PENANGGULANGAN ABRASI PANTAI UTARA JAWA BARAT DI PANTAI DADAP KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN KAJIAN PENANGANAN STRUKTUR DAN NON-STRUKTUR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

PENGAMANAN DAERAH PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN KEARIFAN LOKAL DI BATU PUTIH KOTA BITUNG. Ariestides K. T. Dundu ABSTRAK

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK

DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI ALTERNATIF PELINDUNG PANTAI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN I - 1

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERENCANAAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG (PENGAMAN PANTAI LABUHAN) DI KABUPATEN SUMBAWA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *)

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bambang Istijono 1 *, Benny Hidayat 1, Adek Rizaldi 2, dan Andri Yosa Sabri 2

BAB V RENCANA PENANGANAN

KAJIAN GELOMBANG RENCANA DI PERAIRAN PANTAI AMPENAN UNTUK PERENCANAAN BANGUNAN PANTAI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. lahan serta kerusakan infrastruktur dan bangunan (Marfai, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari diakses

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

Gambar 3. Peta Resiko Banjir Rob Karena Pasang Surut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

Transkripsi:

PENANGGULANGAN ABRASI PANTAI UTARA JAWA BARAT DI PANTAI DADAP KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN KAJIAN PENANGANAN STRUKTUR DAN NON-STRUKTUR Rullyanto Arie Hernowo 1 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta Email : rullyantoariehernowo@yahoo.com ABSTRAK Penanggulangan Abrasi Pantai Utara Jawa Barat di Pantai Dadap Kabupaten Indramayu secara umum dimaksudkan untuk menemukan upaya pemecahan masalah yang menyebabkan mundurnya garis pantai, mengetahui perilaku sungai, morfologi muara dan pantai utara, sehingga diperoleh cara penanganan yang tepat tanpa menimbulkan masalah baru dimasa mendatang. Tujuan Penanggulangan Abrasi Pantai Utara Jawa Barat di Pantai Dadap Kabupaten Indramayu adalah ; (1). Melindungi Pantai Dadap dari kerusakan lebih lanjut karena abrasi dengan membuat perencanaan desain bangunan yang paling memadai ditinjau dari aspek teknis, ekonomis dan lingkungan, (2). Mengatur angkutan sedimen agar tidak mengganggu pola aktivitas di Pantai Dadap, (3). Membuat rencana teknis bangunan pengaman pantai atau muara pada Pantai Dadap dengan kajian penanganan struktur dan non-struktur. Kata Kunci : Melindungi, Mengatur, Rencana Teknis, Kajian Penanganan. I. PENDAHULUAN Pantai dan muara merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat berharga bagi kehidupan manusia, sehingga dibutuhkan pengelolaan yang berkesinambungan, terarah, dan terpadu dalam rangka optimalisasi pemanfaatan daerah pantai dan muara baik untuk kepentingan saat ini maupun di masa datang. Pemanfaatan daerah pantai dan muara harus memperhatikan ekosistem pantai yang meliputi kawasan darat dan perairan beserta seluruh kehidupan yang ada di dalamnya. Saat ini kondisi ekosistem pantai dan muara di sebagian daerah telah rusak dan terancam kelestariannya akibat adanya kegiatan manusia yang tidak terkendali dan tidak memperhatikan keseimbangan lingkungan. Kerusakan pantai dan muara dapat diakibatkan beberapa hal, diantaranya kegiatan penambangan pasir dan batu karang, penebangan hutan bakau, pembuatan tambak yang menghabiskan area hutan bakau, pembangunan konstruksi yang tidak berwawasan lingkungan, pembangunan kawasan permukiman yang terlalu dekat dengan pantai, dan pengembangan daerah pantai yang tidak sesuai dengan potensi yang tersedia. Pantai Dadap di Kabupaten Indramayu merupakan salah satu pantai yang mengalami kerusakan akibat abrasi. Hal ini dikarenakan terkikisnya pantai oleh gelombang pasang air laut dan berkurangnya vegetasi pantai (mangrove). Pantai utara dan muara Sungai Dadap yang merupakan salah satu sumberdaya alam sangat berharga bagi kehidupan masyarakat Indramayu, sehingga dibutuhkan penanganan pengelolaan daerah kedua kawasan tersebut agar berkesinambungan, terarah dan terpadu. Pantai Dadap, Kabupaten Indramayu dengan kondisi pantai dan muara sungai yang mengalami kerusakan, memerlukan pengelolaan guna mengatasi masalah abrasi pantai. Abrasi pantai tersebut menyebabkan mundurnya garis pantai dan merusak areal tambak yang ada. II. MAKSUD DAN TUJUAN Penanggulangan abrasi di Pantai Dadap secara umum dimaksudkan untuk menemukan upaya pemecahan masalah yang menyebabkan mundurnya garis pantai, mengetahui perilaku Sungai Dadap, morfologi muara dan pantai utara, tingkat sedimentasi, sehingga diperoleh cara penanganan yang tepat tanpa menimbulkan masalah baru dimasa mendatang. Tujuan penanggulangan abrasi di Pantai Dadap adalah: 1. Melindungi Pantai Dadap dari kerusakan lebih lanjut karena abrasi dengan membuat perencanaan desain bangunan yang paling memadai ditinjau dari aspek teknis, ekonomis dan lingkungan. 2. Mengatur angkutan sedimen agar tidak mengganggu pola aktivitas di Pantai Dadap. 3. Membuat rencana teknis bangunan pengaman pantai atau muara pada Pantai Dadap. 4. Membuat perencanaan pola penanganan dan penanggulangan abrasi pantai dan pendangkalan muara baik secara struktur maupun non struktur, lengkap dengan gambar desain. KoNTekS 6 K-45

