PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM MENJALANKAN FUNGSI PENGAWASAN PEMERINTAHAN DI DESA LOMPAD KECAMATAN RANOIAPO KABUPATEN MINAHASA SELATAN Oleh Oldi Arianto Pangemanan Abstrak Pemerintah desa sebagai ujung tombak dalam sistem pemerintahan daerah akan berhubungan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Karena itu, sistem dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat didukung dan ditentukan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai bagian dari Pemerintah Daerah. Setelah sekian lama BPD dibentuk di desa Lompad, mendorong penulis untuk meneliti kinerja BPD itu, apakah benar-benar menjalankan tugasnya sebagai pengawas pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan serta tugas-tugas lainnya atau hanya menjadi simbol demokrasi tanpa implementasi, atau malah menimbulkan masalah yang tidak perlu, yang hanya akan menghabiskan energi yang sesungguhnya lebih dibutuhkan oleh masyarakat desa untuk melepaskan diri dari jerat kemiskinan dan krisis ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja BPD dan mengetahui factor-faktor yang mendukung dan menghambat kinerja BPD. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah Ketua BPD, Wakil Ketua BPD, Anggota BPD, Pemerintah Desa dan Masyarakat Desa Lompad. Teknik analisis data yaitu Kategorisasi, Reduksi dan Interpretasi. Peran Badan Permusyawaratan Desa Lompad dalam menjalankan fungsi pengawasan Peraturan Desa dan Anggaran Pendapatan Belanja Desa sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun dalam hasil penelitian ditemukan kendala seperti kurangnya fasilitas dan sosialisasi, serta pedoman teknis yang seharusnya diberikan oleh pemerintah kabupaten minahasa selatan. Faktor-Faktor penghambat yang paling besar dalam pelaksanaan pengawasan BPD terhadap Pemerintahan Desa Lompad adalah: Tunjangan dari anggota BPD, fasilitas, dan pemahaman tentang tugas dan fungsi BPD dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, serta faktor-faktor lainnya, seperti sikap mental, dan faktor adat/kekeluargaan yang ada. Kata Kunci : Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Desa Lompad
PENDAHULUAN Pemerintah desa sebagai ujung tombak dalam sistem pemerintahan daerah akan berhubungan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Karena itu, sistem dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat didukung dan ditentukan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai bagian dari Pemerintah Daerah. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat membuat Rancangan Peraturan Desa yang secara bersama-sama Pemerintah Desa ditetapkan menjadi Peraturan Desa. Dalam hal ini, BPD sebagai lembaga pengawasan memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi peraturan desa, anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) serta jalannya pemerintahan desa. Setelah sekian lama BPD dibentuk di desa Lompad, mendorong penulis untuk meneliti kinerja BPD itu, apakah benar-benar menjalankan tugasnya sebagai pengawas pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan serta tugas-tugas lainnya atau hanya menjadi simbol demokrasi tanpa implementasi, atau malah menimbulkan masalah yang tidak perlu, yang hanya akan menghabiskan energi yang sesungguhnya lebih dibutuhkan oleh masyarakat desa untuk melepaskan diri dari jerat kemiskinan dan krisis ekonomi Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji permasalahanpermasalahan tersebut dengan mengangkat suatu judul penelitian yaitu Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjalankan fungsi pengawasan pemerintahan di Desa Lompad Kecamatan Ranoiapo Kabupaten minahasa selatan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah : Ketua Badan Permusyawaratan Des Wakil Ketua Badan Permusyawaratn Desa Anggota Badan Permusyawaratan Desa Pemerintah Desa Serta Masyarakat Desa Lompad Yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah a. Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjalankan tugas pengawasan khususnya pengawasan terhadap peraturan desa di desa Lompad Kec. Ranoiapo Kabupaten Minahasa Selatan. b. Ada beberapa faktor yang telah diidentifikasi oleh peneliti dan akan dianalisa yang mendukung dan menghambat kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Lompad dalam menjalankan tugas pengawasan. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1. masyarakat 2. pola hubungan kerjasama dengan pemerintah desa Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi, wawancara mendalam (in depth
