BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Bab IV. Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

Oleh : Rahayu Setyowati

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004)

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemasangan infus termasuk kedalam tindakan invasif atau tindakan yang dapat

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan catatan keperawatan (Depkes

Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Universitas Tribhuwana Tunggadewi ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kepada Yth. Pasien rawat inap ruang Pinus Rumah Sakit Eka Tangerang Selatan Di tempat. : Permohonan menjadi responden

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR.

BAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath)

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D.

HUBU GA KEPATUHA PERAWAT DALAM ME JALA KA SOP PEMASA GA I FUS DE GA KEJADIA PHLEBITIS

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

BAB 3 METODE PENELITIAN. pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Hubungan Kepatuhan Perawat dalam Cuci Tangan Enam Langkah Lima Momen dengan Kejadian Phlebitis di RSI Kendal.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari : TASBI blok J No. 12, Medan

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS DI PUSKESMAS KRIAN SIDOARJO

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN PRAKTIK PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DIRUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di IGD pada tiga rumah sakit, yaitu:

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN di RS PKU Muhammadiyah Gamping yang merupakan salah satu. Yogyakarta. RS PKU Muhammadiyah Gamping

OBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PERAWAT TERHADAP PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD KOTA SEMARANG TAHUN 2014

ERIYANTO NIM I

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PLEBITIS PADA PASIEN DI UNIT RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG 2006

HUBUNGAN LAMANYA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSU JEND. A. YANI METRO TAHUN 2013

TEHNIK ASEPTIK PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA ANAK DI RSUD ZAINOEL ABIDIN ACEH

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara

BAB I PENDAHULUAN. yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat. darurat (Permenkes RI No. 147/ Menkes/ Per/ 2010).

Kata kunci : Rumah Sakit, Infeksi Nosokomial, Antiseptic Hand rub Kepustakaan : 55 (15 Jurnal+20 Buku+6 Skrispi & tesis+14 Website)

NASKAH PUBLIKASI KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN INFUS DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

Kepatuhan Perawat dalam Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong

HUBUNGAN ANTARA LOKASI PENUSUKAN INFUS DAN TINGKAT USIA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP DEWASA RSUD TUGUREJO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. kadang-kadang mengakibatkan kematian pada pasien dan kerugian keuangan

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG STATUS GIZI BALITA DENGAN FREKUENSI TERJADINYA ISPA DI DESA KEBONDALEM

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN UKURAN DAN LETAK PEMASANGAN INTRAVENA CATHETER TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD UNGARAN

PERBEDAAN PERILAKU POST OPERASI PADA PASIEN FRAKTUR YANG MENDAPATKAN KONSELING DAN YANG TIDAK MENDAPATKAN KONSELING PRE OPERASI

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE

HUBUNGAN ANTARA TEHNIK INSERSI DAN LOKASI PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RSUD AMBARAWA

BAB I PENDAHULUAN. terapi dan perawatan untuk dapat sembuh, dimana sebagian besar pasien yang

1.5 Metode Penelitian Tahapan yang akan dilakukan dalam menyelesaikan tugas akhir ini dibagi bebrapa tahapan, diantaranya:

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

Laboratorium 7 orang petugas, dan Instalasi Gizi 11 orang petugas. Setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

HUBUNGAN SUPERVISI DAN MOTIVASI DENGAN PEMBERIAN CAIRAN INFUS SESUAI SPO OLEH PERAWAT PELAKSANA

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan dasar tersebut (Depkes, 2009). yang meliputi pelayanan: curative (pengobatan), preventive (upaya

SKRIPSI HUBUNGAN TEKNIK PEMASANGAN DAN PERAWATAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2014

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Ponorogo, bermaksud melaksanankan penelitian dengan judul Perilaku