III. GAMBARAN UMUM DAN PERMASALAHAN 3.1. LETAK GEOGRAFIS DAN PENCAPAIAN Secara geografis Kabupaten Indramayu berada di Propinsi Jawa Barat yang terletak pada 107 52-108 36 Bujur Timur dan 6 15-6 40 Lintang Selatan, dengan batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Tenggara : Kabupaten Cirebon Sebelah Barat : Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Subang Akses dari darat cukup mudah karena Kabupaten Indramayu termasuk dalam jalur Pantai Utara (Pantura) yang merupakan akses penting dalam sistem perhubungan di Pulau Jawa. Untuk mencapai lokasi muara Sungai Dadap dapat dilakukan melalui ruas jalan Indramayu-Cirebon, berhenti di Jembatan Dadap, kurang lebih pada km 13,50 dari Kota Indramayu. Jalan ke pantai melalui jalan inspeksi di sisi Sungai Dadap ± 300 meter. Dari jalan raya, jalan masuk ke lokasi berupa perkerasan batuan dan tanah, dapat dilalui kendaraan roda empat hingga ke lokasi pantai. Peta lokasi disajikan pada Gambar. LOKASI Gambar 1 Peta Lokasi. PETA LOKASI 3.2. PERMASALAHAN DI PANTAI DADAP 3.2.1. ABRASI PANTAI Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun sering diperparah oleh ulah manusia. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya abrasi adalah dengan penanaman hutan mangrove. (Berdasarkan www.wikipedia.org) Abrasi adalah berkurangnya daratan yang berbatasan dengan laut akibat pergerakan air laut, ombak dan arus. Bentuk abrasi ini sebenarnya tidak ada bentuk yang khas, akan tetapi bila mengacu dari berbagai penelitian lapangan umumnya abrasi meninggalkan jejak berbentuk garis pantai yang bergerigi dengan tebing berbentuk cliff berukuran pendek, tergantung dari keadaan topografi setempat sebelum terabrasi. Disamping itu berkurangnya lahan darat akan mengancam kawasan pertambakan ataupun pemukiman. K-46 KoNTekS 6

