KELAYAKAN USAHATANI KEDELAI PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA SULAWESI UTARA

dokumen-dokumen yang mirip
KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

INTRODUKSI KEDELAI VARIETAS GEMA DI DESA BUMI SETIA KECAMATAN SEPUTIH MATARAM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Analisis Usahatani Beberapa Varietas Unggul Baru Jagung Komposit di Sulawesi Utara

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

USAHATANI JAGUNG DI LAHAN KERING DENGAN PENDEKATAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU DI KABUPATEN MINSEL

KERAGAAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DENGAN SISTEM TANAM DI LAHAN KERING

TEKNOLOGI BUDIDAYA DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI DI LAHAN PASANG SURUT

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Kelayakan Usahatani Varietas Unggul Kedelai di Kabupaten Sleman

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara

Introduksi Varietas Kedelai Mendukung Program Peningkatan Produksi Menuju Swasembada Kedelai di Jawa Tengah

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI

ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI MELALUI PENDEKATAN PTT MENDUKUNG SL-PTT KEDELAI DI SULAWESI TENGAH

KAJIAN USAHATANI JAGUNG DI LAHAN SAWAH SETELAH PADI MELALUI PENDEKATAN PTT DI KABUPATEN BOLMONG SULAWESI UTARA

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1

Nurhayati, Ahmad Nirwan, dan Umar

KERAGAAN USAHATANI JAGUNG VARIETAS KOMPOSIT PADA BERBAGAI JARAK TANAM DI LAHAN KERING

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

Abstrak

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR

Pendampingan Teknologi Mendukung Swasembada Kedelai di Aceh

EFEKTIVITAS PENYEBARAN INOVASI T PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU JAGUNG MELALUI DEMONSTRASI TEKNOLOGI DI KABUPATEN LUWU

Pengelolaan Tanaman Terpadu. Samijan, Ekaningtyas Kushartanti, Tri Reni Prastuti, Syamsul Bahri

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN KEDELAI PADA LAHAN SAWAH SEMI INTENSIF DI PROVINSI JAMBI

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

ADOPSI TEKNOLOGI PTT DAN PENYEBARAN VARIETAS UNGGUL KEDELAI DI SULAWESI TENGGARA

RESPON PETANI TERHADAP BEBERAPA JAGUNG HIBRIDA VARIETAS BIMA MELALUI PENDAMPINGAN SL-PTT JAGUNG DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KERAGAAN AGRONOMI VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LOKASI SL-PTT JAGUNG DI KABUPATEN TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

PENDAMPINGAN SL-PTT JAGUNG DI KABUPATEN BULUKUMBA

RESPONS PETANI TERHADAP VARIETAS UNGGUL BARU DAN KOMPONEN TEKNOLOGI PTT KEDELAI (STUDI KASUS DI TEGALSEMPU YOGYAKARTA)

PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI PROVINSI JAMBI. Adri dan Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi

Analisis Ekonomi Cara Tanam Cangkul dan Tugal pada Usahatani Jagung Hibrida di Desa Alebo, Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH MELALUI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (PTT) DI PROVINSI JAMBI

PENINGKATAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI BAWANG MERAH LOKAL PALU MELALUI PENDEKATAN PTT DI SULAWESI TENGAH

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL JAGUNG KOMPOSIT PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN TOJO UNA-UNA SULAWESI TENGAH ABSTRAK

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO JAGUNG HIBRIDA UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI LAHAN INCEPTISOLS GUNUNGKIDUL

TUMPANG GILIR (RELAY PLANTING) ANTARA JAGUNG DAN KACANG HIJAU ATAU KEDELAI SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN KERING DI NTB

Pengembangan Kedelai Di Kawasan Hutan Sebagai Sumber Benih

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

UJI GALUR/VARIETAS JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO

ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING DAN LAHAN SAWAH DI KABUPATEN LEBAK, BANTEN

KERAGAAN VARIETAS UNGGUL BARU KACANG HIJAU SETELAH PADI SAWAH PADA LAHAN KERING DI NTT

Pedoman Umum. PTT Kedelai

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNTUNGAN KOMPARATIF USAHATANI DENGAN PENDEKATAN PTT

PENDAPATAN DAN TANGGAPAN PETANI TERHADAP USAHATANI JAGUNG HIBRIDA BISI 2

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI BERLABEL DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL JAGUNG KOMPOSIT DI TINGKAT PETANI LAHAN KERING KABUPATEN BLORA

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

Pedoman Umum. PTT Jagung

Kata kunci : Rhizobium, Uji VUB kedelai, lahan kering

Kata Kunci : Kedelai, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), Produktivitas, Pendapatan, Keberlanjutan

