TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Soil Survey Staff (2014), tanah Inceptisol dicirikan sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Inceptisols tersebar luas di indonesia yaitu sekitar 40,8 juta ha. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

Menurut Abdurachman dkk (2008) umumnya lahan kering memiliki

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

TINJAUAN PUSTAKA. ordo tanah yang lain. Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature)

TINJAUAN PUSTAKA. adalah brown-forest, gley-humik, dan gley-humik rendah (Manurung, 2013).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. tertangani dengan baik. Pemanfaatan tanah Ultisol akan dihadapkan pada berbagai

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan

TINJAUAN PUSTAKA. Reaksi tanah menyatakan tingkat kemasaman suatu tanah. Reaksi tanah dapat

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Ultisol dan Masalahnya. Menurut Harjowigeno (1993) bahwa tanah Ultisol biasanya di temukan di

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

PENDAHULUAN. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. yang rendah. Biasanya terdapat aluminium yang dapat dipertukarkan dalam

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Incetisol merupakan tanah muda dan mulai berkembang. Profilnya

TINJAUAN PUSTAKA. organik. Sumber utama fosfat anorganik adalah hasil pelapukan dari mineralmineral

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. Kata Ultisol berasal dari bahasa latin ultimus yang berarti terakhir atau

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Anda (2010) abu vulkanik mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanah dan

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis (Zea mays Saccharata) merupakan salah satu jenis tanaman yang

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Rumput Raja Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis

TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol

KEMASAMAN TANAH. Wilayah tropika basah. Sebagian besar tanah bereaksi masam. Kemasaman tanah menjadi masalah utama

DASAR-DASAR ILMU TANAH

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Ultisol

FOSFOR. Kesuburan Tanah Ratih Kurniasih

DASAR-DASAR ILMU TANAH

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai

PENDAHULUAN. hingga mencapai luasan 110 ribu Ha. Pengurangan itu terlihat dari perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol

TINJAUAN PUSTAKA. juta ha atau 95% diantaranya terdapat di luar Jawa (Hardjoewigeno, 1993).

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. energi dan serat kasar. Konsumsi ternak rumiansia akan hijauan makanan ternak ±

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Permasalahan Tanah Ultisol dan Upaya Mengatasinya

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Inceptisol merupakan tanah awal yang berada di wilayah humida yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

Transkripsi:

15 TINJAUAN PUSTAKA Tanah Inceptisol Menurut Soil Survey Staff (2014), tanah Inceptisol dicirikan sebagai berikut; a.) adanya horizon kambik dikedalaman 100 cm dari permukaan tanah mineral dan berada dibatas 25 cm dibawah permukaan tanah mineral; b.) adanya calcic, petrocalcic, gypsic, petrogypsic, atau placic di horizon atau terkandung dikedalaman 100 cm dari permukaan tanah mineral; c.) adanya horizon fragipan atau oksik, sombrik, atau spodik didalam 200 cm dari permukaan tanah mineral; d.) adanya horizon sulfirik dikedalaman 150 cm dari permukaan tanah mineral. Inceptisol memiliki tekstur tanah yang beragam mulai dari kasar hingga halus dengan kandungan liat cukup tinggi (35-78%), tetapi sebagian lagi termasuk berlempung halus dengan kandungan liat lebih rendah (18-35%). Warna tanah Inceptisol umumnya kelabu, coklat sampai hitam tergantung bahan induknya. Selain itu, Inceptisol mempunyai karakteristik horizon pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan seperti karbonat atau silika amorf, beberapa mineral lapuk dan kemampuan menahan kation fraksi lempung yang sedang sampai tinggi (Munir, 1996). Inceptisol memiliki reaksi tanah (ph tanah) masam sampai agak masam (4.6-5.5), khususnya pada sebagian Eutrudepts ph tanahnya lebih tinggi yaitu dari agak masam sampai netral (5.6-6.8). Kandungan bahan organik sebagian besar rendah sampai sedang dan sebagian lagi sedang sampai tinggi. Kadar C-organik lapisan atas tanah (top soil) selalu lebih tinggi daripada lapisan bawah (sub soil), dengan rasio C/N tergolong rendah (5-10) sampai sedang (10-18) (Subagyo dkk., 2000).