3.2.2. EKOSISTEM PANTAI DADAP 3.2.2.1. Penggunaan Lahan Pantai Dadap Kawasan pesisir Pantai Dadap didominasi oleh nelayan dan penggunaan lahan untuk budidaya tambak. Pantai Dadap adalah salah satu desa pantai di Kabupaten Indramayu yang terkena dampak langsung akibat perubahan morfologi Muara Sungai Dadap. Pengembangan budidaya tambak tidak hanya dilakukan oleh masyarakat setempat, tetapi juga oleh investor swasta (sekarang tidak aktif). Hamparan tambak langsung berbatasan dengan laut dan tidak ada batasan garis pantai yang jelas. Tanaman bakau yang berfungsi sebagai pelindung tidak ada, seperti disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Pantai Dadap Kondisi sekarang, di Pantai Dadap mengalami abrasi yang mengancam keberadaan lahan tambak masyarakat. Budidaya perikanan dan tambak adalah mata pencaharian utama sebagain besar penduduk Pantai Dadap. 3.3. KONSEPSI PENANGGULANGAN ABRASI PANTAI Pantai dan muara adalah bagian wilayah pesisir yang mempunyai potensi sumber daya alam dan akses ke sumber daya kelautan yang sangat besar. Wilayah pesisir adalah suatu ekosistem yang terdiri dari unsur geofisik alamiah, biota, dan manusia yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi (dinamika biogeofisik). Secara alamiah komposisi ekosistem akan berada dalam kesetimbangan. Eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan akan mempengaruhi komposisi alamiah yang dapat merubah keseimbangan. Perubahan komposisi dan keseimbangan akan memberikan dampak nyata dari perubahan fungsi kawasan. Abrasi pantai, sedimentasi, menipisnya hutan bakau, dan pencemaran perairan adalah dampak nyata yang mudah teridentifikasi. Alam pada umumnya telah menyediakan mekanisme perlindungan pantai alami yang efektif. Pada pantai berpasir, perlindungan alami berupa hamparan pasir atau bukit pasir (sand dune) yang merupakan penghancur energi yang efektif serta merupakan cadangan pasir. Disamping itu, pada daerah yang sering dilanda badai, bukit pasir juga merupakan pelindung daerah belakang pantai dari amukan badai yang setiap saat mengancam. Sedangkan pada pantai lumpur/tanah liat, alam menyediakan tumbuhan pantai seperti pohon api-api dan bakau (mangrove) yang dapat tumbuh subur pada jenis tanah ini. Tumbuhan pantai ini akan memecahkan energi gelombang yang datang ke pantai. Akar-akar tumbuhan akan menghambat laju kecepatan air sehingga terjadi proses pengendapan material pantai di sekitar tumbuhan tersebut. Bila perlindungan alamiah itu tidak ada, maka untuk melindungi pantai terhadap erosi dilakukan dengan cara artifisial atau buatan, baik dengan membuat bangunan pengaman pantai dan muara maupun dengan cara-cara lainnya. Pada dasarnya erosi pantai terjadi apabila angkutan sedimen yang terjadi pada suatu pantai lebih besar daripada pasok sedimen yang berasal dari sungai-sungai yang bermuara sepanjang pantai tersebut atau tebing pantai yang tidak mampu menahan gempuran gelombang (meskipun angkutan sedimen di pantai tersebut sangat kecil). Namun proses erosi yang terjadi di alam umumnya tidak terjadi hanya karena satu sebab tetapi biasa terjadi oleh gabungan antara beberapa hal. Untuk tidak memperbesar dampak negatif yang mungkin timbul, perlu ditempuh berbagai langkah yang berorientasi pada pemanfaatan lahan dan sumberdaya pesisir yang bernilai tambah tinggi tetapi disertai dengan pelestarian fungsi ekologinya (keseimbangan fungsi ekologis). Penanggulangan dampak berfungsi untuk menekan/memperkecil besaran resiko kerugian dan tidak dapat menghilangkan potensi kerugian secara mutlak, dengan upaya penanganan secara struktural dan non struktural secara terpadu. Dalam KoNTekS 6 K-47

