BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 58/10/34/Th.XVII, 1 Oktober 2015 PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RINGKASAN Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2015 sebesar Rp 335.886,- per kapita per bulan. Sementara garis kemiskinan pada sebesar Rp 313.452,- per kapita per bulan, atau garis kemiskinan mengalami kenaikan sekitar 7,16 persen. Bila dibandingkan kondisi ember yang sebesar Rp 321.056,- per kapita per bulan maka dalam kurun satu semester terjadi kenaikan sebesar 4,62 persen. Peran komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada 2015, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 70,70 persen, menurun bila dibandingkan dengan yang sebesar 71,86 persen. Jumlah penduduk miskin, yaitu penduduk yang konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan, pada 2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 550,23 ribu orang. Bila dibandingkan keadaan yang jumlah penduduk miskinnya mencapai 544,87 ribu orang, maka selama satu tahun terjadi peningkatan sebesar 5,34 ribu jiwa. Tingkat kemiskinan yaitu persentase penduduk miskin dari seluruh penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2015 sebesar 14,91 persen. Apabila dibandingkan dengan keadaan yang besarnya 15,00 persen berarti ada penurunan sebesar 0,09 poin selama satu tahun. Sedangkan bila dibandingkan dengan kondisi ember dengan persentase penduduk miskin sebesar 14,55 persen, terjadi kenaikan sebesar 0,36 poin. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2) pada periode - 2015 mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauh dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin juga semakin melebar. Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 58/10/34/Th.XVII, 1 Oktober 2015 1
1. Garis Kemiskinan - 2015 Secara umum kemiskinan didefinisikan sebagai suatu kondisi kehidupan dimana terdapat sejumlah penduduk tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok (basic needs) minimum dan mereka hidup di bawah tingkat kebutuhan minimum tersebut (Todaro dan Smith, 2007). Konsep yang dipakai BPS dalam mengukur kemiskinan juga berdasarkan kebutuhan dasar (basic needs approach). Nilai kebutuhan dasar minimum digambarkan dengan garis kemiskinan (GK), yaitu batas minimum pengeluaran per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan non makanan, yang memisahkan seseorang tergolong miskin atau tidak. Garis kemiskinan pada 2015 adalah Rp 335.886,- per kapita per bulan. Jika dibandingkan dengan kondisi yang garis kemiskinannya sebesar Rp 313.452,- per kapita per bulan, terjadi kenaikan sebesar 7,16 persen dan jika dibandingkan dengan kondisi ember yang besarnya Rp 321.056,- per kapita per bulan, maka tampak adanya kenaikan garis kemiskinan sebesar 4,62 persen. Terjadinya peningkatan garis kemiskinan ini sejalan dengan terjadinya inflasi ke 2015 yang sebesar 5,13 persen, serta inflasi ember - 2015 yang mencapai 3,06 persen. Tabel 1 Garis Kemiskinan menurut Tipe Daerah 2015 Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Makanan Bukan Makanan Total Perkotaan 227 691 99 582 327 273 230 329 103 232 333 561 2015 238 042 109 745 347 787 Perdesaan 220 412 65 724 286 137 227 233 69 196 296 429 2015 236 342 75 907 312 249 Kota+Desa 225 245 88 207 313 452 229 286 91 770 321 056 2015 237 473 98 413 335 886 Sumber: BPS, Susenas, ember, 2015 Bila dilihat komponen Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada sumbangan GKM terhadap GK sebesar 71,86 persen dan 70,70 persen pada 2015. Pada 2015 garis kemiskinan di daerah perkotaan sebesar Rp 347.787,- per kapita per bulan, mengalami kenaikan 6,27 persen dibanding keadaan yang sebesar Rp 327.273,- per kapita per bulan. Garis kemiskinan di daerah perdesaan pada 2015 sebesar Rp 312.249,- per 2 Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 58/10/34/Th.XVII, 1 Oktober 2015
kapita per bulan, mengalami kenaikan 9,13 persen dibanding keadaan yang mencapai Rp 286.137,- per kapita per bulan. Berdasarkan tiga dari lima komoditas makanan yang memberikan kontribusi terbesar pada garis kemiskinan makanan di perkotaan maupun di perdesaan yaitu beras, rokok kretek filter, dan daging ayam ras. Sementara itu komoditi non makanan yang memberikan sumbangan besar pada garis kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan yaitu perumahan dan bensin. Komoditi lainnya yang termasuk dalam posisi lima terbesar lainnya di perkotaan adalah pendidikan, listrik, dan perlengkapan mandi, sedangkan di perdesaan adalah kayu bakar, listrik, dan perlengkapan mandi. Tabel 2 Lima Kontribusi Terbesar Garis Kemiskinan menurut Tipe Daerah 2015 (Persen) Makanan Jenis Komoditi Perkotaan Jenis Komoditi Perdesaan Beras 30,70 Beras 35,44 Rokok kretek filter 9,31 Rokok kretek filter 6,05 Daging ayam ras 5,58 Daging ayam ras 5,34 Telur ayam ras 5,56 Telur ayam ras 4,14 Mie instan 4,06 Mie instan 3,91 Non Makanan Perumahan 26,04 Perumahan 27,80 Bensin 16,75 Bensin 14,71 Pendidikan 9,46 Kayu bakar 7,48 Listrik 7,59 Listrik 6,98 Perlengkapan mandi 4,97 Perlengkapan mandi 5,08 Sumber: BPS, Susenas 2015 2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta Jumlah penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode 2009-2015 mengalami fluktuasi. Pada periode 2009 - cenderung menurun dari tahun ke tahun, tetapi dari ember - mengalami kenaikan dan turun kembali sampai periode. Jumlah penduduk miskin pada 2009 tercatat 585,78 ribu orang dan pada turun menjadi 562,70 ribu, namun sampai dengan kondisi bulan jumlah penduduk miskin naik menjadi 568,35 ribu. Sementara pada periode ember - 2015 mengalami fluktuasi. Perkembangan jumlah penduduk miskin seperti terlihat pada Gambar 1. Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 58/10/34/Th.XVII, 1 Oktober 2015 3
