara memberikan sapaan, pujian, dan melakukan hubungan saling percaya terhadap pasien dan keluarga pasien. Tenaga kesehatan harus melaksanakan komunikasi terapeutik, hal yang sangat ditekankan yaitu pendekatan petugas kesehatan kepada pasien, sehingga petugas kesehatan dapat membimbing pasien untuk menjalani hubungan yang baik dengan orang yang ada di dekatnya. Manfaat memiliki persepsi baik untuk mahasiswa non kesehatan adalah menjadi salah satu support social untuk masyarakat terutama untuk penderita gangguan jiwa dan dapat membantu para penderita gangguan jiwa dan keluarga untuk mencari pertolongan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa dan terhindar dari diskriminasi dan adanya labeling (Sukmianti, 2014). Mahasiswa perlu tahu tentang stigma yang berkembang di masyarakat, terutama mahasiswa kesehatan. Stigma bersifat merugikan, sehingga mahasiswa perlu memberikan pengetahuan tentang gangguan jiwa kepada masyarakat agar penderita gangguan jiwa dan keluarga tidak lagi mengalami diskriminasi dan merasa malu untuk memeriksakan keadaanya dengan

7 harapan agar penderita gangguan jiwa tidak terlambatkan mendapatkan pertolongan (Sowadi, 1999 dalam Pratama, 2013). Dari hasil studi pendahuluan dari 10 mahasiswa kesehatan, 8 sudah memilik persepsi baik dan 2 masih merasa takut terhadap orang dengan gangguan jiwa, menganggap mereka berbahaya dan dapat melakukan kekerasan. Hasil dari 10 mahasiswa non kesehatan, 5 merasa takut terhadap orang dengan gangguan jiwa, menganggap orang dengan gangguan jiwa berbahaya dan dapat melakukan kekerasan, menganggap mereka jorok. 3 hanya merasa takut karena menganggap mereka berbahaya dan 2 sudah memiliki persepsi yang baik. mahasiswa kesehatan memiliki persepsi lebih baik dibandingkan mahasiswa non kesehatan karena pengetahuan yang mereka miliki terhadap orang dengan gangguan jiwa. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Perbedaan Persepsi Mahasiswa Kesehatan Dan Mahasiswa Non Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang dijadikan dasar penelitian ini adalah : Apakah ada perbedaan persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa?

8 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Khusus Untuk mengetahui persepsi mahasiswa kesehatan dan non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa. 2. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk : a. Mengetahui karakteristik mahasiswa kesehatan dan non kesehatan. b. Mengetahui gambaran persepsi mahasiswa kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa. c. Mengetahui gambaran persepsi mahasiswa non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk penderita gangguan jiwa Hasil penelitian ini membuat orang dengan gangguan jiwa mendapatkan prilaku yang tidak diskriminatif dan tidak ada lagi stigma terhadap penderita gangguan jiwa. Pasien mendapatkan perawatan yang komprehensif serta berkelanjutan untuk menunjang kesembuhannya. 2. Untuk mahasiswa kesehatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bahan pembelajaran tentang mental health illness, menjadi mahasiswa lulusan yang memiliki pengetahuan khususnya dibidang mental health illness dan juga sebagai acuan dalam memberikan edukasi pada masyarakat terkait dengan stigma dan mengenalkan tentang gangguan jiwa.

9 3. Untuk mahasiswa non kesehataan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan memberikan edukasi tentang stigma (persepsi negatif) dan gangguan jiwa kepada masyarakat, terutama mahasiswa non kesehatan. 4. Untuk peneliti selanjutnya Sebagai acuan dalam melakukan penelitian lebih lanjut dalam bidang keperawatan jiwa khususnya tentang masalah-masalah yang berkaitaan dengan persepsi seseorang terhadap orang dengan gangguan jiwa. E. Penelitian Terkait Berdasarkan pengetahuan peneliti, belum ada penelitian sejenis yang pernah dilakukan tentang gambaran persepsi mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan terhadap orang dengan gangguan jiwa. Namun ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini, yakni : 1) Fistalina Sukmianti (2014) meneliti tentang Hubungan persepsi keluarga terhadap stigma masyarakat dengan perilaku perawatan pada anggota keluarga gangguan jiwa di wilayah kerja puskesmas mlati II kabupaten sleman tahun 2014. Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi kuantitatif, dengan rancangan cross sectional. Metode pengumpulan data dengan teknik total sampling dengan jumlah 25 responden dan instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuisioner. Teknis analisis data yang digunakan yaitu uji spearman-rank. Dari hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara stigma masyarakat dengan perilaku perawatan keluarga dengan anggota keluarga gangguan jiwa, karena p value = 0,069

10 > 0,05. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu, Subyek penelitian ini adalah keluarga sedangkan subyek penelitian yang akan dilakukan adalah mahasiswa kesehatan dan non kesehatan. Variabel pada penelitian ini adalah persepsi dan perilaku, sedangkan variabel penelitian yang akan dilakukan hanyalah persepsi. desain penelitian ini adalah korelasi kuantitatif sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah descriptive comparative. Penelitian ini menggunakan teknik total sampling sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan simple random sampling dan cluster sampling. Teknis analisis data yang digunakan yaitu uji spearman-rank sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan Uji Mann-Whitney. Tempat penelitian juga berbeda. 2) Alfiana Suci Ramadhon (2011), meneliti tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Individu yang Mengalami Gangguan Jiwa di Kelurahan Poris Plawad Kecamatan Cipondoh Tangerang. Jenis penelitan menggunakan deskriptif eksploratif dan variabelnya adalah persepsi. Tehnik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan yaitu, subyek penelitian ini adalah masyarakat umum sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah mahasiswa kesehatan dan non kesehatan, teknik sampling pada penelitian ini adalah simple random sampling sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah simple random sampling dan cluster sampling, Jenis penelitan menggunakan deskriptif

11 eksploratif sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah descriptive comparative, tempat penelitian juga berbeda. 3) Nopyawati Sulistyorini (2013), meneliti tentang Hubungan Pengetahuan Tentang Gangguan Jiwa Terhadap Sikap Masyarakat Kepada Penderita Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Colomadu 1. Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental yang bersifat deskriptif korelasi. Metode pengumpulan data menggunakan teknik purposive sampling dengan sampel sebanyak 100 responden. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner. Hasil dari penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang gangguan jiwa terhadap sikap masyarakat kepada penderita gangguan jiwa. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu, subyek pada penelitian ini adalah masyarakat umum, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah mahasiswa kesehatan dan non kesehatan. Pada penelitian ini variabelnya adalah pengetahuan dan sikap masyarakat, sedangkan penelitian yang akan dilakukan variabelnya adalah persepsi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah descriptive comparative. Penelitian ini menggunakan purposive sampling sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah simple random sampling dan cluster sampling. Tempat penelitian juga berbeda.