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum RSI Kendal Rumah Sakit Islam Kendal terletak di Jl Ar Rahmah 17-A Weleri. Tanggal 15 Januari 1996 berdiri dibawah yayasan Muhammadiyah Kabupaten Kendal. Rumah Sakit Islam merupakan rumah sakit yang berada di Kabupaten Kendal, yang terdiri dari ruang kelas VIP, kelas I, kelas II dan kelas 3 serta juga menerima pasien dengan BPJS. Batas wilayah Rumah Sakit Islam Kendal sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Batang, sebelah selatan berbatasan dengan desa Sumberagung, sebalah utara berbatasan dengan desa Jenar sari dan sebelah timur berbatasan dengan desa Caruban. Sampel dalam penelitian ini mengguankan total sampling yaitu mengambil seluruh anggota populasi di masing-masing kelompok yang menjadi kriteria sampel untuk menjadi sampel dalam penelitian. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 55 tindakan pemasangan infus dan responden yang dipasang infus dan peneliti mendapatkan semua sampel yang diinginkan sehingga tidak ada kriteria eksklusi. Penelitian ini dilakukan mulai dari tanggal 12 Maret s.d 29 Maret 2014, setiap hari peniliti mendapatkan sampel 3-4 responden yang melakukan pemasangan infus dan responden yang dilakukan pemasangan infus, peneliti melakukan observasi pada responden yang terpasang infus diruang perawatan mulai dari ruang UGD, ruang Ali, ruang Fatimah, ruang Luqman dan ruang VIP A. Data ini berdasar dari rekapitulasi data demografi responden yang meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dari pasien yang telah dilakukan 38

39 tindakan pemasangan infus oleh perawat di RSI Kendal pada tanggal 12 Maret 29 Maret 2014. 2. Karakteristik responden yang melakukan pemasangan infus a. Jenis kelamin yang melakukan pemasangan infus Tabel 4.1. Distribusi frekuensi jenis kelamin yang melakukan pemasangan infus di RSI Kendal, 2014 (n=55) Jenis kelamin Frekuensi Persentase Laki-laki 12 21,8 Perempuan 43 78,2 Total 55 100,0 Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar yang melakukan pemasangan infus berjenis kelamin perempuan sebanyak 43 tindakan (78,2%) dan responden terkecil yang melakukan pemasangan infus dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 12 tindakan (21,8%). b. Umur yang melakukan pemasangan infus Tabel 4.2. Distribusi frekuensi umur yang melakukan pemasangan infus di RSI Kendal, 2014 (n=55) Mean Median Nilai Nilai Standar minimum maksimum deviasi 27,11 25,00 22 37 4,246 Tabel 4.2 menunjukkan umur rata-rata yang melakukan pemasangan infus 27,11, nilai tengah 25,00, umur responden ninimum 22 dan maksimum 37 dan standar deviasi yang melakukan pemasangan infus 4,246.

40 c. Pendidikan yang melakukan pemasangan infus Tabel 4.3. Distribusi frekuensi pendidikan yang melakukan pemasangan infus di RSI Kendal, 2014 (n=55) Pendidikan Frekuensi Persentase D3 53 96,4 S1 ners 2 3,6 Total 55 100,0 Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar yang melakukan pemasangan infus berpendidikan D3 keperawatan sebanyak 53 tindakan (96,4%) dan yang melakukan pemasangan infus berpendidikan S1 ners sebanyak 2 tindakan (3,6%). d. Masa kerja yang melakukan pemasangan infus Tabel 4.4. Distribusi frekuensi masa kerja yang melakukan pemasangan infus di RSI Kendal, 2014 (n=55) Mean Median Nilai Nilai Standar minimum maksimum deviasi 4,55 4,00 2 12 2,672 Tabel 4.4 menunjukkan masa kerja rata-rata yang melakukan pemasangan infus 4,55, nilai tengah 4,00, nilai minimum 2 dan nilai maksimum 12 dan standar devisiasi yang melakukan pemasangan infuse 2,672.

41 3. Karakteristik responden (pasien) a. Jenis kelamin responden Tabel 4.5. Distribusi frekuensi jenis kelamin responden di RSI Kendal, 2014 (n=55) Jenis kelamin responden Frekuensi Persentase Laki-laki 26 47,3 Perempuan 29 52,7 Total 55 100,0 Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 29 orang (52,7%) dan responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 26 orang (47,3%). b. Umur responden Tabel 4.6. Distribusi frekuensi umur responden di RSI Kendal, 2014 (n=55) Mean Median Nilai Nilai Standar minimum maksimum deviasi 28,47 32,00 3 60 20,028 Tabel 4.6 menunjukkan masa kerja rata-rata yang melakukan pemasangan infus 28,47, nilai tengah 32,00, nilai minimum 3 dan nilai maksimum 60 dan standar devisiasi yang melakukan pemasangan infuse 20,028