interview) dan dokumentasi (Sugiyono, 2007;62-63). Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data adalah Kategorisasi, Reduksi dan Interpretasi. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengawasan terhadap Pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Hukum Tua Di dalam pelaksanaan peraturan desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga melaksanakan kontrol atau pengawasan terhadap peraturan-peraturan desa dan Pemerintahan Hukum Tua. Pelaksanaan pengawasan Peraturan Desa dan Pemerintahan Hukum Tua yang dimaksud disini yaitu Pelaksanaan pengawasan terhadap APBDes dan RPJMDes yang dijadikan sebagai peraturan desa dan juga pengawasan terhadap keputusan Kepala Desa. Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh BPD Lompad, adalah sebagai berikut : a. Pengawasan terhadap Pelaksanaan Peraturan Desa. Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan fungsinya mengawasi peraturan desa dalam hal ini yaitu mengawasi segala tindakan yang dilakukan oleh pemerintah desa. Hal ini senada dengan hasil wawancara dengan Ketua Badan Permusyawaratan Desa: Segala bentuk tindakan pemerintah desa, selalu dipantau dan diawasi oleh kami selaku BPD baik secara langsung ataupun tidak langsung, hal ini kami lakukan untuk melihat apakan terjadi penyimpangan peraturan atau tidak. Beberapa cara pengawasan yang dilakukan oleh BPD Desa Lompad terhadap pelaksanaan peraturan desa, antara lain : a. Mengawasi semua tindakan yang dilakukan oleh pemerintah desa. b. Jika terjadi penyelewengan, BPD memberikan teguran untuk pertama kali secara kekeluargaan. c. BPD akan mengklarifikasi dalam rapat desa yang dipimpin oleh Ketua BPD. d. Jika terjadi tindakan yang sangat sulit untuk dipecahkan, maka BPD akan memberikan sanksi atau peringatan sesuai yang telah diatur di dalam peraturan seperti melaporkan kepada Camat serta Bupati untuk ditindaklanjuti. b. Pengawasan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Pengawasan terhadap APBDes ini dapat dilihat dalam laporan pertanggungjawaban Hukum Tua setiap akhir tahun anggaran. Sesuai dengan hasil wawancara, dengan sekretaris BPD : setiap tahunnya Hukum Tua memberikan laporan pertanggungjawaban kepada kami, mengenai hal-hal yang telah dilakukan oleh hukum tua dan perangkatnya dalam kapasitas sebagai pemerintah desa, dalam laporannya Hukum Tua menyapaikan pencapaian target penerimaan dan realisasi anggaran pendapatan dan belanja desa. BPD melakukan pengawasan terhadap jalannya peraturan desa di masyarakat. Adapun hal-hal yang dilakukan oleh BPD terhadap penyimpangan peraturan yaitu memberikan teguran-teguran secara langsung
ataupun arahan-arahan. Apabila hal tersebut tidak dapat diselesaikan, maka BPD akan membahas masalah ini bersama dengan pemerintah desa dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya. Pelaksanaan pengawasan di Desa Lompad tidak hanya melibatkan BPD saja, tetapi juga melibatkan partisipasi dari masyarakat itu sendiri. Hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak NP seorang tokoh masyarakat desa Lompad, beliau mengatakan : Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan hukum tua juga menjadi tanggung jawab masyarakat bukan hanya BPD sebagai masyarakat kami selalu memberikan nasehat kepada Hukum Tua dan BPD apabila mulai terjadi pelanggaran terhadap aturan yang berlaku. B. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa Dalam mewujudkan suatu organisasi yang efektif, dalam pelaksanaan fungsinya tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi kinerjanya dalam mencapai tujuan, seperti halnya dengan Badan Permusyawaratan Desa, untuk menjadi efektif dan baik tidak serta merta terjadi begitu saja tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Berikut diperlihatkan data mengenai hasil wawancara unsur penyelenggara pemerintahan yakni sekretaris desa Lompad tentang kendala yang dialami oleh BPD dalam melaksanakan tupoksinya, beliau mengatakan bahwa: ada beberapa kendala yang sering kami lihat yang dialami BPD dalam melaksanakan tupoksinya yakni minimnya fasilitas operasional BPD, Pemberian Tunjangan yang kurang, dan Minimnya pelatihan dan penyuluhan tentang penyelenggaraan pemerintahan desa. hal tersebut yang sering ditemui dalam pelaksanaan tupoksi BPD. Hal diatas dibenarkan oleh Ketua BPD Desa Lompad : kurangnya fasilitas dan tunjangan kami dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi kami, anggota saya sering mempertanyakan akan fasilitas dan tunjangan yang dijanjikan pemerintah Selain itu faktor-faktor lain yang dapat mendukung dan menghambat pelaksanaan pengawasan BPD adalah: a. Masyarakat Masyarakat merupakan faktor penentu keberhasilan BPD dalam melaksanakan fungsinya, besarnya dukungan, sambutan dan penghargaan dari masyarakat kepada BPD menjadikan BPD lebih mempunyai ruang gerak untuk dapat melaksanakan fungsinya. Dukungan dari masyarakat tidak hanya pada banyaknya aspirasi yang masuk juga dari pelaksanaan suatu perdes. Kemauan dan semangat dari masyarakatlah yang menjadikan segala keputusan dari BPD dan Pemerintah Desa menjadi mudah untuk dilaksanakan. Partisipasi masyarakat baik dalam bentuk aspirasi maupun dalam pelaksanaan suatu keputusan sangat menentukan pelaksanaan tugas dan fungsi BPD. Namun tidak semua masyarakat menyukai kinerja BPD Desa Lompad, karena tidak semua keputusan yang ditetapkan oleh BPD dan Pemerintah Desa dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Beberapa kebijakan yang
dikeluarkan terkadang mendapat respon yang beraneka ragam baik pro maupun kontra dari masyarakat. Adanya tanggapan yang bersifat kontra tentunya dapat menghambat langkah BPD dan Pemerintah Desa dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Menurut Camat Ranoiapo Kabupaten Minahasa Selatan, yang mengatakan bahwa : Badan Permusyawaratan Desa (BPD) harus mampu memahami kondisi-kondisi yang ada di masyarakat. Masyarakat terkadang mampu menjadi pendukung ataupun penghambat. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan ataupun SDM masyarakat berbeda, oleh karena itu dibutuhkan inovasi dari BPD agar semua kegiatan-kegiatannya dapat terealisasi dan diterima dengan baik oleh masyarakat. b. Pola Hubungan Kerja Sama dengan Pemerintah Desa Pola hubungan kerja sama antara Badan Permusyawaratan Desa dengan Pemerintah Desa telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa Selatan nomor 13 tahun 2007 tentang pemerintahan desa, dimana disebutkan pola hubungan antara BPD dengan Hukum Tua adalah pola hubungan kemitraan dalam menjalankan tugas pemerintahan desa, namun berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa ada beberapa personil BPD merasa lebih tinggi posisinya dari pada Hukum Tua, seperti yang disampaikan BP anggota BPD Lompad: Melihat dari fungsi pengwasan, dapat diintepretasi bahwa fungsi dan peran BPD ini sebenarnya berada diatas dari pada Hukum Tua, karena setiap lembaga yang melakukan pengawasan, tentunya tidak akan sejajar kedudukannya dibandingkan dengan lembaga yang diawasi. Namun berbeda dengan JK anggota BPD lainya : dalam aturan sangat jelas, mengenai kedudukan BPD sebagai Mitra dari Hukum Tua, baik itu yang dijelaskan dalam Undang- Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah, serta Peraturan Daerah Kabupaten Minsel, dimana dijelaskan bahwa BPD bersama-sama dengan pemerintah desa membuat dan menetapkan APBDes dan Perdes, fungsi pengawasan yang dimaksudkan adalah bukan untuk merasa lebih tinggi dari hukum tua, tetapi sebagai control terhadap pelaksanaan dari Perdes dan APBdes, apabila terdapat penyelewengan dan pelanggaran, otomatis bukan hanya hokum tua yang bertanggungjawab, tetapi BPD juga semestinya turut bertanggungjawab. Dari pendapat-pendapat diatas sepertinya terjadi kontradiksi antar anggota BPD yang ada di desa Lompad, dimana perbedaan pemahaman dan persepsi masing-masing anggota BPD mengenai kedudukannya dengan hukum tua. Pola hubungan antara BPD dan hukum tua ini harus jelas dipahami oleh kedua belah pihak, agar nantinya tidak terjadi salah kaprah dalam pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing, sehingga dapat meminimalisir konflik intern antara BPD dan Hukum Tua. BPD sebagai lembaga perwakilan yang ada di Desa memiliki fungsi dan peran yang dapat mendorong kelancaran pelaksanaan pembangunan Desa. Oleh kerena itu kehadiran BPD diharapkan berfungsi sebagai suatu
