BAB I PENDAHULUAN. panduan penyusunankurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah siswa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nike Yuliana Anggraini, 2014

BAB I PENDAHULUAN. mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERARGUMENTASI SISWA SMA PADA KONSEP HIDROLISIS GARAM

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan keterampilan proses serta menumbuhkan berpikir kritis

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan. Hal ini dikarenakan kualitas mutu pendidikan menentukan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari IPA yang secara khusus mempelajari tentang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Ilmu yang mempelajari alam semesta disebut Ilmu Pengetahuan Alam (natural

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB III METODE PENELITIAN. IPA Terpadu Model Webbed dengan Pendekatan Inquiry pada Tema. Hujan Asam bagi Lingkungan sebagai Upaya Meningkatkan Science

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

I. PENDAHULUAN. Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di

I. PENDAHULUAN. kepada siswa untuk mengerti dan membimbing mereka untuk menggunakan

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan. Negara

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta- fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan PKn

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

I. PENDAHULUAN. Ilmu Kimia merupakan salah satu ilmu yang memiliki karakteristik yang sama

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan berbagai metode, sehingga peserta didik dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang mahluk hidup, lingkungan, dan interaksinya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang. segenap aspek organisme atau pribadi. Kegiatan pembelajaran seperti

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran sentral dalam kehidupan manusia. Seiring

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini. Pendidikan merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. global dengan memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang terdidik yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ahmad Mulkani, 2013

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. Pola anggapan seperti itu perlu segera dikikis dan dicari solusinya. Kesulitan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Lidia Rahmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tri Suci Handayani, 2013

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Afifudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sistem pendidikan nasional merupakan satu kesatuan utuh

melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pada saat ini pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Elvina Khairiyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ida Rosita, 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Mata pelajaran biologi merupakan salah satu mata pelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan ini akan dipaparkan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat, dan penjelasan istilah. A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembelajarankimia di SMA yang dituliskan dalam panduan penyusunankurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah siswa mempunyai kemampuan memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi (Depdiknas, 2006). Panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) juga menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis,bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2006). Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Hal ini berarti dalam pembelajaran kimia di kelas, siswa harus selalu diajak untuk menggunakan proses berpikir untuk menemukan konsep-konsep kimia. Selain itu, tidak hanya dalam proses menguasai konsep, tetapi juga dalam memecahkan masalah fenomena kehidupan sehari-hari dan teknologi siswa harus selalu aktif 1

2 berpikir (Devi, 2011). Keterampilan berpikir ini merupakan salah satu aspek penting kecakapan hidup yang harus dikembangkan melalui pembelajaran (Depdiknas, 2006). Sesuai dengan tingkat perkembangan kognitifnya, siswa SMA sudah seharusnya mulai dilatih berpikir. Menurut Piaget, pada usia 11-15 tahun, individu telah melampaui dunia nyata, yaitu pengalaman-pengalaman konkret; dan mulai berpikir secara abstrak dan lebih logis (Ismienar et al, 2009). Namun kenyataannya,hasil penelitian terbaru oleh Shayeret. al. menunjukkan hanya 7-10% siswa diatas usia tersebut yang telah mencapai tahap perkembangan kognitif berpikir formal (Overton & Bradley, 2010). Keterampilan berpikir tersebut memang tidak dapat muncul begitu saja.keterampilan ini harus dibiasakan melalui rangsangan dan latihan.hal ini sesuai dengan pendapat Brookhart (2010) yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir harus diasah dan dikembangkan di sekolah.oleh karena itu, pembelajaran pada tingkat sekolah menengah diharapkan mampu membiasakan siswa untuk berpikir, sehingga dapat membantu perkembangan kognitif siswa, dari tingkat berpikir konkret menujuberpikir abstrak. Keterampilan berpikir yang dikembangkan sebaiknya sudah menjangkau keterampilan berpikir tingkat tinggi atau dikenal dengan istilah Higher Order Thinking Skill (HOTS).Salah satu keterampilan berpikir pada tingkat tersebut yaitu keterampilan berpikir analitis (Devi, 2011).Keterampilan berpikir analitis adalah keterampilan berpikir yang menggunakan sebuah tahapan atau langkah-