42 c. Pendidikan responden Tabel 4.7. Distribusi frekuensi pendidikan responden di RSI Kendal, 2014 (n=55) Pendidikan responden Frekuensi Persentase TK 17 30,9 SD 2 3,6 SMP 33 60,0 SMA 3 5,5 Total 55 100,0 Tabel 4.7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMP sebanyak 33 orang (60,0%) dan responden berpendidikan SD sebanyak 2 orang (3,6%). 4. Analisis univariat a. Kepatuhan tindakan pemasangan infus Tabel 4.8. Distribusi frekuensi kepatuhan tindakan pemasangan infus pemasangan infus di RSI Kendal, 2014 (n=55) Kepatuhan Frekuensi Persentase Tidak patuh 19 34,5 Patuh 36 65,5 Total 55 100,0 Tabel 4.8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden patuh dalam melaksakan SOP pemasangan infus sebanyak 36 orang (65,4%) dan responden terkecil tidak patuh dalam melaksakan SOP pemasangan infus sebanyak 19 orang (34,5%).

43 b. Kejadian phlebitis Tabel 4.9. Distribusi frekuensi kejadian phlebitis di RSI Kendal, 2014 (n=55) Kejadian phlebitis Frekuensi Persentase Phlebitis 16 29,1 Tidak phlebitis 39 70,9 Total 55 100,0 Tabel 4.9 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak mengalami phlebitis sebanyak 39 orang (70,9%) dan responden terkecil mengalami phlebitis sebanyak 16 orang (29,1%). 5. Analisis Bivariat Hubungan antara kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di Rumah Sakit Islam Kendal Tabel 4.7 Hubungan antara kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di RSI Kendal, Maret 2014 (n=55) Kepatuhan perawat Kejadian phlebitis Total P value Tidak phlebitis Frekuensi (%) Phlebitis Frekuensi (%) Tidak patuh 5 (9,1) 14 (25,5) 19 (34,5) 0,000 Patuh 34 (61,8) 2 (3,6) 36 (65,5) Total 39 (70,9) 16 (29,1) 55 (100) Tabel 4.7 menunjukkan bahwa responden yang tidak patuh dalam melaksanakan SOP pemasangan infus dengan kejadian phlebitis sebanyak 14 orang (25,5%) dan tidak terjadi phlebitis sebanyak 5 (9,1%) sedangkan responden yang patuh dalam melaksanakan SOP pemasangan infus dengan

44 kejadian phlebitis sebanyak 2 (3,6%) dan tidak terjadi phlebitis sebanyak 34 (61,8%) Hasil statistik menggunakan Chi-square didapatkan nilai p value 0,000 (p< 0,05) menunjukkan ada hubungan antara kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di Rumah Sakit Islam Kendal. B. PEMBAHASAN 1. Kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan infus Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden patuh dalam melaksakan SOP pemasangan infus sebanyak 36 orang dan responden terkecil tidak patuh dalam melaksakan SOP pemasangan infus sebanyak 19 orang. Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dalam dan perilaku yang disarankan (Bart, 2004) kepatuhan tersebut jika perawat menuruti suatu perintah atau suatu aturan dalam pemasangan infus. Pemasangan infus yaitu tindakan yang dilakukan pada pasien yang memerlukan masukan cairan atau obat, langsung ke dalam pembuluh darah vena, dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set (Potter, 2005). Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang akan menambah tingginya biaya perawatan dan waktu perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang telah ditetapkan oleh rumah sakit (Priharjo, 2008).

