4 TINJAUAN PUSTAKA Temulawak Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan jenis tumbuhtumbuhan herba yang batang pohonnya berbentuk batang semu dan tingginya dapat mencapai dua meter. Daunnya berbentuk lebar dan setiap helaian dihubungkan dengan pelepah dan tangkai daun yang agak panjang (Mahendra 2005). Diantara tanaman obat yang berasal dari suku Zingiberaceae, simplisia Temulawak merupakan bahan yang paling banyak digunakan di dalam negeri untuk pabrik jamu dan obat tradisional. Penyebaran tanaman Temulawak di Indonesia meliputi pulau Sumatera, Jawa, Maluku, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Bali. Selain digunakan di dalam negeri, simplisia ini juga diimpor ke Singapura, Jerman, dan Taiwan (Syukur dan Hernani 2002). Bagian tanaman yang berkhasiat adalah rimpang Temulawak. Bentuk rimpang Temulawak bercabang-cabang, bagian luarnya berwarna kuning muda, bagian dalam berwarna kuning (Gambar 1), berbau tajam dan rasanya pahit. Menurut Afifah (2003), rimpang Temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), selulosa, dan mineral. Komponen tersebut yang paling banyak kegunaannya adalah pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Pati Temulawak berwarna putih kekuningan karena mengandung kurkuminoid; sedangkan minyak atsiri terdiri dari mirsen, p-toluil metil karbinol, kurkumin, desmetoksi kurkumin, bidesmetil kurkumin, felandren, sabinen, sineol, borneol, zingiberen, turmeron, atlanton, artumeron, ksantorizol, dan germakron. Penelitian Wardani (2009) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol Temulawak dapat menghambat terjadinya involusi dan atrofi folikel bursa Fabricius sehingga bursa Fabricius dapat bertahan lebih lama dan berfungsi secara optimal sebagai organ limfoid primer. Menurut Sufiriyanto dan Indradji (2007), ekstrak Temulawak bersifat sebagai imunostimulan dan memiliki efek konstruktif yaitu mampu memperbaiki jaringan dan kelenjar yang rusak.
8 deoxyandrographolide, andrographolide (zat pahit), neonandrographolide, 14- deoxy-11, 12-didehydroandrographolide, dan homoandrographolide. Flavonoid diisolasi dari akar yaitu polymethoxyflavone, andrographin, panicolin, mono-omethylwithin, dan apigenin-7,4-dimethyl ether. Selain mengandung lakton dan flavonoid, herba ini juga mengandung keton, aldehid, dan mineral seperti kalium, natrium, kalsium, dan asam kersik (Wijayakusuma dan Dalimartha 2005). Pada kasus kanker yang disertai dengan peradangan, herba Sambiloto efektif untuk mengatasi infeksi dan merangsang fagositosis. Selain itu, juga merusak trofosit dan trofoblas dan berperan pada kondensasi sitoplasma dari sel tumor, serta menghancurkan inti sel (Wijayakusuma 2005). Sambiloto juga dapat menurunkan kontraksi usus, menambah nafsu makan, menurunkan tekanan darah, melindungi kerusakan hati dan jantung, dan memiliki aktifitas imunomodulator (Setyawati 2009). Temu Ireng Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) merupakan semak dengan tinggi mencapai 1.5 m, berumbi batang serta berbatang semu yang terdiri atas pelepah daun yang tegak dan membentuk rimpang dengan warna batang hijau. Daun berbentuk bulat telur, tepi daun rata, ujung runcing, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, serta berwarna hijau dan memiliki garis-garis coklat membujur. Bunga majemuk dan berwarna kuning, kelopak berbentuk silindris, dan pangkal daun pelindung berwarna putih. Ciri utama rimpang Temu Ireng adalah bagian dalam berwarna agak kebiruan, kulit luar berwarna kuning mengkilat, dan ujungnya berwarna merah muda (Gambar 4). Bagian yang digunakan adalah rimpang (Utami 2008). Temu Ireng berkhasiat untuk menambah nafsu makan, menyembuhkan kecacingan, mengatasi perut kembung, mempercepat masa nifas dan penyembuhan luka, obat batuk, asma, kudis, encok, dan menaikkan kontraksi uterus. Ekstrak Temu Ireng juga bersifat sebagai antibakteri dimana memiliki kemampuan dalam menghambat aktivitas bakteri gram negatif seperti Escherichia coli (Philip et al. 2009).
