BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB III METODE PENELITIAN

31 4. Menghitung perkiraan perpindahan panas, U f : a) Koefisien konveksi di dalam tube, hi b) Koefisien konveksi di sisi shell, ho c) Koefisien perpi

BAB I PENDAHULUAN. pendinginan untuk mendinginkan mesin-mesin pada sistem. Proses pendinginan

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB lll METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tugas Akhir. Perancangan Hydraulic Oil Cooler. bagi Mesin Injection Stretch Blow Molding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III TUGAS KHUSUS

DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER. ALAT DAN BAHAN - Alat Seperangkat alat Double Pipe Heat Exchanger Heater Termometer - Bahan Air

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk proses-proses pendinginan dan pemanasan. Salah satu penggunaan di sektor

KAJIAN EKSPERIMENTAL KELAYAKAN DAN PERFORMA ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SINGLE PASS DENGAN METODE BELL DELAWARE

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB III TUGAS KHUSUS. Evaluasi Performance Hot gas Oil Heat Exchanger 6-2 Crude Distiller III Di Unit CD & GP PT. Pertamina (Persero) Ru III Plaju

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

HALAMAN PERSETUJUAN. Laporan Tugas Akhir ini telah disetujui oleh pembimbing Tugas Akhir untuk

PENERAPAN PERANGKAT LUNAK KOMPUTER UNTUK PENENTUAN KINERJA PENUKAR KALOR

Re-design dan Modifikasi Generator Cooler Heat Exchanger PLTP Kamojang Untuk Meningkatkan Performasi.

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

SKRIPSI ALAT PENUKAR KALOR

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI LAJU PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK BAFFLE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Thermosiphon Reboiler adalah reboiler, dimana terjadi sirkulasi fluida

Pengaruh Pemilihan Jenis Material Terhadap Nilai Koefisien Perpindahan Panas pada Perancangan Heat Exchanger Shell-Tube dengan Solidworks

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Pipa pada umumnya digunakan sebagai sarana untuk mengantarkan fluida baik berupa gas maupun cairan dari suatu tempat ke tempat lain. Adapun sistem pen

EFEKTIVITAS PENUKAR KALOR TIPE PLATE P41 73TK Di PLTP LAHENDONG UNIT 2

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

PENYUSUNAN PROGRAM KOMPUTASI PERANCANGAN HEAT EXCHANGER TIPE SHELL & TUBE DENGAN FLUIDA PANAS OLI DAN FLUIDA PENDINGIN AIR

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

PRA PERANCANGAN HEAT EXCHANGER UNTUK MENAIKKAN KAPASITAS BEBAN SAMPAI 130% di PLANT VCM-2 SEKSI 3 PT ASAHIMAS CHEMICAL

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN


ANALISIS PERFORMANSI PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHEEL AND TUBE TIPE BEM DENGAN MENGGUNAKAN PERUBAHAN LAJU ALIRAN MASSA FLUIDA PANAS (Mh)

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA PERHITUNGAN ALAT PENUKAR PANAS TIPE SHEEL & TUBE PADA INDUSTRI ASAM SULFAT

LAPORAN KERJA PRAKTEK 1 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

ANALISA KINERJA ALAT PENUKAR KALOR JENIS PIPA GANDA

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE BES

RANCANG BANGUN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG EMPAT LALUAN TABUNG

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE

PENGARUH BILANGAN REYNOLDS TERHADAP KARAKTERISTIK KONDENSOR VERTIKAL TUNGGAL TIPE CONCENTRIC TUBE COUNTER CURRENT

Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Efektivitas Shell-and-Tube Heat Exchanger

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin

I. PENDAHULUAN II. LANDASAN TEORI

EVALUASI DESAIN TERMAL KONDENSOR PLTN TIPE PWR MENGGUNAKAN PROGRAM SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER DESIGN

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

LAPORAN TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MODEL KONDENSOR TIPE CONCENTRIC TUBE COUNTER CURRENT TUNGGAL DIPASANG SECARA VERTIKAL

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Air Panglima Besar Soedirman. mempunyai tiga unit turbin air tipe Francis poros vertikal, yang

DOSEN PEMBIMBING : PROF. Dr. Ir. DJATMKO INCHANI,M.Eng. oleh: GALUH CANDRA PERMANA

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE CES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANG BANGUN MODEL KONDENSOR TIPE CONCENTRIC TUBE COUNTER CURRENT TUNGGAL DIPASANG SECARA HORISONTAL

BAB III TUGAS KHUSUS. 3.1 Judul Evaluasi kinerja Reboiler LS-E6 pada Unit RFCCU di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju - Sungai Gerong.

