Hubungan antara Perceived Social Support dan Kecanduan Internet Pada Remaja di Jakarta

dokumen-dokumen yang mirip
PERILAKU AGRESI REMAJA LAKI-LAKI TAHUN YANG MENGALAMI ADIKSI DAN TIDAK MENGALAMI ADIKSI ONLINE GAME VIOLENCE MUHAMMAD IRHAM RAMADHAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841)

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. 1. Variabel tergantung : Keberhargaan diri (self esteem) asuhan

UNIVERSITAS INDONESIA. Hubungan Antara Kecanduan Internet Game Online dan Keterampilan Sosial pada Remaja SKRIPSI

PERBEDAAN MOTIVASI BELAJAR DITINJAU DARI STATUS EKONOMI KELUARGA PADA MAHASISWA Oleh : Meriam Yuliana Mahasiswi jurusan Psikologi Fakultas Psikologi U

BAB 2. Tinjauan Pustaka

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI HUBUNGAN INTERNET ADDICTION DAN PRESTASI AKADEMIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS GUNADARMA

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Perbedaan Psychological Well-being pada Dewasa Muda Pasangan Long Distance Relationship dengan Pasangan Non Long Distance Relationship

Hubungan Dukungan Sosial dan Learning Burnout Pada Mahasiswa Kelas Karyawan di Universitas Gunadarma

GAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA TAHUN YANG BELUM MENIKAH. Siti Anggraini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama

OF MISSING OUT) DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA REMAJA DI SMAN 4 BANDUNG

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA

KECANDUAN INTERNET PADA MAHASISWA. Ursa Majorsy 1 Cory Dita Pratiwi 2 Maizar Saputra 3 Usber Manurung 4 Quroyzhin Kartika Rini 5 Wahyu Rahardjo 6

Hubungan Antara Kesepian dengan Problematic Internet Use pada Mahasiswa

HARGA DIRI, ORIENTASI KONTROL, DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN

Kata kunci: Remaja Akhir, Sexting, Intensi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian. efikasi diri akademik pada remaja yang tinggal di panti asuhan, untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Semakin majunya perkembangan teknologi di Indonesia, semakin terbuka luas juga

PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH

BAB I PENDAHULUAN. dengan mudah mengakses internet dari rumah, sekolah, universitas, perpustakaan dan

ABSTRAK. Kata Kunci : mahasiswa, attachment style, long-distance relationship UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

The Relation Between Internet Addicition with Anxiety in Adolescent at SMP Negeri 5 Yogyakarta

GAMBARAN INTENSI MELAKUKAN OBSESSIVE CORBUZIER S DIET (OCD) PADA MAHASISWA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang


ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

Hubungan Kesejahteraan Psikologis Dengan Self Esteem Pada Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) di Wilayah Kecamatan Tebet

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL. Erick Wibowo

ADIKSI GAME ONLINE DAN KETRAMPILAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA REMAJA

GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M.

3. METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN NARSISME PADA REMAJA PENGGUNA FACEBOOK NASKAH PUBLIKASI

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

REGULASI DIRI DAN ADIKSI SITUS JEJARING SOSIAL FACEBOOK PADA MAHASISWA POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai macam metode pengajaran. Dalam Undangundang. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 Tinjauan Pustaka

ABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Marantha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambaran Karakteristik Partisipan Penelitian

BAB 2 Tinjauan Pustaka

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. i Universitas Kristen Maranatha

BAB 5 ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

Kata kunci: Online shop, Instagram, perilaku konsumtif.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. : Sense of Purpose dan Dukungan Sosial

BAB I PENDAHULUAN. Internet merupakan salah satu media yang paling diminati banyak orang.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini dijelaskan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI DI LINGKUNGAN KAMPUS PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Hubungan Kecerdasan Emosional dan Problematic Internet Use pada Mahasiswa

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG

ABSTRAK. Kata kunci: financial self-efficacy, faktor sosiodemografi, pengelolaan keuangan pribadi

Rizki Ramadhani. Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda. Intisari

PENGARUH KUALITAS WEBSITE TERHADAP CITRA (Studi Kuantitatif Kualitas Website Pemerintah Kota Yogyakarta Terhadap Citra Pemerintah Kota Yogyakarta)

BAB III METODE PENELITIAN

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

HUBUNGAN ANTARA KETERLIBATAN DALAM PROGRAM PEMBINAAN KESISWAAN DENGAN KEMANDIRIAN PADA REMAJA

Kata kunci : perilaku hidup sehat dan outcome expectancies

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi internet telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi memiliki peranan penting dalam

HUBUNGAN ANTARA KESUNGGUHAN (CONSCIENTIOUSNESS) DENGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI: STUDI KORELASIONAL TERHADAP SISWA KELAS X MIPA DI SMA NEGERI 38 JAKARTA

ABSTRAK. vii. Universitas Kristen Maranatha

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN. proses perubahan sikap dan tingkah laku yang semula tidak tahu menjadi tahu. setelah terjadinya interaksi dengan sumber belajar.

HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP HUBUNGAN SEKSUAL, MASTURBASI, PORNOGRAFI DAN HOMOSEKSUAL DENGAN RELIGIUSITAS PADA DEWASA MUDA MUSLIM

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN

HUBUNGAN KUALITAS PEER ATTACHMENT DENGAN KONSEP DIRI PADA REMAJA DEPOK

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

PENELITIAN PREVALENSI INTERNET ADDICTION PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Oleh : SRI WAHYUNI NIM :

Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak (S

HUBUNGAN KEIKUTSERTAAN ORGANISASI DENGAN REGULASI DIRI PADA REMAJA : STUDI KASUS DI SMA N 2 NGAWI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT AKTIVITAS JASMANI DENGAN KESEGARAN JASMANI SISWA PUTRI KELAS VIII SMP N 3 DEPOK YOGYAKARTA

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata kunci : self-esteem, power, significance, competence, virtue, make up. v Universitas Kristen Maranatha

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 8 JAKARTA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif yang menekankan pada analisis data-data numerikal (angka)

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Jurusan Psikologi

KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA YANG MEMILIKI MINAT MUSIK BERBEDA SKRIPSI ZULFA DZATAROHMAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

STUDI KORELASI EFIKASI DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PRESTASI AKADEMIK : TELAAH PADA SISWA PERGURUAN TINGGI

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN KARIR DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA SISWA KELAS XII SMA NEGERI 5 SEMARANG

Abstrak. ii Universitas Kristen Maranatha

Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi The Relationship Between Social Support and College Adjustment

Transkripsi:

Hubungan antara Perceived Social Support dan Kecanduan Internet Pada Remaja di Jakarta Wirdatul Anisa; Mita Aswanti Tjakrawiralaksana Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia Email: wirdatul.anisa@gmail.com Abstrak Penggunaan internet di Indonesia kini semakin meningkat dan sebagian besar penggunanya adalah remaja. Internet memiliki dampak positif jika digunakan sesuai dengan fungsinya, tetapi di sisi lain penggunaan internet dapat menyebabkan kecanduan internet. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat mencegah terjadinya kecanduan internet pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran perceived social support dan kecanduan internet pada remaja, serta hubungan dari keduanya. Penelitian ini dilakukan pada 148 remaja usia 18-22 tahun di Jakarta. Alat yang digunakan untuk mengukur perceived social support adalah Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) dan untuk kecanduan internet adalah Internet Addiction Test (IAT). Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan memiliki tingkat perceived social support yang sedang dan tingkat kecanduan internet yang ringan, serta tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara perceived social support dan kecanduan internet. The Relationship Between Perceived Social Support and Internet Addiction among Adolescents in Jakarta Abstrack Currently there is a significant increase in internet use in Indonesia and the majority users are adolescents. Internet has positive impact when used in accordance with its function, but in other hand excessive use of internet may result in internet addiction. Several research shows that social support can prevent internet addiction in adolescents. This study aim to examine level of perceived social support and internet addiction and the correlation of perceived social support and internet addiction. This study was conducted on 148 adolescents age 18-22 years in Jakarta. The instrument used to measure perceived social support is the Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) and for Internet addiction is the Internet Addiction Test (IAT). This study showed that majority of participants have an average perceived social support and mild internet addiction, and it was found no significant relationship between perceived social support and Internet addiction. Keywords: Perceived Social Support, Internet Addiction, Adolescence Pendahuluan Pengguna Internet di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Kim, Sohn, dan Choi (2011), motivasi dasar seseorang menggunakan internet adalah ketersediaan informasi, kenyamanan, hiburan, interaksi sosial, dan kemudahan transaksi (Cochran, 1996). Melalui internet, individu dapat leluasa berkomunikasi baik dengan orang yang dikenal maupun tidak

(Blais, Craig, Pepler, & Conolly, 2008). Selain itu, internet juga menjadi tempat pelarian saat menghadapi masalah untuk memodulasi emosi negatif yang sedang dialami dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang menyenangkan (Morahan-Martin & Schumacher, 2003). Internet kini menjadi aktivitas yang populer bagi remaja (Ko, dkk., 2009). Hal tersebut karena internet mulai banyak digunakan di sekolah atau dalam dunia pendidikan. Di Indonesia, hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2012 menunjukkan bahwa angka pengguna internet didominasi oleh kalangan muda sebanyak 58,4% (APJII, 2012). Penggunaan internet yang berlebihan dapat menyebabkan berbagai permasalahan bagi remaja, seperti ketidakmampuan dalam mengontrol waktu yang digunakan untuk internet, gangguan fisik seperti penyakit mata dan sakit kepala (Coniglio, Muni, Giammaco, dan Pignato, 2007). Selain itu, penggunaan internet juga berkaitan dengan munculnya permasalahan psikologis (Gunuc & Kayri, 2010 dalam Gunuc & Dogan, 2013), seperti kecanduan internet. Kecanduan internet adalah ketidakmampuan dalam mengontrol penggunaan internet, terpreokupasi dengan internet, menghabiskan lebih banyak waktu untuk internet, merasakan keinginan atau dorongan yang begitu besar untuk menggunakan internet (Young, 1996). Salah satu yang paling umum dalam kecanduan internet adalah penyelewengan dalam penggunaan waktu yang cukup sering terjadi (Young 2007). Menurut Greenfield (Young, 2007), seseorang yang mengalami kecanduan internet akan mulai melupakan deadline penting dalam pekerjaannya, memiliki waktu yang lebih sedikit untuk keluarga, perlahan akan meninggalkan rutinitas. Ia juga akan mengalami kesulitan dalam pekerjaannya baik di rumah, tempat bekerja, atau di sekolah dan lingkungan sosialnya (Beard & Wolf, 2001). Menurut Young (1996), tingkat kecanduan internet seseorang berkaitan pula dengan tingkat penggunaan internet. Semakin tinggi tingkat penggunaan internet, maka akan semakin besar tingkat kecanduan seseorang. Seseorang dengan kecanduan internet ringan akan membutuhkan waktu lebih lama dari pengguna normal untuk menggunakan internet, akan tetapi masih memiliki kontrol terhadap penggunaan internet. Seseorang dengan kecanduan internet sedang akan mengalami beberapa masalah yang disebabkan oleh internet. Sedangkan kecanduan internet berat, mulai muncul permasalahan yang signifikan dalam hidup karena penggunaan internet yang sangat berlebihan.

