4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kondisi kualitas perairan dalam system resirkulasi untuk pertumbuhan dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

JAKARTA (22/5/2015)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

2.2. Struktur Komunitas

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora nobilis, DAN Montipora altasepta, HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN KARANG

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

3. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PARAMETER KUALITAS AIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

3. METODE PENELITIAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme. mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang di dalam air dan

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

3. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Apakah terumbu karang?

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

Universitas Sumatera Utara

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang?

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Suharsono (2008) mencatat jenis-jenis karang yang ditemukan di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KARANG JENIS Montipora sp. HASIL TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

hasil pengukuran kesehatan karang adalah enam dan nilai minimumnya dua dari

Transkripsi:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pulau Karya Tabel 2. Data parameter fisika dan kimia lokasi transplantasi di perairan Pulau Karya bulan September 2010 sampai dengan Juli 2011 Parameter Satuan September 2010 Januari 2011 Mei 2011 Juli 2011 Baku Mutu a. Fisika Suhu a ⁰C 31.7 28.0 30.0 29.0 28-30ºC 1 Kekeruhan b NTU 3.50 0.43 0.23 0.75 <5 1 Kecepatan Arus m/s 0.12 0.15 0.20 0.09 - Kecerahan b % 100 100 100 100 - b. Kimia Salinitas c 28 30 30 30 33-34 1 Nitrat mg/l <0.001 0.639 <0.001 <0.026* 0.008 Orthophosphat mg/l <0.010 0.013 <0.005 0.002 0.015 Ammonia mg/l 0.181 0.131 0.006 0.090 0.3 Berdasarkan: KepMen Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Keterangan:Untuk terumbu karang; (a). Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2ºC dari suhu alami; (b). Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic; (c) Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman; (1) Alami : kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam, dan musim). (*) = menggunakan alat dengan ketelitian yang berbeda. Berdasarkan dari analisis parameter fisika dan kimia perairan di Pulau Karya, dapat diketahui bahwa perairan Pulau Karya dikatakan kurang baik karena beberapa parameter tidak memenuhi baku mutu. Suhu pada perairan ini berkisar antara 28 31,7ºC. Nilai ini dapat dikategorikan masih dalam batas yang normal, walaupun ada nilai suhu yang melebihi baku mutu yaitu pada bulan September 2010 sebesar 31,7ºC. Estradivari et. al. (2009) juga mengatakan bahwa suhu air di Kepulauan Seribu tercatat sebesar 28,5-30ºC pada musim barat dan 28-31ºC pada musim timur. Hal tersebut memperlihatkan bahwa tidak ada fluktuasi yang nyata antara musim barat dengan musim timur. Sedangkan menurut Wells (1954) dalam Supriharyono (2007) suhu yang baik untuk pertumbuhan karang adalah berkisar antara 25-29 C. Sedangkan batas minimum dan maksimum suhu berkisar antara 16-17 C dan sekitar 36 C (Kinsman, 1964 dalam Supriharyono,