POTENSI HASIL ENAM VARIETAS UNGGUL KEDELAI DI KABUPATEN SUMEDANG

Keragaan Usahatani Kacang Hijau di Lahan Suboptimal Kabupaten Sambas

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

POTENSI PRODUKSI VARIETAS UNGGUL BARU KACANG TANAH PADA WILAYAH PENGEMBANGAN DI KABUPATEN NABIRE

HASIL PENDAMPINGAN PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN SL-PTT KEDELAI DI PROVINSI ACEH

Pengembangan Model Pengelolaan Tanaman Terpadu Kedelai di Lahan Kering dan Lahan Sawah di Maluku

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH ABSTRAK

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

ADAPTASI VARIETAS JAGUNG HIBRIDA HASIL BADAN LITBANG PERTANIAN PADA LAHAN GAMBUT DANGKAL AIA TAJUN LUBUK ALUNG PADANG PARIAMAN

Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

PELUANG PENGEMBANGAN PENANGKAR KEDELAI DI BANTEN

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI MELALUI PENDAMPINGAN SLPTT DALAM MENDUKUNG KEDAULATAN PANGAN DI GUNUNGKIDUL

Kajian Paket Teknologi Budidaya Jagung pada Lahan Kering di Provinsi Jambi

Keragaan Galur Jagung Genjah pada Lahan Kering Provinsi Riau

PENDAMPINGAN KAWASAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA DI KABUPATEN BANTAENG

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK

PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS INPARI 13 PADA BERBAGAI AGROEKOLOGI LAHAN SAWAH IRIGASI

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

Evaluasi Kelayakan Teknologi dan Analisis Usahatani Kacang Hijau di Lahan Kering Gresik Jawa Timur

Pedoman Umum. PTT Kedelai. Kementerian Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

Dampak dan Persepsi Petani terhadap Penerapan Sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah

Transkripsi:

KELAYAKAN USAHATANI KEDELAI PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA SULAWESI UTARA Bahtiar Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara Jl. Kampus Pertanian Kalasey, Manado Email: bahtiar.bptpsulut.bh@gmail.com ABSTRAK Analisis usahatani kedelai di lahan kering melalui pendekatan PTT telah dilakukan di Kabupaten Bolmut, Sulawesi Utara pada MT 2013. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usahatani kedelai dan keuntungan yang diperoleh petani jika menerapkan teknologi PTT dengan pendekatan demfarm pada area 3 ha, dibandingkan dengan cara petani sekitarnya. Ada empat varietas unggul baru (VUB) kedelai yang digunakan dengan paket teknologi PTT dibandingkan dengan cara petani yang menggunakan varietas lokal. Aspek yang diamati adalah budidaya, ekonomi, dan respon petani. Hasil kajian menunjukkan bahwa empat VUB yang ditanam dengan paket PTT mengungguli cara petani baik aspek agronomi maupun ekonomi. Pertumbuhan VUB lebih seragam dan hasilnya berkisar 1,9 2,5 t/ha, sementara yang dicapai petani hanya 0,9 t/ha. Dilihat dari rasio pendapatan dengan biaya, semua VUB belum layak diusahakan karena nilai R/C kurang dari angka 2. Analisis MBCR menunjukkan bahwa apabila petani menerapkan teknologi introduksi maka akan mendapatkan keuntungan Rp 2.000 Rp 4.000 pada setiap penggunaan biaya Rp.1000. Cara pengelolaan budidaya kedelai tersebut mendapat respon petani yang sangat baik terutama mengenai VUB dan benih yang bermutu, serta pada cara penggunaan pupuknya. Kata kunci: usahatani kedelai, demfarm PTT, pendapatan petani ABSTRACT Feasibility of soybean cropping in upland at Bolmut District, North Sulawesi. Analysis of soybean cropping in upland through PTT approach was conducted at Bolmut District, North Sulawesi in 2013 for to know feasibility and return of farmer by adoption of technology introduction. Four hight yielding varieties of soybean compared with local variety. Three variables evaluated namely cropping system, economic, and farmer s respond. The study showed that hight yielding varieties could increase production from 0.9 to 1.9 2.5 t/ha, although not feasible based on analysis of R/C ratio. The MBCR analysis indicated that adoption of technology introduction gave return Rp 2.000 to Rp 4.000 for each using cost Rp 1.000 and respond by farmer were positive especialy on using hight yielding varieties, hight quality seed, and application fertilizer model. Keywords: Soybean crop, demfarm PTT, return of farmer PENDAHULUAN Kedelai adalah salah satu tanaman pangan yang mendapat prioritas utama untuk dikembangkan (Badan Litbang Pertanian 2005). Program swasembada kedelai menghadapi tantangan yang tidak ringan, terutama dalam mendapatkan area pertanaman, karena menurut petani lebih menguntungkan mengusahakan palawija lain seperti jagung. Berba 498 Bahtiar: Kelayakan Usahatani Kedelai pada Lahan Kering di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Sulut