16 Jumlah basa-basa tukar di seluruh lapisan tanah Inceptisol tergolong sedang sampai tinggi. Kompleks absorbsi didominasi oleh ion Mg dan Ca, dengan ion K yang relatif rendah. Kapasitas tukar kation sedang sampai tinggi di semua lapisan tanah. Kejenuhan basa rendah sampai tinggi (Damanik dkk., 2010). Inceptisol merupakan tanah terluas yang ada di bumi, menempati hampir 22% dari seluruh daratan di dunia. Letak geografisnya tersebar luas, mulai dari pinggiran sungai ke daerah hutan sampai lingkungan sekitar kutub. Seperti; terdapat di lembah Missisippi, Eropa Tengah, wilayah Amazon, wilayah Timur Laut India, Indonesia, dan sampai ke Alaska (Encyclopedia Britannica, 2010). Menurut Munir (1996) Inceptisol merupakan jenis tanah terluas di Indonesia yang mencapai sekitar 70,52 juta ha atau 37,5 % dari total area daratan di Indonesia. Menurut Subagyo dkk (2000) penyebaran Inceptisol merata di seluruh pulau besar yang ada di Indonesia. Mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur serta Irian Jaya. Meskipun penyebaran cukup luas dan potensial, tetapi bukan berarti Inceptisol dalam pemanfaatannya tidak memiliki permasalahan di lapangan. Umumnya lahan kering seperti Inceptisol memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah, dan kandungan bahan organik rendah. Secara umum, pada tanah-tanah di daerah tropis, mengalami penurunan kadar bahan organik tanah yang dapat mencapai 30-60 % dalam waktu 10 tahun. Kondisi ini makin diperburuk dengan terbatasnya penggunaan pupuk organik, terutama pada tanaman pangan semusim (Suriadikarta dkk., 2002). Pemanfaatan tanah Inceptisol pada masa yang akan datang secara maksimal perlu ditingkatkan. Sehingga secara keseluruhan prospek pemanfaatan

17 tanah Inceptisol di Indonesia masih dapat dikembangkan untuk budidaya pertanian sesuai dengan kemampuan lahan tersebut. Karena tanah Inceptisol sebagian besar terdiri atas bahan induk yang relatif resisten terhadap pelapukan sehingga fraksi liat yang dihasilkan oleh pelapukan relatif sedikit (Munir, 1996). Unsur Hara P Unsur hara P didalam tanah bersumber pada larutan tanah yang berasal dari pelapukan bebatuan/bahan induk hasil mineralisasi P organik atau dekomposisi bagian tanaman yang mengimmobilisasikan P dari larutan tanah. Jumlah P dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen (N) dan kalium (K). Unsur hara P yang dapat diserap oleh tanaman berupa dalam bentuk ion orthofosfat primer (H2PO - 4 ) dan ion orthofosfat sekunder (HPO 2-4 ) (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Ketersediaan P dalam tanah pada umumnya rendah. Banyak tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki kandungan P rendah. Fiksasi P merupakan masalah utama pada tanah-tanah vulkanik dan tanah kering masam dengan tekstur liat yang mengandung banyak oksida Al dan Fe. Pemberian P dari pupuk kimia seperti: TSP, SP-36, atau rock fosfat dalam jumlah banyak diperlukan untuk mengatasi fiksasi P agar sebagian dari P yang diberikan tersedia bagi tanaman (Santoso dan Sofyan, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersedian P dalam tanah menurut Winarso (2005) adalah: a. Tipe liat: Fiksasi P akan lebih kuat pada liat tipe 1:1 daripada tipe 2:1. Tipe liat 1:1 yang banyak mengandung kaolinit lebih kuat mengikat P.