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE AES

Pengaruh Penggunaan Baffle pada Shell-and-Tube Heat Exchanger

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PITCH

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-198

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

PERHITUNGAN AWAL DESAIN TERMAL PENUKAR PANAS SISTEM PENDINGIN RRI-50

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

OPTIMASI KONDENSOR SHELL AND TUBE BERPENDINGIN AIR PADA SISTEM REFRIGERASI NH 3

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembangkit listrik tenaga panas bumi adalah pembangkit listrik yang

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

PERANCANGAN DAN ANALISA PERFORMANSI COLD STORAGE

PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

BAB III PERANCANGAN SISTEM

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 4 HEAT ECHANGER

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh proses reaksi dalam pabrik asam sulfat tersebut digunakan Heat Exchanger

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijabarkan mengenai penukar panas (heat exchanger), mekanisme perpindahan panas pada heat exchanger, konfigurasi aliran fluida, shell and tube heat exchanger, bagian-bagian shell and tube heat exchanger, perpindahan panas pada heat exchanger, dan pengukuran kinerja heat exchanger. 2.1 Penukar Panas (Heat Exchanger) Secara umum pengertian alat penukar panas atau heat exchanger (HE) adalah suatu alat yang digunakan untuk perpindahan panas dari suatu fluida yang suhunya lebih tinggi kepada fluida lain yang suhunya lebih rendah. Biasanya medium pemanas memakai uap panas (steam), sedangkan pendingin menggunakan air pendingin (cooling water) dan refrigerant. Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang memisahkannya (indirect contact) maupun kedua fluida bercampur langsung (direct contact). Penukar panas sangat luas dipakai dalam industri seperti kilang minyak, pabrik kimia maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, dan pembangkit listrik. 2.2 Mekanisme Perpindahan Panas pada Heat Exchanger Mekanisme perpindahan panas yang terjadi dalam heat exchanger, yaitu konduksi dan konveksi. Perpindahan panas yang terjadi pada fluida adalah proses konveksi, sedangkan proses konduksi terjadi pada dinding pipa. 2.1. 5

Bab II Tinjauan Pustaka 6 Gambar 2.1 Perpindahan Panas pada Heat Exchanger (Sumber : Za Tendra heat exchanger, 2012) 2.3 Konfigurasi Aliran Fluida Berdasarkan arah aliran fluida, heat exchanger dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: 1) Heat Exchanger dengan aliran searah (co-current flow) Pada heat exchanger jenis ini, kedua fluida (dingin dan panas) masuk pada sisi heat exchanger yang sama, mengalir dengan arah yang sama dan keluar pada sisi yang sama. Suhu fluida dingin yang keluar (Tcb) tidak dapat melebihi suhu fluida panas yang keluar (Thb), sehingga diperlukan media pendingin atau media pemanas yang banyak. Profil suhu pada aliran co-current flow dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Profil Suhu pada Aliran Co-Current Flow (Sumber : Ariana, 2009) 2) Heat Exchanger dengan aliran berlawanan arah (counter-current flow) Pada heat exchanger jenis ini, kedua fluida (panas dan dingin) masuk ke dalam heat exchanger dengan arah berlawanan, mengalir dengan arah berlawanan, dan keluar pada sisi yang berlawanan. Suhu fluida dingin yang keluar (Tcb) lebih

