BAB II KAJIAN PUSTAKA. Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir. Karena

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Kemampuan Siswa Mengenal Bangun Datar Sederhana

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan

Pertemuan Ke-4. Oleh: M. Jainuri, S.Pd., M.Pd. Pendidikan Matematika. STKIP YPM Bangko. Teori Belajar Kognitif_M. Jainuri, S.Pd., M.

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan perlu dilakukan secara menyeluruh meliputi

TEORI PEMBELAJARAN ALIRAN PSIKOLOGI KOGNITIF DIENES

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

TEORI BELAJAR MATEMATIKA DAN PENERAPANNYA DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASAR TEORI DIENES

MAKALAH DASAR-DASAR DAN PROSES PEMBELAJARAN

ILMU DAN MATEMATIKA. Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, bahasa Inggris science, bahasa latin scio dan di Indonesiakan menjadi sains.

BELAJAR DIENES. Al-Khwarizmi, Vol.I, Maret

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran memiliki kemiripan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. lebih luas dari pada itu, yakni mengalami. Hal ini sejalan dengan pernyataan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kelebihan Kelemahan Model Belajar Kontekstual

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir. Karena

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai

BAB II MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING PADA MATERI GARIS SINGGUNG LINGKARAN

PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT

menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

SARANA BERFIKIR ILMIAH

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBING-PROMPTING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA KELAS XI.IPA MAN 1 KOTA BENGKULU

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

UNIT 2. Teori Belajar Matematika. Pendahuluan

TEORI BELAJAR PERMAINAN DIENES DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses membantu manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sikap serta tingkah laku. Di dalam pendidikan terdapat proses belajar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Nasional sebagai usaha untuk mencerdaskan anak bangsa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari Sekolah

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN MENERAPKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA CIREBON

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sendiri. Sedangkan Sinaga dan Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan

I. TINJAUAN PUSTAKA. yang dikutip oleh Winataputra (2003: 2.3) bahwa belajar adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan

KARAKTERISTIK MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah sesuatu yang sangat penting untuk dipelajari, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MATEMATIKA DAN MASALAH-MASALAH UMUM DI DALAMNYA

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah meningkatkan sumber daya manusia (SDM).

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI METODE KONTEKSTUAL POKOK BAHASAN PECAHAN

BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki alat-alat potensial yang harus dikembangkan secara

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam

BAB II HAKIKAT DAN PERANAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA DALAM BELAJAR GEOMETRI BERDASARKAN TEORI BELAJAR VAN HIELE

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di. Sekolah Dasar yang dianggap sebagian siswa terasa sulit

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan orang yang akan melakukan pembelajaran. Belajar bukan hanya. sekedar menghafal sejumlah fakta atau informasi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II KAJIAN TEORETIS. pesan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fifit Triana Dewi, 2013

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Pelajaran Matematika Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir. Karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam dalam menghadapi kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada setiap siswa sejak SD, bahkan sejak TK. Namun matematika yang ada pada hakekatnya merupakan suatu ilmu yang cara benalarnya deduktif formal dan abstrak, harus diberikan kepada anak-anak sejak SD yang cara berfikirnya masih pada tahap operasi konkret. Oleh karena itu kita peru berhati-hati dalam menanamkan konsep matematika tersebut. di satu pihak siswa SD berfikirnya masih sangat terbatas, artinya berpikirnya dengan dikaitkannya dengan bendabenda konkret ataupun gambar-gambar konkret, dipihak lain matematika itu obyek-obyek penelaahannya abstrak, artinya hanya ada dalam pemikiran manusia sehingga matematika itu hanyalah suatu hasil karya dari kerja otak manusia. 2.1.1 Pengertian Matematika Depdiknas (2004: 7), Berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika, dipandang dari pengetahuan dan pengalaman dari masing-masing yang berkepentingan. Ada yang mengatakan matematika itu bahasa symbol; Matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan bahasa kabur, majemuk, dan emosional; Matematika adalah berfikir logis; Matematika adalah sarana berfikir; Matematika adalah logika pada masa dewasa; Matematika adalah ratunya