gai upaya telah dilakukan untuk mendapatkan lahan untuk pertanaman kedelai antara lain lahan perkebunan/kehutanan, namun hasilnya belum optimal (Mentan 2014). Pemanfaatan lahan suboptimal juga masih menghadapi tantangan sekalipun berpeluang ditinjau dari luasan yang tidak dikelola (Haryono 2013). Di Sulawesi Utara, lahan kering yang dapat dimanfaatkan untuk kedelai cukup tersedia, terutama lahan perkebunan kelapa yang sudah kurang populasinya, juga lahan di dataran tinggi yang hanya ditanami beberapa tanaman perkebunan seperti cengkeh dan pala. Lahanlahan tersebut subur tetapi belum optimal dimanfaatkan (Luce 2008, Anonim 2009a). Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) merupakan salah satu sentra produksi kedelai. Daerah ini memiliki luas wilayah 370.397 hektar, 14,8% diantaranya merupakan lahan kering dan potensial untuk pengembangan kedelai (BPS 2009, Anonim 2009b). Luas tanam kedelai di daerah ini berfluktuasi, pada tahun 2011 hanya 83 hektar dengan produktivitas 1,49 t/ha (Anonim 2012). Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi kedelai adalah dengan intensifikasi melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang didalamnya memadukan lima komponen teknologi dasar dan enam komponen teknologi pilihan (Marwoto et al. 2009, Departemen Pertanian 2008). Beberapa hasil kajian menunjukkan produktivitas kedelai dengan penerapan PTT lebih baik dibanding dengan cara petani (Tamburian et al. 2010, Sipahutar et al. 2009, Nugrahaeni et al. 2013). Syarat teradopsinya suatu teknologi adalah harus mempunyai keunggulan dari aspek produksi, menguntungkan secara ekonomis, dan diterima secara sosial budaya. Penerapan PTT secara fisik produksi sudah terbukti unggul di beberapa daerah, sehingga perlu dikaji dari aspek sosial ekonominya dengan memperhitungkan seluruh biaya yang digunakan untuk menghasilkan satu satuan produksi, baik untuk sarana produksi maupun tenaga kerja dari seluruh rangkaian proses produksi sampai panen dan pemasaran. Usahatani menguntungkan apabila nilai hasil lebih besar dari nilai input (MBCR > 2). Selain itu, ketersediaan input yang diperlukan, kemampuan petani untuk mengadakannya, mekanisme pemasaran hasil, dan tingkat harga yang berlaku di tingkat petani merupakan faktor yang juga menentukan adopsi teknologi. Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui kelayakan ekonomi penerapan teknologi PTT kedelai di lahan kering dan respon petani terhadap komponen teknologinya. BAHAN DAN METODE Pengkajian dalam bentuk demfarm empat varietas unggul baru (VUB) kedelai yang mempunyai potensi hasil tinggi yaitu Anjasmoro, Kaba, Sinabung, dan Argomulyo (Balitkabi 2008a), masingmasing ditanam pada area seluas 0,75 ha dengan paket teknologi seperti yang tercantum dalam Pedoman Umum PTT Kedelai (Balitkabi 2008b), kemudian dibandingkan dengan cara petani (Tabel 1). Aspek yang diamati adalah pertumbuhan agronomis tanaman, biaya dan pendapatan, dan tanggapan petani. Pengamatan terhadap pertumbuhan agronomis tanaman dilakukan dengan mengamati daya tumbuh (%), tinggi tanaman (cm), umur berbunga 50% (hari), umur panen (hari), jumlah polong isi per tanaman (polong/tanaman), jumlah polong hampa (%), bobot 100 biji (g), dan produktivitas (t/ha). Tanaman sampel diambil dari tiga Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 20154 499

titik dari area seluas 10 m x 10 m di setiap petak, masingmasing 10 tanaman, sedang untuk mengukur produktivitas (t/ha) diambil dari hasil setiap petakan. Tabel 1. Komponen demfarm PTT dan teknologi petani pada usahatani kedelai lahan kering di Kabupaten Bolmut, Sulut, MT 2013. Komponen Demfarm PTT Teknologi Petani Teknologi Pengolahan tanah Varietas Olah Tanah Minimum (OTM) dibajak 1 kali, satu minggu kemudian disemprot herbisida Kill Up 1 ltr/ha, dan disisir 1 kali Anjasmoro, Kaba, Sinabung, dan Argomulyo 0,75 ha/vub Olah Tanah Sempurna (OTS) dengan menggunakan bajak 2 kali, sisir 1 kali Lokal Kripik 1 ha Kualitas Benih Bersertifikat dari Balitkabi (FS) Hasil produksi dari musim tanam sebelumnya Kebutuhan benih (kg/ha) Masingmasing 40 50 Cara tanam Pemupukan (kg/ha) Pengendalian OPT Pemeliharaan Pengendalian gulma Larik dengan bajak sapi terampil, jarak tanam 40 cm x 15 cm, 2 3 biji/lubang, ditutup dengan pupuk kandang 100 kg Phonska + 50 kg Superfosfat diberikan pada umur 7 10 hst sebagai pupuk dasar, kemudian 100 kg Phonska + urea 10 kg diberikan pada umur 30 hst (menggunakan BWD). Pemupukan dilakukan secara tugal di samping tanaman Menerapkan kaidah PHT: 10 kg/ha Furadan diberikan bersamaan pemupukan dasar 1 kg Gandasil B dilarutkan kemudian disemprotkan pada saat menjelang pembungaan 1 ltr Extratin/ha diberikan pada saat pembungaan Disemprot herbisida CBA 2 ltr/ha pada umur 21 hst dan 42 hst Larik, jarak tanam 30 x 30 cm, 3 5 biji/lubang 100 kg phonska + 50 kg Superfosfat diberikan pada saat tanam (10 20 hst) Tanpa acuan Menggunakan Powder Grow 3 ltr/ha dan Herbafarm 1 ltr/ha disemprotkan pada saat ada serangan hama/penyakit Disiangi dengan menggunakan cangkul berdasarkan partumbuhan rumpu Pengamatan ekonomi diarahkan kepada input output untuk mengetahui keuntungan usahatani kedelai dengan perhitungan R/C rasio dengan rumus total nilai hasil dibagi dengan total biaya. R/C >2 menunjukkan usahatani tersebut dikatakan layak. Seterusnya untuk membandingkan keunggulan antara teknologi yang diterapkan melalui PTT dengan teknologi yang diterapkan petani dilakukan analisis Marginal Benefit Cost Ratio dengan rumus sebagai berikut (Malian et al. 1989): 500 Bahtiar: Kelayakan Usahatani Kedelai pada Lahan Kering di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Sulut