Bab II Tinjauan Pustaka 7 tinggi dibandingkan dengan suhu fluida panas yang keluar (Thb), sehingga dianggap lebih baik dari alat penukar panas aliran searah (co- current flow). Gambar 2.3 Profil Suhu pada Aliran Counter-Current Flow (Sumber : Ariana, 2009) Menghitung dapat di hitung dengan menggunakan persamaan 2.1 : (2.1) T1 = Thi Tco T2 = Tho Tci 2.4 Shell and Tube Heat Exchanger Salah satu jenis HE yang banyak ditemui pada industri kimia adalah jenis Shell & Tube heat Exchanger ( STHE ). Heat Exchanger jenis shell & tube terdiri atas suatu bundel pipa yang dihubungkan secara paralel dan ditempatkan dalam sebuah pipa mantel (cangkang). Fluida yang satu mengalir di dalam bundel pipa, sedangkan fluida yang lain dengan suhu berbeda mengalir di luar pipa pada arah yang sama, berlawanan, atau bersilangan. Kedua ujung pipa tersebut dilas pada penunjang pipa yang menempel pada mantel. Efisiensi pertukaran panas dapat ditingkatkan dengan cara pemasangan sekat (baffle) untuk menghasilkan turbulensi pada aliran fluida dan menambah waktu tinggal (residence time), namun pemasangan sekat akan memperbesar pressure drop dan menambah beban kerja pada pompa, sehingga laju alir fluida pada proses perpindahan panas harus diatur. Heat exchanger jenis shell and tube dapat dilihat pada Gambar 2.4 :

Bab II Tinjauan Pustaka 8 Gambar 2.4 Alat Penukar Panas Jenis Shell and Tube Heat Exchanger (Sumber : washington university, 2010) Kelebihan shell and tube heat exchanger, yaitu : a) Luas permukaan kontak lebih besar b) Layout mekanik lebih baik dan dapat dipakai untuk operasi yang bertekanan c) Bahan atau material dipilih sesuai dengan kondisi operasi yang dibutuhkan d) Mudah dibersihkan e) Konstruksi sederhana sehingga kebutuhan ruangan relatif kecil, dapat dipisahkan serta relatif mudah dalam transformasi dan pemasangan. Berdasarkan kondisi kerja, heat exchanger mempunyai standar dalam pemakaiannya. Standarisasi ini dikeluarkan oleh asosiasi pembuat heat exchanger yang dikenal dengan Tubular Exchanger Manufactures Association (TEMA). TEMA telah menetapkan standar heat exchanger jenis shell and tube dalam tiga klasifikasi: a) Kelas R, yaitu kelas untuk alat yang dioperasikan pada kondisi berat, biasanya digunakan pada industri petroleum b) Kelas C, yaitu alat yang dirancang untuk beban dan persyaratan yang sedang serta didasarkan pada segi ekonomis, biasanya digunakan untuk proses umum industri c) Kelas B, yaitu kelas untuk alat yang dioperasikan pada kondisi ringan, biasanya dirancang untuk jasa pelayanan umum

Bab II Tinjauan Pustaka 9 2.4.1 Bagian-bagian Shell and Tube Heat Exchanger, antara lain : 1) Shell Kontruksi shell sangat ditentukan oleh keadaan tubes yang akan ditempatkan di dalamnya. Shell ini dapat dibuat dari pipa yang berukuran besar atau pelat logam yang dirol. Shell merupakan badan dari heat exchanger yang di dalamnya terdapat tube bundle. 2) Tube (pipa) Tube atau pipa merupakan bidang pemisah antara kedua jenis fluida yang mengalir di dalamnya dan sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. Ketebalan dan bahan pipa harus dipilih pada tekanan operasi fluida kerjanya. Bahan pipa harus tidak mudah terkorosi oleh fluida kerja. Adapun beberapa tipe susunan tube dapat dilihat pada gambar 2.5 : Gambar 2.5 Tipe susunan tube (Sumber : Third Edition: Design of Oil Handling Systems by Maurice Stewart and Ken E, 2009) Susunan dari tube ini dibuat berdasarkan pertimbangan untuk mendapatkan jumlah pipa yang banyak atau untuk kemudahan perawatan (pembersihan permukaan pipa). 3) Tube Sheet Tempat untuk merangkai ujung-ujung tube sehingga menjadi satu yang disebut tube bundle. HE dengan tube lurus pada umumnya menggunakan 2 buah tube sheet. Sedangkan pada tube tipe U menggunakan satu buah tube sheet yang berfungsi untuk menyatukan tube-tube menjadi tube bundle dan sebagai pemisah antara tube side dengan shell side.

