PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D

dokumen-dokumen yang mirip
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

KAJIAN POLA PERGERAKAN DAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN WISATA CANDI BOROBUDUR TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Selain

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Proyek.

STUDI PREFERENSI WISATAWAN TERHADAP JENIS MODA ANGKUTAN WISATA DI KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sosial dan ekonomi. Menurut undang undang kepariwisataan no 10

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu

STUDI PERAN STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN SARANA PRASARANA REKREASI DAN WISATA DI ROWO JOMBOR KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh:

PENGARUH PERKEMBANGAN OBYEK WISATA CANDI BOROBUDUR TERHADAP BANGKITAN LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN SYAILENDRA RAYA TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dari tahun sebelumnya. Angka itu diatas pertumbuhan ekonomi nasional

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan sektor pariwisata. Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang Pernyataan Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

KAJIAN WUJUD KESIAPAN MASYARAKAT TERHADAP KEBUTUHAN WISATAWAN DI KAWASAN WISATA AGRO BANGUNKERTO, SLEMAN, YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negaranya untuk dikembangkan dan dipromosikan ke negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. dengan keanekaragaman budaya dan kesenian yang berbeda-beda di masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, adat istiadat maupun kebudayaan dari masing-masing daerah.

kesempatan kerja dan kesempatan usaha hingga sampai ke pedesaan. Kabupaten Purbalingga adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa

V. KONSEP PENGEMBANGAN

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN OBJEK WISATA VULKANOLOGI KETEP DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENUNJANG INDUSTRI PARIWISATA DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR

Pusat Kawasan Wisata Candi Gedongsongo BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Method) sebesar

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP Oleh: RINAWATI NUZULA L2D

BAB I PENDAHULUAN. wisatawan menuju daerah tujuan wisata. Terdapat dua fungsi dari atraksi

PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR. Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D

PERENCANAAN PARIWISATA PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT Sebuah Pendekatan Konsep

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB VI KESIMPULAN. berikut : Investasi industri pariwisata dengan didukung keputusan politik ekonomi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

HOTEL RESOR BERKONSEP BUTIK DI KAWASAN CANDI BOROBUDUR Dengan Penekanan Desain Arsitektur Organik

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

BAB I PENDAHULUAN. Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi.upaya Indonesia dalam mengembangkan sektor wisata itu. Borobudur adalah salah satu objek wisata andalan yang dimiliki oleh

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D

Pengaruh Modal Sosial Terhadap Pertalian Usaha Klaster Pariwisata Borobudur

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi salah satu daftar warisan budaya dunia (world heritage list) dibawah

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan

BAB V PENUTUP. 50 responden yang mengunjungi Objek Wisata Candi Kalasan DIY. Serta masukan

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. aspek ekonomisnya. Untuk mengadakan perjalanan wisata orang harus

STUDI IDENTIFIKASI ATRAKSI WISATA RAWAPENING YANG DIMINATI PASAR WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SUSILOWATI RETNANINGSIH NIM L2D398188

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali, merupakan barometer perkembangan pariwisata nasional. Pulau

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain sektor migas

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap

BAB I PENDAHULUAN. tertarik di bidang bisnis selalu memikirkan dan berusaha untuk melakukan bisnis

1 Mundofar_ BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EVALUASI PERAN FORUM KLASTER PARIWISATA CEPOGO SELO SAWANGAN (FCSS) DALAM PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI LOGAM TUMANG BOYOLALI TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan, bepergian, yang dalam hal ini sinonim dengan kata travel dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: masyarakat, keamanan yang baik, pertumbuhan ekonomi yang stabil,

BAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan destinasi wisata yang sudah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

HOTEL RESORT DI KAWASAN WISATA SARANGAN

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA TIRTO ARGO DI UNGARAN

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain

PENGEMBANGAN KAWASAN REKREASI PERENG PUTIH BANDUNGAN DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR ORGANIK

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SPA (SOLUS PER AQUA)

HOTEL RESORT DI PARANGTRITIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI PENUTUP. kualitas maupun kuantitas komponen wisata. Secara garis besar kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR

BAB I PENDAHULUAN. proses penyediaan lapangan kerja, standar hidup bagi sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi Masyarakat Dalam, Inta Sulisdiyanti, FKIP, UMP, 2017

BAB. I PENDAHULUAN. Negara adalah sektor pariwisata. Negara-negara di dunia seakan bersepakat

VIII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN WISATA ALAM HUTAN WISATA PUNTI KAYU PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seminar Tugas Akhir 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. 1.2 Tujuan dan Sasaran

BAB I PENDAHULUAN. berdiri dimasing-masing daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang terus

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas yang mempunyai peran penting dalam pembangunan

SPA TERPADU DI KAWASAN BOROBUDUR Penekanan Desain Arsitektur Organik

BAB III PROFIL DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KOTA YOGYAKARTA. A. Sejarah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda

HOTEL RESORT DI KAWASAN WISATA CANDI BOROBUDUR

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

ARAHAN BENTUK, KEGIATAN DAN KELEMBAGAAN KERJASAMA PADA PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA PANTAI PARANGTRITIS. Oleh : MIRA RACHMI ADIYANTI L2D

Transkripsi:

PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR Oleh : GRETIANO WASIAN L2D 004 314 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

ABSTRAKSI Sistem pariwisata di kawasan klaster pariwisata Borobudur, banyak memiliki potensi sumber kepariwisataan, yaitu modal alam, modal budaya dan modal manusia. Modal alam yang dapat dikembangkan adalah panorama alam di kawasan tersebut yang masih asri, dan belum memiliki lahan terbagun seperti di perkotaan. Potensi modal budaya dapat diihat dari kondisi sosial masyarakat, kesenian tradisional yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat lokal dan Candi Borobudur. sedangkan untuk modal manusia adalah modal yang menunjukan keterampilan manusia itu sendiri, seperti pembuatan souvenir. Akan tetapi dari potensi-potensi yang ada, hanya Candi Borobudur, sebagai salah satu warisan peradaban kebudayaan Indonesia yang dilindungi oleh UNESCO, yang dikelola dan dikembangkan. Namun hal tersebut juga belum cukup baik karena wisatawan yang datang hanya mengunjungi Candi Tersebut selama 1,5 jam sampai 2 jam dan kemudian pulang. Hal ini diakibatkan pelaku wisata yang terlibat, kebanyakan bukan pelaku lokal, sehingga kurang mengetahui potensi lokal yang ada. kurangnya keterlibatan pelaku lokal juga menyebakan kurang meratanya pendapatan yang diterima, padahal potensi aktivitas wisata di sekitar Candi tersebut masih cukup banyak untuk dikembangkan, seperti wisata belanja, wisata alam, desa wisata, ataupun aktivitas wisata kelompok usaha souvenir. kelompok usaha souvenir yang ada di dalam sistem pariwisata klaster pariwisata Borobudur adalah kelompok usaha souvenir Rebo legi. Kelompok usaha ini, selain memproduksi produk souvenir, sebagai salah satu objek yang dicari wisatawan setelah selesai menikmati suatu atraksi wisata, juga memproduksi jasa atrkasi wisata produksi souvenir, proses produksi yang terjadilah yang menjadi atraksi yang ditampilkan bagi wisatawan, karena keunikan kegiatan yang dilakukan. Atraksi ini juga berpotensi sebagai atraksi penahan, karena wisatawan diajak untuk terlibat ke dalam aktivitas produksi yang dilakukan. Namun pada kenyataanya diantara aktivitas pariwisata yang dilakukan oleh kelompok usaha Souvenir Rebo Legi dengan aktivitas dalam sistem pariwisata Borobudur belum ada integrasi yang cukup optimal untuk mendukung keberlanjutan aktivitas pariwisata yang ada. Padahal kegiatan pariwisata merupakan salah satu sektor yang potensial selain migas, karena wisatawan yang datang harus mengeluarkan biaya untuk dapat menikmati suatu atraksi wisata. Dan biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan inilah, yang kemudian dinikmati oleh penyelenggara wisata di daerah tujuan wisata. Yang kemudian secara tidak langsung akan mempengaruhi perekonomian daerah tersebut (Soekadijo, 1996). Senada dengan yang diucapkan Wahab bahwa pariwisata sebagai salah satu penunjang pertumbuhan ekonomi yang cepat, karena dapat menyediakan kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan dalam mengaktifkan sektor produksi lainnya di dalam negara penerima wisatawan (Wahab, 1996). Sedangkan kelompok usaha souvenir memiliki karakteristik Skala usaha relatif kecil, padat karya, berbasis sumber daya lokal dan menyebar (Taufik, 2004). Bila kedua sistem aktivitas itu dapat terintegrasi dengan baik, maka dampak yang dihasilkan pun akan sangat berpengaruh terhadap masyarakat lokal. Oleh karena itulah penelitian ini mencoba melihat sejauh mana partisipasi yang dilakukan oleh kelompok usaha souvenir Rebo Legi dalam sistem pariwisata Borobudur dalam kaitanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, yang juga sebagai pelaku wisata lokal, melalui aktivitas pariwisata ini. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, karena penelitian yang ada lebih banyak menggunakan data primer hasil wawancara dibandingkan dengan data sekunder. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dan komparatif kualitatif. Karena informasi empiris yang diperoleh dapat dimengerti dan diintrepetasi dengan lebih baik melalui deskripsi. Kemudian hasilnya akan dibandingkan dengan teori yang sesuai ataupun dibandingkan antara kondisi yang ada dengan kondisi yang diharapkan oleh pelaku sendiri, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih informatif. Analisis yang digunakan adalah analisis sistem pariwisata, analisis aktivitas pariwisata yang dilakukan oleh kelompok usaha souvenir Rebo legi dan analisis partisipasi kelompok usaha souvenir Rebo Legi dalam sistem pariwisata di klaster pariwisata Borobudur. Dari hasil penelitian ini didapat bahwa partisipasi yang dilakukan oleh kelompok usaha souvenir Rebo legi dalam sistem pariwisata Borobudur masih kecil, karena integrasi aktivitas kepariwisataan yang belum cukup baik, masih adanya kesenjangan antar stakeholder yang terlibat dan dampak yang dirasakan pelaku usaha dari kegiatan pariwisata ini masih sangat kecil. Keywords : Partisipasi, kelompok usaha, souvenir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata sebagai salah satu dari industri gaya baru, mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan dalam mengaktifkan sektor produksi lainnya di dalam negara penerima wisatawan (Wahab, 2003). Oleh karena itulah dilakukan penelitian mengenai sistem pariwisata Borobudur, sebagai salah satu kegiatan pariwisata yang dikembangkan di klaster pariwisata Borobudur. Pemilihan sistem pariwisata Borobudur sebagai objek penelitian, dikarenakan sistem pariwisata Borobudur memiliki Candi Borobudur sebagai atraksi utama dan atraksi penangkap wisatawan (Soekadijo, 1997) dan adanya kelompok usaha souvenir Rebo Legi, sebagai sebuah unit usaha dalam bidang pariwisata yang digerakkan masyarakat lokal. Candi Borobudur sebagai atrkasi penangkap wisatawan, merupakan salah satu warisan peradaban dunia. Candi yang terletak di Kabupaten Magelang ini, didirikan antara tahun 750 sampai 800 Masehi, pada masa pemerintahan Wangsa Syailendra. Candi Borobudur merupakan salah satu cagar budaya yang diakui dan didukung pelestariannya oleh UNESCO. Karena keunikan bangunan dan warisan budaya yang dikandungnya, maka banyak wisatawan, baik domestik ataupun internasional, yang datang berkunjung. Hal ini menyebabkan Candi Borobudur merupakan pintu masuk utama ke dalam sistem pariwisata Borobudur, dan baru setelah itu wisatawan mengunjungi atraksi wilayah lainnya, walaupun hanya sebagian kecil. Distribusi kedatangan wisatawan yang tidak merata ini, disebabkan oleh kesenjangan dalam pengelolaan komponen dalam sistem pariwisata, sehingga tiap-tiap komponen yang ada dikelola oleh masih-masing stakeholder tanpa adanya kesatuan satu sama lainnya. Hal ini terlihat dari pengelolaan Zona II Candi Borobudur yang hanya dilakukan oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur ( PT TWCB), pengelolaan Zona III yang dilakukan pemerintah tanpa melibatkan masyarakat sebagai bagian dari sistem, dan masayarakat yang bergerak sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing dalam melakukan aktivitas pariwista di kawasan sistem pariwisata Borobudur. Pengelolaan Candi Borobudur, khususnya, pada zona II, yang diserahkan sepenuhnya kepada PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan Dan Ratu Boko (PT TWCB), melalui Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1992, tanggal 2 Januari 1992 Tentang Pengelolaan Taman Wisata Candi Borobudur dan Taman Wisata Candi Prambanan serta Pengelolaan Lingkungannya, menyebabkan suatu kesenjangan. Kesenjangan tersebut dapat dilihat dari kurang dilibatkannya masyarakat dan 1

2 pemerintah dalam membuat kebijakan dalam pengelolaan Candi Borobudur. Contohnya adalah dalam menetapkan kebijakan mengenai akomodasi. Seperti dalam kebijakan mengenai penataan pedagang asongan, yang hanya memperhatikan tempat berdagang, tapi belum memperhatikan kegiatan perdagangan yang berlangsung didalamnya. Selain itu penetapan kebijakan mengenai infrastruktur, juga belum optimal dan belum mendukung satu sama lainnnya. Hal tersebut dapat dilihat dari peletakan lahan parkir yang berada cukup jauh dari pintu masuk Candi Borobudur, yang menyebabkan kurangnya kenyaman wisatawan dalam melakukan kegiatan pariwisata. Disamping itu, dengan adanya kesenjangan antar stakeholder juga menyebabkan pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh PT TWCB, kurang mendapatkan pengawasan dari pihak lainnya. Hal ini terlihat dari penetapan kebijakan lahan bebas berdagang. Di satu sisi, pedagang asongan dilarang berjualan di kawasan taman setelah pintu masuk tiket, namun kenyataanya PT TWCB sendirilah yang berdagang di kawasan tersebut. Pemerintah daerah yang seharusnya dapat memberikan kebijakan yang dapat mendukung kesejahteraan rakyat melalui kegiatan pariwisata ini, belum mampu berbuat banyak untuk mengoptimalkan hal tersebut. Hal ini dikarenakan fokus pengembangan di kawasan sistem pariwisata Borobudur hanya terletak bagaimana pengelolaan Candi yang lebih baik, sehingga tidak hanya pengelola saja yang mendapatkan keuntungan, namun dari pemerintah daerah juga dapat merasakan hal tersebut. Kegiatan ini menyebabkan perhatian pemerintah hanya terfokus pada pengelolaan Candi, padahal masih banyak potensi lain yang dapat dikembangkan untuk menunjang keberlanjutan sistem pariwisata yang ada, seperti kegiatan pariwisata yang dilakukan oleh klaster usaha pariwisata Borobudur (KPB). Klaster Pariwisata Borobudur (KPB) merupakan klaster usaha yang dibentuk untuk memfasilitasi masyarakat, pemerintah dan lembaga lain yang terkait, dalam usaha memberdayakan masyarakat lokal, sehingga masyarakat dapat menggali potensinya sendiri dan melakukan pengelolaan juga evaluasi terhadap kegiatan yang mereka lakukan. KPB berfungsi untuk membantu meningkatkan kapasitas pelaku usaha agar dapat lebih optimal dalam berproduksi dan melakukan pelayanan wisata. Tujuannya adalah agar pelaku wisata lokal dapat menerima dampak yang cukup besar dari aktivitas yang mereka lakukan, karena selama ini masih ada kesenjangan antar pelaku yang menimbulkan suatu iklim persaingan yang tidak sehat. Bila dilihat dari fungsi KPB sendiri, secara substansial, yaitu sebagai fasilitator untuk membantu menyelesaikan konflik yang terjadi, KPB memang sangat diperlukan. Namun dari sisi praktis, apa yang dilakukan oleh KPB sendiri belumlah optimal, karena dengan banyaknya jumlah anggota KPB, maka kepentingan yang timbul pun semakin banyak pula, sedangkan sumber daya manusia (SDM) dan fasilitas yang ada masih terbatas. Hal ini menyebabkan masih banyak kepentingan yang belum dapat difasilitasi dan