45 Perawat profesional yang bertugas dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak terlepas dari kepatuhan perilaku perawat dalam setiap tindakan prosedural yang bersifat invasif seperti halnya pemasangan infus. Pemasangan infus dilakukan oleh setiap perawat. Semua perawat dituntut memiliki kemampuan dan keterampilan mengenai pemasangan infus yang sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditentukan rumah sakit. Perawat yang patuh dalam melaksanakan SOP pemasangan infus diantaranya peralatan yang dibawa saat pemasangan infus sudah sesuai, perawat melaksanakan prosedur sesuai dengan tahap pra interaksi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Perawat yang patuh dalam pemasangan infus tersebut diharapkan tidak membuat pasien trauma dalam pemasangan infus. Hasil penelitian didapatkan responden patuh dalam prosedur pemasangan infus sesuai dengan SOP di Rumah Sakit Islam Kendal meliputi perawat melakukan teknik cuci tangan yang baik, mengatur tetesan infus dengan benar sesuai kebutuhan pasien, melakukanb fiksasi dengan benar serta melakukan pemasangan dengan teknik aseptik dan teknik pemasangan intravena kateter yang baik. Hasil observasi tindakan pemasangan infus yang dilakukan di RSI Kendal ada yang tidak patuh dalam melaksanakan SOP pemasangan infus diantaranya saat pemasangan infus banyak yang tidak menggunakan perlak dan responden tidak diberikan disinfektan pada area tusukan hanya langsung diplaster saja. Hasil penelitian didapatkan ada perawat yang tidak patuh dalam melaksanakan SOP pemasangan infus hal ini dikarenakan perawat beranggapan jika sesuai SOP membutuhkan waktu yang lama, perawat tergesa-gesa saat pemasangn infus serta banyaknya pasien yang membuat

46 perawat tidak patuh. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andares (2009), menunjukkan bahwa perawat kurang memperhatikan kesterilan luka pada pemasangan infus. Perawat biasanya langsung memasang infus tanpa memperhatikan tersedianya bahan-bahan yang diperlukan dalam prosedur tindakan tersebut, tidak tersedia handscoen, kain kasa steril, alkohol, pemakaian yang berulang pada selang infus yang tidak steril. Hasil penelitian Mulyani (2011), yang melakukan penelitian dengan judul Tinjauan Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus Pada Pasien Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS PKU Muhammadiyah Gombong menunjukan perawat cenderung tidak patuh pada persiapan alat dan prosedur pemasangan infus yang prinsip. Hasil penelitian terhadap 12 perawat pelaksana yang melakukan pemasangan infus, perawat yang tidak patuh sebanyak 12 orang atau 100% dan yang patuh sebanyak 0 atau 0%. Hasil penelitian Pasaribu (2008), yang melakukan analisa pelaksanaan pemasangan infus di ruang rawat inap Rumah Sakit Haji Medan menunjukan bahwa pelaksanaan pemasangan infus yang sesuai Standar Operasional Prosedur katagori baik 27 %, sedang 40 % dan buruk 33 %. Kepatuhan merupakan bagian dari perilaku individu yang bersangkutan untuk mentaati atau mematuhi sesuatu, sehingga kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan infus tergantung dari perilaku perawat itu sendiri. Perilaku kepatuhan dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan dapat dikategorikan menjadi faktor intrernal yaitu karakterisitk perawat itu sendiri (umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan, kepribadian, sikap, kemampuan, persepsi dan motivasi) dan faktor eksternal (karakteristik organisasi, karakteristik kelompok, karakteristik pekerjaan, dan karakteristik lingkungan) (Andareas, 2009).

47 Penelitian ini menunjukkan tingkat kepatuhan perawat yang baik, hal ini dikarenakan perawat di RSI Kendal sudah tahu adanya SOP pemasangan infus, perawat mengikuti pelatihan inhouse trening dan saat saat perekutan karyawan diadakan tes skill tindakan keperawatan termasuk pemasangan infus. 2. Kejadian phlebitis dirumah sakit Hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden tidak mengalami phlebitis sebanyak 39 orang dan responden terkecil mengalami phlebitis sebanyak 16 orang. Phlebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang vena (Brunner dan Sudarth, 2003). Pemasangan infus digunakan untuk mengobati berbagai kondisi penderita di semua lingkungan perawatan di rumah sakit dan merupakan salah satu terapi utama. Sebanyak 70% pasien yang dilakukan rawat inap mendapatkan terapi cairan infus. Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama tentunya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi dari pemasangan infus, salah satunya adalah infeksi (Hinlay, 2006). Salah satu infeksi yang sering ditemukan dirumah sakit adalah infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial tersebut diakibatkan oleh prosedur diagnosis yang sering timbul diantaranya phlebitis. Keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial pada tindakan pemasangan infus bukanlah ditentukan oleh canggihnya peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan klien secara benar (Andares, 2009).

