BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (TAP MPR) No. IV/ MPR/ 1978 GBHN jo TAP MPR No. II/ MPR/ 1983 GBHN.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM DANA CADANGAN UNTUK PEMILIHAN LANGSUNG KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2005

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2005

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 72/PMK.02/2006 TENTANG

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINCIAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan pemberian Otonomi Daerah kepada Daerah atas dasar. desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BUPATI BOMBANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINCIAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

2012, No NO NAMA PENERIMA ALAMAT PENERIMA JUMLAH (Rp) Dst

BAB I PENDAHULUAN. mengingat kebutuhan serta kompleksitas permasalahan yang ada saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BUPATI JEMBRANA,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUBANG DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan pemerintah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN GROBOGAN TAHUN ANGGARAN 2013

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 1 TAHUN 2013 T E N T A N G ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara membutuhkan pendanaan dalam menggerakan dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

PEMERINTAH KABUPATEN SUBANG DINAS PETERNAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH

BUPATI TULUNGAGUNG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 6 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2009 NOMOR 16 PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2009

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam terselenggaranya pemerintahan daerah yang baik. Tuntutan

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Tinjauan Atas Laporan Penerimaan Dan Pengeluaran Kegiatan APBD Pada Dinas Pertanian, Tanaman Dan Pangan Provinsi Jawa Barat

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

);86raa KEUANGAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 45/PMK.02/2006 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

BAB II KEBIJAKAN AKUNTANSI BEBAN DAN BELANJA

Republik Indonesia Nomor 4355) ; Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam Undang-undang ini disebutkan bahwa pengembangan otonomi pada daerah diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Undang-undang ini memberikan otonomi secara utuh kepada daerah untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Sekarang daerah sudah diberi kewenangan yang utuh dan bulat untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah. Otonomi yang diberikan kepada daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Pelimpahan tanggung jawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Dengan demikian pemerintah kabupaten diharapkan lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat di daerahnya, agar dapat mendorong timbulnya prakarsa dan partisipasi aktif masyarakat dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang merupakan prasyarat keberhasilan pelaksanaan pemerintahan. Kabupaten Garut adalah salah satu kabupaten di provinsi Jawa Barat yang pemerintah daerahnya senantiasa berupaya meningkatkan daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan baik oleh pemerintah daerah kabupaten Garut, pemerintah provinsi Jawa Barat, maupun oleh pemerintah pusat. Adapun upaya peningkatan daerah tersebut adalah upaya untuk meningkatkan penerimaan pendapatan daerah yang pada garis besarnya 1

2 ditempuh dengan usaha intensifikasi yang artinya suatu tindakan atau usaha memperbesar penerimaan dengan cara melakukan pemungutan yang lebih ketat dan teliti. Usaha intensifikasi ini mempunyai ciri utama yaitu usaha untuk memungut sepenuhnya dan dalam batas-batas ketentuan yang ada. Sedangkan usaha ekstensifikasi adalah usaha untuk mencari dan menggali potensi sumbersumber pendapatan daerah yang baru atau belum ada. Berdasarkan Pasal 157 Undang-undang No. 32 Tahun 2004, sumber pendapatan daerah terdiri dari: 1. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: a. Hasil pajak daerah b. Hasil retribusi daerah c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan d. Lain-lain PAD yang sah 2. Dana perimbangan 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah PAD berperan besar terhadap proses pelaksanaan pembangunan daerah, karena PAD digunakan untuk membiayai belanja pembangunan setiap tahunnya. Masih lemahnya kemampuan PAD memacu Pemerintah Daerah untuk semakin giat menggali potensi daerah guna meningkatkan penerimaan PAD. Sehingga proses penyusunan anggaran merupakan proses yang sangat berpengaruh besar dalam penetapan target dari penerimaan PAD pada periode berikutnya, karena target tersebut merupakan tolok ukur dari kinerja Pemerintah Daerah dalam hal menggali potensi daerah dalam rangka peningkatan PAD. Dalam penyusunan anggaran periode berikutnya diperlukan data realisasi pendapatan tahun berjalan yang digunakan sebagai acuan dalam proses penyusunan anggaran itu sendiri. Hal tersebut berlaku pula dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) periode berikutnya. Masalah yang dihadapi sekarang adalah bagaimana Pemerintah Daerah (dalam hal ini adalah Dinas Pendapatan Daerah) menyusun APBD pada periode berikutnya berdasarkan realisasi PAD periode berjalan agar menjadi suatu