2007). Ada beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan maupun penurunan suhu. Salah satu faktor utamanya adalah intensitas penyinaran dari cahaya matahari, selain itu cuaca pada saat pengambilan data juga berpengaruh karena semakin rendah intensitas cahaya matahari maka akan berbanding lurus juga dengan suhu perairan, begitu juga sebaliknya. Untuk nilai kekeruhan di perairan Pulau Karya, diperoleh kisaran nilai antara 0,23-3,50 NTU. Nilai kekeruhan tertinggi terdapat pada bulan September 2010 dan yang terendah terdapat pada bulan Mei 2011. Tingginya kekeruhan ini disebabkan oleh tingginya bahan organik, dan limpasan dari darat yang dibawa oleh arus. Air yang keruh maka akan mengandung banyak lumpur atau pasir maka hewan karang mengalami kesulitan untuk membersihkan dirinya. Hanya ada beberapa jenis yang mampu membersihkan dirinya dari endapan-endapan lumpur atau pasir yang menutupinya (Nontji, 2007). Intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan juga sangat dipengaruhi oleh faktor kekeruhan sehingga dapat mempengaruhi pola pertumbuhan karang. Cahaya merupakan suatu faktor penting lainnya dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan binatang karang hidupnya bersimbiosis dengan zooxanthellae yang melakukan proses fotosintesis. Berkaitan dengan pengaruh cahaya tersebut terhadap karang, maka faktor kedalaman juga ikut membatasi kehidupan hewan karang. Berdasarkan pengamatan di lapangan, persentase kecerahan mulai bulan September 2010 hingga Juli 2011 adalah sebesar 100%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat sinar matahari yang dapat berpenetrasi dengan baik kedalam perairan. Sedangkan untuk kedalaman lokasi penelitian ini berada pada kisaran 3-9 m. Selama pengamatan berlangsung, diperoleh kecepatan arus dengan kisaran nilai antara 0,09-0,2 m/s. Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (2005) dalam Estradivari et. al. (2009) menyatakan bahwa arus permukaan pada musim barat berkecepatan maksimum 0,5 m/detik dengan arah ke timur sampai tenggara. Pada musim timur kecepatan maksimumnya 0,5 m/detik. Gelombang laut yang terdapat pada musim barat mempunyai ketinggian antara 0,5-1,175 m dan musim timur 0,5 1,0 m. Jika dikaitkan dengan referensi yang ada, kecepatan arus di wilayah ini masih tergolong normal. Arus diperlukan oleh karang untuk mendatangkan makanan berupa plankton. Di samping itu juga untuk

membersihkan diri dari endapan-endapan dan untuk mensuplai oksigen dari laut lepas. Oleh karena itu pertumbuhan karang di tempat yang airnya selalu teraduk oleh arus dan ombak, lebih baik daripada di perairan yang tenang dan terlindung (Nontji, 2007). Pengaruh salinitas terhadap kehidupan binatang karang sangat bervariasi tergantung pada kondisi perairan laut setempat atau pengaruh alam, seperti runoff, badai, dan hujan. Sehingga kisaran salinitas bisa sampai dari 17,50-52,50 (Vaughan 1919; Wells 1932; dalam Supriharyono 2007). Salinitas yang diperoleh dari lingkungan perairan Pulau Karya ini adalah antara 28-30. Nilai ini berada di bawah baku mutu untuk terumbu karang. Menurut Kinsman (1964) dalam Supriharyono (2007), salinitas air laut rata-rata daerah tropis adalah sekitar 35, dan binatang karang hidup pada kisaran salinitas 34-36. Nilai yang rendah maupun terlalu tinggi merupakan salah satu penyebab dari kematian terumbu karang. Banyaknya kandungan nutrien di perairan juga mempengaruhi komunitas terumbu karang. Pada skala komunitas, tingginya kandungan nutrien dapat menyebabkan berkembangnya sponge dan alga yang dapat mencegah melekatnya larva karang (Wilkinson 1987 dalam Sabarini 2001). Pada tingkat organisme, konsentrasi fosfat yang tinggi dapat menghentikan proses kalsifikasi (Simkiss 1964 dalam Sabarini 2001). Dari analisis kualitas air yang diperoleh, nilai Nitrat antara 0.001-0.639 mg/l. Nilai terendah terdapat pada bulan September 2010 dan Mei 2011, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada bulan Januari 2011. Kadar nitrat pada bulan Desember sangat melebihi baku mutu yaitu sebesar 0,008 mg/l, dari hal ini dapat disimpulkan bahwa pada bulan ini kandungan unsur hara di perairan Pulau Karya tinggi sehingga mempengaruhi kehidupan karang. Tingginya kadar dari unsur ini juga menjadi salah satu penyebab dari cepatnya pertumbuhan alga di sekitar terumbu karang. Untuk kandungan amonia, kadar terendah terdapat pada bulan Mei 2011 dengan nilai sebesar 0,006 mg/l dan kadar tertinggi terdapat pada bulan September 2010 dengan nilai 0,181 mg/l. Amonia merupakan salah satu senyawa kimia yang bersifat racun bagi biota perairan jika jumlahnya berlebihan di perairan (Effendi 2003). Namun, karena nilai amonia tidak melebihi baku mutu