3 menyebabkan kekecewaan tersendiri bagi masyarakat yang terlibat sebagai pelaku wisata, oleh karena itulah dibentuk kelompok usaha. Kelompok usaha berfungsi sebagai perpanjangan tangan KPB, sehingga penanganan permasalahan terlebih dahulu dilakukan oleh kelompok usaha. Apabila permasalahan yang timbul terlalu sulit, barulah KPB turun tangan. Fenomena inilah yang kemudian terjadi di kelompok usaha souvenir Rebo Legi. Kelompok usaha yang terdiri dari 17 anggota ini, terletak di Kecamatan Borobudur, dengan tempat usaha yang tersebar di beberapa desa dan dusun. Kelompok usaha ini membawahi unit-unit usaha yang bergerak dalam kerajinan tangan (hand made) yang menghasilkan cindera mata atau souvenir. Kelompok usaha souvenir, sebagai salah satu bagian dalam klaster usaha pariwisata di kawasan Borobudur, memiliki daya tarik yang cukup baik. Daya tarik dapat dilihat dari fungsi kelompok usaha souvenir sebagai penyedia produk wisata berupa souvenir, karena souvenir merupakan salah satu barang yang akan selalu dicari dan dibeli oleh wisatawan ketika berkunjung di suatu objek wisata (Soekadijo, 1997), dan atraksi wisata produksi souvenir, sebagai atraksi penahan wisatawan. Produk souvenir yang dihasilkan memiliki beragam jenis, baik dari produk berbahan kayu, kaleng batu sampai dengan produk makanan dan minuman. Akan tetapi dalam pemasarannya, produk souvenir yang dijual oleh kelompok usaha souvenir Rebo Legi lebih banyak dijual di luar kawasan klaster pariwisata Borobudur, sedangkan untuk pemenuhan souvenir di sistem pariwisata Borobudur didatangkan dari Jogjakarta, padahal bila produk kelompok usaha Souvenir dapat dijual di dalam kawasan itu sendiri, bukankah akan lebih baik dan memberikan citra yang positif kepada wisatawan. Disamping itu, kelompok usaha souvenir juga menunjukkan atraksi kepada wisatawan yang datang, yaitu atraksi wisata produksi souvenir. Atraksi tersebut merupakan suatu atraksi proses produksi yang ditampilkan kepada wisatawan yang datang, Sehingga wisatawan tidak hanya membeli produk yang dihasilkan saja, akan tetapi juga ikut membeli pengalaman dengan melihat bagaimana produk tersebut diproduksi dan dapat menahan mereka lebih lama agar biaya yang dikeluarkan juga lebih banyak. Dengan asumsi, semakin lama wisatawan berdiam di suatu tempat wisata, semakin besar pula biaya yang mereka keluarkan (Soekadijo, 1997). Maka semakin lama kelompok usaha dapat menahan wisatawan di tempat mereka, maka akan semakin besar jumlah pendapatan yang mereka hasilkan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan rute perjalanan wisata dari satu atraksi souvenir ke atraksi souvenir lain. Dan untuk menarik minat wisatawan, kelompok usaha souvenir harus dapat mengenalkan produk mereka ke pada calon wisatawan melalui kegiatan pemasaran. Sehingga dapat dilihat bahwa kedua produk wisata yang ada memiliki potensi yang besar, walaupun pada kenyataanya pengembangan atraksi ini belum optimal.