BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan. Jangka Panjang Nasional telah mengamanatkan bahwa

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu tinggi, dan sarana prasarana transportasi yang lebih

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

ARAH PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI DI KEMENTERIAN/LEMBAGA DALAM RANGKA TERWUJUDNYA 3 (TIGA) SASARAN REFORMASI BIROKRASI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

2016, No Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Menteri Keuangan dapat menetapkan pola pengelolaan k

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

Lampiran : Keputusan Walikota Bontang Nomor : 657 Tahun 2013 Tanggal : 5 Desember 2013 Tentang : PENETAPAN ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN

BAB II RENCANA STRATEGIS KECAMATAN SUKASARI KOTA BANDUNG

REFORMASI BIROKRASI DALAM UPAYA PENINGKATAN KINERJA DAN PELAYANAN PUBLIK RRI

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang kurang seimbang merupakan faktor yang sangat. adalah Masalah ketenagakerjaan di Indonesia.

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. III.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan OPD

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUMN. Ciri-ciri BUMN. BUMN di Indonesia. Di Indonesia, definisi BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan usaha

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersebar dari Sabang sampai

KONSEP PEMBENTUKAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (PPK-BLUD)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Bab II Perencanaan Kinerja

Pasal 68 UU no. 1 Tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. Kantor Pengelolaan Taman Pintar. Pada BAB 1, penelitian ini menjelaskan

BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI. A. Pendahuluan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan mampu untuk berkontribusi. dari pasal tersebut sulit untuk diwujudkan karena terdapat beberapa faktor

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

RENCANA STRATEGIS DINAS PENANAMAN MODAL, PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DAN TENAGA KERJA KABUPATEN TUBAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SDM APARATUR MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Mendapatkan pelayanan publik yang memadai dari pemerintah merupakan

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

WALIKOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang diwujudkan dalam bentuk penerapan prinsip good governance. Dalam

LAPORAN AKUNTABILITAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan

Pengembangan Kebijakan dan Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

ANALISIS PENERAPAN PSAK NO 45 PADA RUMAH SAKIT BADAN LAYANAN UMUM

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 57 TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. berwibawa (good gavernance) serta untuk mewujudkan pelayanan publik yang

BUMN DAN BUMD. Anggota Kelompok:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsekuensi yang ditanggung oleh masyarakat, komunitas, pelaku bisnis, dan

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan dimulainya era reformasi pada tahun 1998, telah memberikan harapan bagi perubahan menuju perbaikan di

BAB I PENDAHULUAN. dari penganggaran tradisional menjadi penganggaran berbasis kinerja. Dengan

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai

Puskesmas Sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Ditulis oleh Administrator Selasa, 24 May :55 -

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan di bidang keuangan negara meliputi Undang-undang No. 17

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL PADANG

BAB I PENDAHULUAN. publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Nomor : / BAP-I/IV/2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, yang diisi oleh Pegawai Negeri Sipil yang dalam tulisan ini

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN LEGALISIR

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN PERMOHONAN DATA KEPENDUDUKAN

URGENSI DIKELUARKANNYA PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PPPK.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan publik yang

BAB IV STRATEGI PELAKSANAAN DAN PROGRAM REFORMASI BIROKRASI. Pelaksanaan reformasi birokrasi dibagi ke dalam dua tingkatan pelaksanaan, yaitu:

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. permasalahannya berupa pola pikir pemerintah dalam struktur pemerintahan,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 119/PMK.05/2007 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh R. Hari Purwanto ABSTRAK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI PROVINSI BALI TAHUN

birokrasi, agar dapat ditetapkan langkah deregulasi dan/atau reregulasi sesuai kebutuhan regulasi yang menjadi tanggung jawab Kementerian Dalam

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Pada tanggal 1 Maret 1945 diumumkan pembentukan Badan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam reformasi birokrasi saat ini dan persaingan global mendorong

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN TATALAKSANA PERIZINAN DAN NON PERIZINAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilaksanakan oleh pemerintah dan oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan

PERJANJIAN KINERJA 2016

Penyusunan Roadmap Reformasi Birokrasi Pemerintah Provinsi. Tim Teknis UPRBN Kementerian PAN dan RB

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi

.BAB 1 PENDAHULUAN. dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem

ANALISIS PENILAIAN PRESTASI KERJA PEGAWAI DI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2014

POLA PENGELOLAAN KEUANGAN PADA BADAN LAYANAN UMUM

Penerapan Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Sektor Publik dan Pusat Kesehatan Masyarakat. Dwi Handono Sulistyo PKMK FKKMK UGM

SATUAN PEMERIKSAAN INTERN PADA BADAN LAYANAN UMUM. Muhadi Prabowo Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan daerah diselenggarakan sesuai dengan yang diamanatkan. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan masyarakat terhadap reformasi di pemerintahan semakin mendesak untuk membentuk Indonesia baru yang bersih dan berbasis kinerja. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 telah mengamanatkan bahwa pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan bidang lainnya. Sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi birokrasi, pemerintah telah menetapkan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan menjadi prioritas utama sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 2014. Makna reformasi birokrasi adalah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia. Berkaitan dengan proses tumpang tindih antar fungsi-fungsi pemerintahan, banyaknya jumlah pegawai dan memerlukan anggaran yang tidak sedikit. Upaya menata ulang proses birokrasi dari tingkat tertinggi hingga tingkat terendah dan melakukan terobosan baru dengan langkahlangkah bertahap, konkrit, realistis, sungguh-sungguh, berfikir di luar kebiasaan/rutinitas yang ada dan perlu didukung dengan upaya yang luar biasa. Upaya merevisi dan membangun berbagai regulasi, menyesuaikan 1

2 berbagai kebijakan dan praktik manajemen pemerintah pusat dan daerah serta menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah dengan paradigma dan peran baru. Atas dasar makna tersebut, pelaksanaan reformasi birokrasi diharapkan dapat: 1 1. Mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan; 2. Menjadikan negara yang memiliki birokrasi yang bersih, mampu dan melayani; 3. Meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat berupa perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi serta meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi; 4. Menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis. Penyediaan pelayanan yang berkualitas merupakan yang harus dipenuhi oleh setiap penyelenggara negara sesuai tuntutan dan perkembangan masyarakat. Pada dasarnya bahwa keberhasilan pemerintah dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat merupakan salah satu indikator penting dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan. 1 http://pmprb.menpan.go.id/pmprb/tentangreformasibirokrasi, 12 Juni 2013 pukul 13.00WIB

3 Reformasi birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang sedang berjalan saat ini menempatkan pelayanan publik sebagai bagian dari agenda nasional. Berbagai permasalahan yang masih saja menyertai dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia diantaranya berkenaan dengan prosedur yang tidak jelas, berbelit-belit, waktu penyelesaiannya yang tidak menentu, tata cara yang kurang tepat dan biaya-biaya yang tidak transparan hingga sikap serta perilaku petugas pelayanan yang tidak mengindahkan etika sebagai pelayan masyarakat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Berbagai upaya perubahan atau reformasi di bidang politik, ekonomi, sosial budaya serta hukum saat ini ternyata masih belum mampu mendorong terjadinya reformasi birokrasi secara nyata termasuk didalamnya reformasi bidang pelayanan publik. Banyak hal ciri-ciri yang mencerminkan lemahnya birokrasi di Indonesia masih terindikasi, misalnya struktur kelembagaan pemerintah yang cenderung membesar, rumusan dan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi antar instansi/badan/lembaga yang seringkali overlapping, hubungan kerja yang tidak jelas, pegawai yang tidak profesional serta rendahnya kinerja pelayanan publik. Dalam era reformasi saat ini pelayanan publik menjadi isu kebijakan yang semakin strategis, mengingat perbaikan pelayanan publik di Indonesia cenderung berjalan di tempat, sedangkan implikasinya sangat luas dalam aspek ekonomi, politik, sosial budaya dan lain sebagainya.