Gambar 1 Jumlah Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta 2009-2015 (dalam ribuan orang) 585,78 577,30 562,70 568,05 568,35 565,73 553,07 541,95 544,87 550,23 532,59 2009 2010 2015 Sumber: BPS, Susenas 2009 2015 Penduduk miskin tersebar di perkotaan (59,91 persen) maupun perdesaan (40,09 persen). Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada 2015 sebanyak 329,65 ribu orang, berkurang 3,38 ribu orang bila dibandingkan keadaan yang mencapai 333,03 ribu orang. Jumlah penduduk miskin di perdesaan pada 2015 sebanyak 220,57 ribu orang, mengalami peningkatan sekitar 8,67 ribu dari keadaan yang jumlahnya mencapai 211,84 ribu orang (Tabel 3). Tabel 3 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Tipe Daerah, - 2015 Daerah/Tahun Jumlah penduduk miskin (000) Persentase penduduk miskin Perkotaan ember 2015 Perdesaan ember 2015 Kota+Desa ember 2015 333.03 324.43 329.65 211.84 208.15 220.57 544.87 532.59 550.23 13.81 13.36 13.43 17.36 16,88 17.85 15.00 14.55 14.91 Sumber: BPS, Susenas, ember, dan 2015 4 Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 58/10/34/Th.XVII, 1 Oktober 2015
3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta Tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode 2009-ember cenderung mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin pada sebesar 16,08 persen, turun menjadi 14,91 persen pada 2015. Perkembangan tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta selengkapnya seperti terlihat pada Gambar 2. Gambar 2 Persentase Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta 2009 2015 18 17 17,23 16,83 16 15 16,08 16,14 16,05 15,88 15,43 15,03 15,00 14,55 14,91 14 2009 2010 Mar 2015 Sumber: BPS, Susenas 2009-2015 Tingkat kemiskinan di perkotaan lebih kecil daripada di perdesaan. Persentase penduduk miskin di perkotaan pada 2015 sebesar 13,43 persen mengalami penurunan 0,38 poin jika dibandingkan dengan keadaan yang besarnya mencapai 13,81 persen. Persentase penduduk miskin di perdesaan pada 2015 sebesar 17,85 persen, mengalami peningkatan 0,49 poin jika dibandingkan dengan keadaan yang mencapai 17,36 persen. 4. Kualitas Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta Persoalan kemiskinan bukan hanya berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman/poverty gap index dan tingkat keparahan/poverty severity index dari kemiskinan. Artinya, selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan berkaitan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan tingkat keparahan kemiskinan itu. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada periode - 2015 sedikit mengalami kenaikan. Indeks kedalaman kemiskinan naik dari 2,19 pada menjadi 2,93 pada 2015. Demikian pula Indeks keparahan kemiskinan naik dari 0,48 menjadi 0,83 pada periode yang sama (Tabel 4). Kenaikan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauh garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin juga semakin melebar. Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 58/10/34/Th.XVII, 1 Oktober 2015 5
Tabel 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut Daerah, - 2015 Tahun Kota Desa Kota + Desa Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) 2,22 2,11 2,19 ember 2,03 2,98 2,35 2015 2,55 3,70 2,93 Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) 0,53 0,40 0,48 ember 0,52 0,79 0,61 2015 0,71 1,09 0,83 Sumber: BPS, Susenas, ember dan 2015 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada 2015 di perdesaan lebih tinggi dari pada perkotaan. Pada bulan 2015 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perdesaan mencapai 3,70 sementara di perkotaan mencapai 2,55. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di perdesaan 1,09 sementara di perkotaan mencapai 0,71. Ini berarti rata-rata pengeluaran konsumsi penduduk miskin terhadap garis kemiskinan di perdesaan lebih besar dibandingkan di perkotaan. Kesenjangan pengeluaran konsumsi antar penduduk miskin di perdesaan juga lebih lebar dibandingkan dengan di perkotaan. 6 Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 58/10/34/Th.XVII, 1 Oktober 2015
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi : Jl. Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, 55183 Telp.0274-4342234 (Hunting) Fax. 0274-4342230 Email : bps3400@bps.go.id Website : yogyakarta.bps.go.id Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 58/10/34/Th.XVII, 1 Oktober 2015 7