air laut untuk biota laut yang telah di tentukan, yaitu sebesar 0,3 mg/l maka dapat dikatakan bahwa kandungan unsur ini tidak mempengaruhi bagi kehidupan karang di perairan Pulau Karya. Untuk nilai kandungan ortofosfat berada diantara 0,002-0,013 mg/l. Nilai terendah terdapat pada bulan Juli 2011 yaitu sebesar 0,002 dan nilai tertinggi terdapat pada bulan Desember 2010. Nilai dari ortofosfat mulai menurun pada saat bulan Mei 2011, namun masih berada dalam batas baku mutu air laut berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 yaitu sebesar 0,015 mg/l. Menurut Hawker dan Connell (1992) dalam Sabarini (2001), rata-rata konsentrasi fosfat di daerah terumbu karang adalah sekitar 0,2 mg/lt, sedangkan untuk konsentrasi amonia dan nitrit ditambah nitrat adalah sekitar 0,17 mg/lt dan 0,34 mg/lt. Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Ortofosfat merupakan salah satu bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen di perairan dapat menstimulir ledakan pertumbuhan alga di perairan (Effendi 2003). Pada polutan nutrien, terumbu karang paling sensitif terhadap konsentrasi fosfat di perairan yang dapat menurunkan laju pertumbuhan sebesar 90% atau kematian dengan adanya dua sampai tiga kali peningkatan konsentrasi fosfat di perairan (Hawker dan Connell 1992 dalam Sabarini 2001). Sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu penentu dalam laju pertumbuhan karang adalah kesesuaian kadar fosfat dalam suatu perairan. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wibowo (2009) di perairan yang sama, hasil menunjukkan bahwa hasil kualitas air menunjukkan bahwa kondisi perairan ini masih baik karena dari beberapa parameter yang diamati, semua masih berada di dalam kisaran baku mutu yang telah ditentukan. Namun dari hasil dalam setiap pengamatannya menunjukkan hasil yang fluktuatif. Secara umum kondisi lingkungan perairan Pulau Karya memiliki kisaran suhu 28,0-29,5oC, salinitas berkisar antara 30-32 PSU, kecepatan arus berkisar antara 0,03-

0,25 m/s, kekeruhan berkisar antara 0,80-1,32 NTU dan memiliki kecerahan 100%. 4.2. Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate/SR) Transplantasi Terumbu Karang Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada dua spesies karang hasil transplantasi di Pulau Karya, yaitu Pocillopora verrucosa dan Stylophora pistillata selama 11 bulan diperoleh kelangsungan hidup yang berbeda-beda untuk setiap jenis tersebut. Tingkat kelangsungan hidup dari transplantasi terumbu karang ini merupakan suatu faktor penentu dari keberhasilan transplantasi terumbu karang. Persentase kelangsungan hidup transplantasi terumbu karang akan disajikan pada gambar 9 berikut. Gambar 9. Tingkat kelangsungan hidup transplantasi terumbu karang jenis Pocillopora verrucosa (n 1 = 52; n 2 = 43; n 3 = 36; n 4 = 36) dan Stylophora pistillata (n 1 = 44; n 2 = 36; n 3 = 24; n 4 =24). Pada awal penelitian, tingkat kelangsungan hidup Pocillopora verrucosa dan Stylophora pistillata adalah sebesar 100% (Gambar 9). Jumlah individu pada saat awal penelitian adalah sebanyak 52 fragmen untuk terumbu karang jenis Pocillopora verrucosa dan untuk Stylophora pistillata terdapat 44 fragmen. Persentase kelangsungan hidup terus menurun dari awal penelitian hingga bulan Mei 2011. Pada bulan Januari 2010, kelangsungan hidup dari Pocillopora