18 Disamping itu oksida hidrous dari Al dan Fe pada tipe liat 1:1 juga ikut menjerap P. b. Reaksi tanah: Ketersediaan dari bentuk-bentuk P di dalam tanah sangat erat hubungannya dengan ph tanah. Pada kebanyakan tanah, ketersediaan P maksimum dijumpai pada kisaran ph antara 5.5-7. Ketersediaan P akan menurun bila ph tanah <5.5 atau >7. Adsorpsi P dalam larutan tanah oleh oksida Al dan Fe dapat menurun apabila ph meningkat. Apabila ph tanah makin tinggi, maka ketersediaan P juga akan berkurang yang terfiksasi oleh Ca dan Mg yang banyak pada tanah-tanah alkalis. P sangat rentan untuk diikat atau terjerap pada kondisi masam maupun alkalis. Semakin lama antara P dan tanah bersentuhan, semakin banyak P yang terfiksasi. c. Waktu reaksi: Semakin lama antara P dan tanah bersentuhan, semakin banyak P yang terfiksasi. Apabila pada waktunya Al akan diganti oleh Fe, maka kemungkinan akan terjadi ikatan Fe-P yang lebih sukar terlarut jika dibandingkan dengan ikatan Al-P. d. Temperatur: Tanah yang berada pada iklim panas umumnya lebih banyak mengikat P jika dibandingkan dengan tanah pada iklim sedang. Iklim panas akan menyebabkan kadar oksida hidrous Al dan Fe dalam tanah cukup tinggi. e. Bahan organik: Peran bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas dengan proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan bahan organik. Dalam proses mineralisasi akan dilepas mineral-mineral hara tanaman dengan lengkap (unsur hara makro dan mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil.

19 Unsur hara P merupakan unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman. Tidak ada unsur hara lain yang dapat mengganti fungsinya di dalam tanaman, sehingga tanaman harus mendapatkan atau mengandung P secara cukup untuk pertumbuhannya secara normal, oleh karena P dibutuhkan tanaman cukup tinggi. Fungsi penting P dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintetis, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di dalam tanaman lainnya yang membantu mempercepat perkembangan akar dan perkecambahan. Unsur P dapat merangsang pertumbuhan akar, kemudian berpengaruh pada pertumbuhan bagian di atas tanah. Kekurangan unsur P dapat menunjukkan gejala menurunnya sintesis protein, seperti: lambatnya pertumbuhan bibit dan daun berwarna keunguan (Winarso, 2005). Berdasarkan kelarutan dan ketersediaan di dalam tanah, bentuk P tanah dapat dibedakan menjadi: P yang larut di dalam air yaitu bentuk yang larut dan tersedia bagi tanaman, bentuk ikatan Al-P, bentuk ikatan Fe-P, dan bentuk ikatan Ca-P. Pada umumnya kadar P di dalam tanah kebanyakan terdapat dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman. Fosfat organik terlebih dahulu mengalami mineralisasi agar bisa digunakan tanaman (Damanik dkk., 2010). Ion P sangat mudah bereaksi dengan kation-kation besi (Fe), Al, dan mangan (Mn). Reaksi tersebut membentuk ikatan kompleks yang mengendap dan sukar tersedia. Dengan Fe, Al, dan Mn, ion P membentuk mineral strengit, varasit, dan manganifosfat yaitu bentuk-bentuk fiksasi fosfat utama pada tanah-tanah masam. Ikatan P dengan Ca membentuk mineral apatit, merupakan bentuk fiksasi P pada tanah alkalis. Berikut hubungan ph tanah dengan penyerapan unsur hara oleh akar tanaman ditunjukkan pada Gambar 1.

20 Gambar 1. Hubungan ph tanah dengan penyerapan unsur hara oleh tanaman Kelebihan unsur Fe tidak secara langsung meracuni tanaman atau organisme lain namun pada proses waktu yang agak lama, tanah yang memiliki kandungan Fe tinggi dapat menghambat serapan hara yang lain, dan dapat juga menyebabkan kekahatan P (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Unsur P diambil tanaman dalam bentuk ion orthosfosfat primer dan sekunder (H 2 PO - 4 atau HPO 2-4 ). Proporsi penyerapan kedua ion ini dipengaruhi ph pada area perakaran tanaman : 1. Pada ph yang rendah, ion orthofosfat primer (H 2 PO - 4 ), lebih banyak diserap oleh tanaman, tetapi 2. Pada ph yang tinggi, ion orthofosfat sekunder (HPO 2-4 ) lebih banyak diserap oleh tanaman. Bentuk lain dari P yang dapat diserap tanaman adalah pirofosfat dan metafosfat, namun P-organik hasil dekomposisi bahan organik yang dapat diserap adalah fosfolipid, asam nukleat dan phytin (Hanafiah, 2005).

