A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. manusia atau the study of the group behavior of human beings (Calhoun dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan

I. PENDAHULUAN. sangat berperan adalah lembaga pendidikan. Dalam mencapai tujuan

I. PENDAHULUAN. dibahas beberapa hal yang lebih mengarah pada judul yaitu rumusan masalah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

T, 2015 PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PADA PEMBELAJARAN IPS

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. Nani rosdijati, dkk. Panduan PAKEM IPS SD,(Jakarta: Erlangga, 2010),58 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan guna menghadapi tantangan dunia pada era globalisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembelajaran dan evaluasi. Untuk mendapat out-put belajar-mengajar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006 menuntut perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tri Suryani, 2013

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DALAM IPS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses

BAB II KAJIAN TEORI. mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Wulan Sari, 2014 Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe Stad Terhadap Kemampuan Analisis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. dengan jenjang pendidikan yang sedang ditempuh. Mata pelajaran IPS di

I. PENDAHULUAN. Pada proses pembelajaran di Universitas Muhammadiyah Metro perlu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran dalam pendidikan, khususnya pendidikan formal yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran

I. PENDAHULUAN. tujuan pendidikan sangat sarat dengan kompetansi sosial, personal dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD. social studies, seperti di Amerika. Sardjiyo (repository. upi.

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oka Nazulah Saleh, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia. Pada intinya, fokus IPS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keterampilan intelektual. Karena itu pengorganisasian materi pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. budaya (Trianto, 2010:171). Tujuan utama dari pendidikan IPS adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. Motivasi dalam proses belajar merupakan hal yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memiliki 4 (empat) program studi keahlian yaitu keuangan, tata niaga,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang sekolah dasar mata pelajaran Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membina dan mengantarkan anak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu. sebagai salah satu komponen dalam proses belajar mengajar berperan sangat

BAB I PENDAHULUAN. kelas. Proses ini akan berjalan efektif apabila individu-individu yang terlibat

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

2006 agar peserta didik memiliki kemampuan diantaranya:

BAB I PENDAHULUAN. yang diberikan mulai dari tingkat sekolah dasar. Pendidikan Ilmu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. mengkaji berbagai aspek kehidupan masyarakat secara terpadu, karena memang

BAB I PENDAHULAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 (2006, h. 1) tentang standar isi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat vital bagi sebuah Negara. Pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Hakekat Motivasi Belajar. a. Pengertian Motivasi Belajar

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

I. PENDAHULUAN. masa masa berikutnya. Sedangkan pendidikan pada usia dini akan bermanfaat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. definisi ini adalah penguasaan pengetahuan sebanyak-banyaknya agar cerdas,

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi siswa agar menjadi

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan seseorang. Semakin baik pembinaan pendidikan di keluarga, maka

BAB I PENDAHULUAN. merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu Sosial. Supardi (2011: 183)

BAB I PENDAHULUAN. dari bangsa itu sendiri. Hal itu sesuai dengan ketentuan umum Undang

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MEDIA PEMBELAJARAN VISUAL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kompetensi berarti kewenangan. kuantitatif. Johnson (dalam Usman 2006: 14) menyatakan bahwa

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum,dan budaya. Wesley (Zevin, 2007: 5) menyatakan bahwa the social studies are the social sciences simplified for pedagogical purposes. Definisi tersebut menunjukkan bahwa ilmu-ilmu sosial adalah yang membentuk inti dari mata pelajaran IPS. Kompetensi Dasar IPS di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), meliputi bahan kajian: sosiologi, sejarah, geografi, dan ekonomi. Bahan kajian itu menjadi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Permendiknas RI No. 22 tahun 2006 (Sapriya, 2012: 201) memuat tujuan IPS SMP adalah agar anak didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (a) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; (b) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (c) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; dan (d) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Menurut Numan Somantri (2001:44), pengembangan pendidikan IPS untuk kalangan sekolah menengah, dimaksudkan untuk: (1) menekankan tumbuhnya nilai kewarganegaraan, moral ideologi negara dan agama; (2) menekankan pada isi dan metode berfikir ilmuwan sosial; (3) menekankan reflective inquiry; dan (4) mengambil kebaikan dari butir 1,2, dan 3 di atas. Pendidikan IPS berusaha mengintegrasikan materi dari berbagai ilmu sosial dengan menampilkan permasalahan sehari-hari masyarakat di sekitarnya.