Selain karena tingginya penggunaan internet, remaja rentan mengalami kecanduan internet karena kondisi psikologis yang belum matang (Tsai & Lin, 2003 dalam Gunuc & Dogan, 2013). Pada masa remaja, individu sedang pada tahap pembentukan identitas sehingga mereka cenderung akan menyukai hal-hal baru dan mudah terpengaruh oleh pergaulan dari lingkungan sekitarnya (Sarwono, 2013). Dalam membangun hubungan, mereka tidak hanya berinteraksi dengan orang yang mereka kenal, tetapi juga dengan orang yang bahkan tidak mereka kenal sebelumnya (Mesch & Talmud, 2007 dalam Smahel, Brown, & Blinka 2012). Hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas fisik dan interaksi sosial yang dilakukan pada remaja baik secara langsung atau tidak langsung merupakan aktivitas penting bagi perkembangan di masa remaja dan internet telah memenuhi kebutuhan tersebut (Subrahmanyam dkk., 2001). Kecanduan internet dapat dicegah dengan memenuhi kebutuhan akan social support (Jessor dkk., 2003 dalam Gunuc & Dogan, 2013). Social support adalah dukungan yang dirasakan atau secara nyata ada yang diberikan oleh kelompok, jaringan-jaringan sosial, dan rekan atau partner (Lin, 1986 dalam Zimet dkk., 1988) yang merupakan salah satu kunci well-being seseorang (Caplan, dalam Cooke, Rossmann, McCubbin, & Patterson, 1988). Social support juga merupakan kebutuhan fundamental bagi remaja untuk membangun hubungan sosial di usianya, mengatasi kesendirian, beradaptasi dengan lingkungan, dan mempertahankan kondisi psikologis serta berpengaruh dalam proses pembentukan identitas diri pada remaja (Gunuc dan Dogan, 2013; Para, 2008). Sumber dari social support tersebut adalah keluarga, teman, atau orang lain yang memiliki pengaruh signifikan (significant others) (Zimet dkk., 1988). Dalam Papalia dan Feldman (2011) disebutkan bahwa remaja akan terhindar dari problem behaviors jika memiliki hubungan keluarga yang kuat dan saling mendukung. Untuk mengukur social support, Barrerra (1986) mengklasifikasikan tiga jenis pengukuran untuk mengukur social support, yaitu social embeddednes, actual/enacted social support, dan perceived social support. Dari ketiga kategori besar tersebut, perceived social support merupakan prediktor yang lebih baik untuk mengukur social support seseorang (Barrera, 1981; Brandt & Weinert, 1981; Sarason dkk., 1985; Schaefer dkk., 1981; Wilcox, 1981 dalam Zimet, 1988; Taylor dkk., 2004). Hal tersebut karena perceived social support diartikan sebagai keyakinan seseorang akan ketersediaan dukungan ketika dibutuhkan (Sarason, Levine, Basham, & Sarason, 1983). Agar seseorang dapat menghadapi suatu tantangan, dibutuhkan adanya keyakinan bahwa ia

mendapatkan dukungan dari lingkungannya (Sarason, Shearin, Pierce & Sarason, 1987, dalam Markus, 2003). Penelitian sebelumnya membahas mengenai hubungan antara kecanduan internet pada remaja, perceived social support, dan aktivitas keluarga (Gunuc & Dogan, 2013). Dalam penelitian tersebut, diketahui bahwa remaja yang menghabiskan waktu dengan ibunya memiliki tingkat perceived social support yang lebih tinggi dan tingkat kecanduan internet yang lebih rendah. Selain itu, terdapat hubungan negatif antara social support dan kecanduan internet (Gunuc & Dogan, 2013). Penelitian ini melihat hubungan antara perceived social support dan kecanduan internet pada remaja di Jakarta, sebagai kota dengan jumlah pengguna internet tertinggi di Indonesia (APJII, 2012). Selain itu, meskipun pernah dilakukan sebelumnya di Turki, peneliti melihat adanya perbedaan norma atau budaya dari satu daerah dengan daerah yang lain akan mempengaruhi bagaimana individu mencari dan menggunakan social support (Taylor dkk., 2004). Pada orang Asia, social support dipandang sebagai salah satu cara untuk coping masalah yang dihadapi karena mereka menekankan sifat saling berhubungan satu sama lain (Taylor dkk., 2004). Dari penelitian ini, peneliti juga ingin melihat bagaimana gambaran perceived social support dan kecanduan internet pada remaja di Jakarta. Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi landasan untuk menentukan langkahlangkah preventif munculnya kecanduan internet dan dampak negatifnya pada remaja di Jakarta. Tinjauan Teoritis Peneliti mendefinisikan social support sebagai pertukaran sumber daya antara sedikitnya dua orang yang dirasakan oleh penyedia dan penerima sumber daya, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan penerima (Shumaker & Brownell, 1984 dalam Zimet, dkk., 1988). Fungsi social support adalah untuk meningkatkan kompetensi, esteem, keterikatan, dan coping yang mampu memunculkan perubahan tingkah laku dan kemampuan menyelesaikan masalah (Cohen, Underwood, & Gottlieb, 2000). Beberapa bentuk social support adalah emotional support (dukungan emosi), informational support (dukungan informasi), instrumental support (dukungan fisik), dan companionship support (dukungan akan