verrucosa adalah sebesar 83% dan 82% untuk jenis Stylophora pistillata. Untuk bulan Mei 2011, tingkat kelangsungan hidup dari Pocillopora verrucosa adalah sebesar 69% dan 55% untuk jenis Stylophora pistillata. Sedangkan pada akhir penelitian, yaitu bulan Juli 2011, besarnya kelangsungan hidup dari kedua jenis terumbu karang ini sama dengan bulan Mei 2011. Menurut Harriot dan Fisk 1998 dalam Pratama 2005, suatu kegiatan transplantasi karang dapat dikatakan berhasil apabila tingkat kelangsungan hidupnya sebesar 50-100 %. Hasil ini dapat terjadi apabila karang ditansplantasikan pada habitat yang kurang lebih sama dengan tempat dimana karang tersebut diambil, khususnya dalam pergerakan, kedalaman, dan kekeruhan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat dikatakan bahwa transplantasi yang dilakukan untuk kegiatan penelitian ini berhasil dengan tingkat kelangsungan hidup pada akhir penelitian untuk fragmen jenis Stylophora pistillata sebesar 55% dan tingkat kelangsungan hidup untuk fragmen jenis Pocillopora verrucosa sebesar 69%. Walaupun kedua jenis karang ini diamati secara bersama-sama, namun dengan adanya faktor lingkungan maka menimbulkan hasil yang berbeda. Persentase kelangsungan hidup dari jenis-jenis karang ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Reflus (2010) mengatakan kelangsungan hidup ekosistem terumbu karang dibatasi oleh beberapa faktor lingkungan, yaitu suhu, cahaya, sedimentasi, salinitas, derajat keasaman (ph), kedalaman, gelombang, dan pergerakan arus air. Selain itu tingkat substrat dan orientasi dari karang dapat mempengaruhi rekruitmen, pertumbuhan koloni, dan tingkat kelangsungan hidup dari juvenile karang. Larva planula cenderung memilih substrat keras dibandingkan substrat lunak, tingkat kelangsungan hidupnya sangat rendah. Berdasarkan percobaan di lapang oleh Charles Birkeland dikemukakan bahwa tingkat pertumbuhan larva lebih cepat pada permukaan mendatar substrat buatan, tetapi tingkat kelangsungan hidupnya akan lebih tinggi pada permukaan vertikal substrat buatan. Tingkat pertumbuhan koloni lebih cepat pada perairan dangkal, namun tingkat kelangsungan hidup akan lebih besar pada perairan dengan kedalaman intermediate dan nutrisi rendah (Birkeland 1977 dalam Sabarini 2001). Salah satu awal mula dari penyebab matinya karang adalah karena pemutihan karang (coral bleaching). Pemutihan karang adalah suatu respon dari

meningkatnya suhu air laut. Selain itu, pemutihan karang terlalu melewati batas dapat langsung mematikan terumbu karang, memperlemah terumbu karang, mempengaruhi reproduksi, mengurangi pertumbuhan dan kalsifikasi, serta dapat menyebabkan terumbu karang mudah terkena penyakit. Walaupun terumbu karang dapat memulihkan diri dari pemutihan karang, namun tingkat dari stres karang juga dapat menunjukkan hasil permanen yang signifikan. Hal yang mempengaruhi pertumbuhan karang juga adalah adanya predator dan persaingan hidup dengan sponge (gambar 10) alga (Burke dkk. 2011). Menurut Edwards dan Gomez (2007) jika terumbu karang tertekan oleh aktivitas manusia seperti penangkapan berlebih, limpasan sedimen, dan nutrisi, maka daerah tersebut besar kemungkinannya tidak mampu pulih kembali dari gangguan berskala besar. Gambar 10. Karang yang bersaing dengan sponge Gambar 11. Karang yang bersaing dengan alga

Hariot dan Fisk (1988) dalam Subhan (2003) menyatakan bahwa, transplantasi koral adalah suatu metode penanaman dan penumbuhan suatu koloni karang dengan fragmentasi dimana koloni tersebut diambil dari suatu induk koloni tertentu. Transplantasi koral bertujuan untuk mempercepat regenerasi dari terumbu karang yang telah mengalami kerusakan atau sebagai cara untuk memperbaiki daerah terumbu karang. Proses pengangkutan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan transplantasi. Pengangkutan koral di atas dek kapal yang terlindung selama satu jam, tidak berbeda nyata dengan pengangkutan di dalam air. Bila terkena udara selama dua jam, tingkat keberhasilan berkisar antara 50-90% dan bila terkena udara selama tiga jam, maka tingkat keberhasilan menjadi 40-70%. Tingkat kelangsungan hidup karang jenis Pocillopora verrucosa dan Stylophora pistillata yang diperoleh dalam penelitian ini berbeda jika dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Wibowo (2009) di perairan yang sama. Pada penelitian selama 6 bulan, tingkat kelangsungan hidup yang diperoleh adalah 90% untuk jenis Pocillipora verrucosa. Sedangkan untuk karang jenis Stylophora pistillata menunjukkan hasil yang sangat baik yaitu sebesar 100% dari awal hingga akhir penelitian. 4.3. Ukuran Fragmen Transplantasi Karang Ukuran pertumbuhan dari fragmen terumbu karang yang di transplantasikan sejak awal penelitian yaitu bulan September 2010 sampai dengan Juli 2011 menunjukkan nilai yang berbeda-beda. Rata-rata fragmen Pocillopora verrucosa dan Stylophora pistillata dari bulan September 2010 hingga Juli 2011 disajikan dalam gambar 12 dan 13.