3 langkah logis, melibatkan keterampilan dalam memahami situasi dengan memecah situasi tersebut menjadi bagian-bagian. Namun kenyataannya, berdasarkan hasil kajian pustaka, pembelajaran kimia pada umumnya masih bersifat tradisional, yaitu pembelajaran cenderung berpusat pada guru dengan proses cenderung bersifat transfer pengetahuan (Williams et al, 2010). Siswa hanya menerima konsep, teori, dan prinsip dari guru tanpa memaknai proses perolehan (Kelly& Finlayson, 2008). Siswa cenderung menghafal tanpa benar-benar memahami konsep yang mendasari.pembelajaran lebih banyak disampaikan dengan metode ceramah (Hidayati, 2011), dan kurang terkait dengan permasalahan kehidupan sehari-hari (Russ et al, 2008). Sementara itu kebanyakan guru yang bertugas sebagai pengelola pembelajaran seringkali belum mampu menyampaikan konsep kepada siswa secara bermakna, penyampaiannya terkesan monoton, kurang memperhatikan potensi siswa, serta metode mengajar yang digunakan kurang bervariasi (Hidayati, 2011). Akibatnya, siswa merasa bosan karena siswa hanya dianggap sebagai botol kosong yang siap diisi dengan konsep.siswa baru mampu mempelajari kimia pada tingkat ingatan (menghafal) karena pembelajaran yang dilakukan kurang mengembangkan keterampilan berpikir analitis siswa. Gambaran kurang berhasilnya strategi pembelajaran yang dilakukan diperkuat oleh hasil studi pendahuluan yang dilakukan.sebagian besar siswamasih mengalami kesulitan ketikamengaitkan antarkonsep yang telah mereka pelajari untuk memahami fenomena/ gejala alam dalam kehidupan sehari-hari.pengamatan selama observasi kelas yang dilakukan sebanyak enam kali menunjukkan bahwa

4 pembelajaran lebih ditekankanpada pemahaman konsep tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau kerja ilmiah melalui pengamatan langsung terhadap gejala alam.meskipun pembelajaran telah diarahkan padastudent centered, namun masih lebih menekankan pada produk dibandingkan proses siswa dalam menemukan konsep (Hafsari, 2011).Berdasarkan hasil wawancara nonformal, diketahui bahwa hal ini disebabkan oleh tujuan utama guru, yaitu hanya pada tercapainya nilai tinggi pada saat UN.Soal UN yang lebih menekankan pada pemahaman konsep, mendorong guru untuk melakukan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa hanya sampai pada jenjang pemahaman konsep, sedangkan pada jenjang keterampilan berpikir analitis kurang dibelajarkan. Oleh karena itu, agar tujuan pembelajaran kimia, yaitu siswa mampu memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi tercapai, perlu diterapkan model pembelajaran yang cocok. Artinya, model pembelajaran yang dipilih harus memiliki karakteristik yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan dan keterampilan yang akan dikembangkan. Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir analitis siswadalam memahami fenomena kehidupan sehari-hari dan teknologi adalah pembelajaran berbasis masalah.model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalahmasalah sebagai stimulus dalam belajar (Kelly &Finlayson, 2008).Masalah yang

5 digunakan adalah yang biasa dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat membiasakan siswa dalam menyelesaikan masalah dengan mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagi konten area (Akinoglu & Tandogan, 2007). Pembelajaran berbasis masalah ini mempunyai potensi besar untuk mengembangkan keterampilan berpikir analitis siswa.saat dihadapkan dengan masalah yang bersifat kontekstual, siswa harus mampu memahami dan memecah masalah yang diberikan sehingga diperoleh bagian-bagiannya.keterampilan berpikir analitis ini dibutuhkan, terutama ketika siswamelakukan kegiatan penyelidikan baik di laboratorium, di kelas, maupun di luar jam sekolah.ketika melakukan penyelidikan di laboratorium, siswamenerapkan metode ilmiah melalui praktikum. Siswa melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis (Depdiknas, 2006). Begitu pula saat kegiatan penyelidikan di kelas maupun diluar jam sekolah, siswa menganalisis dan mengevaluasi sumber-sumber data yang diperoleh. Melalui kegiatan tersebut,diketahui data-data yang relevan dan yang tidak relevan terhadap masalah. Data-data yang relevan kemudian dianalisis dan dirangkai sehingga dihasilkan suatu jawaban terhadap masalah yang dipilih. Metode ilmiah ini harus diterapkan dalam pembelajaran, agar pembelajaran kimia sebagai proses penemuan benar-benar tercapai. Berbagai penelitian mengenai pembelajaran berbasis masalah telah dilakukan.penelitian mengenai keefektifan pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan pemahaman konsep telah dilakukan oleh Tarhan et al (2008),