3 rancangan anggaran yang sesuai dengan potensi yang ada dan juga sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.. Berikut ini ditampilkan data mengenai perkembangan PAD dan APBD kabupaten Garut selama lima tahun terakhir, dari tahun anggaran 2001 sampai dengan tahun anggaran 2005 yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.1 Besarnya Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) & Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Garut Tahun Anggaran 2001 s/d Tahun Anggaran 2005 (dalam jutaan rupiah) Tahun Realisasi PAD Tahun APBD Berikutnya 2001 Rp 19.977,74 2002 Rp 479.529,54 2002 Rp 30.367,81 2003 Rp 590.959,78 2003 Rp 35.000,90 2004 Rp 647.886,39 2004 Rp 40.545,87 2005 Rp 720.447,43 Sumber: DIPENDA kabupaten Garut PAD kabupaten Garut seperti terlihat dalam tabel 1.1, perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Demikian juga dengan APBD yang memperlihatkan perkembangan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut menunjukan hubungan yang searah antara realisasi PAD dengan APBD. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih jauh tentang realisasi PAD kabupaten Garut terutama mengenai pengaruhnya terhadap penyusunan APBD periode berikutnya dan bermaksud menuangkannya ke dalam skripsi yang berjudul : Pengaruh Realisasi Pendapatan Asli Daerah terhadap Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Periode Berikutnya (Studi kasus pada Dinas Pendapatan Daerah kabupaten Garut).

4 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Pemerintah Daerah kabupaten Garut. 2. Bagaimana prosedur penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada Pemerintah Daerah kabupaten Garut. 3. Bagaimana pengaruh realisasi PAD terhadap penyusunan APBD periode berikutnya. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk menganalisis dan memberikan penjelasan mengenai pengaruh pendapatan asli daerah terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Pemerintah Daerah kabupaten Garut. 2. Untuk mengetahui prosedur penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada Pemerintah Daerah kabupaten Garut. 3. Untuk mengetahui pengaruh realisasi PAD terhadap penyusunan APBD periode berikutnya. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian yang penulis lakukan diharapkan akan mempunyai kegunaan antara lain: 1. Kegunaan akademis a. Bagi penulis Menambah wawasan mengenai masalah PAD dan pengaruhnya terhadap penyusunan APBD.

5 b. Bagi penulis lain Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya sepanjang berhubungan dengan objek penelitian yang sama. 2. Kegunaan praktis Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah kabupaten Garut, yang berhubungan dengan PAD dan penyusunan APBD. 1.5 Rerangka Pemikiran Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat di daerahnya. Untuk mewujudkan tugasnya tersebut, maka pemerintah daerah harus memiliki sumber keuangan yang cukup dan memadai, karena untuk pelaksanaan pembangunan daerah itu diperlukan biaya yang tidak sedikit. Salah satu sumber keuangan untuk penyelenggaraan pembangunan daerah tersebut adalah dari pendapatan asli daerah. Sehubungan dengan pentingnya sumber keuangan tersebut, Gade (1993;120) menyatakan bahwa: Pendapatan merupakan penambahan kas pemerintah pusat yang berasal dari berbagai sumber antara lain mencakup penerimaan pajak dan cukai, penerimaan minyak, pendapatan yang berasal dari investasi, penerimaan bantuan luar negeri dan pinjaman dalam negeri serta hibah. Sedangkan pengertian pendapatan daerah menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 15 adalah sebagai berikut: Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Pendapatan daerah bersumber dari pendapatan asli daerah sendiri, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan asli daerah (PAD) menurut Ketentuan Umum Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Pasal 1 poin 18 adalah: Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan.