48 Phlebitis dikarateristikkan dengan adanya dua atau lebih tanda nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi dan teraba mengeras di bagian vena yang terpasang kateter intravena (La Rocca, 1998). Hal ini menjadiakan phlebitis sebagai salah satu pemasalahan yang penting untuk dibahas di samping phlebitis juga sering ditemukan dalam proses keperawatan (Jarumi Yati, 2009). Dalam penelitian ini phlebitis terjadi karena adanya mikroorganisme atau bakteri yang masuk melalui lubang tusukan kateter infus dan ada perawat yang tidak patuh dalam melaksanakan SOP pemasangan infus karena kejadian phlebitis sangat di pengaruhi oleh ketepatan dalam melaksakan pemasangan infus kurang dilakukan atau tidak sesuai SOP yang ada di rumah sakit tersebut. Hasil penelitian didapatkan responden yang tidak mengalami phlebitis setelah 1-2 hari dipasang infus tidak terdapat tanda-tanda kemerahan ditempat penyuntikan, responden tidak merasakan nyeri, dan tidak adanya tanda bengkak disekitar tempat pemasangan infus. Sedangkan hasil penelitian ada responden yang mengalami phlebitis dengan tanda-tanda bengkak pada tempat pemasangan infus dan responden merasakan nyeri ditempat pemasangan infus. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya phlebitis diantaranya mencegah phlebitis bakteri dengan cara perawat melakukan cuci tangan sebelum memasang infus, selalu waspada dan melakukan pemasangan infus dengan tindakan aseptik, rotasi kateter yaitu melakukan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi, melakukan aseptic dressing dan melakukan kecepatan pemberian infus (Darmawan, 2008). Hasil penelitian ini yang dilakukan oleh Mulyani (2010), yang menyatakan rata-rata kejadian phlebitis waktu 24 jam dan 72 jam setelah

49 pemasangan terapi intravena. Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi pemasangan infus terletak pada vena sefalika dan tidak terjadi phlebitis sebanyak 11 responden (91,7%). Sedangkan lokasi pemasangan infus terletak pada vena metacarpal dan terjadi phlebitis sebanyak 20 responden (41,7%). Gayatri dan Handayani (2003) menyatakan bahwa 35% dan 60 responden mengalami phlebitis dengan jenis kelamin rata-rata laki-laki. Semakin jauh jarak pemasangan terapi intravena dan sendi maka resiko terjadinya phlebitis akan semakin meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya fiksasi dan dekatnya persambungan selang kanul dengan persendian lainnya. Hal utama yang perlu diperhatikan sebaiknya jarak pemasangar infus minimal 3-7 cm dan persendian. flehitis yang terjadi dalarn penelitian termasuk phlebitis mekanik. Angeles dalam Gayatri & Handayani (2003) menyatakan hahwa phlebitis mekanik atau fisik dapat terjadi karena kanul yang terlalu besar untuk vena, iritasi vena selama pemasangan, atau adanya pergerakan kanul di dalam vena. Penelitian ini menunjukkan responden tidak mengalami phlebitis hal ini dikarenakan perawatan infus di RSI Kendal dilakukan setiap hari, kebijakan rumah sakit yang mengharuskan penggantian tempat pemasangan infus pada hari keempat. Perawat melakukan pemasangan infus pada tempat penusukan yang benar sehingga tidak muncul tandatanda infeksi nosokomial phlebitis seperti bengkak pada tempat penusukan dan terlihat kemerahan. 3. Hubungan kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di Rumah Sakit Islam Kendal Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang tidak patuh dalam melaksanakan SOP pemasangan infus dengan kejadian phlebitis sebanyak 14 orang dan tidak terjadi phlebitis sebanyak 5 orang sedangkan responden

