JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (213) 1-6 1 Evaluasi Kestabilan Tegangan Sistem Jawa Bali 5kV menggunakan Metode Continuation Power Flow (CPF) Agiesta Pradios Ayustinura, Adi Soeprijanto, Rony Seto Wibowo Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industtri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 6111 E-mail: adisup@ee.its.ac.id, ronyseto@ee.its.ac.id, agiestapradios@yahoo.com Abstract Continuation Power Flow merupakan metode untuk menganalisa kestabilan tegangan. Metode ini mempekerjakan tangen vektor, sistem prediktor, dan korektor untuk menelusuri sepanjang lintasan kurva. Kestabilan tegangan dapat diketahui dari nilai titik kritis. Titik kritis tersebut dapat digunakan untuk menghindari runtuh tegangan. Data yang digunakan adalah Sistem Jawa Bali 5kV. Hasil dari metode ini berupa kurva P-V dan didapatkan nilai loading factor berupa lambda (λ) dari setiap skenario pembebanan. lambda tersebut digunakan untuk mengetahui seberapa besar beban yang dapat ditanggung oleh masing-masing bus beban. Pada hasil simulasi diperoleh nilai loading factor terbesar yakni.665789 pada bus Cilegon, dan loading factor terkecil sebesar.67621 pada bus Tasikmalaya, sedangkan untuk bus terlemah adalah bus Pedan yang muncul sebanyak lima kali. Kata kunci kestabilan tegangan, continuation power flow, Jawa Bali 5kV. I. PENDAHULUAN Kondisi kehidupan yang semakin maju seiring dengan meningkatnya permintaan daya dari pihak konsumen. Konsumen sendiri terdiri dari rumah tangga, fasilitas umum, perkantoran, atau bahkan industri. Meningkatnya kebutuhan akan daya listrik seringkali membuat produsen listrik atau operasi sistem tenaga terus meningkatkan kemampuan suplai hingga mendekati batas kritisnya. Tujuan dari operasi sistem tenaga itu sendiri untuk melayani energi dengan tegangan dan frekuensi yang diterima oleh pihak konsumen. Kemampuan suatu sistem tenaga untuk mencukupi kebutuhan beban yang semakin meningkat harus mempertimbangkan kestabilan pada bus-bus. Kestabilan ini bisa didapat kondisinya ketika pembangkitan dan beban tidak melebihi batas kemampuan atau kapasistasnya. Masalah muncul ketika permintaan daya beban meningkat, namun dari sisi pembangkitan tidak siap sehingga dapat memicu penurunan tegangan dan bisa menyebabkan pemadaman. Oleh karena itu untuk menghindari kondisi tersebut perlu dilakukan tindakan pencegahan dengan melakukan analisa aliran daya. Sehingga setiap kali ada lonjakan beban bisa diatasi tanpa mengambil resiko penurunan tegangan yang berdampak pada kualitas kestabilan tegangan. Tugas akhir ini dibuat untuk menganalisa aliran daya terhadap kenaikan beban dan mengetahui letak titik kritisnya menggunakan metode Continuation Power Flow dengan melakukan sedikit modifikasi dari studi aliran daya menggunakan Newton Raphson dengan menambahkan parameter pembebanan. Dengan didapat letak titik kritisnya, maka bisa diketahui bus-bus mana saja yang rentan terhadap penurunan tegangan. II. KESTABILAN TEGANGAN Kestabilan sistem tenaga listrik merupakan karakteristik sistem tenaga yang memungkinkan mesin bergerak serempak dalam sistem pada operasi normal dan dapat kembali dalam keadaan seimbang setelah terjadi gangguan. Secara umum permasalahan kestabilan sistem tenaga listrik dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat alami dan magnitude tegangan yaitu stabilitas steady state, stabilitas transient, dan stabilitas dinamis. Continuation power