Nilai Hasil Teknologi PTT Nilai Hasil Teknologi Petani MBCR = Total biaya teknologi PTT Total biaya teknologi Petani Peralihan penerapan teknologi petani ke teknologi PTT dikatakan unggul apabila nilai MBCR > 2 (Adnyana dan Kariyasa 2006). Seterusnya, untuk mengetahui respon petani, dilakukan diskusi dan tanya jawab dengan petani untuk setiap penerapan komponen teknologi. Ada lima komponen yang diterapkan dalam PTT yang diminta tanggapan petani, yaitu benih VUB, mutu benih, pengaturan jarak tanam, pemupukan, penggunaan bagan warna daun (BWD) yang sesungguhnya hanya lazim digunakan pada tanaman padi dan jagung. Tanggapan dan persepsi diberi skor 1 5. Semakin tinggi skornya semakin baik responnya. Hasil skoring dilanjutkan dengan analisis Likert (1932) dengan rumus sebagai berikut: n x bn Skor = N Skor : Skor nilai minimal 1 dan maksimal 5 n : Jumlah Responden yang memberi pernyataan pada skor tertentu bn : Bobot Skor : 1 = Tidak setuju, 2 = kurang setuju, 3 = Agak setuju, 4 = Setuju, dan 5 = Sangat setuju N : Jumlah Responden HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Agronomi/Budidaya Penanaman dilakukan pada musim hujan, keadaan tanah berada pada kapasitas lapang. Pertumbuhan awal (4 HST) keempat varietas kedelai sudah terlihat pada hari keempat dengan keserempakan tumbuh 95%. Keadaan ini mencerminkan vigor VUB yang ditanam dalam keadaan baik. Pertumbuhan varietas lokal baru terlihat pada hari ke 7 10 dan tidak seragam (hanya 82%). Hal ini menunjukkan kualitas benih relatif rendah. Pada saat tanaman berumur 10 hari, pertumbuhan keempat varietas sangat baik. Pertumbuhan vegetatifnya sangat cepat, tanaman tegak, batang kekar dan kuat (vigor). Pada umur 30 HST setelah pemupukan susulan, terjadi percepatan proses pembungaan, daun berwarna hijau gelap, kanopi daun menutup permukaan tanah sehingga menekan pertumbuhan gulma. Hal ini berkaitan dengan pemberian pupuk berimbang. Menurut Abdulrachman (2000), pemupukan berimbang/spesifik lokasi adalah pemberian pupuk yang tepat takaran, waktu, dan jenis yang berdampak positif terhadap efisiensi penggunaan input, hasil yang dicapai, dan kesuburan tanah. Pertumbuhan tanaman kedelai petani kelihatan tertekan dan tidak subur. Populasi jarang dan tidak rimbun memberi peluang bagi gulma untuk tumbuh dan bersaing dengan tanaman, sehingga penyiangan dilakukan dua kali pada umur 21 dan 42 HST, sehingga biaya penyiangan meningkat. Pengendalian hama dilakukan tanpa melihat ada serangan atau tidak, penyemprotan insektisida dilakukan sejak tanaman berumur 14 HST sampai 21 hari sebelum panen dengan interval 7 hari (ratarata 6 7 kali penyemprotan). Cara Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 20154 501