ketersediaan individu) (Cohen, Underwood, Gottlieb, 2000; Taylor, dkk., 2004). Berbagai bentuk social support tersebut dapat diperoleh dari sumber social support yang terdiri dari, keluarga, teman, dan significant other (Zimet, dkk., 1998). Untuk dapat mengetahui social support seseorang, Barrerra (1986) mengklasifikan tiga cara pengukuran social support, yaitu social embeddednes, actual/enacted social support, dan perceived social support. Dari ketiga pengukuran tersebut, perceived social support dinilai lebih baik dalam mengukur social support seseorang (Barrera, 1981; Brandt & Weinert, 1981; Sarason dkk., 1985; Schaefer dkk., 1981; Wilcox, 1981 dalam Zimet, 1988). Perceived social support adalah keyakinan seseorang bahwa ada dukungan yang tersedia ketika dibutuhkan dan dukungan tersebut dapat diidentifikasi melalui sudut pandang subyektif (Sarason, Levine, Basham, & Sarason, 1983). Keyakinan atau rasa percaya itulah esensi dari social support yang akan membantu seseorang untuk dapat menghadapi tantangan dan mencapai tujuan mereka dengan usaha sendiri atau bantuan dari orang lain (Sarason, Shearin, Pierce & Sarason, 1987 dalam Markus, 2003). Dengan adanya persepsi tersebut, seseorang akan merasa terbantu dan nyaman karena ia tahu ada orang lain yang memedulikannya (Bolger, Zuckerman, & Kessler, 2000 dalam Taylor dkk., 2004). Selain itu, tidak semua dukungan yang diberikan menghasilkan dampak positif bagi penerima dukungan karena dukungan yang diberikan dapat saja berbeda dengan yang sebenarnya dibutuhkan sehingga gagal memenuhi kebutuhan penerima (Thoits, 1986 dalam Taylor dkk., 2004). Sedangkan kecanduan internet adalah ketidakmampuan individu dalam mengontrol penggunaan internet, terpreokupasi dengan internet, menghabiskan lebih banyak waktu untuk internet, dan merasakan keinginan atau dorongan yang begitu besar untuk menggunakan internet. Orang yang sudah kecanduan internet akan cenderung mengabaikan lingkungan sekitarnya, seperti teman, rekan kerja, dan kelompoknya (Young, 1996). Aktivitas yang biasa dilakukan oleh pengguna internet diklasifikasikan oleh Horrigan (2002) ke dalam empat kelompok, yaitu mengirim dan menerima e-mail, aktivitas bersenang-senang (bermain game online, mengunduh musik atau film), aktivitas mendapatkan informasi (mencari berbagai informasi untuk pekerjaan, kesehatan, atau berita), dan transaksi (online shop, pembayaran online). Berdasarkan penggunaan internet, Young (1996) mengklasifikasikan kecanduan internet ke dalam tiga tingkatan, yaitu ringan, sedang, berat. Pada kecanduan internet ringan, seseorang

akan menghabiskan waktu lebih banyak untuk menggunakan internet, akan tetapi masih memiliki kontrol diri. Pada kecanduan internet sedang, penggunaan internet akan menyebabkan beberapa permasalahan muncul sehingga seseorang perlu mengontrol penggunaan internetnya. Sedangkan pada kecanduan internet berat, penggunaan internet menyebabkan munculnya permasalahan yang signifikan dalam hidup seseorang yang menggunakan internet secara berlebihan. Untuk menentukan apakah seseorang kecanduan atau tidak, Young menetapkan beberapa kriteria dengan memodifikasi kriteria diagnosis pathological gamling pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition (DSM-IV) karena dianggap paling mendekati dan mampu menjelaskan tentang kecanduan internet. Kriteria-kriteria tersebut adalah merasa terpreokupasi dengan internet; membutuhkan waktu online lebih banyak untuk mencapai kepuasan menggunakan internet; tidak mampu mengontrol frekuensi dan durasi online, merasa gelisah, depresi, atau mudah marah ketika berusaha untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan internet; online lebih lama dari waktu yang telah direncanakan sebelumnya; rela untuk kehilangan sebuah relasi yang penting, pekerjaan, pendidikan, atau peluang karir karena internet, berbohong kepada anggota keluarga, terapis, atau orang lain untuk menyembunyikan frekuensi atau durasi online, dan menggunakan internet untuk menghilang dari masalah atau menghilangkan perasaan seperti tidak berdaya, rasa bersalah, cemas, dan depresi. Selain kedelapan kriteria yang telah disebutkan di atas, seseorang akan terindikasi mengalami kecanduan internet jika telah mengalami kriteria-kriteria tersebut setelah menggunakan internet selama dua belas bulan atau satu tahun (Beard & Wolf, 2001; American Psychiatric Association, 2013). Dalam menentukan batasan usia remaja dalam penelitian ini, peneliti menggunakan batasan usia dari Marcia dkk (1993), yaitu usia 12 sampai 22 tahun. Pada tahap ini, seseorang memiliki tugas perkembangan untuk membentuk identitas diri (Marcia, dkk., 1993; Papalia & Feldman, 2011). Marcia dkk (1993) membagi tiga tahap perkembangan remaja, yaitu awal (12-15 tahun), tengah (16-18 tahun), dan akhir (18-22 tahun). Dari ketiga tahap tersebut, masa-masa paling krusial dalam pembentukan identitas diri pada remaja adalah pada tahap remaja akhir, yaitu rentang usia 18-22 tahun (Marcia, dkk., 1993).

Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan pada populasi normal dengan jumlah partisipan sebanyak 148 remaja, usia 18 sampai 22 tahun. Jumlah partisipan perempuan dalam penelitian ini adalah 105 dan laki-laki adalah 43 orang. Pada mulanya, jumlah partisipan sebanyak 190 remaja. Akan tetapi, didapati bahwa 42 partisipan tidak tergolong dalam kecanduan internet sehingga tidak diikutkan dalam penghitungan analisis atau dieliminasi. Alat yang digunakan untuk mengukur perceived social support adalah Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) yang terdiri dari 12 item pernyataan dengan 4 poin skala Likert. Sedangkan untuk kecanduan internet, alat yang digunakan adalah Internet Addiction Test (IAT) yang terdiri dari 20 item pernyataan dengan 6 poin skala Likert. Semua item dalam alat ukur tersebut bersifat favourable sehingga semakin tinggi skor yang di dapat, semakin tinggi pula perceived social support dan kecanduan internet seseorang. Alat ukur MSPSS yang digunakan merupakan alat ukur yang telah diadaptasi oleh Trifilia (2013), sedangkan untuk alat ukur IAT peneliti melakukan adaptasi dan uji coba sendiri. Kedua alat tersebut memiliki validitas dan reliabilitas yang cukup baik untuk mengukur suatu variabel. Dalam pengambilan sampel, utamanya peneliti melakukannya secara offline dengan menghampiri satu persatu. Akan tetapi, apabila partisipan berada di tempat yang jauh dan cuaca tidak memungkinkan untuk menemui partisipan, peneliti memberikan link online yang dapat digunakan partisipan untuk mengisi kuesioner penelitian yang dibutuhkan. Beberapa teknik analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah statuistik deskriptif, untuk mengetahui sebaran partisipan; multiple response, untuk item yang memunculkan respon lebih dari satu; pearson correlation, untuk menghitung korelasi antara perceived social support dan kecanduan internet; independent t-test, untuk menghitung korelasi kedua variabel dengan jenis kelamin; dan ANOVA, untuk menghitung korelasi kedua variabel dengan data demografis partisipan seperti durasi dan aktivitas online. Hasil Penelitian Tabel 1 berikut ini menunjukkan gambaran perceived social support remaja di Jakarta berdasarkan klasifikasi tinggi-rendah skor perceived social support. Dari hasil tersebut, diketahui bahwa sebagian besar partisipan memiliki perceived social support yang tergolong sedang (75,7%). Pada tabel 2, terlihat bahwa mean terbesar berada pada dimensi keluarga.

Tabel 1. Gambaran perceived social support partisipan Klasifikasi Skor Rentang Skor N Persentase Rendah <32 19 12,8 Sedang 32-43 112 75,7 Tinggi >43 17 11,5 Total 148 100,0 Tabel 2. Gambaran per dimensi perceived social support partisipan Dimensi Jumlah Item Mean (Dimensi) Standard Deviasi (Dimensi) Keluarga 4 12,96 2,135 Teman 4 12,28 1,958 Significant Other 4 12,06 2,585 Pada tabel 3, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian partisipan penelitian mengalami kecanduan internet ringan. Untuk kecanduan internet sedang masih tergolong sedikit dan untuk kecanduan internet berat tidak ada sama sekali. Tabel 3. Gambaran tingkat kecanduan internet partisipan Klasifikasi Rentang N Persentase Skor Kecanduan Ringan 20 49 136 91,9 Kecanduan Sedang 50 79 12 8,1 Kecanduan Berat 80-100 0 0 Total 148 100,0 Hasil utama penelitian, seperti pada tabel 4, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara perceived social support dan kecanduan internet. Peneliti juga melihat hubungan keduanya berdasarkan dimensi perceived social support, yaitu keluarga, teman, dan significant other. Dari ketiga dimensi tersebut, tidak didapat adanya hubungan yang signifikan, seperti yang tertera dalam tabel 5. Tabel 4. Korelasi antara perceived social support dan kecanduan internet Variabel R Sig. (onetailed) Keterangan Kecanduan Internet,042,306 Tidak Signifikan