4 Dalam aspek ekonomi perbaikan pelayanan publik akan bisa memperbaiki iklim investasi yang sangat diperlukan bangsa ini agar bisa segera keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Buruknya pelayanan publik sering menjadi variabel yang dominan mempengaruhi penurunan investasi yang berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Buruknya pelayanan publik tersebut terlihat dari masih kuatnya perilaku koruptif aparat pelayanan publik. Untuk itu, maka reformasi birokrasi terutama disektor pelayanan publik di Indonesia merupakan suatu keharusan. Berkenaan hal tersebut di atas, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menyusun Road Map Reformasi Birokrasi. Hal ini diperlukan untuk mendukung visi dan misi Kementerian Kesehatan dalam membentuk masyarakat sehat mandiri dan berkeadilan agar dapat: 2 1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; 2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan; 3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan; 4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. Prioritas dalam perubahan reformasi birokrasi Kementerian Kesehatan ini ada di Kelembagaan, budaya organisasi, ketatalaksanaan, regulasi, Sumber Daya Manusia Kesehatan. 2 http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/438-visi-dan-misi-depkes-tahun2010-2014.html, tanggal 12 Juni 2013 pukul 13.30 WIB.

5 Selanjutnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara, telah membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja ini di lingkungan pemerintah. Dalam Pasal 68 dan Pasal 69 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 bahwa instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas. Instansi tersebut dikenal dengan istilah Badan Layanan Umum (BLU). Terkait dengan BLU di bidang kesehatan, Rumah Sakit milik Kementeriaan Kesehatan yang saat ini berbentuk Badan Layanan Umum berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1243/MENKES/ SK/VIII/2005 tentang Penetapan 13 eks Rumah Sakit Perusahaan Jawatan (perjan) menjadi Unit Pelaksana teknis (UPT) Departemen Kesehatan dengan Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, antara lain RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, RSUP Dr. Kariadi Semarang, RSUP Sanglah Denpasar, RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, RSUP Fatmawati Jakarta, RSUP Persahabatan Jakarta, RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, RSUP Dr. M. Djamil Padang, RS Jantung dan Pembuluh darah Harapan Kita Jakarta, RS Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta dan RS Kanker Dharmais Jakarta. BLU merupakan instansi pemerintah dan termasuk kekayaan negara yang tidak dipisahkan memiliki perbedaan dengan instansi pemerintah lainnya dalam bentuk pengelolaan keuangan. BLU diberikan kewenangan untuk

6 mengelola keuangan sendiri berupa pendapatan atas jasa yang dilakukannya tanpa perlu disetorkan terlebih dahulu kepada kas negara/daerah. Selain itu BLU juga dapat melakukan investasi, memberikan piutang dan meminjam utang serta melakukan pengadaan barang dan jasa sendiri. 3 Bentuk kewenangan lain yang diberikan pada BLU di luar keuangan adalah BLU diperbolehkan merekrut pegawai non Pegawai negeri Sipil (PNS) secara tetap maupun kontrak (selain pegawai negeri PNS yang menjadi pegawai BLU). Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di BLU, proses perekrutan, pengangkatan dan pemberhentiannya disesuaikan dengan peraturan perundangundangan di bidang kepegawaian. 4 Perekrutan pegawai non PNS ini bukan hanya untuk tingkat pegawai biasa namun juga pada tingkat pejabat pengelola BLU. Pemimpin dan pejabat teknis BLU dapat diisi dari tenaga-tenaga professional sesuai kebutuhan BLU sendiri. 5 Namun dalam praktek hukumnya, hal ini tidak didukung oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, yang menyatakan dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Per/02/M.PAN/I/2007 tentang Pedoman Organisasi Satuan Kerja di 3 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. 4 Lihat Undnag-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999. 5 Pasal 33 PP Nomor 23 Tahun 2005: 1. Pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dan pegawai negeri sipil dan/atau tenaga professional non-pegawai negeri sipil sesuai dengan kebutuhan BLU. 2. Syarat pengangkatan dan pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU yang berasal dan pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.