lembaga yang memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam membangun Desa serta menjadi mitra kerja dengan pemerintah Desa. Walaupun Badan Permusyawaratan Desa memiliki tugas dan fungsi dalam mendorong kelancaran pemerintahan Desa, namun Badan Permusyawaratan Desa juga memiliki kendala dalam. usaha pelaksanaannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran Badan Permusyawaratan Desa dalam proses pengawasan pelaksanaan pemerintahan desa antara lain: 1. Sikap Mental 2. Sosialisasi Tentang Tugas dan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa 3. Ketergantungan Terhadap Adata Istiadat/Tradisi 4. Faktor Tanggung Jawab 5. Keahlian dan Ketrampilan 6. Sarana dan Prasarana. 7. Kendala dari perangkat Desa 8. Kendala dari Masyarakat Hubungan Kerjasama Antara Badan Permusyawaratan Desa Dengan Pemerintah Desa Saat ini Badan Permusyawaratan Desa merupakan wahana untuk menyalurkan aspirasi sekaligus sebagai perwakilan rakyat yang turut serta membuat kebijakan Desa. Kehadiran Badan Permusyawaratan Desa juga diharapkan berperan dalam meredam konflikkonflik kepentingan di Desa, mengingat kedudukannya sebagai badan perwakilan sehingga tidak semua permasalahan harus diselesaikan di tingkat pemerintah kabupaten. Sebagai mitra pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa merupakan partner bagi pemerintah Desa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Kedudukan sebagai mitra pemerintah Desa menyebabkan di antara keduanya tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Sehingga dalam peraturan telah diatur bahwa walaupun Kepala Desa bertanggung jawab kepada rakyat melalui Badan Permusyawaratan Desa tetapi Badan Permusyawaratan Desa tidak dapat secara langsung memberhentikan Kepala Desa. Badan Permusyawaratan Desa hanya berhak mengusulkan pemberhentian Kepala Desa melalui Bupati. Sebaliknya juga Kepala Desa tidak dapat membubarkan Badan Permusyawaratan Desa. Selain itu dalam proses pembuatan Peraturan Desa maka peran Badan Permusyawaratan Desa juga sangat strategis, selain punya hak inisiatif untuk mengajukan rancangan Peraturan Desa, Badan Permusyawaratan Desa juga punya hak untuk mengadakan perubahan terhadap rancangan peraturan Desa yang diajukan, pemerintah Desa. KESIMPULAN 1. Peran Badan Permusyawaratan Desa Lompad dalam menjalankan fungsi pengawasan Peraturan Desa dan Anggaran Pendapatan Belanja Desa sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun dalam hasil penelitian ditemukan kendala seperti kurangnya fasilitas dan sosialisasi, serta pedoman teknis yang seharusnya diberikan oleh pemerintah kabupaten minahasa selatan.
2. Faktor-Faktor penghambat yang paling besar dalam pelaksanaan pengawasan BPD terhadap Pemerintahan Desa Lompad adalah: Tunjangan dari anggota BPD, fasilitas, dan pemahaman tentang tugas dan fungsi BPD dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, serta faktor-faktor lainnya, seperti sikap mental, dan faktor adat/kekeluargaan yang ada. SARAN 1. Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan melalui instansi terkait harus lebih meningkatkan sosialisasi serta pemahaman, mengenai tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa terkait tahapan-tahapan pembuatan peraturan Desa maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, melalui Diklat, Penataran atau Training Centre. 2. Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan melalui APBD diharapkan dapat memberikan suplai dana operasionalisasi BPD, dan tunjangan untuk kesejahteraan BPD dimasingmasing Desa yang tersebar diwilayah Pememerintah kabubaten Minahasa Selatan DAFTAR PUSTAKA Ali Muhamad, 1986, Kamus Bahasa Indonesia, Angkasa Bandung Biddle, B.J dan Thomas, E.J, 1966. Role Theory : Concept and Research. New York : Wiley Beck willian dan rawlin, 1986 Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta,. raja grafindo persada Komaruddin, 1994,. Ensiklopedia Manajemen. Jakarta, Gramedia Koentjaraningrat (ed)., 1994, Metode metode Penenelitian Masyarakat, (pemerintahan desa dan administrasi desa), Jakarta: PT Gramedia. Miftah Thoha, 1983. Kepemimpinan dalam Manajemen, Suatu Pendekatan Perilaku, Gunung Agung. Jakarta Ndraha Taliziduhu, 2003, Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) Jilid I, PT. Rineke Press, Yogyakarta Poerwadarminta, W.J.S. 1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Roucek dan warren (arifin 2010) Teori-teori psikologi social, bandung, refika aditama Sadu Wasistiono, Irawan Tohir. 2007. Prospek Pengembangan Desa. CV Fokus Media: Bandung. Siagian, S.P., 2003, Teori Praktek Kepemimpinan, PT. Rineke Cipta, Jakarta Soejono, Soekanto, 2002, Pengantar Sosiologi, Surabaya, Rajawali Pers,. Sugiyono, Prof.Dr. 2007, Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta; Bandung. Sumartono. 2006. Kemitraan Pemerintah Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Desa. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik. Widjaja,. 2005 Otonomi Desa, raja grafindo persada, Jakarta