7 ilmu sekaligus pelayannya; Matematika adalah sains mengenai kuantitas dan besaran; Matematika adalah suatu sains yang bekerja menarik kesimpulankesimpulan yang perlu; Matematika adalah sains formal yang murni; Matematika adalah sains yang memanipulasi symbol; Matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang; Matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk, dan struktur; Matematika adalaah ilmu yang abstrak dan deduktif; Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik; Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi; Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logic dan berhubungan dengan bilangan; Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk; Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik; matematika adalah pengetahauan tentang aturanaturan yang ketat, dan Matematika adalah aktivitas manusia. Depdiknas (2004: 17), Matematika berasal dari bahasa latin Manthema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari, Matematika dalam bahasa Belanda disebut Wiskunde atau Ilmu pasti, yang kesemuannya berkaitan dengan penalaran. Berdasarkan Etimologi, Perkataan matematika berarti Ilmu Pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Konon, hingga saat ini pun tidak ada yang bisa mendefinisikan matematika dengan sempurnah dalam satu kalimat. Kebanyakan adalah definisi yang tidak utuh karena hanya dengan sudut pandang tertentu. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berfikir, oleh karena itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika. Logika adalah masa bayi dari matematika, sebaliknya

8 matematika adalah masa dewasa dari logika. Sejalan dengan berkembangnya matematika, maka banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai matematika. James dan James (dalam http://masih-berbagi.blogspot.com/2012/08/ pengertian-matematika-menurut-beberapa.html, 1976) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu : aljabar, analisis dan geometri. Namun pembagian yang jelas amatlah sukar untuk dibuat, sebab cabang-cabang itu semakin bercampur. Johnson dan Rising (dalam http://masih-berbagi.blogspot.com/2012/08/ pengertian-matematika-menurut-beberapa.html, 1972) berpendapat bahwa matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logic, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan symbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Reys dkk (dalam http://masih-berbagi.blogspot.com/2012/08/ pengertianmatematika-menurut-beberapa.html, 1984) mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berfikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Kline (dalam http://masih-berbagi.blogspot.com/2012/08/ pengertianmatematika-menurut-beberapa.html, 1973) mengemukakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri,

9 tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dam menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. 2.1.2 Karakteristik Matematika Walau tidak terdapat satu pengertian tentang matematika yang tunggal dan disepakati oleh semua tokoh atau pakar matematika namun dapat terlihat adanya ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum. Beberapa karekteristik itu adalah Depdiknas (2004: 9-13): 1. Memiliki objek abstrak Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak yang disebut objek mental. objek-objek itu merupakan objek pikiran. ojek dasar itu meliputi fakta, konsep, operasi ataupun relasi dan prinsip. 2. Bertumpu pada kesepakatan Dalam matematika kesepakatan merupakan suatu tumpuan yang amat penting. Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitive. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan berputarputarnya argumentasi dalam pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pendefinisian. 3. Berpola berfikir deduktif Dalam Matematika sebagai Ilmu hanya diterima pola berfikir deduktif. Pola berfikir deduktif secara sederhana dapat diktakan pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan pada hal yang bersifat khusus

10 4. Memiliki simbol yang kosong dari arti Dalam matematika terdapat banyak sekali simbol yang digunakan baik berupa huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk suatu model matematika. Misalnya tanda + belum tentu operasi tambah untuk dua bilangan. makna huruf tanda tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model itu. 5. Memperhatikan semesta pembicaraan Sehubungan dengan kosongnya arti dari simbol-simbol dan tandatanda dalam matematika jelas bahwa dalam menggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa simbol itu dipakai. 6. Konsisten dalam sistemnya Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama lain tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain. 2.2 Hakekat Anak Sekolah Dasar Banyak para ahli yang memandang bahwa siswa sekolah dasar dipandang sebagai individu-individu yang berbeda dan tahap kemampuan berfikirnya masih dalam tahap berfikir konkret. Hal ini sesuai dengan beberapa pandangan para ahli yang diuraikan pada bahasan berikut Budhayanti dkk (2009). 2.2.1 Piaget Piaget memandang bahwa setiap individu mengalami perubahan perilaku yang mendasari penetapan tahap-tahap perkembangan kognitif. Tiap tahapan

11 perkembangan menggambarkan isi struktur kognitif yang khas sesuai perbedaan antar tahapan. Berikut tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget : 1. Tahap Sensorimotor, ( 0 2 tahun ) Pada tahap sensorimotor anak menganal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan, penciuman, pendengaraan, perabaan dan menggerak-gerakannya. 2. Tahap Praoperasional ( 2-7 tahun ) Pada tahap praoperasional, anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia telah menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi membuat gambar dan menggolong-golongkan. 3. Tahap Operasional konkret ( 7-11 tahun ) Pada tahap ini, daya kemampuan anak telah berkembangan. Anak sudah berfikir logis untuk memecahkan masalah konkret. 4. Tahap operasional Formal ( 11 tahun ke atas ) Kecakapan kognitif mencapai puncak perkembangan. Anak mampu memprediksi, berfikir tentang situasi hipotesi, tentang hakekat berfikir serta mengapresiasi struktur bahasa dan berdialog. Pada tahap-tahap perkembangan siswa diuraikan di atas menunjukkan bahwa setiap anak sekolah dasar umumnya berada pada umur sekitar 7-11 tahun. Pada usia ini menunjukkan bahwa taraf berfikir siswa masih dalam taraf berfikir