tersebut selain dapat membunuh serangga pemangsa atau predator, juga dapat mencemar lingkungan (Kartaatmadja et al. 2000). Hama utama yang menyerang tanaman kedelai cara petani sama dengan perlakuan PTT yaitu ulat daun dan penghisap polong. Teknologi PTT yang menggunakan keempat VUB memiliki tinggi tanaman ratarata 95,0 cm, tertinggi pada varietas Anjasmoro yaitu 97,0 cm menyusul Kaba dan Sinabung masingmasing 95,0 cm dan 90,0 cm, sedangkan pada Argomulyo 86,0 cm. Fase berbunga 50% VUB terjadi pada umur 32 35 hari, cenderung lebih cepat dibandingkan dengan varietas lokal pada 38 HST. Umur panen keempat VUB beragam, berkisar 85 90 hari sehingga termasuk kelompok umur sedang (80 95 hari) (Balitkabi 2008a). Varietas Argomulyo memiliki umur 85 hari sedangkan tiga varietas lainnya (Anjasmoro, Kaba dan Sinabung) 90 hari. Varietas lokal yang ditanam petani umur 88 HST (Tabel 2). Tabel 2. Keragaan agronomis kedelai pada demfarm PTT dan teknologi petani pada lahan kering di Kabupaten Bolmut, Sulut, MT 2013. Perlakuan demfarm (varietas) Demfarm PTT 1. Anjasmoro 2. Kaba 3. Sinabung 4. Argomulyo Teknologi Petani Varietas lokal Daya tumbuh (%) 95,0 95,0 95,0 95,0 82,0 Tinggi tanaman (cm) 97,0 95,0 90,0 86,0 68,0 Umur berbunga 50% (hari) 35,0 35,0 35,0 32,0 38,0 Umur panen (hari) 90,0 90,0 90,0 85,0 88,0 Hasil kedelai yang dicapai oleh kedua model budidaya yang dikaji berbeda. Teknologi PTT dengan menggunakan empat VUB memberikan hasil antara 1,9 2,5 t/ha. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi petani, dalam hal ini varietas lokal hanya memberikan hasil ratarata 0,90 t/ha. Berarti penerapan teknologi PTT meningkatkan hasil dua kali lipat dari teknologi petani. Hasil tertinggi dicapai oleh varietas Anjasmoro yaitu 2,5 t/ha, menyusul Kaba 2,4 t/ha, Sinabung 2,2 t/ha, dan Argomulyo 1,9 t/ha. Tingginya hasil tersebut ditunjang oleh komponen hasil yang tinggi, yaitu jumlah polong ratarata 203,8 polong/tanaman, jumlah polong hampa 5,9%, dan bobot 100 butir 13,0 g (Tabel 3). Tabel 3. Keragaan komponen hasil dan hasil kedelai pada demfarm PTT dan teknologi petani pada lahan kering di Kabupaten Bolmut, Sulut, MT 2013. Perlakuan Demfarm (Varietas) Demfarm PTT Anjasmoro Kaba Sinabung Argomulyo Teknologi petani varietas lokal Jumlah polong isi/tan 222,70 202,60 192,20 197,70 117,00 Jumlah polong hampa (%) 5,20 5,70 5,00 7,80 8,00 Bobot 100 butir (g) 13,60 12,90 12,70 12,71 10,8 Hasil pipilan kering (t/ha) 2,55 2,40 2,25 1,90 0,90 502 Bahtiar: Kelayakan Usahatani Kedelai pada Lahan Kering di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Sulut