Gambar 12. Rata-rata pertumbuhan karang jenis Pocillopora verrucosa (September 2010-Juli 2011); (n 1 = 52; n 2 = 43; n 3 = 36; n 4 = 36) Gambar 13. Rata-rata pertumbuhan karang jenis Stylophora pistillata (September 2010-Juli 2011); (n 1 = 44; n 2 = 36; n 3 = 24; n 4 =24) Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa rata-rata lebar dari Pocillopora verrucosa dan Stylophora pistillata berbeda-beda, begitu juga untuk rata-rata tinggi Pocillopora verrucosa dan Stylophora pistillata. Pada awal penelitian, lebar dari Pocillopora verrucosa 19,42 cm dan terus tumbuh hingga akhir penelitian yaitu bulan Juli 2011 sebesar 24,36 cm (Gambar 12). Sedangkan untuk tinggi pada saat awal mula penelitian adalah sebesar 11,33 cm pada bulan September 2010, 14,03 cm untuk bulan Januari 2011, kemudian 15,07 cm untuk bulan Mei 2011, dan 15,44 cm untuk bulan Juli 2011. Jenis Stylophora pistillata (Gambar 13), lebar pada saat awal pengamatan adalah sebesar 10,53 cm untuk bulan September 2010, kemudian terus bertambah lebar menjadi 10,84 cm untuk

bulan Januari 2011 dan 15,13 cm untuk bulan Mei 2011 dan 15,25 cm pada bulan Juli 2011. Tinggi yang dicapai oleh jenis ini terus meningkat dari bulan awal hingga akhir penelitian yaitu sebesar 7,36 cm (September 2010), 9,25 cm (Januari 2011), 12,05 cm (Mei 2011), dan 12,11 cm (Juli 2011). Terdapat beberapa karang yang tumbuhnya kurang baik. Faktor utama yang menjadi penyebabnya adalah karena adanya beberapa karang yang patah. Patahnya karang ini dapat disebabkan oleh adanya kegiatan wisata disekitar perairan tersebut yang kurang baik seperti kegiatan snorkeling maupun diving (menyelam) yang tidak dilandasi dengan edukasi untuk tidak menginjak ataupun berpegangan pada karang sehingga dapat menyebabkan patahnya karang (Gambar 14). Selain itu, suhu yang berfluktuasi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan karang. Gambar 14. Karang yang patah akibat aktivitas disekitar daerah transplantasi Menurut Moor (1958) dalam Alhusna (2003) habitat memiliki efek yang besar terhadap sifat dan laju pertumbuhan. Sifat dari habitat memiliki pengaruh yang besar terhadap tipe pertumbuhan dan jenis karang. Selain itu, lambatnya pertumbuhan karang juga dipengaruhi oleh suhu, karena suhu pada saat penelitian berkisar antara 28-31,7 C dan Nybakken (1992) menyatakan bahwa pertumbuhan yang paling optimum terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya 23-25 C. Berdasarkan hasil penelitian Wibowo pada tahun 2009, rata-rata pertumbuhan fragmen jenis Pocillopora verrucosa selama 3 bulan adalah sebesar 0,9 cm untuk pertumbuhan lebar dan 0,8 cm untuk pertumbuhan tinggi. Sedangkan untuk jenis Stylophora pistillata, hasil penelitian menunjukkan nilai sebesar 1,34 cm untuk pertumbuhan lebar dan 1,1 cm untuk pertumbuhan tinggi.