50 yang patuh dalam melaksanakan SOP pemasangan infus dengan kejadian phlebitis sebanyak 2 orang dan tidak terjadi phlebitis sebanyak 34 orang. Hasil statistik menggunakan Chi-square didapatkan nilai p value 0,000 (p< 0,05) menunjukkan ada hubungan antara kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di Rumah Sakit Islam Kendal. Hasil penelitian didapatkan perawat yang patuh dalam melaksanakan SOP pemasangan infus sehingga tidak menyebabkan pasien tidak phlebitis hal ini dikarenakan perawat patuh dengan SOP yang dibuat di Rumah Sakit Islam Kendal serta menjalankan dengan tepat dalam pemasangan infus sehingga pasien tidak merasa sakit disekitar tempat pemasangan infus, tidak ada pembengkakan serta pasien tidak mengeluh dengan infus yang terpasang. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya phlebitis diantaranya obat yang dimasukkan dalam suntikan, kecepatan aliran infus serta bahan kateter yang digunakan, ukuran kateter infus dan lokasi penusukan yang tidak sesuai (Smetlzer, 2001). Hasil penelitian didapatkan perawat yang patuh dalam melaksanakan SOP pemasangan infus tetapi masih ada yang terjadi phlebitis hal ini disebabakan karena faktor lain seperti tindakan pengobatan yang dilakukan, penggunaan kateter infus yang kurang sesuai dan pergerakan ekstermitas yang dipasang infus. Phlebitis merupakan salah satu infeksi nosokomial yang sering terjadi di rumah sakit. Ditandai dengan inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia, mekanik maupun bakteri. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang vena. Di Rumah Sakit Islam Kendal phlebitis merupakan infeksi nosokomial yang paling tinggi dibanding infeksi nosokomial lainnya. didapatkan data infeksi nosokomial phlebitis sebanyak 3,38 %, yang mana

51 hasil ini masih termasuk tinggi karena menurut standar Depkes RI angka phlebitis kurang atau sama dengan 1,5 %. Kejadian phlebitis masih sering terjadi di RSI Kendal disebabkan karena perawat tidak melaksanakan pemasangan infus sesuai SOP. Pada penelitian ini didapatkan ada responden yang mengalami phlebitis sebanyak 16 orang, penangan awal yang dilakukan jika ada timbul tandatanda phlebitis adalah mepaskan alat intravena, meninggikan ekstremitas, mengkaji nadi distal terhadap area yang phlebitis, menghindari pemasangan intravena berikutnya di bagian distal vena yang meradang (Weinstein, 2001). Penelitian yang sejalan dilakukan oleh Kamma (2010) dengan judul hubungan antara pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di Rumah Sakit Prikasih Jakarta Selatan didapatkan hasil ada hubungan yang bermakan antara lokasi pemasangan infus (pvalue = 0,042), jenis cairan infus yang diberikan (pvalue = 0,001) dan pemasangan infus (pvalue =0,011). Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu, M (2008) dengan judul Analisis Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur Pemasangan Infus Terhadap Kejadian phlebitis Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Haji Medan didapatkan hasil ada hubungan antara perawat yang melaksanakan pemasangan infus sesuai SOP dengan kejadian phlebitis pada pasien, hal ini terlihat dari p value 0,008. Dari 100 orang sampel yang di observasi terdapat kejadian phlebitis sebanyak 52 orang (52%) dan yang tidak phlebitis 48 orang (48%). Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Wayunah (2009) tentang hubungan pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kejadian phlebitis dan kenyamanan pasien di ruang rawat inap RSUD Indramayu didapatkan hasil sebanyak 50.8% jumlah responden perawat memiliki

52 pengetahuan kurang baik, angka kejadian phlebitis sebesar 40%, dan sebanyak 53.8% responden pasien merasa nyaman dengan pemasangan infus yang dilakukan oleh perawat pelaksana. Hasil analisis lanjut menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kejadian phlebitis (p=0.000), dan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kenyamanan (p=0.000). Hasil penelitian menunjukkan di RSI Kendal ada hubungan antara kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan infus dengan kejadian phlebitis hal ini terbukti perawat sudah melakukan prosedur pemasangan infus sesuai SOP dirumah sakit sehingga pasien tidak terjadi phlebitis dan pasien tidak merasakan sakit pada tempat penusukan, bengkak pada tempat penusukan. 4. Keterbatasan peneliti Saat pengambilan data, ada responden yang kurang percaya diri dalam pemasangan infus sehingga peneliti kesulitan mendapatkan sampel, setelah peneliti menjelaskan etika penelitian kemudian responden (perawat) bersedia untuk diteliti dan diobservasi dalam pemasangan infus apakah sudah sesuai dengan SOP dirumah sakit.