Analisis Usahatani Biaya sarana produksi dan tenaga kerja yang digunakan nampak berbeda antara perlakuan PTT dengan cara petani. Penggunaan biaya produksi pada demfarm PTT ratarata Rp8.568.425, lebih tinggi 37,5% dibanding teknologi petani (Rp6.231.250). Biaya tertinggi terjadi pada varietas Anjasmoro sebesar Rp8.813.425, menyusul Kaba Rp8.673.425, Sinabung Rp8.573.425, dan Argomulyo Rp8.213.425. Hal ini disebabkan pada demfarm PTT terdapat pengeluaran sarana produksi untuk komponen pupuk kandang, pupuk Phonska dan Superfosfat (Tabel 4). Penggunaan tenaga kerja pada demfarm PTT juga lebih tinggi karena penambahan sarana produksi dan perbaikan budidaya tanaman. Tabel 4 menunjukkan penggunaan tenaga kerja pada demfarm PTT, khususnya penanaman, pemupukan, dan panen/prosesing lebih banyak dari teknologi petani. Pada demfarm PTT, tenaga penanaman dan pemupukan dilakukan pada barisan/larikan secara teratur dan lubang benih ditutup dengan pupuk kandang. Dengan cara petani, penanaman tidak teratur, lubang benih tidak ditutup, dan pemupukan dilakukan dengan cara disebarkan, sehingga tenaga kerja yang digunakan tidak banyak. Tabel 4. Analisis biaya penggunaan saprodi dan tenaga kerja pada demfarm PTT kedelai vs teknologi petani di Kabupaten Bolmut, Sulut, MT 2013. Uraian penggunaan saprodi dan tenaga kerja A. Sarana produksi Benih Phonska Urea Power Grow Herbafarm Gandasil B Kandang Furadan Extratin Herbisida KillUp Herbisda CBA B.Tenaga kerja (HOK) Penyiapan lahan (borongan) Penanaman Pemupukan Pengendalian gulma Pengendalian OPT Panen &prosesing Varietas Anjasmoro Varietas Kaba Varietas Sinabung Varietas Argomulyo Varietas Lokal (Kripik) C. Jumlah A+B Anjasmoro Kaba Sinabug Argomulyo Lokal (Kripik) Fisik (kg,ltr, HOK/ha) 40 200 25 1 1500 10 4 3 2 16 10 14 5 30 28 26 20 Demfarm PTT Biaya 300.000 500.000 50.000 50.175 1.500.000 300.000 267.600 167.250 178.400 1.000.000 960.000 600.000 840.000 300.000 1.800.000 1.660.000 1.560.000 1.200.000 8.813.425 8.673.425 8.573.425 8.213.425 Fisik (kg,ltr, HOK/ha) 50 100 50 3 1 1 5 5 2 1 14 7 14 7 15 Teknologi petani Biaya 275.000 250.000 100.000 167.250 83.625 50.175 150.000 334.500 111.500 89.200 1.200.000 840.000 420.000 840.000 420.000 900.000 6.231.250 Keterangan: Upah Rp 60.000/hari Pupuk Phonska Rp 2.500/kg; Harga Benih Tek.PTT Rp 7.500 Pupuk Urea Rp 2.000/kg; Pukan Rp 1.000/kg; Harga Benih Tek Petani Rp 5.500 Pupuk organik Power Grow Rp 55.750/ltr; Insektisida Padat (Furadan) Rp30.000/kg Pupuk organik Herbafarm Rp 83.625/ltr; Insektisda cair (Extratin) Rp 66.900/ltr Pupuk Gandasil B Rp 50.175/kg; Herbisida KillUp Rp 55.750/ltr Herbisida CBA Rp 89.200/ltr. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 20154 503

Walaupun teknologi PTT membutuhkan biaya dan tenaga kerja yang lebih besar, tetapi dapat dikompensasikan oleh penambahan nilai hasil yang lebih tinggi daripada tambahan biaya yang dikeluarkan dalam menerapkan teknologi tersebut. Pendapatan usahatani dari masingmasing teknologi yang diterapkan berbeda. Penerapan komponen teknologi PTT meningkatkan pendapatan ratarata Rp6.219.075, sedang cara petani mengalami kerugian sebesar (Rp381.250). Pendapatan tertinggi diberikan oleh varietas Anjasmoro yaitu Rp7.761.575, menyusul Kaba Rp6.926.575, Sinabung Rp6.051.575, dan Argomulyo Rp4.136.575 (Tabel 5). Pendapatan tersebut dinilai belum layak secara ekonomi karena dibidang usahatani standar R/C 2 baru dapat dikatakan layak, mengingat faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani sangat banyak (Kaliky dan Widodo 2006). Tabel 5. Analisis biaya dan pendapatan demfarm PTT kedelai vs teknologi petani di Kabupaten Bolmut, Sulut, MT 2013. Perlakuan Demfarm PTT Varietas Anjasmoro Vararietas Kaba Varietas Sinabung Vararietas Argomulyo Teknologi Petani Varietas Lokal Hasil (kg/ha) 2.550 2.400 2.250 1.900 900 Penerimaan 16.575.000 15.600.000 14.625.000 12.350.000 5.850.000 Keterangan: Harga jual kedelai biji kering di lokasi Rp 6.500/kg. Biaya 8.813.425 8.673.425 8.573.425 8.213.425 6.231.250 Pendapatan 7.761.575 6.926.575 6.051.575 4.136.575 381.250 Analisis MBCR menunjukkan bahwa jika petani beralih dari cara mereka dan menerapkan teknologi PTT dengan menggunakan salah satu VUB kedelai, mereka dapat meningkatkan pendapatannya dengan nilai MBCR ratarata 3 4 (Tabel 6), yang berarti setiap penggunaan biaya Rp1.000 maka akan mendapatkan pendapatan sebesar Rp3.000 Rp4.000. Tabel 6. Analisis perbandingan antara teknologi PTT kedelai dengan teknologi petani di kabupaten Bolmut, Sulut, MT 2013. Peralihan teknologi Dari cara petani var. Lokal ke PTT Var.Anjasmoro Dari cara petani var. Lokal ke PTT Var. Kaba Dari cara petani var. Lokal ke PTT Var. Sinabung Dari cara petani var. Lokal ke PTT Var. Argomulyo Penerimaan 16.575.000 15.600.000 14.625.000 12.350.000 Biaya 8.813.425 8.673.425 8.573.425 8.213.425 R/C 1,9 1,8 1,7 1,5 0,9 MBCR 4,15 3,99 3,75 3,28 Tanggapan dan Persepsi Petani Petani tanggap terhadap keragaan teknologi PTT. Sebagai gambaran respon petani, sebelum panen sudah banyak yang menunggu hasilnya untuk ditanam kembali di lahannya, baik petani di sekitar pertanaman maupun bagi mereka yang sempat melewati pertanaman tersebut. Permasalahan utama yang mereka hadapi adalah pemasaran. Mereka 504 Bahtiar: Kelayakan Usahatani Kedelai pada Lahan Kering di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Sulut

