HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
GENNADIUS (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT

KEEFEKTIFAN KUTUKEBUL DALAM MENULARKAN VIRUS PENYEBAB PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN TOMAT EVA DWI FITRIASARI

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber TICV

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus (TICV)

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood)

WESTWOOD (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT

Lampiran 1 Bagian dorsal eksuvia dan karakter morfologi yang umum digunakan pada kunci identifikasi dan deskripsi kutukebul famili Aleurodicinae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Imago Bemisia tabaci.

BAB I PENDAHULUAN. keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Periode Makan Akuisisi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) dari Beberapa Tanaman Inang dan Perkembangan Populasinya

Hama penghisap daun Aphis craccivora

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Kisaran Inang Begomovirus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Tomat ( Lycopersicum esculentum Hama dan Penyakit Tomat Hama tanaman tomat Ulat buah

Tabel 6.2 Gejala infeksi tiga strain begomovirus pada beberapa genotipe tanaman tomat Genotipe

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU

I. PENDAHULUAN. Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran,

2 TINJAUAN PUSTAKA. Interaksi Organisme Pengganggu Tanaman dan Tanaman Tomat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji

TOMATO INFECTIOUS CHLOROSIS VIRUS (TICV) DENGAN REVERSE-TRANSCRIPTION POLYMERASE CHAIN REACTION

Kutu Kebul (Homoptera : Aleyrodidae) pada Tanaman Cabai, Tomat dan Kedelai di Bogor, Cianjur dan Sukabumi

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

HUBUNGAN STRAIN GEMINIVIRUS DAN SERANGGA VEKTOR B. TABACI DALAM MENIMBULKAN PENYAKIT KUNING KERITING CABAI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat yang disebabkan oleh ToCV

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi

POTENSI TOMATO YELLOW LEAF CURL VIRUS (TYLCV) ISOLAT LEMAH SEBAGAI AGENS PENGENDALI PENYAKIT DAUN KERITING KUNING PADA TANAMAN TOMAT

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

3 METODE. Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa),

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT

KETAHANAN ENAM GENOTIPE CABAI

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman biji-bijian yang

BAB I PENDAHULUAN. eks-karesidenan Surakarta (Sragen, Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo) (Prihatman,

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT...

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)

IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KUNING PADA TANAMAN MENTIMUN DI KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gejala pada Larva S. litura

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU

UJI KETAHANAN PLASMA NUTFAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP PENYAKIT VIRUS KUNING ABSTRAK

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting

Keparahan Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pertumbuhan Populasi Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 6, No. 3, Juli 2017

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae.

KARAKTERISASI KUTU KEBUL (BEMISIA TABACI) SEBAGAI VEKTOR VIRUS GEMINI DENGAN TEKNIK PCR-RAPD

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa

INFEKSI GANDA BEGOMOVIRUS DAN CRINIVIRUS PADA TANAMAN TOMAT DI KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN PERNYATAAN... PRAKATA iv DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SINGKATAN... INTISARI... BAB I. PENGANTAR...

HASIL. Tingkat perubahan warna, panjang kedalaman zona perubahan warna serta tingkat wangi dinyatakan dalam nilai rata-rata ± simpangan baku.

J. Agric. Sci. and Biotechnol. ISSN: Vol. 4, No. 1, Juli 2015

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN PENYAKIT KLOROSIS DAN KERUPUK DENGAN KEBERADAAN DUA SPESIES KUTUKEBUL PADA TANAMAN TOMAT ACEU WULANDARI AMALIA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di

Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

Penyebaran Penyakit Kuning pada Tanaman Cabai di Kabupaten Tanggamus Dan Lampung Barat