penanggulangan abrasi ini diberlakukan konsep keseimbangan alamiah, dalam arti mengacu pada kondisi dan karakteristik alamiah sebelumnya. Penanganan yang dapat dilakukan dapat digolongkan berdasarkan kinerja masing-masing cara dan tergantung dari penyebab timbulnya permasalahan. Terdapat enam cara untuk mengurangi atau mencegah kerusakan pantai dan muara akibat erosi, yaitu : 1. Menyeimbangkan laju angkutan sedimen sejajar pantai. 2. Pengurangan energi gelombang yang mengenai pantai. 3. Menambah suplai sedimen ke pantai (sand nourishment). 4. Mengadakan penghijauan pada daerah pantai. 5. Memperkuat garis pantai sehingga tahan terhadap gempuran gelombang dan meninggikan muka tanah pantai. 6. Penegakkan Hukum. IV. KRITERIA PERENCANAAN PENANGANAN Pantai adalah bagian wilayah pesisir yang mempunyai potensi sumberdaya alam dan akses ke sumberdaya kelautan yang sangat besar. Wilayah pesisir adalah suatu ekosistem yang terdiri dari unsur geofisik alamiah, biota, dan manusia yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi (dinamika biogeofisik). Secara alamiah pula komposisi ekosistem akan berada dalam kesetimbangan. Eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan akan mempengaruhi komposisi alamiah yang dapat merubah kesetimbangan. Perubahan komposisi dan kesetimbangan akan memberikan dampak nyata dari perubahan fungsi kawasan. Abrasi pantai, sedimentasi, menipisnya hutan bakau, dan pencemaran perairan adalah dampak nyata yang mudah teridentifikasikan. Penanganan sumber daya alam wilayah pesisir harus bersifat konservasi. Konservasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti menyelamatkan, melindungi, melestarikan dan menyimpan. Dalam konteks pengelolaan sumber darya alam, konservasi berarti menghemat sumber daya alam tersebut sehingga ketersediaannya selalu terjaga. Untuk tidak memperbesar dampak negatif yang mungkin timbul, perlu ditempuh berbagai langkah yang berorientasi pada pemanfaatan lahan dan sumberdaya pantai yang bernilai tambah tinggi tetapi disertai dengan pelestarian fungsi ekologinya (keseimbangan fungsi ekologis). Penanggulangan dampak berfungsi untuk menekan/memperkecil besaran resiko kerugian dan tidak dapat menghilangkan potensi kerugian secara mutlak, dengan upaya penanganan secara struktural dan non struktural secara terpadu. Dalam penanggulangan abrasi ini diberlakukan konsep kesetimbangan alamiah, dalam arti mengacu pada kondisi dan karakteristik alamiah sebelumnya. Dalam menentukan struktur pengaman erosi pantai yang sesuai untuk kawasan pantai, selain faktor dominan penyebab erosi pantai, jenis pantai, kondisi geologi, dan kondisi Hidro-Oceanografi, maka kesesuaian dan ketersediaan bahan bangunan di daerah ini sangatlah penting untuk diperhatikan dan dipertimbangkan. 4.1. ESTETIKA DAN LINGKUNGAN Karena bangunan pantai merupakan benda asing yang dapat merubah keseimbangan pantai, bagaimanapun juga pembuatan bangunan pengaman pantai akan berdampak terhadap pantai di sekitarnya. Dalam perencanaan struktur bangunan pengaman pantai ini harus diperhitungkan seminimal mungkin dampak yang akan timbul, seperti terjadinya erosi dibagian hilir dari bangunan pantai. Apabila memungkinkan, struktur pengaman pantai harus diusahakan di mana dampak dari struktur sangat kecil seperti pada pantai tetangganya. 4.2. PENANGGULANGAN NON STRUKTURAL Kegiatan non-struktur bertujuan untuk pengendalian dan mengurangi besaran potensi masalah yang ditimbulkan oleh abrasi. Kegiatan non struktural antara lain dengan cara mengatur budidaya lahan di pesisir sedemikian rupa sehingga selaras dengan kondisi dan fenomena lingkungan/alam. Upaya penanganan abrasi secara non struktural lebih bersifat jangka panjang. Oleh sebab itu pola penanganan ini diperlukan konsistensi dalam menjalankan program dan tersusun secara sistematis yang bersifat strategis. Adanya partisipasi masyarakat merupakan persyaratan pokok bagi berhasilnya upaya ini. K-48 KoNTekS 6