flow merupakan metode untuk menganalisis kestabilan tegangan steady state dengan menelusuri solusi aliran beban berdasarkan skenario pembebanan. metode ini mempekerjakan tangen vektor, sistem prediktor, dan korektor. Kondisi awal diketahui menggunakan teknik newton raphson dengan sedikit modifikasi penambahan kolom dan barisnya. Digunakan kurva P-V untuk menganalisa letak titik kritis dan menentukan batas beban yang dapat ditanggung. Gambar 1. Kurva P-V Persamaan Continuation Power Flow Kondisi dasar dikatahui menggunakan teknik newton raphson dengan menambahkan sebuah parameter beban (λ). Modifikasi ini diekspresikan pada bus beban dan pembangkit sebagai fungsi lambda. Sehingga bentuk umum dari persamaan dapat dituliskan sebagai berikut;
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (213) 1-6 2 ΔP i = P Gi (λ) P Li (λ) P Ti = (1) ΔQ i = Q Gi Q Li (λ) Q Ti = (2) Dimana; n P Ti = V i V j y ij cos (δ i δ j γ ij ) j =i n Q Ti = V i V j y ij sin (δ i δ j γ ij ) j =i P Gi, P Li, dan P Ti berturut-turut merupakan daya pembangkitan, daya beban, dan daya yang diinjeksikan. lambda bervariasi dari nol hingga mencapai kondisi kritis ( λ λ kritis ). Kondisi perubahan beban dapat diketahui dengan memodifikasi P Li menjadi ; (3) (4) P Li (λ) = P Li [1 + λ] (5) Q Li (λ) = Q Li [1 + λ] (6) Juga daya aktif pembangkitan dapat dimodifikasi menjadi; P Gi (λ) = P Gi [1 + λ] (7) Prediktor Persamaan untuk setiap bus dengan menambahkan parameter pembebanan λ dapat diekspresikan sebagai berikut; F(δ, V, λ) =, λ λ kritis Dimana δ merepresentasikan vektor dari sudut tegangan bus dan V merepresentasikan vektor dari magnitude tegangan bus. Kondisi dasarnya (δ, V, λ ) diketahui dari aliran daya konvensional dan lintasan solusinya masih dicari. Pada kondisi awal ditentukan dengan λ =, prediksi berikutnya dapat dibuat dengan mengambil ukuran langkah sebagai arah bergeraknya lintasan yang akan membentuk kurva. Arah ini disebut dengan tangen vektor. Tangen vektor didapat dengan penurunan kedua sisi persamaan aliran daya. d[f(δ, V, λ)] = (8) F δ d δ + F V d V + F λ d λ = (9) Dengan memfaktorisasikan menjadi ; F FV F dv (1) Pada sisi kiri merupakan matriks turunan yang dikalokan dengan vektor turunannya. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada sisi kiri bagian dari matriks jacobian aliran daya ini ditambah dengan satu kolom (Fλ). Selama pencarian tangen vektor ada masalah dalam menentukan matriks jacobian yang berukuran n x n. Dengan demikian satu set persamaan lagi dibutuhkan melengkapinya yang bertujuan menspesifikkan nilai dari parameter yang dicari. t dv, t 1 (11) k Sehingga dihasilkan persamaan sebagai berikut; F F e V k F t 1 (12) Dimana e k ini merupakan dimensi garis vektor dengan semua elemennya bernilai nol kecuali k th yang bernilai satu. Korektor Setelah langkah prediktor dilakukan, maka langkah berikutnya adalah korektor. Langkah korektor digunakan untuk memastikan apakah nilai dari prediktor sudah benar dalam kondisi sesungguhnya. Pada kali ini serangkaian persamaan yang ditambahkan pada persamaan untuk menspesifikasikan nilai dari keseluruhan variabel sama halnya dengan prediktor. Hal ini dimaksudkan untuk mengkhususkan nilai magnitude tegangan, sudut tegangan bus, maupun parameter beban λ. Persamaannya dapat diekspresikan sebagai. Sehingga nilai dari jacobiannya dapat diekspresikan; F( x) x k (13) x k = η, Dimana η merupakan nilai pendekatan untuk k th dari elemen x. Setelah itu