Tabel 5. Korelasi antara dimensi perceived social support dan kecanduan internet Variabel R Sig. (onetailed) Keterangan Keluarga,030,359 Tidak Signifikan Teman,111,089 Tidak Signifikan Significant Other -,023,391 Tidak Signifikan Berdasarkan durasi penggunaan internet, ditemukan bahwa terdapat perbedaan skor perceived social support yang signifikan baik dari keluarga, teman, dan significant other. Rata-rata dalam penggunaan internet oleh partisipan penelitian adalah 26-30 jam dalam satu minggu. Berikut dipaparkan hasil penghitungan statistik pada tabel 6. Tabel 6. Perbedaan perceived social support berdasarkan durasi penggunaan internet Durasi Penggunaan Internet Perceived Social Support Keluarga Teman Significant Other Keseluruhan M SD M SD M SD M SD 1-5 jam 13,75 2,188 11,75 1,389 12,13 1,727 37,63 3,583 6-10 jam 13,11 2,514 12,32 2,083 12,42 1,427 37,84 4,717 11-15 jam 12,31 2,089 11,38 1,708 10,81 2,713 34,50 4,967 16-20 jam 12,60 2,179 12,28 1,904 11,44 3,292 36,32 5,977 21-25 jam 12,56 2,007 11,22 2,602 11,17 2,572 34,94 5,641 26-30 jam 13,29 1,611 13,06 1,919 13,18 2,099 39,53 4,432 > 30 jam 13,22 2,184 12,80 1,575 12,62 2,543 38,64 5,028 Signifikansi F =,846 F = 2,695 F = 2,277 F = 2,688 *Signifikan pada L.o.S 0,05 p =,536 p =,017* p =,040* p =,017* Dalam melakukan penghitungan statistik mengenai perceived social support, peneliti juga melihat bagaimana hubungan antara aktivitas online yang dilakukan remaja saat menggunakan internet dengan tingkat perceived social support. Dengan teknik One-Way Analysis of Variance (ANOVA), ditemukan bahwa aktivitas yang memiliki perbedaan skor perceived social support yang signifikan adalah membuka media sosial. Pada tabel 7 ini, akan ditampilkan hasil analisis pada seluruh aktivitas online yang dilakukan partisipan:

Tabel 7. Perbedaan perceived social support berdasarkan aktivitas online yang dilakukan Aktivitas Online F Sig. Keterangan Membuka media sosial 1,898,012* Signifikan Membuka e-mail,855,664 Tidak Signifikan Bermain game online,793,744 Tidak Signifikan Chatting,585,939 Tidak Signifikan Unggah/unduh file,980,498 Tidak Signifikan Streaming film 1,075,381 Tidak Signifikan Browsing 1,193,259 Tidak Signifikan Dan lain-lain 1,702,031* Tidak Signifikan *Signifikan pada L.o.S 0,05 Pada tabel 8, diketahui bahwa mean tertinggi untuk kecanduan internet ada pada partisipan yang menggunakan internet lebih dari 30 jam dalam seminggu. Dalam penghitungan mengenai perbedaan kecanduan internet berdasarkan durasi penggunaan internet ini, ditemukan hasil yang tidak signifikan. Itu artinya, perbedaan durasi waktu dalam menggunakan internet tidak menyebabkan perbedaan dalam kecanduan internet. Tabel 8. Perbedaan kecanduan internet berdasarkan durasi penggunaan internet Durasi Mean SD Signifikansi 1-5 jam 34,63 11,928 F =,889 6-10 jam 34,84 12,420 p =,505 11-15 jam 32,38 11,535 Tidak Signifikan 16-20 jam 31,72 9,280 21-25 jam 29,56 7,302 26-30 jam 31,47 7,706 > 30 jam 34,84 10,186 Tabel 9 menunjukkan hasil analisis yang dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara aktivitas yang dilakukan partisipan saat online dengan kecanduan internet. Dari analisis tersebut, ditemukan adanya perbedaan kecanduan internet yang signifikan pada aktivitas online, seperti bermain game online dan chatting. Artinya, terdapat perbedaan tingkat kecanduan internet pada aktivitas bermain game online dan chatting. Tabel 9. Perbedaan kecanduan internet berdasarkan aktivitas online yang dilakukan Aktivitas Online F Sig. Keterangan Membuka media sosial,605,547 Tidak Signifikan Membuka e-mail 1,459,235 Tidak Signifikan Bermain game online 3,487,033* Signifikan Chatting 5,214,006* Signifikan Unggah/unduh file 1,127,326 Tidak Signifikan Streaming film,709,494 Tidak Signifikan Browsing,732,482 Tidak Signifikan Dan lain-lain 1,755,176 Tidak Signifikan *Signifikan pada L.o.S 0,05