VII. PEMBAHASAN UMUM

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA Tomat ( Lycopersicon esculentum L.) Geminivirus Morfologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga dan digunakan dalam penelitian ini telah berhasil diidentifikasi. Tubuh imago kutukebul ini berwarna kuning dengan sayap yang ditutupi oleh sekresi berupa tepung berwarna putih, dengan panjang tubuh 1.0-1.5 mm. Sayap terdiri dari dua pasang dan transparan seperti tenda dengan posisi saat istirahat terlihat menyempit ke depan (Gambar 3, kiri). Ciri-ciri tersebut sesuai yang disebutkan oleh Kalshoven (1981) tentang ciri-ciri imago B. tabaci. 0.3 mm 0.2 mm 1 2 3 4 5 6 7 Gambar 3 Morfologi B. tabaci. Imago (kiri) dan puparium (kanan): (1) basal tungkai tengah dan belakang, (2) ruas abdomen VII, (3) operculum, (4) vasiform orifice, (5) lingula, (6) caudal furrow, dan (7) caudal setae. Identifikasi lebih lanjut yang dilakukan menggunakan kunci identifikasi Martin (2000) berdasarkan morfologi puparium memastikan bahwa kutukebul ini adalah B. tabaci. Ciri-ciri morfologi puparium yang ditemukan bersesuaian dengan B. tabaci adalah sebagai berikut: Puparium berbentuk bulat panjang, dengan bakal mata terpisah. Mempunyai tujuh pasang rambut dorsal memanjang, trakea dengan pinggiran seperti sisir terdiri dari gigi-gigi yang jelas, lingula memanjang membentuk lidah, tetapi bagian submargin tidak mempunyai barisan papila, serta basal tungkai tengah dan belakang tidak berseta. Terdapat satu pasang caudal setae pada ujung anal yang sama panjangnya. Vasiform orifice terdapat di daerah sebelum

ujung ujung posterior puparium, berbentuk segitiga, dan ukurannya lebih panjang dari panjang caudal furrow. Operculum hampir seluruh bagian menutupi bagian vasiform orifice (Gambar 3, kanan). Variasi Panjang Rostrum dan Panjang Sayap B. tabaci Kutukebul B. tabaci yang diamati pada pertanaman tomat di daerah dengan ketinggian tempat yang berbeda memperlihatkan variasi panjang rostrum dan sayap (Tabel 1). Imago B. tabaci yang hidup di daerah dataran yang lebih tinggi memiliki rostrum berukuran nyata lebih panjang dari imago B. tabaci yang hidup di daerah yang lebih rendah. Demikian juga ukuran sayap imago B. tabaci yang hidup di daerah dataran yang lebih tinggi nyata lebih panjang dibandingkan dengan imago B. tabaci yang hidup di daerah yang lebih rendah. Pengukuran yang dilakukan oleh Oliveira et al. (2004) juga memperlihatkan hasil yang sama dengan penelitian ini yaitu pada Dalbulus maidis (Hemiptera: Cicadellidae). Wereng yang berada di dataran tinggi memiliki ukuran lebih besar, bobot tubuh lebih berat, dan warna lebih gelap dibandingkan dengan spesies wereng yang sama yang berada di dataran rendah. Variasi ukuran anggota tubuh wereng tampaknya lebih dipengaruhi oleh perbedaan suhu lingkungan hidupnya. Menurut Ayoade (1983) tinggi-rendahnya suatu daerah, mempengaruhi suhu pada daerah tersebut. Semakin tinggi suatu tempat, maka suhu akan semakin rendah dan intensitas cahaya semakin tinggi. Seperti data yang disajikan dalam Tabel 1, terlihat bahwa B. tabaci yang ditemukan di daerah Pacet, daerah pengamatan dengan ketinggian tertinggi (1225 m dpl) dan dengan kondisi suhu terendah (20.9 0 C), mempunyai ukuran rostrum sebesar 226.06±21.72 µm dan sayap sebesar 1031.33±95.66 µm. Kedua parameter ini menunjukkan ukuran rostrum dan sayap terpanjang dibandingkan tempat pengamatan lainnya. Murai & Toda (2002) juga menemukan bahwa imago Thrips tabaci yang pada stadia nimfanya berada pada suhu rendah memiliki bobot tubuh yang lebih berat dibandingkan imago serangga yang pada stadia nimfanya berada pada suhu tinggi. Data yang ditabulasikan dalam Tabel 1 juga menunjukkan bahwa ukuran rostrum B. tabaci memperlihatkan beda nyata pada masing-masing tempat