21 Kotoran Ayam Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari hewan ternak, berupa kotoran padat (feses) atau yang bercampur dengan sisa makanan maupun air seni (urine) hewan umumnya pada Sapi, Kambing, Ayam, dan Jangkrik. Kotoran tidak hanya mengandung unsur makro seperti N, P dan K, juga mengandung unsur mikro seperti Ca, Mg, dan Mn yang dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah, karena kotoran hewan ternak memiliki pengaruh untuk jangka waktu yang lama (Andayani dan Sarido, 2013). Perbandingan unsur-unsur yang terkandung dalam pupuk kandang dari berbagai jenis hewan bergantung dari perbandingan makanan dan jenis konsentrat yang diberikan. Jenis hewan ternak mempengaruhi kandungan unsur hara atau pupuk dari kotoran hewan yang dihasilkannya. Hal ini juga berkaitan dengan jenis pakan yang diberikan kepada hewan ternak tersebut. Pada umumnya kandungan hara yang terdapat pada pupuk kandang/kotoran hewan rata-rata 0.5% N, 0.25% P 2 O 5, dan 0.5% K 2 O (Damanik dkk., 2010). Kadar hara P pada kotoran ayam relatif lebih tinggi dari jenis kotoran ternak lainnya. Kadar hara ini sangat dipengaruhi oleh jenis konsentrat yang diberikan. Selain itu pula dalam kotoran ayam tersebut tercampur sisa-sisa makanan ayam serta sekam sebagai alas kandang yang dapat menyumbangkan tambahan hara ke dalam kotoran ayam tersebut. Beberapa hasil penelitian aplikasi kotoran ayam selalu memberikan respon tanmaman yang terbaik pada musim pertama penanaman. Hal ini terjadi karena kotoran ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan kotoran lainnya (Hartatik dan Widowati, 2009).

22 Pada penelitian Suryani (2010) menyatakan bahwa dengan pemberian kotoran ayam dengan dosis 15 ton/ha pada tanah Ultisol Mancang Langkat dapat meningkatkan ph tanah, ketersediaan hara P di tanah, berat kering tajuk, berat kering akar dan tinggi tanaman jagung. Menghasilkan kandungan hara P tanaman sebesar 0.184 % dengan serapan hara P di tanaman sebesar 3.21 g/tanaman. Pemberian kotoran ayam dapat memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan ph tanah, P-tersedia tanah, N total tanah, dan memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman Jagung seperti pada tinggi tanaman, bobot kering tajuk, bobot kering akar serta kadar dan serapan P tanaman. Kotoran ayam dapat membentuk senyawa kompleks dengan Al dan Fe sehingga hara P lebih tersedia bagi tanaman (Nursyamsi dkk., 1995). Kombinasi pemberian kotoran ayam dan pupuk SP-36 dapat meningkatkan ketersediaan P tanah dan serapan P pada tanaman jagung. Dengan semakin meningkat dosis yang diberikan maka semakin meningkat ketersediaan P tanah dan serapan hara P tanaman Jagung, pada penelitian ini kombinasi perlakuan terbaik antara pupuk SP-36 dengan kotoran ayam adalah pada dosis pupuk SP-36 150 ppm/ha dan kotoran ayam 30 ton/ha (Hasibuan, 2013). Kapur Dolomit Dolomit berasal dari batu kapur dolomitik dengan rumus [CaMg(CO) 3 ) 2 ]. Dolomit sebenarnya tergolong kedalam pupuk mineral primer yang mengandung unsur Ca dan Mg. Dolomit banyak digunakan sebagai bahan pengapuran pada tanah-tanah masam untuk menaikkan ph tanah (Hasibuan, 2008). Dolomit terbentuk dari hasil reaksi antara unsur Mg dengan batu gamping (limestone). Pembentukan dolomit berlangsung dalam air laut dan unsur Mg yang