Upaya non struktural dalam kaitan penanggulangan abrasi berupa: 1. Konservasi tanah dan air di kawasan pesisir untuk pengendalian abrasi dan mengurangi dampak pendangkalan/sedimentasi di muara sungai. Kegiatan ini merupakan gabungan antara rekayasa sipil dengan teknik agro (biologi), 2. Penataan ruang dan rekayasa di dataran pantai yang diatur sedemikian rupa, sehingga resiko kerugian akibat bencana yang timbul menjadi minimal. 3. Penerapan sistem perkiraan untuk menekan kerugian bila abrasi terjadi. 4. Penanggulangan abrasi yang dilaksanakan sendiri baik oleh perorangan, maupun oleh kelompok masyarakat untuk mengatasi masalah abrasi secara lokal, 5. Partisipasi masyarakat yang didukung adanya penegakan hukum antara lain dalam mentaati ketentuan menyangkut tata ruang dan pola pembudidayaan dataran pantai, 6. Penetapan sempadan pantai yang didukung dengan penegakan hukum. 7. Penyuluhan dan pendidikan masyarakat lewat berbagai media menyangkut berbagai aspek dalam rangka meningkatkan kepedulian dan partisipasinya. 4.3. PERENCANAAN BANGUNAN Karakteristik perairan Pantai Dadap dimana tunggang pasang maksimum adalah 1,046 meter dan tinggi gelombang disekitar daerah pantai adalah 0,5 meter, maka bangunan yang direncanakan adalah detached breakwater atau submerged breakwater. Pertimbangan usulan jenis bangunan adalah aspek ekonomi dan kebutuhan untuk penambahan daratan. Breakwater dipasang pada kedalaman -0,50 m IVP pada CMK 2511 dengan masuk ke tanah dasar sampai elevasi -1,0 m IVP pada CMK 2511. Puncak bangunan berada pada elevasi +0,7 m IVP pada CMK 2511, yaitu sedikit di atas muka air laut rata-rata (MSL = +0,584 m pada CMK 2511), atau tinggi rata-rata bangunan 1,7 meter. Dengan menggunakan detached breakwater maka akan terjadi pengendapan (sedimentasi) pada daerah di belakang breakwater sehingga akan menambah lahan yang bisa digunakan untuk areal pertambakan. Selain itu, penggunaan breakwater juga akan menjagai pertumbuhan tanaman bakau agar dapat tumbuh dengan kuat sebelum akhirnya breakwater akan rusak dan fungsi perlindungan daerah pantai akan dilaksanakan oleh hutan bakau. Konstruksi Breakwater ini terbuat dari karung geosintetis berbahan baku polymer yang diisi dengan pasir, struktur ini dipasang sebanyak empat lapis di atas geogrid bebahan baku polymer dan semua bahan konstruksi tersebut fabricated. Digunakan geosintetis manfaatnya adalah untuk memerangkap laju sedimen di pantai agar tidak tertarik arus laut kembali karena memiliki kuat tekan 6000 N. Alas dari geogrid memiliki manfaat sebagai lapisan perkuatan pada struktur tanah yang labil, sangat cocok pada daerah pantai karena memiliki kuat tarik yang besar yaitu > 30 kn/m. Lebar puncak tergantung pada limpasan yang diijinkan. Pada kondisi limpasan yang diijinkan, lebar puncak minimum adalah sama dengan lebar dari tiga buah batu pelindung/geosintetis yang disusun berdampingan (n = 3). 1 buah geosintetis memiliki panjang 1,7 m, karena dipasang 3 buah maka lebar puncak adalah: 3 x 1,7 = 5,1 m 5,0 meter. Lebar bawah: 6 x 1,7 = 10,2 m 10,0 meter. Dimensi dan spesifikasi bangunan yang ditentukan berdasarkan karakteristik gelombang dan kebutuhan pelaksanaan konstruksi adalah : 1. Lebar atas : 5,0 meter 2. Lebar bawah : 10,0 meter 3. Kemiringan muka (laut) : 1:1 4. Kemiringan belakang (darat) : 1:1 5. Bahan bangunan : tumpukan karung geosynthetic yang berisi pasir 6. Ukuran karung geosynyhetic : 1,7 x 0,7 x 0,5 meter 7. Lapisan bawah : Geogrid Layout penempatan bangunan disajikan pada gambar berikut. KoNTekS 6 K-49