11 respons imunologik. Selain membentuk resistensi terhadap suatu infeksi, respons imun juga dapat mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit seperti penyakit autoimun. Pada saat ini arti respons imun sudah lebih luas, yang pada dasarnya mencakup pengobatan maupun pencegahan suatu penyakit yang disebabkan oleh pengaruh faktor dari luar tubuh atau zat asing (Chairul 2011). Aktivitas sistem imun dapat menurun karena berbagai faktor, diantaranya karena usia atau penyakit. Adanya senyawa-senyawa kimia yang dapat meningkatkan aktivitas sistem imun sangat membantu untuk mengatasi penurunan sistem imun dan senyawa-senyawa tersebut dapat diperoleh dari tumbuhtumbuhan. Saat ini terdapat beberapa jenis tumbuhan yang dideteksi berkhasiat sebagai imunomodulator, antara lain: Andrographis paniculata N., Curcuma xanthorriza, Phyllanthus niruri L. (Chairul 2011; Sriningsih dan Wibowo 2006). Imunomodulator dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh alamiah, sehingga besar kemungkinan unggas dapat terhindar dari beberapa penyakit seperti Newcastle Diseases atau tetelo, flu burung, dan Mareks. Adanya kekebalan tubuh yang tinggi dapat meningkatkan produktivitas dan memacu pertumbuhan ternak. Cara kerja dari imunomodulator yang pertama dengan meningkatkan proses pematangan sel-sel yang berperan dalam respons imun. Kedua, meningkatkan proses proliferasi sel, sehingga jumlah antigen yang dapat diproses meningkat lebih banyak dan titer antibodi yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Ketiga, mengaktifkan komplemen sehingga eliminasi antigen dalam sel menjadi lebih efektif (Mulyantini 2010). Bursa Fabricius Bursa Fabricius adalah organ imun yang berperan dalam kekebalan unggas. Bursa Fabricius pada ayam memiliki bentuk bulat dan letaknya berada diantara kloaka dan sacrum. Bursa terdiri dari sel limfoid yang terbalut dalam jaringan epitelial yang diduga berasal dari endodermal pada masa embrional. Bursa mencapai ukuran maksimum pada usia 8-10 minggu dan kemudian mulai mengalami involusi. Pada usia 6-7 bulan hampir seluruh bagian bursa mengalami involusi atau atrofi fisiologis (Davidson et al. 2008).
12 Bursa dikelilingi oleh lapisan otot polos yang tebal berbentuk seperti organ berongga. Beberapa peneliti mempelajari bahwa mantel otot dan kontraktilitas tidak dipertimbangkan dalam fungsi bursa. Setiap folikel tersusun atas dua lapisan yang dipisahkan oleh stuktur yang terdiri dari arteri, vena, dan jaringan ikat sehingga folikel berhubungan dengan aliran darah dan aliran limfatik didalam lumen bursa. Pada daerah ventral dari lumen bursa terbentuk jaringan limfoid (Davidson et al. 2008). Perkembangan bursa secara anatomi dan fisiologi dapat dipengaruhi oleh lingkungan seperti stres, higiene yang buruk, vaksinasi, dan keadaan patologi akibat penyakit. Bobot organ limfoid seperti bursa Fabricius dapat diukur dan mencerminkan kemampuan tubuh untuk menghasilkan sel-sel limfoid pada reaksi tanggap kebal (Tabeekh dan Mayah 2009). Bursa Fabricius berfungsi untuk menghasilkan limfosit-b dan menyalurkannya ke germinal centre pada penyimpanan limfoid. Organ ini merupakan organ limfoid primer yang menghasilkan immunoglobulin pada ayam muda (Wardani 2009).