siap mengembangkan secara luas apabila ada jaminan pasar. Harga kedelai pada tingkat petani berfluktuasi dan pemasarannya pun relatif sulit, karena daerah ini jauh dari pusat perkotaan, sehingga pemasaran hanya kepada pengelola usaha tempe yang juga tidak banyak kebutuhannya. Daya beli mereka berkisar Rp4.500 6.500/kg, sementara petani menghendaki Rp7.500/kg. Jadi untuk mengembangkan kedelai tidak hanya aspek budidayanya yang perlu dibenahi, tetapi juga aspek pemasaran yang memberi jaminan kepada petani bahwa usaha tersebut memberi keuntungan dan bersaing dengan tanaman lainnya (Rozi 2013). Tanggapan dan penilaian petani terhadap komponen demfarm PTT kedelai dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Tanggapan petani terhadap demfarm PTT kedelai di Kabupaten Bolmut, Sulut, MT 2013. Komponen teknologi yang dinilai Tanggapan dan Persepsi Responden (org) SSt St ASt KSt TSt Skor Varietas unggul 20 30 35 5 0 3,7 Benih bermutu tinggi 75 15 0 0 0 4,8 Jarak tanam 3 15 42 30 0 2,9 Penggunaan pupuk kandang 5 23 45 17 0 3,2 Pupuk Phonska sebagai sumber NPK 80 10 0 0 0 4,9 Penggunaan BWD 5 20 50 15 0 3,2 Cara pemberian pupuk 50 40 0 0 0 4,6 Keterangan : SSt = Sangat setuju; St = Setuju; ASt = Agak Setuju; KSt = Kurang Setuju; TSt = Tidak Setuju. VUB kedelai yang didemfarmkan dengan teknologi PTT diterima petani, karena menghasilkan tanaman sehat, perakaran lebih banyak sehingga akan tumbuh lebih cepat, merata dan tidak dilakukan penyulaman. Benih berlabel lebih bersih dan lebih seragam dengan daya kecambah paling rendah 95%. Keempat varietas unggul baru (VUB) yang di introduksi (Anjasmoro, Kaba, Sinabung, dan Argomulyo) semuanya disenangi petani karena penampilan tanaman sangat baik, jumlah polong tinggi, biji berukuran besar sehingga dapat meningkatkan hasil, populasi tanaman optimal akan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang baik, berpolong optimal, hasil tinggi. Jumlah biji /lubang 2 butir akan menghemat penggunaan benih. Kendalanya adalah tenaga kerja belum terampil, sehingga biaya tanam lebih tinggi (20%). Pemupukan harus diberikan agar tanaman lebih sehat dan tahan rebah (100%), hasil tinggi. Cara pemupukan tidak efisien dan efektif, pupuk diberikan dekat batang tanaman tanpa ditutup dengan tanah, pupuk tidak merata, sehingga dampak perubahan warna kurang nyata (100%). KESIMPULAN Dari kajian demfarm kedelai ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Varietas kedelai yang digunakan pada demfarm PTT memberikan hasil yang lebih tinggi dibanding varietas lokal yang ditanam petani. Hasil VUB berkisar antara 1,9 2,5 t/ha sementara varietas lokal hanya 0,9 t/ha. 2. Penggunaan VUB kedelai dan dikelola dengan pendekatan PTT menguntungkan namun belum dianggap layak secara ekonomi untuk dikembangkan. 3. Analisis MBCR menunjukkan bahwa jika petani beralih dari kebiasaannya dan menerapkan budidaya yang diperagakan dalam demfarm PTT akan meningkatkan Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 20154 505