2 Pendidikan IPS merupakan aspek penting dari ilmu-ilmu sosial yang dipilih dan diadaptasikan untuk digunakan dalam pembelajaran di sekolah. Dalam pembelajaran IPS siswa dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kepekaan untuk menghadapi hidup dengan tantangan-tantangannya. Selanjutnya diharapkan bahwa mereka kelak mampu bertindak secara rasional dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Sumaatmaja (1980:20) menyatakan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa kehidupan masyarakat. Pembelajaran IPS merupakan wadah yang tepat untuk mengembangkan kemampuan sosial. Melalui pembelajaran IPS siswa diajarkan dan dididik untuk memahami lingkungan dan fenomena sosial sehari-hari agar mampu untuk merespon secara efektif. Tujuan idealnya, pendidikan IPS akan menjadi jalan bagi kehidupan yang lebih bermakna bagi siswa dan membuat siswa mampu untuk membuat kehidupan sosial lebih baik pada saat ini dan nanti. Dalam upaya mewujudkan tujuan ideal Pendidikan IPS tersebut di atas,maka diperlukan kemampuan berpikir kritis. Implikasinya dalam pendidikan adalah bahwa dalam proses pembelajaran harus dilakukan suatu pendekatan yang dapat mendorong siswa mengembangkan kemampuan berpikirnya. Al Muchtar (2013) menegaskan bahwa kemampuan berpikir merupakan proses keterampilan yang dapat dilatihkan melalui penciptaan suasana pembelajaran yang kondusif yang akan merangsang siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir. Guru sebagai ujung tombak pendidikan, dituntut untuk dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, yang akan membantu siswa aktif membangun pengetahuan itu sendiri. Abdulkarim (2008) menyatakan bahwa... ketika merencanakan suatu pembelajaran atau ketika proses pembelajaran sedang

3 berlangsung, guru harus mengajak dan mengkondisikan siswa untuk berpikir sehingga siswa dapat mengoptimalkan kemampuan berpikirnya. Hal senada, dikemukakan oleh Wiriaatmadja (2002: 307-308) yang menyatakan bahwa proses belajar mengajar ilmu-ilmu sosial akan tangguh apabila melakukan banyak kegiatan aktif seperti: 1. Belajar mengajar aktif harus dengan berpikir reflektif dan pengambilan keputusan selama kegiatan berlangsung, karena proses pembelajaran berlangsung dengan cepat dan peristiwa dapat berkembang tiba-tiba. 2. Melalui proses belajar aktif, peserta didik lebih mudah mengembangkan dan memahami pengetahuan baru mereka. 3. Proses belajar aktif membangun kebermaknaan pembelajaran yang diperlukan agar peserta didik dapat mengembangkan pemahaman sosialnya. 4. Peran guru secara bertahap bergeser dari berbagai sumber pengetahuan atau model kepada peranan yang tidak menonjol untuk mendorong peserta didik agar mandiri dan disiplin. 5. Menekankan proses pembelajaran dengan kegiatan aktif di lapangan untuk mempelajari kehidupan nyata dengan menerapkan bahan untuk keterampilan yang ada di lapangan. Berdasarkan pendapat di atas dapat diperoleh pemahaman yang jelas bahwa pembelajaran IPS yang mendorong siswa belajar aktif, disamping memfasilitasi agar siswa dapat mengoptimalkan kemampuan berpikirnya, juga akan membangun kebermaknaan belajar bagi siswa itu sendiri dalam upaya mengembangkan pemahaman sosial. Belajar akan bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan penjelasan guru. Fink (dalam Alexon, 2009: 7-8) menyatakan bahwa pengalaman belajar bermakna mempunyai karakteristik dari sisi proses dan hasil. Pembelajaran bermakna dari sisi proses, harus berorientasi pada pembelajaran yang diselenggarakan sambil melakukan (bekerja) dengan keterlibatan siswa secara penuh. Dari sisi hasil, pembelajaran bermakna selalu menghasilkan perubahan