4.4. Laju Pertumbuhan Rata-rata Jenis karang dari genus yang sama dapat mempunyai bentuk pertumbuhan (growth form) yang berbeda pada suatu lokasi pertumbuhan. Kondisi fisik yang sama dapat mempunyai bentuk pertumbuhan yang mirip walaupun secara taksonomi berbeda. Adanya perbedaan bentuk pertumbuhan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah kedalaman, arus, dan topografi dasar perairan (Wood 1977 dalam Reflus 2010). Sebagai contoh beberapa jenis Pocillopora (terutama P. demicornis dan P. verrucosa) menunjukkan pertumbuhan menurut kondisi lingkungan dan lokasi geografis. Pada perairan dangkal karang terpapar oleh aksi gelombang yang besar sehingga sebagian besar jenis Pocillopora relatif stagnan dalam pertumbuhannya, sementara pada perairan yang dalam, cenderung memiliki pertumbuhan cabangcabang pipih dan terbuka. Dalam gambar 15 dan 16, akan terlihat besarnya laju pertumbuhan rata-rata dari karang jenis Pocillopora verrucosa dan Stylophora pistillata. Gambar 15. Laju pertumbuhan rata-rata Pocillopora verrucosa (September 2010-Juli 2011)

Gambar 16. Laju pertumbuhan rata-rata Stylophora pistillata (September 2010-Juli 2011) Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh untuk jenis Pocillopora verrucosa (Gambar 15) dapat dilihat laju pertumbuhan rata-rata lebar terus menurun, yaitu dari 3,13 cm/4 bulan (September 2010 - Januari 2011), 1,45 cm/4 bulan (Januari 2011 - Mei 2011) hingga 0,36 cm/2 bulan (Mei 2011 - Juli 2011). Laju pertumbuhan tinggi juga menurun sejak awal penelitian yaitu 2,69 cm/4 bulan untuk bulan September 2010 - Januari 2011, lalu sebesar 1,04 cm/4 bulan pada Januari 2011 Mei 2011 menjadi 0,37 cm/2 bulan pada Mei 2011 Juli 2011. Dari gambar 15, dapat disimpulkan bahwa, fragmen terumbu karang jenis Pocillopora verrucosa pertumbuhan lebarnya lebih dominan dibandingkan pertumbuhan tinggi. Rata-rata hasil penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2009) untuk jenis ini adalah sebesar 0,49 cm per bulan untuk lebar dan 0,37 cm per bulan untuk tinggi. Pada gambar 16, dapat kita lihat bahwa pertumbuhan lebar Stylophora pistillata meningkat sejak awal penelitian lalu kemudian menurun di akhir. Nilai yang ditunjukkan untuk laju pertumbuhan rata-rata lebar adalah sebesar 0,31 cm/4 bulan pada bulan September 2010 - Januari 2011, 4,29 cm/4 bulan pada pengambilan data berikutnya (Januari 2011 Mei 2011), dan 0,11/2 bulan pada akhir pengambilan data (Mei 2011-Juli 2011). Laju pertumbuhan rata-rata tinggi, besarnya nilai pada awal penelitian adalah 1,88 cm/4 bulan, lalu 2,81 cm/4 bulan pada pengamatan bulan Januari 2011 - Mei 2011, dan 0,06 cm/2 bulan pada bulan Juli 2011. Dalam pengamatan Wibowo (2009) untuk jenis Stylophora pistillata, hasil menunjukkan nilai rata-rata 0,32 cm per bulan untuk lebar dan 0,29 cm per