23 diperlukan berasal dari hasil disosiasi (penguraian) garam MgCO 3 yang terdapat dalam air laut. Jadi diketahui bahwa air laut mengandung berbagai jenis garamgaraman seperti, MgCO 3 dan CaCO 3. Proses pembentukan tersebut berlangsung ratusan sampai ribuan tahun (Mediapura dkk., 1987). Menurut Djuharingrum dan Rusmadi (2004) pada Penelitian Pusat Pengembangan Geologi menyatakan susunan senyawa dalam mineral Dolomit [CaMg(CO) 3 ) 2 ] adalah dengan komposisi sebagai berikut, yaitu Ca=21.73%, Mg=13.18%, CaO= 30.4%, MgO=21.7%, CO 2 =47.9%. Pemberian bahan kapur akan meningkatkan ph tanah, suplai hara Mg dan Ca yang dapat menggeser kedudukan H + di permukaan koloid sehingga menetralisir kemasaman tanah. Pengapuran juga bertujuan untuk mengurangi resiko keracunan Al, menambah ketersediaan unsur P tanah sebagai hasil pembebasan dari ikatan Al-P dan Fe-P, meningkatkan fiksasi N dan mineralisasi N, dan membantu penyempurnaan perombakan dengan disertai pelepasan hara dari bahan-bahan organik dan tubuh mikroba (Kuswandi, 1993). Berdasarkan penelitian Lahuddin dkk (2010) menyatakan peningkatan taraf pemberian Dolomit pada tanah dapat dengan cepat mengurangi kandungan Al dalam tanah, meningkatkan kandungan Ca dalam tanah sehingga terjadi peningkatan ph tanah dan P-tersedia yang cukup signifikan dalam tanah akibat kompos, dan berlaku pada tanah yang telah diberi dolomit, dengan kata lain peranan dolomit terjadi pada tanah dengan dikombinasikan dengan kompos atau bahan organik yang lain. Pemberian dolomit yang dikombinasikan pada kompos dapat memperbaiki beberapa sifat kimia tanah.

24 Penelitian Lokasari (2009) menyatakan bahwa pemberian dolomit yang dikombinasikan dengan pupuk urea mampu meningkatkan tinggi tanaman Jagung, dolomit yang digunakan menurut perhitungan metode Aldd dan memberikan pengaruh lebih baik dari metode kurva Ca(OH) 2 ph 6.5. Pada 1 minggu setelah aplikasi dolomit, berdasarkan kurva Ca(OH) 2 ph 6.5 mampu meningkatkan ph tanah Ultisol, sedangkan pemberian dolomit berdasarkan metode Aldd tidak meningkatkan ph tanah. Namun pada 2 minggu setelah aplikasi dolomit, berdasarkan kurva Ca(OH) 2 ph 6.5 meningkatkan ph tanah Ultisol mencapai 5.75. Sedangkan pemberian dolomit berdasarkan Aldd tidak memberikan peningkatan ph tanah. Tanaman Jagung (Zea mays L.) Pertumbuhan tanaman adalah proses bertambahnya ukuran dari suatu organisme yang ditunjukkan pada bertambahnya protoplasma. Penambahan ini disebabkan oleh bertambahnya ukuran organ tanaman seperti tinggi tanaman sebagai akibat dari metabolisme tanaman yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan pada daerah penanaman seperti; air, sinar matahari dan nutrisi dalam tanah (Irdiani, dkk., 2002). Penanaman jagung di dunia tersebar luas pada daerah subtropik maupun tropik. Tanaman jagung dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuhnya. Secara umum, tanaman Jagung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dengan dataran tinggi sekitar 1.300 m diatas permukaan laut (dpl), kisaran suhu udaranya antara 13 o C - 38 o C, dan mendapat sinar matahari penuh. Di Indonesia tanaman jagung dapat tumbuh dan berproduksi tinggi di dataran rendah sampai dengan ketinggian 750 m dpl. Suhu udara yang ideal untuk perkecambahan benih Jagung

25 adalah pada kisaran suhu 30 o C - 32 o C dengan kapasitas air tanah antara 25 % sampai dengan 60 % (Rukmana, 1997). Curah hujan yang ideal untuk tanaman Jagung adalah sekitar 100-125 mm per bulan dengan pendistribusian yang merata. Oleh karena itu, tanaman Jagung cocok ditanam di daerah yang beriklim kering (Andrianto dan Indarto, 2004). Tanah yang cocok untuk tanaman jagung yaitu tanah berdebu yang tinggi akan kandungan unsur hara dan bahan organik. Jagung membutuhkan tanah yang bertekstur lempung, lempung berdebu, atau lempung berpasir dengan struktur tanah yang remah, aerasi dan drainase baik, serta cukup air. Keadaan tanah demikian dapat memacu pertumbuhan dan produksi Jagung (Rukmana, 1997). Menurut Badan Pusat Statistik (2010), produksi tanaman Jagung dari tahun ke tahun di Sumatera Utara semakin meningkat. Produksi tertinggi di Sumatera Utara terdapat pada Karo (sekitar 456.649 ton) sedangkan terendah terdapat pada Nias Barat (sekitar 60 ton). Sedangkan Sumatera Utara tahun 2009 menghasilkan 1.166.548 ton, dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 1.377.718 ton.