Pembahasan Menurut penghitungan statistik pada partisipan yang mengalami kecanduan internet, ditemukan bahwa sebagian besar partisipan yang berusia remaja mengalami kecanduan internet tingkat ringan (91,9%). Sedangkan untuk kecanduan internet tingkat sedang, sedikit partisipan yang mengalaminya. Bahkan untuk kecanduan internet tingkat berat, tidak ada sama sekali. Peneliti berasumsi bahwa hal tersebut dapat terjadi karena karakteristik sampel penelitian yang terlalu luas, seperti menggunakan internet sedangkan dari analisis yang dilakukan tidak semua aktivitas online berhubungan signifikan dengan kecanduan internet. Pada persebaran skor perceived social support, sebagian besar partisipan memiliki skor perceived social support yang tergolong sedang (75,7%). Apabila dilihat berdasarkan dimensi perceived social support, keluarga merupakan sumber dukungan yang memberikan dukungan sosial lebih banyak dibandingkan sumber dukungan yang lain seperti teman dan significant other. Tingginya skor perceived social support yang bersumber dari keluarga didukung oleh data demografis partisipan, di mana sebagian besar partisipan menganggap keluarga (orang tua dan kakak/adik) sebagai orang yang paling dekat dan paling berarti dalam hidup mereka. Meski tidak sesuai dengan Papalia dan Feldman (2011) yang mengatakan bahwa remaja cenderung lebih dekat dengan teman atau peer dibandingkan keluarga, hal tersebut dapat saja terjadi karena di Indonesia, remaja usia 18 sampai 22 tahun masih memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap orang tua (Sarwono, 2013). Dengan begitu, temuan ini menunjukkan bahwa orang tua masih memiliki peran yang cukup penting dalam pemberian dukungan sosial kepada remaja, khususnya di Jakarta. Apabila ditinjau dari lama waktu penggunaan internet, tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan pada kecanduan internet berdasarkan lama waktu penggunaan internet. Meskipun menurut Young (2004) orang yang kecanduan akan menghabiskan waktu lebih banyak untuk online, akan tetapi hasil penelitian tersebut dapat saja terjadi karena internet saat ini telah menjadi bagian dari kehidupan seseorang dan merupakan salah satu sumber dukungan sosial bagi seseorang (Gunuc & Dogan, 2013). Andrade (2003, dalam Gunuc & Dogan, 2013) menambahkan bahwa melalui internet seseorang mencari dukungan emosional dan bersosialisasi dengan orang lain. Dalam penelitian ini, hal tersebut sesuai dengan hasil penghitungan statistik yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor perceived social support yang signifikan pada dimensi keluarga, teman, dan significant other berdasarkan lama penggunaan internet.

Selain itu, peneliti juga melakukan penghitungan statistik untuk mendapatkan analisis tambahan mengenai aktivitas yang dilakukan saat menggunakan internet. Berdasarkan data demografis berupa aktivitas online yang dilakukan partisipan, ditemukan bahwa aktivitas online yang paling banyak dilakukan oleh partisipan adalah membuka dan menggunakan media sosial. Dari hasil analisis juga disebutkan bahwa aktivitas online yang berhubungan signifikan dengan kecanduan internet adalah game online dan chatting. Young (1999) membagi kecanduan internet ke dalam beberapa tipe, yaitu computer addiction (game online), information addiction (browsing atau web surfing), net compulsions (online gambling, belanja online), cyber-sexual addiction (pornografi, kecanduan seksual), cyberrelation addiction (hubungan online seperti melalui chatting). Tipe-tipe kecanduan tersebut memiliki kriteria yang hampir sama, meski faktor yang menyebabkannya berbeda. Meskipun tidak semua aktivitas online dalam penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kecanduan internet, namun hasil penelitian ini menunjukkan apa saja aktivitas yang dilakukan oleh remaja saat menggunakan internet. Agar kecanduan internet tidak terjadi, seorang pengguna internet harus mampu mengontrol dirinya agar tidak menggunakan internet secara berlebihan dan menyebabkan ketergantungan. Dengan adanya berbagai tipe kecanduan internet, peneliti berasumsi bahwa tidak signifikannya perceived social support dan kecanduan internet disebabkan karena konsep kecanduan internet yang terlalu luas atau umum. Akan lebih baik jika kecanduan internet lebih dispesifikkan ke tipe kecanduan internet. Misalnya kecanduan media sosial karena di dalam media sosial, seseorang akan mendapatkan dukungan sosial yang bersifat emosional. Hal tersebut karena dalam penggunaan sosial media, seseorang akan mendapatkan pengalaman positif yang akan mempengaruhi perubahan mood atau emosi penggunanya dan dapat menyebabkan kecanduan (Kuss & Griffiths, 2011). Ditambah lagi, dalam hasil analisis tambahan dalam penelitian ini ditemukan bahwa di antara berbagai aktivitas online yang dilakukan, aktivitas yang memiliki perbedaan skor perceived social support yang signifikan adalah membuka media sosial. Kesimpulan Pertama, tidak ada hubungan yang signifikan antara perceived social support dengan kecanduan internet pada remaja di Jakarta. Kedua, 75,7% partisipan memiliki tingkat

perceived social support yang tergolong sedang. Ketiga, 91,9% partisipan memiliki tingkat kecanduan internet ringan. Saran Untuk perbaikan penelitian ini ke depannya, peneliti memberikan beberapa saran, yaitu: 1. Jika pada penelitian selanjutnya ingin dilakukan pada populasi yang luas, seperti remaja di Jakarta, sebaiknya menggunakan teknik sampling yang random/probability sampling, yaitu cluster sampling. Hal tersebut agar peneliti mendapatkan data yang merata dari setiap wilayah yang ada di Jakarta. Selain itu, agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan terhadap populasi penelitian. Akan tetapi, jika terdapat keterbatasan dalam pengambilan sampel yang kurang mampu diatasi oleh peneliti, sebaiknya dengan teknik pengambilan sampel yang sama, yaitu non-probability sampling design. Hanya saja perlu dipikirkan antisipasi-antisipan lain agar hasil penelitian cukup representatif, seperti jumlah sampel yang lebih besar agar semakin menggambarkan populasi. 2. Sebaiknya konsep yang digunakan tidak terlalu luas sehingga peneliti dapat meneliti kecanduan internet yang lebih spesifik, seperti kecanduan sosial media, game online, belanja online, atau kecanduan seksual melalui internet. Apabila peneliti ingin meneliti pada populasi normal, sebaiknya menggunakan jumlah sampel yang besar untuk meminimalisir kurang meratanya persebaran skor kecanduan dan banyaknya data yang tereliminasi karena ternyata tidak termasuk dalam kecanduan internet. Selain itu, penelitian dilakukan kepada orang yang mengalami kecanduan, peneliti dapat memilih sampel yang diasumsikan telah memenuhi kriteria kecanduan internet. Daftar Referensi American Psychiatric Association (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC: American Psychiatric Association. Asosiasi Jasa Penyelenggara Internet Indonesia. (2012). Profil Pengguna Internet 2012. 22 September 2014. http://apjii.or.id/v2/upload/laporan/profil%20internet%20indonesia%202012%20%28in DONESIA%29.pdfBlais, J.J., Craig, W.M., Pepler, D., & Conolly, J. (2008). Adolescents Online: The Importance of Internet Activity Choices to Salient Relationships. Journal of Youth Adolescence. 37.