bulan. Berbedanya laju pencapaian terumbu karang ini diduga karena faktor berbedanya selang waktu dalam pengambilan data, sehingga menyebabkan laju pencapaian pertumbuhan yang berbeda. Adanya faktor lain juga dapat mempengaruhi dari laju pencapaian ini. Menurut Loya (1976) dalam Boli (1994), pengaruh sedimentasi yang terjadi pada terumbu karang telah disimpulkan oleh beberapa peneliti terdiri atas: 1) menyebabkan kematian karang apabila menutupi atau meliputi seluruh permukaan karang dengan sedimen; 2) mengurangi pertumbuhan karang secara langsung; 3) menghambat planula karang untuk melekatkan diri dan berkembang di substrat; 4) meningkatkan kemampuan adaptasi karang terhadap sedimen. Dalam bukunya, Supriharyono (2007) juga menerangkan bahwa di samping faktor fisika, faktor biologis yaitu para predator karang juga tidak kalah penting pada kerusakan karang. Beberapa contoh predator karang adalah bintang laut berduri, bulu babi, dan Drupella rugosa. Beberapa jenis ikan karang yang diketahui juga merupakan perusak karang adalah ikan kakak tua (Scarrus spp). Kedalaman air diketahui juga menentukan pertumbuhan terumbu karang. Berkaitan dengan pengaruh cahaya terhadap karang, maka faktor kedalaman juga membatasi kehidupan binatang karang. Pada perairan yang jernih memungkinkan penetrasi cahaya bisa sampai pada lapisan yang sangat dalam, sehingga binatang karang juga dapat hidup pada perairan yang cukup dalam. Namun secara umum karang tumbuh baik pada kedalaman kurang dari 20 meter (Kinsman 1964 dalam Supriharyono 2007). Terumbu karang juga lebih akan berkembang pada daerah yang mengalami gelombang besar. Koloni karang dengan kerangka-kerangka yang padat dan masif dari kalsium karbonat tidak akan rusak oleh gelombang, karena bersamaan dengan itu gelombang akan memberi oksigen dalam air laut, menghalangi pengendapan koloni karang, dan akan mendatangkan makanan untuk koloni karang berupa plankton (Nybakken 1992). Jika dibandingkan dengan penelitian lainnya (Tabel 3), kegiatan transplantasi dengan menggunakan spesies Pocillopora verrucosa dan Stylophora pistillata dapat dikatakan berhasil karena tingkat kelangsungan hidup atau survival rate dari kedua jenis ini berada pada rentang 50% - 100% sehingga dapat dikatakan cocok untuk kegiatan transplantasi. Namun nilai laju pertumbuhan

lebar maupun tinggi dari jenis-jenis ini berbeda. Seperti yang telah diteliti sebelumnya, perbedaan ini dapat saja terjadi karena kondisi perairan tempat kegiatan transplantasi ini berbeda-beda. Laju pertumbuhan yang paling baik berdasarkan penelitian sebelumnya adalah di Pantai Selatan Bunaken dengan nilai panjang sebesar 19,23 mm/bulan. Tabel 3. Penelitian transplantasi karang Pocillopora verrucosa dan Stylophora pistillata di Indonesia Lokasi Pantai Selatan Bunaken (Supit 2000) Pantai Malalayang (Supit 2000) Spesies Pocillopora damicornis Lama Penelitian 6 bulan Laju Pertumbuhan (mm/bulan) SR (%) P = 19,23 - P = 15,95 - Pengamatan Pengukuran pertumbuhan dengan Alizarin-Reds Substrat dan perlakuan - Selatan Pulau Pari (Syahrir 2003) Pulau Karya (Wibowo 2009) Pulau Kelapa (Yudhasakti 2010) Pulau Kelapa (Iswara 2010) P. damicornis 6 bulan P. verrucosa Stylophora pistillata S. pistillata Pocillopora verrucosa 3 bulan 6 bulan (per dua bulan) 6 bulan (per dua bulan) T = 3,7 ; D = 5,4 P = 4,94; T = 3,70 P = 4,82; T = 4,11 100 P = 13; T = 10 63,41 P=14; T=10 61,11 Rasio pertumbuhan diameter koloni dan tinggi koloni karang 76 Laju pertumbuhan dan tingkat 92,75 kelangsungan hidup Laju pertumbuhan per dua bulan dan tingkat kelangsungan hidup Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup Substrat semen, jaring, dan besi. Fragmen dibersihkan. Substrat berupa modul dari beton. Fragmen dibiarkan alami. Substrat berupa modul dari beton. Fragmen dibiarkan alami. Substrat berupa modul dari beton. Fragmen dibiarkan alami.