4 pada siswa setelah mengikuti proses pembelajaran atau setelah siswa tersebut tamat dalam jenjang pendidikan tertentu. Apa yang dipelajari siswa berpotensi untuk dimanfaatkan dalam kehidupan siswa, baik kehidupan pribadi, masyarakat, atau mempersiapkan untuk masuk dunia kerja. Kenyataan di lapangan, menunjukkan bahwa terdapat masalah dalam proses pembelajaran IPS di sekolah-sekolah dewasa ini. Hasil penelitian Numan Somantri (2001:39) diperoleh indikasi dan kesimpulan bahwa: 1. Pendekatan ekspositori sangat menguasai keseluruhan proses belajarmengajar. Kalaupun ada diskusi dalam proses belajar-mengajar, hal itu tidak ada hubungannya dengan prosedur berpikir ilmuwan sosial 2. Hierarki belajar hampir tidak ditemui baik dalam penyusunan satuan pelajaran, proses belajar, konstruksi tes 3. Tingkat pengetahuan sebagian besar siswa berada pada fakta dan konsep. Generalisasi hampir tidak digunakan baik dalam proses pembelajaran, evaluasi, maupun buku pelajaran. 4. Penyebaran tujuan pembelajaran IPS tidak memungkinkan siswa untuk belajar aktif, apalagi mengalami proses pengkajian tingkat kebenaran suatu generalisasi, suatu pengalaman yang sangat diperlukan untuk membiasakan dalam proses berpikir ilmu sosial maupun berpikir, bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang baik. 5. Mata pelajaran sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya sangat membosankan dan kurang membantu dalam pemanfaatannya dalam kehidupan bermasyarakat Dari hal tersebut di atas, dapat diperoleh gambaran bahwa pembelajaran IPS di sekolah-sekolah dewasa ini kurang mendorong terhadap pengembangan berpikir kritis siswa. Pembelajaran IPS kurang mendorong terhadap kemampuan berpikir kritis siswa karena pada proses pembelajaran siswa hanya menerima saja. Proses pembelajaran sebagian besar masih menjadikan siswa tidak bisa, menjadi bisa. Kegiatan belajar berupa kegiatan menambah pengetahuan, kegiatan menghadiri, mendengar dan mencatat penjelasan guru, serta menjawab secara tertulis soal-soal yang diberikan saat berlangsungnya ujian. Pembelajaran baru

5 diimplementasikan pada tataran proses menyampaikan, memberikan, mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa. Perlunya mengembangkan kemampuan berpikir kritis di sekolah diakui oleh sejumlah ahli pendidikan. Terdapat beberapa alasan yang menjadi pertimbangan mengapa berpikir kritis merupakan suatu yang penting dalam pendidikan modern. Tilaar (2011:17) menemukan sedikitnya ada empat alasan pentingnya berpikir kritis, yaitu: 1. Mengembangkan berpikir kritis di dalam pendidikan, berarti kita memberikan penghargaan kepada peserta didik sebagai pribadi (respect as person). 2. Berpikir kritis merupakan tujuan yang ideal dalam pendidikan karena mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan kedewasaannya. 3. Pengembangan berpikir kritis dalam proses pendidikan merupakan suatu cita-cita tradisional. 4. Berpikir kritis merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan di dalam kehidupan demokratis. Masalah lain yang dihadapi dalam pembelajaran IPS adalah pembelajaran menjadi kurang bermakna karena IPS dipandang sebagai mata pelajaran hafalan sehingga siswa pasif dan membosankan. Ausubel (1961:501) berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktifitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih efektif jika menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari kegiatan mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Ahmadi (2011:1) menyatakan bahwa proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi lebih merupakan kegiatan internalisasi antarkonsep guna menghasilkan pemahaman yang utuh,