12 operasi konkret. Dalam kaitannya dengan bahasan Bab I sebelumnya perlu dibantu dengan benda-benda konkret. 2.2.2 Bruner Bruner (dalam Nyimas, 2007:6) menyatakan cara menyajikan pelajaran harus disesuaikan dengan derajat berfikir anak dan membagi tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam tiga tahap, yaitu : 1. Tahap Enaktif Yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata. 2. Tahap Ikonik Yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual, gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas. 3. Tahap Simbolik Yaitu suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk symbol-simbol abstrak (Abstract symbols yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (Misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat) lambanga-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak lainnya.

13 Bruner melalui teorinya itu (dalam Nyimas, 2007:6) mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan memamnipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diotak-atik oleh siswa dalam memahami suatu konsep matematika. Pandangan di atas mendukung pandangan Piaget yang menekankan pembelajaran matematika di SD sebaiknya dimulai dengan menggunakan bendabenda konkret. 2.2.3 Dienes Menurut Dienes (dalam Nyimas, dkk,2007:8) objek-objek konkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1992:125-127), konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu, Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi enam tahap, yakni : 1) Permainan Bebas (Free Play) 2) Permainan yang Menggunakan Aturan (Games) 3) Pemainan Kesamaan Sifat (Searching for Communalities) 4) Permainan Representasi (Representation) 5) Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization) 6) Permainan dengan Formalisasi (Formalization) 2.2.4 Van Hiele Menurut Van Hiele (dalam Nyimas, 4-2) terdapat lima tahapan pemahaman geometri, yaitu :

14 1) Tahap Pengenalan, pada tahap ini siswa hanya baru mengenal bangun-bangun geometri seperti bola, kubus, segitiga, persegi dan bangun-bangun geometri lainnya. 2) Tahap Analisis, pada tahap ini anak sudah memahami sifat-sifat dari bangunbangun geometri. 3) Tahap Pengurutan, pada tahap ini pemahaman siswa terhadap geometri lebih meningkat lagi dari sebelumnya yang hanya mengenal bangun-bangun geometri beserta sifat-sifatnya, maka pada tahap ini anak sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya. 4) Tahap Deduksi, pada tahap ini anak sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil kesimpulan secara deduktif. 5) Tahap Keakuratan, pada tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. 2.3 Pengertian Pembelajaran Kontekstual (Dalam http://www.pendidikanekonomi.com/2012/03/pengertian-tujuandan-strategi.html) Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pembelajaran kontekstual merupakan prosedur pendidikan yang bertujuan membentu siswa memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara

15 menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat. CTL memiliki dua peranan dalam pendidikan yaitu sebagai filosofi pendidikan dan sebagai rangkaian kesatuan dari strategi pendidikan. Sebagai filosofi pendidikan, CTL mengasumsikan bahwa peranan pendidik adalah membantu siswa menemukan makna dalam pendidikan dengan cara membuat hubungan antara apa yang mereka pelajari di sekolah dan cara-cara menerapkan pengetahuan tersebut di dunia nyata. Hal ini dimaksudkan untuk membantu siswa memahami mengapa yang mereka pelajari itu penting. Sedangkan sebagai strategi, strategi pengajaran dengan CTL memadukan dengan teknik-teknik yang membantu siswa menjadi lebih aktif sebagai pebelajar dan reflektif terhadap pengalamannya. Belajar kontekstual akan terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang telah diajarkan yang berkaitan dengan masalah nyata dengan peranan dan tanggung jawabya sebagai anggota keluarga, warganegara, siswa dan pekerja. Pembelajaran kontekstual menekankan pada tingkat berfikir yang tinggi, transfer pengetahuan yang lintas disiplin akademik, pengumpulan, analisis dan sintesis informasi atau data dari berbagai sumber dan sudut pandangan. Blanchard (2001:19) memandang pembelajaran kontekstual sebagai suatu konsepsi yang membantu Guru menghubungan isi materi pelajaran dengan situasi dunia nyata yang berguna untuk memotivasi siswa dalam membuat hubunganhubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupannya sebagai anggota keluarga, masyarakat dan lingkungan kerja.