Bab II Tinjauan Pustaka 10 4) Sekat (Baffle) Adapun fungsi dari pemasangan sekat (baffle) pada heat exchanger ini antara lain adalah: a) Sebagai penahan dari tube bundle b) Untuk mengurangi atau menambah terjadinya getaran c) Sebagai alat untuk mengarahkan aliran fluida yang berada di dalam tubes 2.5 Perpindahan Panas pada Heat Exchanger Jumlah panas yang dipindahkan fluida pada heat exchanger dapat diketahui dari persamaan 2.2 yaitu sebagai berikut: = T h T c (2.2) Dimana : Q = panas yang dipindahkan per satuan waktu (kcal/h) U = koefisien perpindahan panas overall (kcal/m 2 h o C) A = luas permukaan perpindahan panas overall (m 2 ) Tlmtd= beda suhu rata-rata ( o C) Cp(h) = kalor jenis fluida panas (kcal/kgºc) Cp(c) = kalor jenis fluida dingin (kcal/kgºc) T h = Selisih nilai suhu pada fluida panas ( ºC ) T c = Selisih nilai suhu pada fluida dingin ( ºC ) m h m c = laju alir fluida panas (kg/h) = laju alir fluida dingin (kg/h)

Bab II Tinjauan Pustaka 11 2.6 Pengukuran Kinerja Heat Exchanger Kinerja dari suatu heat exchanger dapat dilihat dari parameter-parameter berikut: 1) Pengaruh Pengotor (Fouling Factor) Fouling pada heat exchanger dapat menimbulkan kehilangan energi. Gambar 2.5 menunjukkan adanya kehilangan energi dalam bentuk tahanan gesekan fluida atau tahanan transfer panas yang meningkat. Hal ini menyebabkan kemampuan kerja heat exchanger menjadi turun, sehingga heat exchanger perlu dibersihkan. Pengaruh tersebut dapat dinyatakan dengan fouling factor (faktor pengotor) yang harus diperhitungkan dalam menentukan koefisien perpindahan panas overall (U). Gambar 2.6 Kurva Hubungan antara Waktu Pengoperasian Heat Exchanger terhadap Indikasi Fouling (Sumber : Za Tendra heat exchanger, 2012) 2) Koefisien Perpindahan Panas Semakin baik sistem maka semakin tinggi pula koefisien panas (U) yang dimilikinya. Koefisien perpindahan panas (U) terdiri dari dua macam, yaitu: (a) U C (Uclean) adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan pada saat alat penukar panas masih baru, masih dalam kondisi bersih. (b) U (service) adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan yang dibutuhkan.

Bab II Tinjauan Pustaka 12 (c) U D (Udirty) adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan pada saat alat penukar panas sudah kotor (pada saat dipakai) atau dapat dikatakan pula sebagai Uactual. Nilai dari koefisien perpindahan panas ini dapat digunakan untuk melihat kinerja atau performansi dari suatu heat exchanger, yang dinyatakan dengan Persamaan 2.3. (2.3) dengan: Uactual Uservice = koefisien perpindahan panas overall nyata (available) = koefisien perpindahan panas overall yang dibutuhkan 3) Penurunan Tekanan (Pressure Drop) Pada setiap aliran dalam heat exchanger akan terjadi penurunan tekanan karena adanya gaya gesek yang terjadi antara fluida dan dinding pipa. Hal ini dapat terjadi pada sambungan pipa, fitting, atau pada heat exchanger itu sendiri. Penurunan tekanan dapat mengakibatkan kehilangan energi sehingga perubahan suhu tidak konstan. 4) Konduktivitas Termal (k) Daya hantar panas yang dimiliki fluida maupun dinding pipa heat exchanger sangat berpengaruh pada kemampuan panas tersebut berpindah. 2.7 Perhitungan koefisien perpindahan panas secara keseluruhan (U actual ) Koefisien perpindahan panas keseluruhan (menurut Coulson,2005) dapat dihitung dengan persamaan 2.4 : (2.4)