6 sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Hal senada dinyatakan oleh Yani (2010: 9) bahwa belajar dengan cara dihafal selain tidak menarik juga akan mudah dilupakan dan tidak memiliki makna bagi siswa. Menurut Yani, infomasi baru yang diterima oleh siswa dapat dikatakan tidak bermakna karena tidak dihubungkan dengan pengetahuan yang telah diketahui siswa sebelumnya. Menurut Mukhayat (dalam Yani, 2010: 11), belajar dengan menghafal tidak akan menuntut aktivitas berpikir siswa, bahkan akan berakibat buruk pada perkembangan mental siswa. Dalam belajar, siswa cenderung akan mencari gampangnya saja. Anak kehilangan sense of learning, kebiasaan yang membuat siswa bersikap pasif atau menerima begitu saja apa adanya. Hal ini akan mengakibatkan siswa tidak terbiasa untuk berpikir kritis. Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan. Jadi, Informasi mengenai peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi dalam Pendidikan IPS tidak diterima begitu saja dari guru tetapi merupakan hasil dari aktivitas belajar siswa itu sendiri. Pembelajaran yang lebih banyak menuntut aktivitas belajar siswa, bukan hanya menerima saja, akan mendorong perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa itu sendiri. Kemampuan berpikir kritis perlu dengan sengaja dikembangkan agar kemampuan berpikir siswa itu dapat berkembang mencapai kapasitas optimal sehingga kecenderungan siswa bersikap pasif selama proses pembelajaran, hanya menerima begitu saja setiap informasi yang diperolehnya dapat dihindari. Disamping kurang mendorong kemampuan berpikir kritis siswa dan kurang bermakna, pembelajaran IPS masih memiliki kelemahan lainnya. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yang mengisyaratkan adanya penerapan pendekatan interdisipliner/terpadu dalam pembelajaran, tetapi dalam kenyataannya pelaksanaan pembelajaran IPS di tingkat SMP/MTs sebagian besar

7 masih dilaksanakan secara terpisah. Pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPS masih dilakukan sesuai dengan bidang kajian masing-masing yang meliputi bidang kajian sosiologi, sejarah, geografi, dan ekonomi tanpa ada keterpaduan di dalamnya. Hal ini tentu saja menghambat ketercapaian tujuan IPS itu sendiri yang dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang membutuhkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial, yaitu sosiologi, sejarah, geografi, dan ekonomi. Belum adanya keterpaduan dalam pembelajaran IPS ini disebabkan antara lain : (1) kurikulum IPS itu sendiri tidak menggambarkan satu kesatuan yang terintegrasi, melainkan masih terpisah-pisah antarbidang ilmu-ilmu sosial; (2) latar belakang guru yang mengajar merupakan guru disiplin ilmu seperti geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, antropologi sehingga sangat sulit untuk melakukan pembelajaran yang memadukan antardisiplin ilmu tersebut; serta (3) terdapat kesulitan dalam pembagian tugas dan waktu pada masing-masing guru mata pelajaran untuk pembelajaran IPS secara terpadu. (4) meskipun pembelajaran terpadu bukan merupakan hal yang baru namun para guru di sekolah tidak terbiasa melaksanakannya sehingga dianggap hal yang baru (Depdiknas:2006). Idealnya, konsep-konsep ilmu sosial yang diseleksi dan diadaptasi ke dalam Pendidikan IPS ini dipelajari secara terpadu menjadi satu kesatuan sebagaimana dinyatakan oleh Sapriya (2012:12) bahwa Pendidikan IPS merupakan seleksi dan integrasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu-ilmu lain yang relevan, dikemas secara psikologis, ilmiah, pedagogis, dan sosio-kultural untuk tujuan pendidikan. Implikasi dari pernyataan tersebut, maka pembelajaran IPS merupakan integrasi dari disiplin ilmu sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan. Numan Somantri (2001:111) secara lebih tegas lagi menyatakan bahwa IPS merupakan suatu synthetic discipline, yaitu mengkaji hubungan interdisipliner antara disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu-ilmu pendidikan untuk tujuan pendidikan.