ada satu langkah lagi apakah tujuan dari prediktor dan korektor yaitu mengetahui titik kritis telah terlampaui atau belum. Hal ini cukup mudah jikalau mengingat bahwa titik kritis merupakan kondisi dimana beban mencapa dan mulai untuk menurun. Karena hal ini, komponen tangen vektor dari yang menunjukkan nilai lambda akan bernilai nol pada titik kritis (dλ = ). Setelah itu nilai lambda akan menurun dibawah daerah titik kritis III. LANGKAH-LANGKAH CONTINUATION POWER FLOW Metode continuation power flow ini terbagi menjadi beberapa langkah berikut ini; - Langkah I : Simulasi aliran daya pada kondisi awal dengan menggunakan newton raphson. - Langkah II : Menentukan parameter continuation. - Langkah III : Menghitung tangen vektor. - Langkah IV : Memeriksa titik kritis. - Langkah V : Menghitung Prediktor. - Langkah VI : Koreksi prediktor. Simulasi aliran daya pada kondisi awal digunakan untuk mengeahui nilai dari matriks jacobian dan persamaan aliran dayanya. Dari persamaan aliran daya tersebut
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (213) 1-6 3 dimasukkan parameter continuation berupa lambda yang merepresentasikan seberapa besar kenaikan beban seperti dituliskan pada persamaan (1) dan (2). Dari persamaan daya aktif dan reaktif tersebut dapat menghasilkan matriks jacobian. Elemen matriks jacobian memberikan informasi mengenai sensitifitas antara aliran daya dan perubahan tegangan. Sehingga untuk kondisi awal dihasilkan sebagai berikut P Q = f 1 δ f 2 δ f 1 V f 2 V θ V Elemen matriks jacobian diatas akan ditambahkan nilai perubahan daya aktif dan reaktif akibat adanya perubahan beban dari nilai lambda. Dengan ditambahi juga nilai pada baris terakhir berupa e k. Dimana e k ini merupakan dimensi garis vektor dengan semua elemennya bernilai nol kecuali k th yang bernilai satu. Sehingga bisa diekspresikan sebagai berikut; f 1 f 1 f 1 J aug = J f δ V λ λ = f 2 f 2 f 2 e k δ V λ e k Setelah diketahui nilai dari matriks jacobian augmentation nya, maka berikutnya adalah mencari tangen vektor yang merupakan arah daripada berjalannya lintasan aliran daya kurva P-V. Tangen vektor tersebut dapat direpresentasikan dengan persamaan: Langkah terakhir yakni dengan memasukkan nilai perubahan sudut tegangan, magnitude tegangan, dan lambda untuk mengetahui nilai korektor menggunakan persamaan sebagai berikut: λ k+1 λ k+1 = λ k+1 + σ Δ Δ Δλ k+1 Dari langkah tersebut dapat diketahui nilai dari dan dengan toleransi 1 5 jika telah memenuhi batas toleransi maka langkah akan diberhentikan. Namun jika nilai akhirnya belum memenuhi nilai dari toleransi akan dilakukan iterasi ulang sampai akhirnya mencapai nilai dengan toleransi yang sama atau mendekati. Langkah-langkah diatas dapat diekspresikan dalam diagram alir berikut J aug t = 1 Dimana tangen vektor = menjadi : J aug dδ dv dλ =, 1, dδ dv, sehingga persamaannya dλ Dari nilai tangen vektor yang sudah didapatkan, maka langkah berikutnya adalah menghitung prediktor pada iterasi pertama dengan menggunakan persamaan: λ k+1 = δ k V k λ k + σ dδ k dv k dλ k Persamaan diatas nilai σ merupakan size step dari prediktor. Pada langkah ini stepsize ditentukan.1 pu umtuk kenaikan dan penurunan nilai lambda, sedangkan ketika mencapai titik kritis nilai stepsizenya diperkecil menjadi.25 pu. Berdasarkan hasil prediktor diatas, maka bisa dicari solusi dari prediktor dengan menghitung nilai daya reaktif dari persamaan aliran daya dengan memasukkan nilai δ, V, dan λ yang dihasilkan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut; Δ Δ Δλ k+1 1 = J aug ΔP ΔQ λ Gambar 2. Diagram alir metode continuation power flow IV. DATA DAN SIMULASI Data dalam tugas akhir ini menggunakan sistem Jawa Bali 5kV untuk mengetahui nilai lambda dan batas beban kritisnya. Sistem tenaga listrik Jawa Bali 5kV, 25 bus terdiri atas 1 bus slack, 7 bus generator, dan 17 bus beban. Data Jawa Bali yang digunakan adalah data pembebanan pada hari kamis tanggal 26 Mei 211 pukul 18.3 WIB. Simulasi dilakukan menggunakan software matlab dengan data Jawa Bali atau faktor pembebanan (λ). Pada simulasi ini dilakukan skenario pembebanan. Yang dimaksud skenario disini adalah kondisi dimana salah satu bus beban akan diberi penambahan beban dan dilambangkan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (213) 1-6 4 sebagai lambda (λ). Penambahan beban tersebut terus dilakukan hingga kondisi bus tersebut akan mencapai titik kritisnya. Titik kritis ini merupakan batas beban yang mampu ditanggung oleh bus tersebut. Selain itu kenaikan beban pada salah satu bus juga akan mempengaruhi nilai titik kritis atau batas kenaikan beban pada bus-bus beban yang lainnya juga. Disini skenario dicontohkan pada bus beban Bekasi, maka kenaikan beban semua bus akan ditanggung oleh 8 bus generator yang terdapat pada bus Suralaya, Muara Tawar, Cirata, Saguling, Tanjung Jati, Gresik, Paiton, dan Grati. Lokasi bus Kode bus Beban Generator MW MVAR MW MVAR 1 (Suralaya) 3 22 69 2874 1737,9 2 (Cilegon) 1 186 243 3 (Kembangan) 1 254 36 4 (Gandul) 1 447 46 5 (Cibinong) 1 68 358 6 (Cawang) 1 566 164 7 (Bekasi) 1 621 169 8 (Muara Tawar) 2 141 1293,15 9 (Cibatu) 1 994 379 1 (Cirata) 2 55 117 7 468 11 (Saguling) 2 7 42 12 (Bandung Selatan) 1 666 4 13 (Mandiracan) 1 293 27 Gambar 4. Single line diagram sistem Jawa Bali 5kV 14 (Unggaran) 1 494 2 15 (Tanjung Jati) 2 658 46 16 (Surabaya Barat) 1 44 379 Dari dimulasi menghasilkan grafik sebagai berikut; 17 (Gresik) 2 123 91 197 664 18 (Depok) 1 327 67 19 (Tasikmalaya) 1 213 73 2 (Pedan) 1 53 18 21 (Kediri) 1 551 153 22 (Paiton) 2 267 5 367 1297,73 23 (Grati) 2 111 132 45 3 24 (Balaraja) 1 681 226 25 (Ngimbang) 1 279 59 Tabel 1. Data bus sistem Jawa Bali 5kV 12 1 8 6 MW 4 2 MVAR 2 4 6 9 13 16 19 21 25 Gambar 3. Grafik bus beban dalam MW dan MVAR Gambar 5. Grafik P-V pada penambahan beban di bus Bekasi Gambar diatas adalah kurva P-V pada saat penambahan beban dilakukan pada bus Bekasi. Sumbu-x menyatakan nilai dari faktor pembebanan atau lambda, sedangkan sumbu-y menyatakan nilai dari tegangan bus dengan satuan dalam pu. Dari gambar tersebut terlihat bahwa salah satu kurva bentuk nose curve. Dimana nose
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (213) 1-6 5 curve digunakan untuk menganalisa bus mana yang kondisinya terlemah saat diberi pembebanan. Diketahui besar nilai lambda nya adalah.245454 dan dengan nilai tersebut bisa diketahui besar kenaikan beban aktif menggunakan persamaan (5) sehingga diperoleh hasil sebagai berikut; Bus Beban awal Beban awal Beban (MW) (MVAR) (MW) 2 186 243 231,654444 3 254 36 316,345316 4 447 46 556,717938 5 68 358 846,9872 6 566 164 74,926964 7 621 169 773,426934 9 994 379 1237,981276 12 666 4 829,472364 13 293 27 364,91822 14 494 2 615,254276 16 44 379 547,99976 18 327 67 47,263458 19 213 73 265,28172 2 53 18 66,962 21 551 153 686,245154 24 681 226 848,154174 25 279 59 347,481666 Tabel 2. Kenaikan beban aktif dan reaktif pada