Bab II Tinjauan Pustaka 13 Dimana : U = Koefisien perpindahan panas keseluruhan, W/m 2 o C h i = koefisien peripindahan panas tube ( inside tube ) W/m 2 o C h o = koefisien peripindahan panas tube (outside tube) W/m 2 o C h id = koefisien peripindahan panas pengotor atau flouling factor tube ( inside tube ) W/m 2 o C h od = koefisien peripindahan panas pengotor atau flouling factor ( outside tube ) W/m 2 o C do = diameter luar tube, m di = diameter dalam tube, m Kw = konduktivitas panas pada material dinding tube, W/m o C Untuk Diameter Shell, Ds, dapat dihitung dengan persamaan berikut Ds = tube Bundle diameter + clearance clearance ( jarak sempit antara tube bundle dengan shell ). Tube bundle, Db, bergantung pada jumlah tube serta jumlah pass tube. Db dapat dihitung dengan persamaan (2.5) : (2.5) Dimana, N t = jumlah dari tube D b = diameter bundle, mm d o = diameter luar tube, mm Nilai K1 dan n1 dapat dilihat pada tabel 2.1. Nilai K1 dan n1 tergantung pada jumlah pass tube.

Bab II Tinjauan Pustaka 14 Tabel.2.1 Nilai K1 dan n1 Tringular pitch, pt = 1,25 do No. Passses 1 2 4 6 8 K1 0,319 0,249 0,175 0,0743 0,0365 n1 2,142 2,207 2,285 2,499 2,675 Square pitch, pt = 1,25 do No. Passses 1 2 4 6 8 K1 0,215 0,156 0,158 0,0402 0,0331 n1 2,207 2,291 2,263 2,617 2,643 (Sumber : Coulson & Richardson Chemical Engineering Design, 2005) 2.7.1 Perhitungan h i secara single phase pada bagian tube Menghitung koefisien perpindahan panas pada tube (h i ) dengan menggunakan persamaan 2.6 yaitu; (2.6) Dimana ; hi = koefisien perpindahan panas pada tube, W/m 2 o C, di (diameter dalam tube) = diameter ekuivalen (de), m ut = kecepatan fluida, m/s, k f = konduktivitas panas pada fluida, W/m 0 C, µ = viskositas fluida pada suhu cairan massal, Ns/m 2, µ w = viskositas fluida pada dinding, C p = Spesifik panas fluida, J/kg o C. Dalam menghitung bilangan reynolds menggunakan persamaan 2.7. (2.7) Dimana ; Re = bilangan reynolds Ρ = densitas, kg/m 3 di = diameter dalam tube, m µ = viskositas fluida, Ns/m 2 v = kecepatan fluida, m/s

Bab II Tinjauan Pustaka 15 Dalam menghitung bilangan prandtl menggunakan persamaan 2.8. (2.8) Dimana ; Pr = bilangan prandtl k f = konduktivitas panas pada fluida, W/m 0 C, C p = Spesifik panas fluida, J/kg o C µ = viskositas fluida, Ns/m 2 Dalam melakukan perhitungan diameter dalam tube (menurut coulson,2005) sama dengan menghitung de (diameter ekuivalen) dengan menggunakan persamaan 2.9 atau 2.10 a) jenis square pitch b) jenis tringular pitch (2.9) (2.10) Dimana, p t = tube pitch, m d o = diameter luar tube, m Untuk nilai J h (heat transfer factor) akan di dapatkan setelah di plotkan pada gambar 2.7

Bab II Tinjauan Pustaka 16 Gambar 2.7 Heat transfer factor (Sumber : Coulson & Richardson Chemical Engineering Design, 2005) Untuk air ( aplikasi pada cooler, dimana water sebagai media pendinginnya ) nilai h i dapat dihitung langsung dengan persamaan 2.11 ; (2.11) Dimana : h i d i v t = koefisien perpindahan panas pada tube, W/m 0 C = diameter dalam tube, m = kecepatan alir dalam tube, m/s = temperature air, 0 C 2.7.2 Perhitungan h s secara single phase pada bagian luar tube Langkah untuk menghitung koefisien perpindahan panas bagian luar tube, yaitu; 1) Menghitung luas area,(menurut coulson,2005) menggunakan persamaan 2.12, (2.12)