6 PAD bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. PAD dimaksudkan untuk membiayai belanja atau pengeluaran pembangunan daerah, karena pembangunan daerah tidak dapat terlaksana dengan baik apabila tidak didukung biaya yang cukup. Oleh karena itu untuk melaksanakan kewajibankewajiban pemerintah daerah dalam rangka memenuhi pemenuhan biaya belanja pembangunan daerah maka disusunlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang merangkum pendapatan daerah, pembiayaan daerah dan belanja daerah dalam satu masa anggaran kinerja pemerintah daerah. Sedangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) seperti dimuat di dalam Ketentuan Umum Undang-undang No.33 Tahun 2004 Pasal 1 angka 17, menyatakan: Adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Dalam penyusunan APBD, penganggaran pengeluaran harus di dukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang telah diukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Sedangkan belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan yang tertinggi untuk setiap jenis belanja. APBD disusun berdasarkan format anggaran defisit (deficit budget format) dimana selisih antara pendapatan dan belanja dapat mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit anggaran. Selisih lebih antara pendapatan terhadap belanja disebut surplus anggaran, sedangkan selisih kurang pendapatan terhadap belanja disebut dengan defisit anggaran. Apabila terjadi surplus, daerah dapat membentuk dana cadangan, sedangkan apabila terjadi defisit ditutup melalui sumber pembiayaan daerah seperti pinjaman dan penerbitan obligasi daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga pembiayaan adalah transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara pendapatan daerah dan belanja daerah. Pembiayaan daerah yang dimaksud tersebut dalam APBD dirinci menurut sumber pembiayaan.

7 Sedangkan yang dimaksud dengan dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana yang relatif cukup besar yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran. Dalam penyusunan APBD periode berikutnya harus di dukung dengan adanya data realisasi PAD periode berjalan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan merupakan perkiraan yang telah diukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. APBD disusun menggunakan metode penyusunan anggaran bottom up dimana proses penyusunannya berdasarkan partisipasi berupa negoisasi antara penyusun anggaran dengan komite anggaran. Metode penyusunan ini disebut juga sebagai penyusunan anggaran partisipatif. Dalam penulisan skripsi ini akan dibahas perubahan PAD yang menitikberatkan pada pengaruhnya terhadap penyusunan APBD periode berikutnya. Di sini PAD merupakan faktor yang sangat vital dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah terutama dalam pelaksanaan pembangunan daerah. Dengan demikian maka daerah akan dapat menyelenggarakan roda pemerintahan secara lebih bebas, dalam arti penyelenggaraan pemerintahan atas dasar inisiatif, keadaan, dan kebutuhan daerah sendiri. Jadi, untuk dapat membiayai pembangunan daerah pemerintah daerah harus meningkatkan PAD yaitu dengan cara meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Dengan demikian diharapkan dengan meningkatnya jumlah PAD akan dapat meningkatkan besarnya pembiayaan belanja daerah dari hasil PAD sendiri, sehingga dapat meningkatkan kinerja pemerintah daerah itu sendiri. Dari rerangka pemikiran tersebut penulis menarik hipotesis bahwa Terdapat pengaruh yang positif antara realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) periode berikutnya

8 1.6 Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Metode deskriptif menurut Moh. Nazir (2003;54) adalah: Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Penelitian ini dilakukan di Dinas Pendapatan Daerah kabupaten Garut. Data yang penulis kumpulkan meliputi data primer dan sekunder yang kemudian akan diolah, dianalisis, dan diproses lebih lanjut berdasarkan teori-teori yang telah dipelajari. Untuk melaksanakan penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Penelitian lapangan (field research) Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data primer, yaitu data yang diperoleh melalui: a. Pengamatan (observasi), yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengamati secara langsung objek yang diteliti. b. Wawancara (interview), yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan pimpinan atau pihak yang berwenang atau bagian lain yang berhubungan langsung dengan objek yang penulis teliti. c. Kuesioner (questionaire), yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengajukan daftar pertanyaan yang diisi oleh pejabat yang bersangkutan. Penulis membuat pertanyaan yang mengacu pada indikator masingmasing variabel. 2. Penelitian kepustakaan (library research) Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder, yaitu data yang merupakan faktor penunjang yang bersifat teoritis kepustakaan.

9 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini penulis lakukan pada kantor Pemerintah Daerah kabupaten Garut yang khususnya dilakukan pada Dinas Pendapatan Daerah kabupaten Garut yang berlokasi di Jl. Ciledug No.120 Garut. Sedangkan waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini adalah dari bulan November sampai dengan selesai.