pengamatan. Perbedaan ketinggian masing-masing tempat sudah dapat memberikan pengaruh nyata terhadap panjang rostrum B. tabaci. Panjang sayap B. tabaci yang hidup di daerah Pacet tidak nyata berbeda dengan yang hidup di daerah Cikole. Perbedaan ketinggian tempat daerah-daerah ini tampaknya belum cukup untuk memberikan perbedaan pengaruh nyata terhadap panjang sayap B. tabaci. Hal yang sama juga terlihat pada sayap B. tabaci yang hidup di daerah Batu dan Ciawi. Tabel 1 Panjang rostrum dan sayap B. tabaci Lokasi Ketinggian Suhu Rata-rata Panjang ±SB a (µm) pengamatan tempat (m dpl) ( 0 C) rostrum sayap Pacet 1225 21.9 226.06±21.72 a 1031.33±95.66 a b Cikole 1022 22.3 213.03±21.84 b 1023.33±60.13 a Batu 675 24.4 211.21±18.60 bc 928.67±67.40 b Ciawi 573 25.8 201.52±17.06 c 916.67±53.57 b a SB = Simpangan baku b angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α 0.05) Periode Retensi ToCV dalam Tubuh B. tabaci Dalam penelitian ini dan juga penelitian yang dilakukan oleh Fitriasari (2010), telah berhasil dilakukan penularan ToCV penyebab penyakit klorosis pada tanaman tomat melalui satu individu imago B. tabaci. Membiarkan B. tabaci melakukan makan akuisisi pada tanaman tomat bergejala klorosis sebagai sumber ToCV sudah cukup untuk menjadikan serangga tersebut menjadi infektif dan dapat menularkan virus ke tanaman tomat baru. Lamanya periode infektif B. tabaci dalam menularkan ToCV telah berhasil diukur dalam penelitian ini (Tabel 2). Periode retensi diukur mulai saat serangga vektor menjadi infektif sampai tidak mampu lagi menularkan virus. Pengukuran dilakukan dengan penularan berseri yaitu serangga vektor (dalam hal ini B. tabaci) segera setelah menjadi infektif (setelah 48 jam periode makan akuisisi) dipindahkan setiap 24 jam untuk makan inokulasi pada bibit tomat baru. Kemampuan penularan dilihat dari muncul tidaknya gejala klorosis pada bibit tomat yang diinokulasi. Pada penelitian ini, gejala khas penyakit klorosis muncul pada bibit tomat uji berkisar antara 2 sampai 3 minggu setelah inokulasi. Seperti disajikan pada Gambar 4, gejala awal yang jelas nampak berupa daun-daun bagian bawah mengalami

klorosis berwarna kuning terutama pada jaringan di antara tulang daun. Gejala yang sama juga telah dilaporkan oleh Fitriasari (2010) yang menularkan ToCV pada tomat varietas Martha. Menurut Accotto et. al (2001) gejala lain yang timbul pada tanaman tomat di lapangan akibat infeksi ToCV dapat berupa daun nekrosis, daun menggulung ke bawah, beberapa daun pucuk dapat berubah warna menjadi ungu, diikuti dengan penurunan produksi buah. Kehilangan hasil terjadi karena area fotosintesis pada daun berkurang. Gambar 4 Tanaman tomat uji yang memperlihatkan gejala klorosis setelah diinokulasi ToCV melalui B. tabaci (kiri) dan yang tidak memperlihatkan gejala (kanan). Dalam masa infektif, beberapa B. tabaci mampu menularkan ToCV ke bibit tomat pada pemindahan ke-4, atau dengan kata lain periode retensinya mencapai 4 hari (Tabel 2). Namun demikian, kebanyakan B. tabaci mampu menularkan ToCV hanya sampai hari ke-3. Sampai saat ini belum ada laporan tentang periode retensi B. tabaci terhadap virus ToCV. Tabel 2 Masa infektif Bemisia tabaci dalam penularan berseri Tomato chlorosis virus a Pengamatan hari ke Tanaman yang diinokulasi dan reaksinya A B C D E F G H I J 1 + + + + + + + + + + 2 + + + + + + + + + + 3 + + + + + - + + + - 4 - - + - + - - - + - 5 - - - - - - - - - - 6 - - mt - - - - - - - 7 - mt mt - - mt - mt - - a Keterangan: + = tanaman terinfeksi, - = tanaman tidak terinfeksi, mt = serangga mati