7 Lingkungan Instansi Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU) dinyatakan bahwa pengisian tenaga professional non PNS ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta peraturan pelaksananya. Oleh karena itu dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 sebagaimana telah dicabut dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah lebih mengenal istilah tenaga ahli yang diperkerjakan secara kontrak berdasarkan kegiatan yang telah dianggarkan dalam APBN/APBD dan tidak memungkinkan adanya pegawai tetap non PNS. Selain itu ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini juga belum mengatur mengenai hak dan kewajiban pegawai non PNS pada BLU. Dalam pasal 40 ayat (4) dan pasal 42 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan layanan Umum Daerah menyatakan bahwa pengangkatan dan pemberhentian pegawai BLUD yang berasal dari non PNS dilakukan dengan kontrak dalam jangka waktu tertentu berdasarkan pada prinsip efisiensi, ekonomis dan produktif dalam meningkatkan pelayanan dan ini celah terjadinya keputusan pimpinan dalam upaya pemutusan hubungan kerja yang sewenang-wenang atau penyalahgunaan wewenang dari pihak pemerintah. Sehubungan dengan Tenaga Kerja, dalam Pasal 27 ayat 2 Undang- Undang Dasar 1945 yang berbunyi, Bahwa setiap warga negara mempunyai

8 hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusia. Tenaga kerja kontrak/tidak tetap adalah pekerja yang bekerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yaitu perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Sedangkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) yaitu perjanjian kerja yang menjadi dasar bagi pekerja tetap. Tenaga kerja sangat mempengaruhi pada kemajuan perusahaan, kedudukan tenaga kerja sebagai pelaku pembangunan mempunyai peranan dalam peningkatan produktifitas serta kesejahtraan perusahaan harus diberdayakan sehingga satu perusahaan mampu bersaing dalam era globalisasi dan dalam pembagunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dalam tujuan pembangunan. Perjanjian kerja diatur dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. perjanjian kerja sebagai perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang mempunyai syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Atas pengertian tersebut, maka dapat dijelaskan berapa unsur penting perjanjian kerja yaitu adanya perbuatan hukum/peristiwa hukum berupa perjanjian, adanya subjek atau pelaku yakni pekerja/buruh dan pengusaha/pemberi kerja masing-masing membagi kepentingan, membuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerja menurut Imam Supomo adalah suatu perjanjian, dimana pihak satu (buruh) menggikatkan diri untuk bekerja dengan menerima

9 upah pada pihak lain (majikan) yang mengikat dirinya untuk mempekerjakan buruh itu dengan membayar upah. 6 Peristiwa hukum perjanjian merupakan tindakan yang dilakukan oleh pekerja/buruh dan pengusaha/pemberi kerja untuk saling mengikatkan diri dalam suatu hubungan yang bersifat normatif atau saling mengikat. Dalam berbagai teori ilmu hukum perikatan, perjanjian merupakan bentuk dari perikatan dimana 2 (dua) pihak mengikatkan diri untuk berbuat, memberikan sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu yang dituangkan dalam suatu perjanjian baik secara lisan maupun secara tertulis. Perjanjian selalu menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pelaku yang telibat didalamnya. Konsekuensi dari tidak terpenuhinya hak dan kewajiban tersebut dapat berupa batal terhadap perjanjian tersebut. Bahkan memungkinkan menimbulkan konsekuensi penggantian kerugian atas segala bentuk kerugian yang timbul akibat tidak terpenuhinya prestasi yang diperjanjikan. Perjanjian kerja mengakibatkan hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha/pemberi kerja, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah. Majikan menyatakan kesanggupannya untuk memperkerjakan buruh dengan membayar upah. Dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa: hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Dengan demikian tidak ada keterkaitan 6 Lalu Husni SH.Mhum. Pengantar Hukum ketenaga kerjaan Indonesia. Grafindo Persada Mataram 2003 hal 40