Bab II Tinjauan Pustaka 17 Di mana : p t = tube pitch, m d o = diameter luar tube, m D s = diameter dalam shell m, l B = jarak baffle, m. 2) Menghitung kecepatan aliran pada shell (G s ), dengan menggunakan persamaan 2.13. (2.13) Dimana, Ws = laju alir fluida pada bagian shell, kg/s, As = luas area pada shell, m 2. 3) Menghitung diameter equivalen pada bagian shell (d e ), dengan menggunakan persamaan 2.14 atau 2.15 ; (a) Untuk square pitch adalah (2.14) (b) Untuk tringular pitch adalah (2.15) Dimana, p t = tube pitch, m d o = diameter luar tube, m 4) Menghitung bilangan reynold pada shell side, (2.16) Dimana, de = diameter ekuivalen pada bagian shell, m G s = kecepatan aliran pada shell, m/s µ = viskositas fluida, Ns/m 2

Bab II Tinjauan Pustaka 18 5) Menghitung nilai koefisien perpindahan panas pada bagian outside tube (h s ), dengan menggunakan persamaan 2.17 (2.17) Dimana ; h s = koefisien perpindahan panas pada tube, W/m 2 o C, de = diameter ekuivalen, m ut = kecepatan fluida, m/s, k f = konduktivitas panas pada fluida, W/m 0 C, µ = viskositas fluida, Ns/m 2, µ w = viskositas fluida pada dinding, C p = Spesifik panas fluida, J/kg o C. 2.7.3 Kondenser Kondenser merupakan alat penukar kalo yang digunakan untuk mendinginkan atau mengembunkan uap/campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air. Ada empat bentuk/jenis kondenser, menurut coulson yaitu a) Horizontal, dengan kondensasi pada shell dan pendingin pada tube. b) Horizontal, dengan kondensasi pada tube c) Vertical, dengan kondensasi pada shell d) Vertical, denga kondensasi pada tube Dengan menggunakan metode Kern`s, nilai koefisien kondensasi pada tube bundle dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.18 yaitu, (2.18) (2.19)

Bab II Tinjauan Pustaka 19 Dimana, L = panjang tube, m Wc = jumlah aliran kondensat, kg/s Nt = jumlah tube, Nr = jumlah rata-rata tube dalam baris vertical, k L = konduktivitas panas kondensat, W/m o C Ρ L = densitas kondensat, kg/m 3 Ρ v = densitas uap, kg/m 3 Г h = laju kondensat per satuan panjang tube, kg/m s µ L = viskositas kondensat, Ns/m 2 Untuk menghitung koefisien kondensasi dalam dan luar pada vertical tubes, dengan menggunakan persamaan Nusselt yaitu, (2.20) Dimana, (hc) v = Koefisien kondensasi, W/m 2 o C, Г v = beban vertikal tube, laju kondensat per satuan tube, kg/m s Dalam menghitung Г v, menggunakan persamaan 2.21, yaitu or (2.21) Dimana, Wc = jumlah aliran kondensat, kg/s Nt = jumlah tube, do = diamter luar tube, m di = diameter dalam tube, m Dalam menghitung bilangan reynold, menggunakan persamaan 2.22,yaitu (2.22)

Bab II Tinjauan Pustaka 20 Dimana, Г v = laju kondensat per satuan tube, kg/m s µ L = viskositas kondensat, Ns/m 2 Dalam menghitung bilangan Prandtl, menggunakan persamaan 2.23, yaitu (2.23) Dimana, k L = konduktivitas panas kondensat, W/m o C Dari gambar 2.8, dengan me-plotkan nilai Rec akan memperoleh nilai koefisien kondensasi untuk vertical tube, Gambar 2.8 Koefisien kondensasi untuk vertikal tube (Sumber : Coulson & Richardson Chemical Engineering Design, 2005) Dalam memperoleh koefisien kondensasi (hc) untuk vertical tube dengan persamaan 2.24, yaitu (2.24) Dimana, k L = konduktivitas panas kondensat, W/m o C Ρ L = densitas kondensat, kg/m 3 Ρ v = densitas uap, kg/m 3 µ L = viskositas kondensat, Ns/m 2