Periode retensi B. tabaci terhadap ToCV hasil penelitian ini lebih singkat dibandingkan hubungan geminivirus dengan serangga vektornya, misalnya Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) dengan vektor B. tabaci. Hasil penelitian Sulandari (2004), menyatakan periode retensi B. tabaci terhadap TYLCV mencapai 6 hari. Penelitian periode retensi B. tabaci terhadap Squash leaf curl virus (SLCV), hasil penelitian Cohen et al. (1983) menunjukkan hasil periode retensi yang cukup lama yakni mencapai 26 hari. Stenger et al. (1990) menyatakan bahwa B. tabaci hanya mampu menahan Pepper leaf curl virus (PepLCV) dalam tubuhnya selama 10 hari, sedangkan Idris & Brown (1998) menemukan periode retensi B. tabaci terhadap Sinaloa tomato leaf curl virus (STLCV) lebih dari 9 hari dan terputus-putus. Adanya perbedaan periode retensi yang cukup jauh dari hasil penelitian ini dengan penelitian lainnya di atas karena adanya perbedaan dari sifat virus. Kelompok ToCV yang digunakan dalam penelitian ini bersifat semipersisten, sedangkan penelitian lain menggunakan virus yang persisten dalam tubuh B. tabaci. Perbandingan ini dilakukan karena belum adanya laporan periode retensi virus golongan crinivirus terhadap vektornya. Imago B. tabaci yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai lama hidup sekitar 8 hari. Menurut Kurniawan (2007) imago B. tabaci biotipe-b yang diperbanyak di rumah kaca dapat hidup sampai hari ke-20. Hal ini mungkin disebabkan adanya zat antiviral di dalam tubuhnya yang berasal dari tanaman yang berpengaruh negatif atau pengaruh langsung dari virus pada serangga vektornya (Cohen et al. 1983). Antiviral yang berasal dari tanaman selain berpengaruh negatif pada serangga vektornya, juga dapat menurunkan konsentrasi virus yang terdapat di dalam tubuh serangga. Menurut Cohen et al. (1983), konsentrasi virus menurun 1-2% per hari sampai hari ke-20. Keberadaan virus di dalam tubuh kutukebul juga menyebabkan lama hidupnya turun sekitar 25% (Sulandari 2004). Selain itu, ada faktor abiotik atau faktor lingkungan yang mempengaruhi lama hidup kutukebul, salah satunya adalah suhu lingkungan. Menurut Subagyo (2010), peningkatan suhu 4 0 C (dari 25 0 C ke 29 0 C) akan memperpendek siklus hidup B. tabaci pada tanaman tomat. ToCV merupakan salah satu anggota Crinivirus yang mempunyai panjang partikel 800-850 nm (Wintermantel et al. 2005). Virus ini mempunyai dua jenis

genom berupa RNA utas tunggal RNA yaitu RNA 1 dan RNA 2 yang masingmasing berukuran 7.8 dan 8.2 kb. Crinivirus merupakan kelompok virus yang penyebarannya terbatas pada jaringan floem dan terakumulasi pada tingkat rendah pada tanaman yang terinfeksi. Oleh karena itu, pembuatan antiserum sulit dilakukan dan sampai saat ini belum tersedia antiserum untuk deteksi ToCV. Pada penelitian ini, deteksi virus ini dilakukan melalui pendekatan molekuler yaitu melalui RT- PCR. Deteksi dengan RT-PCR memerlukan sepasang primer yang didesain khusus untuk mendeteksi virus tersebut. Pasangan primer yang digunakan dalam penelitian ini telah didesain khusus berdasarkan analisa sekuen ToCV yang diunduh dari GenBank. M K+ D3 D4 K- 360 bp Gambar 5 Hasil elektroforesis menggunakan pasangan primer spesifik ToCV-CF dan ToCV-CR. RNA diekstraksi dari sampel tanaman tomat yang positif terinfeksi oleh ToCV (K+), sampel bibit tomat uji yang memperlihatkan gejala klorosis (D3) dan yang tidak memperlihatkan gejala (D4) setelah diinokulasi, dan sampel tanaman tomat sehat (K-). M adalah marker 100 bp DNA ladder. Pada penelitian ini, keberhasilan penularan ToCV melalui imago B. tabaci dilihat dari kemunculan gejala klorosis pada bibit tomat uji. Untuk memastikan bahwa gejala klorosis tersebut disebabkan oleh karena keberadaan ToCV dalam jaringan tanaman maka dilakukan verifikasi melalui RT-PCR yang hasilnya disajikan pada Gambar 5. RT-PCR yang telah dilakukan dengan menggunakan pasangan primer ToCV- CF [5 -GTGTCAGGCCATT GTAAACCAAG-3 ] dan ToCV-CR [5 -CACAAAG

CGTTTCTTTTCATAAGCAGG-3 ] berhasil mengamplifikasi DNA berukuran 360 bp. Produk PCR ini sesuai dengan prediksi berdasarkan sikuen ToCV isolat NC007341 yang berasal dari Florida, USA (Wintermantel et al. (2005). Seperti terlihat pada Gambar 4, hasil RT-PCR dari sampel bibit tomat uji yang bergejala klorosis memperlihatkan pita DNA berukuran 360 bp, sama dengan hasil RT-PCR dari sampel tanaman tomat yang sudah diketahui terinfeksi ToCV (kontrol positif). Hasil penelitian ini memverifikasi bahwa bibit tomat yang menunjukkan gejala klorosis setelah diinokulsi adalah benar disebabkan oleh keberadaan ToCV di dalam jaringannya. RT-PCR dari sampel tanaman tomat sehat yang tidak menghasilkan pita DNA meneguhkan bahwa sistem deteksi ini sangat valid.