10 apapun yang menyangkut pekerjaan antara pekerja dan/atau buruh serta pengusaha tertentu apabila sebelumnya tidak ada perjanjian yang mengikat keduanya. Berdasarkan pasal 1320 KUH perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat yaitu: 1. Adanya kesepakatan bagi mereka yang mengikat diri; 2. Adanya kecakapan untuk membuat perikatan; 3. Menyangkut hal yang tertentu; 4. Ada suatu sebab yang halal. Syarat 1 dan 2 merupakan syarat subyektif, yaitu syarat yang menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian apabila tidak memenuhi syarat ini maka perjanjian dapat dibatalkan (Venieteg baarheid) yang artinya untuk batalnya perjanjian tersebut harus dimintakan pembatalan dari pengadilan. Syarat 3 dan 4 merupakan syarat objektif maka perjanjian akan batal (Nieteg baarheid) artinya perjanjian tersebut tidak berlaku sejak dibuatnya, perjanjian yang tidak pernah ada perjanjian antara pihak-pihak tersebut. Pada prinsipnya perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. Namun perjanjian kerja sebaiknya dibuat secara tertulis, karena perjanjian kerja merupakan sebagai bukti otentik. Dilihat dari segi kontrak, pada umumnya kontrak yang dibuat oleh pemerintah adalah kontrak standard, yang isi dari kontrak atau perjanjian kerja pegawai non PNS di BLU pada umumnya adalah perjanjian kerja dengan

11 waktu tertentu. Hal ini menjadi masalah ketika perjanjian kerja itu habis masa berlakunya dan status kepegawaian dari pegawai dengan waktu tertentu masih belum jelas sebagai pegawai tetap atau pegawai kontrak dengan masa kontrak tidak terbatas. Penulis melakukan penelitian atas hal-hal tersebut di atas, khususnya praktik yang terjadi di RSUP Persahabatan. Diharapkan hasil penelitian penulis yang tertuang di dalam tesis ini dapat digunakan oleh semua pihak yang membutuhkan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah substansi hubungan kerja pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) antara RSUP Persahabatan dengan Pegawai Non PNS? 2. Bagaimanakah dampak positif pelaksanaan PKWT terhadap kedudukan dan karir Pegawai Non PNS di RSUP Persahabatan? 3. Bagaimanakah implikasi status Pegawai Non PNS pada RSUP Persahabatan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara?

12 C. Keaslian Penelitian Untuk melihat keaslian penelitian telah dilakukan penelusuran penelitian pada referensi dan hasil penelitian serta dalam media cetak maupun elektronik. Penelitian yang berkaitan dengam Dampak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu terhadap Kedudukan dan Pola Karier Pegawai Non Pegawai Negeri Sipil pada Badan Layanan Umum (Studi Kasus Perjanjian pada Sarana pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah : RSUP Persahabatan) belum pernah diadakan penelitian oleh peneliti lainnya dan dalam kesempatan ini penulis akan menulis masalah tersebut. Demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dijadikan penelitian hukum. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini bagi ilmu pengetahuan adalah diharapkan secara teoritis hasil dari penulisan hukum ini dapat memberikan konstribusi dan masukan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum serta menambah kekayaan referensi dalam hukum perdata khususnya yang berkaitan dengan perjanjian, hukum ketenagakerjaan dan kepegawaian. E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini meliputi 3 (tiga) hal, sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui substansi hubungan kerja terhadap kekuatan mengikat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu bagi Pegawai Non Pegawai Negeri Sipil, khususnya di RSUP Persahabatan;

13 2. Untuk mengetahui dampak positif kedudukan dan kekuatan mengikat dari Perjanjian Kerja Waktu Tertentu bagi Pegawai Non Pegawai Negeri Sipil di RSUP Persahabatan dilihat dari prinsip perjanjian sebagaimana dimaksud pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3. Untuk mengetahui implikasi status kepegawaian dari Pegawai Non PNS dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.