8 Masih menurut Sapriya (2012:13) bahwa Pendidikan IPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai disiplin ilmu, yaitu kajian yang bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, multidimensional bahkan cross-disipliner. Karakteristik ini terlihat dari perkembangan Pendidikan IPS sebagai mata pelajaran di sekolah yang cakupan materinya semakin meluas seiring dengan semakin kompleks dan rumitnya permasalahan sosial yang memerlukan kajian secara terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam, teknologi, humaniora, lingkungan, bahkan sistem kepercayaan. Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD/MI) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA). Pemerintah terus berupaya melakukan penyempurnaan kurikulum. Kurikulum 2013 adalah kurikulum terbaru yang merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya untuk merespon berbagai tantangan tantangan internal dan eksternal, secara terbatas mulai dilaksanakan tahun 2013 pada sekolah-sekolah yang memenuhi persyaratan dan ditetapkan secara selektif. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPS pada Kurikulum 2013 berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga dapat dikembangkan menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu. Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud, 2013:12). Melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara holistik, bermakna, otentik, dan aktif. Cara pengemasan

9 pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta didik. Berdasarkan pengalaman penulis selama bertugas di SMP Negeri 4 Cianjur, pembelajaran IPS masih dilaksanakan guru secara terpisah menurut bidang kajian yang meliputi geografi, sosiologi, sejarah, dan ekonomi. Padahal pada jenjang SMP, mata pelajaran IPS disampaikan melalui pendekatan interdisipliner. Hal ini tentu saja berpengaruh pada pola pikir siswa yang memandang suatu permasalahan hanya dari satu sisi saja. Pendekatan ekspositorik dalam proses pembelajaran IPS masih tetap dilaksanakan. Pembelajaran IPS yang berlangsung di sekolah masih berpola belajar menghafal (rote learning), sehingga pembelajaran menjadi tidak menarik, mudah dilupakan, dan tidak bermakna bagi siswa. Siswa juga hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung. Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran sangat kurang. Hal ini dimungkinkan karena pembelajaran yang disajikan kurang menarik, atau kemampuan siswa untuk berpikir kritis sangat terbatas. Hal ini tentu saja tidak bisa dibiarkan. Guru dituntut agar dapat melakukan inovasi dalam proses pembelajaran sehingga pada akhirnya proses pembelajaran menjadi bermakna. Di sisi lain, kemampuan berpikir kritis siswa juga perlu dikembangkan secara optimal dalam proses pembelajaran. Dari latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Bermakna Pada Siswa ( Penelitian Eksperimen Kuasi di SMP Negeri 4 Cianjur) B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Masalah pembelajaran IPS tersebut di atas, tidak muncul oleh karena satu penyebab. Banyak faktor yang menyebabkan masalah pembelajaran yang kurang mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dan bermakna. Seperti yang

10 sudah dinyatakan pada latar belakang masalah, pada intinya masalah tersebut berada pada faktor guru dan proses pembelajaran. Masalah yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah pengaruh pembelajaran IPS Terpadu terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan bermakna pada siswa SMP. Secara lebih khusus, penelitian ini akan mengkaji mengenai pengaruh pembelajaran IPS terpadu terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa, pengaruh pembelajaran IPS terpadu terhadap peningkatan pembelajaran bermakna, dan pengaruh pembelajaran IPS terpadu terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan bermakna pada siswa SMP. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam identifikasi masalah, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah ada pengaruh yang signifikan pembelajaran IPS Terpadu terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di SMP Negeri 4 Cianjur? 2. Apakah ada pengaruh yang signifikan pembelajaran IPS Terpadu terhadap peningkatan pembelajaran bermakna pada siswa di SMP Negeri 4 Cianjur? 3. Apakah ada pengaruh yang signifikan pembelajaran IPS Terpadu terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan bermakna pada siswa di SMP Negeri 4 Cianjur? C. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai peningkatan kompetensi berpikir kritis siswa dan bermakna pada pembelajaran IPS terpadu. Secara khusus, penelitian ini bertujuan: 1. Menganalisis pengaruh pembelajaran IPS Terpadu terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa. 2. Menganalisis pengaruh pembelajaran IPS Terpadu terhadap peningkatan pembelajaran bermakna pada siswa. 3. Menganalisis pengaruh pembelajaran IPS Terpadu terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan bermakna pada siswa.