SISI LAUT SISI DARAT 10,0 1 1 SISI LAUT SISI DARAT Gambar 3 Submerged Breakwater V. KESIMPULAN 1. Masyarakat Pantai Dadap umumnya bermata pencaharian sebagai petani tambak dan nelayan, adanya abrasi pantai yang telah menenggelamkan sebagian lahan tambak tersebut tentunya memberikan dampak terhadap perekonomian masyarakat. Penanggulangan abrasi dan mengembalikan lahan tambak adalah harapan masyarakat. 2. Berdasarkan investigasi lapangan dan analisis hidro-oceanografi, karakteristik oceanografi merupakan salah satu penyebab dominan abrasi Pantai Dadap. 3. Dari sisi geologi regional Lembar Cirebon (1996), lokasi abrasi Pantai Dadap terletak pada pada bagian pantai utara dimana dominasi endapan aluvial dan endapan pantai dengan tebal endapan sekitar 5 meter. Pada satuan ini adanya penurunan/konsolidasi (secondary settlement) sangat dimungkinkan. 4. Pendekatan yang digunakan dalam rangka perencanaan perlindungan pantai, antara lain dengan mengurangi energi gelombang dengan bangunan pemecah gelombang lepas pantai dengan break water, memperkuat tebing pantai dengan vegetasi, dan menambah suplai sedimen ke pantai melalui pengelolaan prasarana yang sudah dikembangkan. Untuk mendapatkan hasil optimal dilakukan pemodelan simulasi penempatan alternatif bangunan pemecah gelombang dan penanggulangan abrasi yang dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan terhadap pantai dan perubahan garis pantai akibat bangunan tersebut. 5. Dari hasi pemodelan transformasi gelombang, hidrodinamik arus, dan perubahan garis pantai didapatkan bahwa bangunan pengaman pantai yang paling cocok diterapkan pada Pantai Dadap adalah detached breakwater yang direncanakan berfungsi sebagai artificial reef. Breakwater direncanakan dipasang pada elevasi -0,50 m IVP pada CMK 2511 dengan panjang keselurahan 2,58 kilometer. Mangrove ditanam pada elevasi +0,50 m IVP pada CMK 2511 sebagai pelindung alamiah pantai dan fungsi ekologis. 6. Pengembangan tanaman mangrove lebih ditujukan untuk pembelajaran masyarakat sebagai Key Stakeholders untuk ikut terlibat dalam penanggulangan abrasi dan menjaga kelestarian sumberdaya pesisir. 7. Penanganan penanggulangan abrasi sebaiknya digunakan gabungan dari cara struktur dan non-struktur sehingga didapat hasil yang efisien dan optimal.. K-50 KoNTekS 6

VI. DAFTAR PUSTAKA F. Ch. Hayes Publications no. 200, Guidance for Hydrographic and Hydrometric Surveys, IHE Delft, 1978 Otto S.R. Ongkosongo Suyarso, Pasang Surut CERC, Shore Protection Manual Volume 1, 1984 US Army Coastal Engineering Research Center, Washington, SPM, 1984 Chay Asdak, M.Sc., Ph.D., Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2002 Bambang Triatmodjo, Teknik Pantai, Beta Offset, Yogyakarta, 1999 Hasil Pengamatan Angin dari Stasiun Jatiwangi selama 22 tahun (1980-2002) spektrum gelombang JONSWAP (Shore Protection Manual), 1984 DirJen Pengairan DPU, Pedoman Pengendalian Banjir, Vol II Pedoman Survey dan Perencanaan, 1996 Higgins dan Stewart, Wave Set dengan menggunakan teori Longuet, dalam CERC, 1963, 1984) KoNTekS 6 K-51

K-52 KoNTekS 6