16 Menurut Nurhadi (dalam Sugiyanto, 2007) CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Menurut Jonhson (dalam Sugiyanto, 2007) CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan untuk menolong para siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyeksubyek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka. Parnel (dalam Owens, 2001) menyatakan bahwa dalam pengajaran Kontekstual, tugas utama guru adalah memperluas persepsi siswa sehingga makna atau pengertian itu menjadi mudah ditangkap dan tujuan pembelajaran segera dapat dimengerti. Pembelajaran kontekstual merupakan integrasi dari banyak praktek atau teknik-teknik pengajaran yang baik dan beberapa reformasi pendidikan yang bermaksud untuk meningkatkan relevansi dan kemampuan fungsional pendidikan untuk semua siswa. Dengan demikian, inti pembelajaran kontekstual adalah melibatkan situasi dunia nyata sebagai sumber maupun terapan materi pelajaran. 2.3.1 Karakteristik Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan

17 nyata atau pembelejaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah. b. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna. c. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. d. Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengkoreksi antar teman. e. Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersaamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam. f. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama. g. Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan. Secara lebih sederhana karakteristik pembelajaran kontekstual dapat dinyatakan menggunakan sepuluh kata kunci yaitu: kerja sama, saling menunjang, menyenangkan, belajar dengan gairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis dan guru kreatif. 2.3.2 Kelebihan Dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstual A. Kelebihan Pembelajaran Kontekstual Menurut Anisa (2009) ada beberapa kelebihan dalam pembelajaran Kontekstual yaitu:

18 1. Pembelajaran lebih bermakna, Artinya, Siswa melakukan sendiri kegiatan yang berhubungan dengan materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya sendiri. 2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran Kontekstual menuntut siswa menemukan sendiri bukan menghafalkan. 3. Menumbuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapt tentang materi yang dipelajari. 4. Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru. 5. Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk memecahkan masalah yang ada. 6. Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran. B. Kelemahan Pembelajaran Kontekstual Menurut Dzaki (2009) kelemahan dalam pembelajaran Kontekstual yaitu: 1. Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pelajaran, tidak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalami sendiri. 2. Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya.

19 3. Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama dengan yang lainnya, karena siswa yang tekun akan harus bekerja melebihi siswa lain dalam kelompoknya. Dari penjelasan diatas maka seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran kontekstual harus dapat memperhatikan keadaan siswa dalam kelas. Selain itu, seorang guru juga harus mampu membagi kelompok secara heterogen, agar siswa yang pandai dapat membantu siswa yang kurang pandai. 2.3.3 Penerapan Pembelajaran Kontekstual Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan kontekstual, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain/skenario pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat kontrol pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen kontekstual tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Langkah pertama, Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah dengan bekerja sendiri, menemukan sendiri, mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya. 2. Langkah kedua, Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik yang dikerjakan. 3. Langkah ketiga, mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan memunculkan pertanyaan-pertanyaan. 4. Langkah keempat, menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok, berdiskusi, Tanya-jawab, dan sebagainya.

20 5. Langkah kelima, menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model bahkan media yang sebenarnya. 6. Langkah keenam, membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap pembelajaran yang telah dilakukan. 7. Langkah ketujuh, melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemapuan yang sebenarnya pada setiap siswa. 2.3.4 Tujuan Pembelajaran Kontekstual 1. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainnya. 2. Model pembelajaran ini bertujuan agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi perlu dengan adanya pemahaman 3. Model pembelajaran ini menekankan pada pengembangan minat pengalaman siswa. 4. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat berfikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain 5. Model pembelajaran CTL ini bertujuan agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna

21 6. Model pembelajaran model CTL ini bertujuan untuk mengajak anak pada suatu aktivitas yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari 7. Tujuan pembelajaran model CTL ini bertujuan agar siswa secara individu dapat menemukan dan mentransfer informasi-informasi komplek dan siswa dapat menjadikan informasi itu miliknya sendiri. 2.4 Kajian Penelitian Yang Relevan Penelitian tentang Implementasi Pembelajaran Kontekstual Pada mata pelajaran Matematika belum ada yang meneliti. Berikut ini uraian singkat: Penelitian ini dilakukan oleh Rahmawaty Mas Nusi Tahun 2013 dengan Judul Meningkatkan Kemampuan Membandingkan Panjang Benda Melalui pendekatan Kontekstual pada siswa kelas 1 SDN No 1 Kota Barat Kota Gorontalo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I terdapat 14 orang atau 53,33% dari 30 siswa yang memperoleh nilai 70 ke atas dengan demikian belum mencapai indicator kinerja yakni 75% siswa memperoleh nilai 70 ke atas, sehingga dilanjutkan siklus II. Pada siklus II terdapat 25 siswa atau 83,88% siswa yang memperoleh nilai 70 ke atas dan indikator telah tercapai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan melalui pendekatan kontekstual kemampuan siswa kelas SDN No. 1 Kota Barat dengan membandingkan panjang benda meningkat.