6 Fauziah (2009), Salam (2009),Sugalayudhana (2006), Nurlita (2008), dan Wahyuni (2010). Tarhan & Acar (2007) pernah menerapkan pembelajaran ini untuk mengatasi miskonsepsi.mahanal (2010) meneliti pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir.demikian juga denganfauziah (2009),Sugalayudhana (2006), dan Nurlita (2008) yang meneliti peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah.untuk peningkatan keterampilan berpikir kreatif telah diteliti oleh Harefa (2010), dan Salam (2009).Selain itu, pembelajaran berbasis masalah juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan siswa.penelitian ini telah dilakukan oleh Wahyuni (2010).Selain itu, pembelajaran berbasis masalah juga dapat dikembangkan dalam kegiatan penemuan berbasis laboratorium.terbukti bahwa pembelajaran berbasis masalah mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam menentukan langkah-langkah yang tepat untuk menguji dan memecahkan masalah melalui percobaan dalam laboratorium.penelitian ini telah dilakukan oleh Kelly & Finlayson (2007).Oleh karena itu, Harefa (2010), dan Sugalayudhana (2006) menyatakan bahwa pembelajaran ini mampu meningkatkan keterampilan proses sains siswa.bahkan, Overton & Bradley (2010) memodifikasi pembelajaran berbasis masalah ini dalam pembelajaran kimia berbasis linguistik dan budaya sehingga mampu meningkatkan kemampuan berbahasa asing siswa. Berdasarkan literatur yang ada, diketahui bahwa pemanfaatkan pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir analitis siswa belum pernah dilakukan.begitu pula penelitian mengenai model pembelajaran yang secara khusus diterapkan untuk meningkatkan keterampilan

7 berpikir analitis siswa.untuk selanjutnya penelitian ini diarahkan untuk mengembangkan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir analitis siswa tersebut. Pembelajaran ini diterapkan di kelas XI SMApada konsep hidrolisis garam. Alasan memilih kompetensi dasar tersebut sebagai pokok bahasan diterapkannya pembelajaran berbasis masalah karena hidrolisis garam merupakan konsep kimia yang fenomenanya dapat dilihat secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.selain itu, pembelajaran hidrolisis garam perlu diperbaiki. Hamdu (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa hasil kerja ilmiah siswa pada konsep hidrolisis garam masih cukup rendah. Salah satu penyebabnya menurut Pitasari adalah dikarenakan siswa kurang mengetahui aplikasi konsep hidrolisis garam dalam konteks nyata (Hamdu, 2007). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan masalah pokok penelitian ini yaitu: Bagaimana pengembanganmodel pembelajaran berbasis masalah yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir analitis siswa SMA pada konsep hidrolisis garam? Untuk mempermudah pengkajian secara sistematis terhadap masalah yang akan diteliti, maka rumusan masalah tersebut dirinci menjadi sub-sub masalah sebagai berikut:

8 1. Bagaimana desain model pembelajaran berbasis masalah yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir analitis siswa SMA pada konsep hidrolisis garam? 2. Bagaimana implementasi model pembelajaran berbasis masalah yang dikembangkan? 3. Bagaimana pengaruh implementasi model pembelajaran berbasis masalah yang dikembangkan terhadap keterampilan berpikir analitis siswa SMA pada konsep hidrolisis garam? C. Batasan Masalah Agar lingkup masalah yang diteliti lebih fokus, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut: 1. Peningkatan keterampilan berpikir analitis siswa dimaksudkan sebagai perubahanketerampilan berpikir analitis siswa kearah yang lebih baik antara sebelum dan setelah pembelajaran. Kategori peningkatan kemampuan ini ditentukanberdasarkan skor rata-rata gain ternormalisasi <g>. 2. Keterampilan berpikir analitis siswa yang ditinjau pada penelitian ini mengacu pada indikator yang dikemukakan oleh Enright & Powers (1991) dan dibataskan hanya mencakup indikator-indikator keterampilan argumentasi, menarik inferensi dan mengembangkan kesimpulan, serta mendefinisikan masalah. Pembatasan ini dilakukan untuk menyesuaikan hasil belajar yang ingin dicapai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa SMA kelas XI.

9 3. Konsep kimiayang ditinjau pada penelitian ini adalah konsep hidrolisis garam kelas XI SMA yangterdiri dari tiga subkonsep yaitu: ciri-ciri garam, sifat larutan garam, ph larutan garam, dan peristiwa hidrolisis garam dalam kehidupan sehari-hari. 4. Penelitian R & D mengacu pada tahapan 4D models oleh Thiagarajan, et al yang dibatasi hanya pada tahap define (mendefinisikan) melalui kegiatan studi pustaka/ literatur (teoritis), dan studi lapangan (empiris) untuk mengumpulkan informasi, design (merancang) model pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan berpikir analitis pada konsep hidrolisis garam dilanjutkan validasi model pembelajaran oleh ahli dan revisi, serta develop (mengembangkan) melalui uji coba draft model pembelajaran di salah satu SMA Negeri di Kabupaten Subang. Namun, untuk tahap disseminate (diseminasi) tidak dilakukan dalam penelitian ini karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu memperoleh desain model pembelajaran berbasis masalah yang mampu mengembangkan keterampilan berpikir analitis siswa SMA pada konsep hidrolisis garam, dan mengetahui pengaruh implementasi model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan berpikir analitis siswa SMA pada konsep hidrolisis garam.

10 E. Manfaat Hasil penelitian ini dapat dijadikan bukti tentang potensi model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatan keterampilan berpikir analitis siswa SMA, yang nantinya dapat memperkaya hasil-hasil penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya, dan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang berkepentingan untuk berbagai kepentingan, seperti: guru-guru sekolah menengah, para mahasiswa di LPTK, praktisi pendidikan, dan lain-lain. Sedangkan secara praktis dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait, misalnya: 1. Siswa, yaitu memberikan bekal dan pengalaman siswa SMA mengenai model pembelajaran berbasis masalah untuk mengembangkan keterampilan berpikir analitis. 2. Guru kimia, yaitu memberikan alternatif contoh model pembelajaran kimia untuk mengembangkan keterampilan berpikir analitisbagi siswa SMA. 3. Sekolah, yaitu memberikan masukan strategi belajar-mengajar kimia yang baru dalam rangka pembaharuan (inovasi) model pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas. F. Penjelasan Istilah 1. Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah autentik dan bermakna yang berfungsi sebagai landasan bagi investigasi dan penyelidikan siswa (Arends, 2008).

11 2. Keterampilan berpikir analitis adalah keterampilan berpikir yang menggunakan sebuah tahapan atau langkah-langkah logis, melibatkan keterampilan dalam memahami situasi dengan cara memecah situasi tersebut menjadi bagian-bagian (Spencer & Spencer, 2011). Enright & Powers (1991) menyatakan indikator keterampilan berpikir analitis, yaitu: (1) argumentasi: kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mengevaluasi argumen; (2) menarik inferensi dan mengembangkan kesimpulan: kemampuan untuk mengonstruk inferensi dan kesimpulan, (3) mendefinisikan masalah: kemampuan untuk mendefinisikan dan membangun masalah; (4) berpikir induktif: kemampuan untuk memberikan alasan dari contoh khusus sampai prinsip yang lebih umum; (5) membangkitkan alternatif: kemampuan untuk membangkitkan penjelasan dan hipotesis alternatif; (6) gaya analitis: kecenderungan berpikir kritis atau analitis (Enright & Powers, 1991).