efisiensi penggunaan input sampai 3 kali lipat lebih dibanding dengan cara yang sekarang. 4. Tanggapan petani terhadap komponen teknologi yang diterapkan pada demfarm PTT kedelai sangat baik, namun untuk menerapkannya masih perlu dukungan kebijakan harga yang layak bagi petani. Mereka bersedia mengembangkan teknlogi PTT lebih luas apabila ada jaminan harga Rp7.500/kg yang selama ini hanya berkisar Rp4.5006.500/kg. DAFTAR PUSTAKA Adnyana, M.O. dan K. Kariyasa, 2006. Dampak dan persepsi petani terhadap penerapan sistem pengelolaan tanaman terpadu padi sawah. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 25(1), 2006 Anonim, 2009a. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara, 2009. Anonim, 2009b. Programa Penyuluhan Pertanian. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Anonim, 2012. Laporan Tahunan Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Badan Litbang Pertanian, 2005. Rencana Strategis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Balitkabi, 2008a. Deskripsi Varietas Unggul Kacangkacangan dan Umbiumbian. Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbiumbian, Malang Balitkabi, 2008b. Teknologi Produksi Kedelai, Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. BPS. 2009. Sulawesi Utara dalam Angka. Biro Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara. BPS. 2011. Kabupaten Bolmut dalam Angka. Biro Pusat Statistik Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Departemen Pertanian, 2008. Panduan Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) Kedelai. Haryono, 2013. Manajemen Litkajibangdiklatluhrap mendukung program pengkajian dan diseminasi inovasi pertanian. Rapat Kerja BBP2TP dengan Tema Konsolidasi Manajemen Litkajibangdiklatluhrap mendukung Penuntasan Program Pengkajian dan Diseminasi Pertanian Spesifik Lokasi 2014. Kudus 20 24 Maret 2013. Kartaatmadja. S., A.K. Makarim, and A.M. Fagi. 2000. Integrated Crop Management and Approach For Sustainable Rice Production AARD, Jakata 14 p. (unpublished). Kaliky, R dan S. Widodo, 2006. Analisis kelayakan finansial dan ekonomi dalam penelitian dan pengkajian teknologi pertanian. BPTP Yogyakarta. Luce A.Taulu, 2008. Perkembangan pertanian propvinsi Sulawesi Utara menyoroti dinamika pembangunan pertanian kawasan timur Indonesia. Prosiding Lokakarya. Badan Litbang Pertanian. Hal. 160 179. Malian, A.H., A. Djauhari, dan M.G. Van Der Veen, 1989. Economic Analysis in Farming Systems Research. Bahan Pelatihan Analisis Ekonomi Sistem Usahatani. Maros, 11 Pebruari 3 Maret 1989. Marwoto, Subandi, T.Adisarwanto, Sudaryono, A. Kasno, S. Hardaningsi, D. Setyorini, dan M Adie. 2009. Pedoman Umum PTT Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Mentan, 2014. Sambutan dan Arahan dalam Workshop Kordinasi Pemantapan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dalam Rangka Evaluasi MT.2013/2014 dan Pemantapan 506 Bahtiar: Kelayakan Usahatani Kedelai pada Lahan Kering di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Sulut

MT.2014 Hotel Atria Serpong, 23 24 April 2014. Nugrahaeni, A. Krisnawati, dan Purwantoro, 2013. Keragaan Galur Kedelai Potensi Hasil Tinggi, Umur Genja Hingga Sedang, Dan Berukuran Biji. Sedang Hingga Besar. Prosiding Seminar Nasional Balitkabi, Malang. Rozi F. 2013. Perubahan perilaku berproduksi petani dengan program SLPTT dalam upaya percepatan swasembada kedelai. Prosiding Seminar Nasional Balitkabi. Malang Sipahutar D., E.Sari, A. Jamil, dan Nurhayati, 2009. Keragaan beberapa varietas unggul baru kedelai di kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Prosiding Seminar Balitkabi. Penyediaan Tamburian, Y., W. Rembang dan Bahtiar, 2010 Pengkajian Sistem Kebutuhan Benih Unggul Bermutu Kedelai Yang Lebih Murah Secara Berkelanjutan Untuk Mendukung Program Strategis Peningkatan Produksi kedelai Di Sulawesi Utara. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional B2PTP. Cisarua, 17 19 Desember 2010. DISKUSI Pertanyaan 1. Prof. Dr. Nasir Saleh (Balitkabi). Apa kendala utama pengembangan kedelai di Sulawesi Utara, karena hasil pengkajian menunjukkan angka yang signifikan dan menguntungkan. 2. Dr. Yusuf (BPTP NTT). Bagaimana respon petani terhadap teknologi PTT dan bagaimana keberlanjutannya. 3. Saran : Ir. Heryanto, MS (Balitkabi). Sebaiknya analisis yang digunakan dalam membandingkan antara teknologi baru dengan teknologi petani adalah MBCR. Kemudian perlu disepakati standar kelayakan R/C rasio dibidang usahatani dari 1 menjadi 2 mengingat banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani. Jawaban 1. Kendala utama yang dihadapi petani untuk mengembangkan kedelai di provinsi Sulawesi Utara adalah jaminan harga yang memadai dan kelangkaan varietas unggul baru. Petani bersedia mengembangkan kedelai secara luas apabila ada jaminan harga. Harga yang diterima petani hanya berkisar Rp 4.500/kg itu pun sangat terbatas pemasarannya. Harga yang layak bagi petani adalah Rp 7.500/kg. 2. Respon petani sangat baik, terutama pada penggunaan varietas unggul dan kualitas benihnya, juga pemupukannya yang dapat menampilkan pertumbuhan tanaman yang subur. 3. Semua saran diterima dan dipedomani dalam memperbaiki makalah ini. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 20154 507