11 D. Manfaat/Signifikansi Penelitian yaitu: Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, a. Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya peningkatan pembelajaran IPS. Hasil temuan dalam penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian dan diskusi mengenai pengembangan pembelajaran IPS Terpadu dalam upaya mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan bermakna pada siswa. Dewasa ini, Pendidikan IPS dihadapkan pada tantangan untuk berperan dalam meningkatkan kemampuan dan optimalisasi potensi berpikir. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan 1. Memberikan kontribusi pemikiran dalam optimalisasi pengembangan kompetensi guru IPS dalam melaksanakan pembelajaran, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan IPS Terpadu. Diharapkan juga bagi peneliti lainnya dapat bermanfaat dan memberi masukan bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang sama. 2. Memberikan pengalaman baru bagi siswa dengan penerapan pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS sehingga pembelajaran menjadi bermakna, dan diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan memecahkan masalah, kemampuan bekerjasama, dan kemampuan berkomunikasi yang dapat melatih serta merangsang siswa untuk mengembangkan daya nalar secara kritis E. Struktur Organisasi Tesis Tesis ini terdiri dari lima bab. Bab I merupakan pendahulan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat/signifikansi penelitian, dan struktur organisasi tesis. Latar belakang masalah membahas mengenai alasan perlu ditelitinya masalah dalam tesis ini dan pendekatan yang digunakan untuk mengatasi masalah

12 tersebut baik secara teoritis maupun empiris. Identifikasi dan perumusan masalah berisi mengenai rumusan dan analisis masalah bedasarkan paparan yang terdapat pada latar belakang penelitian. Tujuan penelitian menyajikan hasil yang ingin dicapai setelah penelitian selesai dilakukan sesuai dengan paparan yang terdapat pada rumusan masalah. Manfaat penelitian merupakan manfaat yang ingin diperoleh setelah penelitian selesai dilakukan. Struktur organisasi tesis berisi rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam tesis mulai dari Bab I sampai Bab terakhir. Bab II terdiri dari kajian pustaka. Kajian pustaka dalam tesis ini secara garis besar merupakan kajian teoritik yang menjelaskan mengenai pengertian dan indikator berpikir kritis, pengertian dan tahapan pembelajaran bermakna, pengertian dan karakteristik, serta model pembelajaran terpadu dalam IPS, pendekatan terpadu dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan bermakna. Dalam bab ini diuraikan juga mengenai hasil penelitian terdahulu yang relevan, kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian. Bab III berisi metode penelitian yang digunakan penulis,meliputi lokasi dan sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrument penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisis data. Lokasi dan sampel penelitian adalah lokasi/tempat dilakukannnya penelitian. Definisi operasional adalah rumusan setiap variabel penelitian yang meliputi definisi operasional pembelejaran IPS terpaadu, berpikir kritis dan belajar bermakna. Proses pengembangan instrumen antara lain meliputi pengujian validitas, reliabilitas, daya beda, tingkat kesukaran. Analisis data berisi laporan secara rinci tahap-tahap analisis data, serta teknik yang digunakan dalam analisis data. Bab IV memaparkan hasil penelitian dan pembahasan. Terdiri dari analisis data untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, hipotesis, tujuan penelitian dan pembahasan atau analisis temuan. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif.

13 Bab V berisi kesimpulan dan saran. Pada bab ini dipaparkan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan. Kesimpulan berhubungan dengan rumusan masalah yang dipaparkan dalam Bab I. Saran atau rekomendasi ditujukan kepada para pembuat kebijakan, kepada para pengguna hasil hasil penelitian, dan kepada peneliti selanjutnya.