Barrera, (1986). Distinctions Between Social Support Concepts, Measures, and Models. American Journal of Community Psychology, 14(4), 413-445. Beard, K.W. & Wolf, E.M. (2001). Modification in The Proposed Diagnostic Criteria for Internet Addiction. Cyberpsychology Behavior, 4(3), 377-383. Blais, J.J., Craig, W.M., Pepler, D., & Conolly, J. (2008). Adolescents Online: The Importance of Internet Activity Choices to Salient Relationships. Journal of Youth Adolescence. 37. Cochran, C. (1996). Research Over Internet Addiction. 4 Februari 2014. http://www.tarleton.edu/academics/depts/english/jrichmnd/cochran.html Cohen, S., Gottlieb, B., & Underwood, L. (2000). Social Relationships and Health. 30 September 2014. http://www.psy.cmu.edu/~scohen/cohgotund2000.pdf Cooke, B.D., Rossmann, M.M., McCubbin, H.I., & Patterson, J.M. (1988) Examining the Definition and Assessment of Social Support: A Resource for Individuals and Families. Family Relations. 37(2), 211-216 Gunuc, S. & Dogan, A. (2013). The Relationships between Turkish adolescents Internet Addiction, Their Perceived Social Support, and Family Activities. Computer in Human Behavior, 29, p. 2197-2207. Horrigan, J.B. 2002. New Internet Users: What They Do Online, What They Don t, and Implications for the Net s Future. Pew Internet and American Life Project. 8 Oktober 2014. http://www.pewinternet.org/files/oldmedia/files/reports/2000/new_user_report.pdf.pdf Kim, Y., Sohn, D., & Choi, S.M. (2011) Cultural difference in motivations for using social network sites: a comparative study of American and Korean college students. Computers in Human Behavior 27, 1, 365 372. Ko, C., Yen, J., dkk,. (2009). Proposed Diagnostic Criteria and The Screening and Diagnosing Tool of Internet Addiction in College Students. Comprehensice Psychiatry 50 (2009) 378-384. Kuss, D.J. & Griffiths, M.D. (2011). Online Social Networking and Addiction: A Review of the Psychological Literature. Int. Journal of Environmental Research and Public Health, 8, 3528-3552. Marcia, J.E., Waterman, A.S., Matteson, D.R., dkk. (1993). Ego-Identity: A Handbook for Psychosocial Research. New York: Springer Verlag.

Markus, D.R. (2003). Addiction, Attachment, and Social Support. Dissertation. Los Angeles: California School of Professional Psychology. Papalia, D.E., & Feldman, R.D. (2011). Human Development (ed.12). New York: McGraw- Hill Para, E. (2008). The Role of Social Support in Identity Formation: A Literature Review. Graduate Journal of Counseling Psychology, 1(1), 97-105. Sarason, I.G., Levine, H.M., Basham, R.B., & Sarason, B.R. (1983). Assessing Social Support: The Social Support Questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology, 44(1), 127-139. Sarwono, S.W. (2013). Psikologi Remaja. Depok: PT. Rajagrafindo Persada. Smahel, D., Brown, B.B., & Blinka, L. Associations Between Online Friendship and Internet Addiction among Adolescents and Emerging Adults. Developmental Psychology, 48(2). Subrahmanyan, K., & Lin,G. (2007). Adolescents on the net: Internet use and well-being. Adolescence, 42, 659-677. Taylor, S.E., Sherman, D.K., Kim, H.S., dkk. (2004). Culture and Social Support: Who Seeks It and Why?. Journal of Personality and Social Psychology, 87, 354-362. Young, K.S. (1996). Internet Addiction: The emergence of a new clinical disorder. Paper presented at the 10th Annual Meeting of the American Psychological Association, Toronto, Ontarion, Canada.. (1999). Internet Addiction: Evaluation and Treatment. Student British Medical Journal, 7, 351-352.. (2004). Internet Addiction: A New Clinical Phenomenon and Its Consequences. American Behavioral Scientist, 48(4), 402-415.. (2007). Treatment Outcomes with Internet Addicts. Cyber Psychology and Behavior, 10(5), 671-67. Zimet, G.D., Dahlem, N.W., Zimet, S.G., & Farley, G.K. (1988). The Multidimensional Scale of Perceived Social Support. Journal of Personality Assessment, 52(1), 30-41.