setiap bus Bekasi dengan nilai lambda.245454 pu Dengan diperoleh nilai lambda pada masing-masing pembebanan, maka dapat dikatahui bus mana saja lemah atau rentan terhadap kestabilan tegangannya. Hal tersebut bisa dilihat dengan perbandingan nilai titik kritisnya. Bus dengan kondisi terlemah mempunyai nilai tegangan terendah di ujung kurva dan membentuk ujung yang curam. Gambar 6. Perbandingan titik kritis untuk menentukan bus terlemah Lokasi bus tegangan pada saat lambda Magnitude tegangan kritis Cilegon 1.13 -.228i 1.11 Kembangan.726 -.3988i.878 Gandul.763 -.3949i.892 Cibinong.6472 -.4766i.837 Cawang.3392 -.617i.697 Bekasi.224 -.5649i.676 Cibatu.7315 -.675i.9923 Bandung.784 -.556i.9611 Selatan Mandiracan.874 -.3792i.9494 Unggaran.876 -.26i.876 Surabaya.935 +.338i.9788 Barat Depok.9431 +.3324i.9999 Tasikmalaya.7361 -.2536i.7785 Pedan.828 -.24i.8283 Kediri.8575 +.1717i.8745 Balaraja.8383 -.2283i.8688 Ngimbang.9189 +.2279i.9467 Tabel 3. tegangan saat mencapai lambda pada skenario di bus Bekasi. Namun pada seluruh bus beban pada sistem Jawa Bali 5kV dapat di representasikan nilai lambda dan validasi menggunakan Matpower (4.1) sebagai berikut ini; Lokasi Penambahan beban dengan Matpower 4.1 Bus terlemah Cilegon.665789.588372 Cilegon Kembangan.24463.215684 kembangan Gandul.35744.315878 Gandul Cibinong.31488.27823 Kembangan Cawang.249388.22389 Cawang Bekasi.245454.216913 Bekasi Cibatu.352632.311628 Cibatu Bandung.29951.264684 Pedan Selatan Mandiracan.1657.141843 Pedan Unggaran.17843.157659 Pedan Surabaya.216727.19152 Pedan Barat Depok.33914.299594 Gandul Tasikmalaya.67621.59758 Tasikmalaya Pedan.115249.11848 Pedan Kediri.118587.14798 Kediri
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (213) 1-6 6 Lokasi Penambahan beban dengan Matpower 4.1 Bus terlemah Balaraja.372889.32953 Balaraja Ngimbang.169191.149517 Ngimbang Tabel 4. lambda dan bus terlemah sistem jawa Bali 5kV KESIMPULAN Dari hasil simulasi dan analisis diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Metode continuation power flow efektif untuk menghindari singularitas pada titik kritisnya. kritisnya dapat diketahui dari tangen vektornya yang mengandung nilai magnitude tegangan, sudut tegangan, dan lambda. 2. Pada uji keseluruhan bus baban pasa sistem Jawa Bali 5kV didapat nilai lambda terbesar ada pada bus Cilegon sebesar.665789, dan terkecil pada bus Tasikmalaya sebesar.67621. Dengan didapatkan bus terlemah adalah bus Pedan yang muncul sebanyak lima kali. 3. Dari nilai lambda dapat diketahui berapa persen tingkat kenaikan beban di masing-masing bus pada sistem Jawa Bali 5kV. DAFTAR PUSTAKA [1] AJJARAPU, V., and CHRISTY, C.: The continuation power flow: A tool for steady state voltage stability analysis, IEEE Trans. Power Syst., 1992, 7, (1), pp. 416-423. [2] Werner C. Rheiboldt, & John V. Burkardt A locally parameterized continuation process ACM Trans. On Mathematical Software, Vol. 9, no. 2, 1983, pp 215-235. [3] William D Stevenson, Jr. 199. Analisis Sistem Tenaga Listrik. Jakarta. Erlangga. [4] H. A. Al-Awami. Power Flow Control to Determine Voltage Stability Limit by Using the Continuation Method. Department of Electrical Engineering, FKUPM. [5] J. Jasni, S. Bahari, 28. State of the Art for Voltage Collapse Point Approximation Using Continuation Power Flow. ISSN 145-216X Vol.22 No.1, pp.98-15. [6] Mehmet, B Kesk. 27. Continuation Power Flow and Voltage Stability in Power System. Middle East Technical University.