BAB I PENDAHULUAN. berdiri di atasnya. Para fouding father ( pendiri bangsa) percaya dan menyakini,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINDAK PIDANA PENGHINAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

PUTUSAN MK DAN PELUANG PENGUJIAN KEMBALI TERHADAP PASAL PENCEMARAN NAMA BAIK. Oleh: Muchamad Ali Safa at

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Presiden, DPR, dan BPK.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya internet yang dapat

teknologi informasi adalah munculnya tindak pidana mayantara (cyber crime). Cyber

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

AMNESTY INTERNATIONAL PERNYATAAN PUBLIK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Penjara 5 (lima) Tahun atau Lebih Bagi Calon Kepala Daerah

RAPERDA PERUBAHAN PILKADES

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012

-3- MEMUTUSKAN: Pasal I

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Surat Edaran Kapolri Tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech), Akankah Membelenggu Kebebasan Berpendapat? Oleh: Zaqiu Rahman *

BUPATI WAJO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2017

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H.

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. diyakini merupakan agenda penting masyarakat dunia saat ini, antara lain ditandai

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) menempati tingkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 29/PUU-XII/2014 Hak Politik Bagi Mantan Terpidana Politik

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIV/2016 Frasa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya dalam UU ITE

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis,

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, khususnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN [LN 2003/93, TLN 4311]

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik tingkat kemajuan dan taraf berpikirnya dapat dicermati.

5. Kosmas Mus Guntur, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon V; 7. Elfriddus Petrus Muga, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII;

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

I. PENDAHULUAN. yang bersifat positif, banyak manfaat dan kemudahan yang didapat dari teknologi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan hukum rechtstaat, menganut

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

I. PEMOHON Indonesian Human Rights Comitee for Social Justice (IHCS) yang diwakilkan oleh Gunawan

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2005 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2005 TENTANG

BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN, PERTANGGUNG JAWABAN PERS, PENCEMARAN NAMA BAIK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 99/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Larangan quick count pada pilpres

RINGKASAN PUTUSAN.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak para pendiri bangsa mencita-citakan sebuah Negara sendiri yang merdeka dan berdaulat, demokrasi menjadi penting dimana Negara yang akan berdiri di atasnya. Para fouding father ( pendiri bangsa) percaya dan menyakini, bahwa sistim demokrasi akan memberikan hak yang lebih luas kepada rakyat untuk terlibat dalam masalah-masalah publik. Dalam masyarakat demokrasi, kebebasan mengutarakan pendapat, dan membentuk Organisasi adalah bagian dari hak-hak politik warga Negara, dan bagian dari hak asasi manusia. Demikian halnya dengan sistim demokrasi pancasila yang kita anut. Bahwa Pancasila memberikan tempat yang selebar-lebarnya bagi hak politik rakyat. (Sudarto 1986:71) Meskipun demikian demokrasi itu sendiri harus berjalan di atas koridor hukum. Itulah mengapa konsep Negara hukum ( rechstaat) menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistim demokrasi pancasila. Dimana kebebesan individu dalam mengemukakan pendapatnya harus berdiri di atas Koridor-koridor hukum, hukum sebagai panglima dalam proses demokrasi yang kita jalani ini. Setiap warga Negara dijamin hak-haknya oleh Negara, khususnya mengutarakan pendapat di muka umum, hal itu di jamin oleh konstitusi (Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 amandemen ke- 2). 1

2 Dalam penerapannya sering terjadi bertabrakan dengan aturan hukum pidana. Sebagai warga Negara yang di berikan ruang hak berdemokrasi akan tersakiti dengan aturan hukum yang secara tidak langsung membatasi hak-hak konstitional kita dengan dalil melanggar tindak pidana pencemaran nama baik. Secara konstisional hak-hak berbicara atau mengekspresikan diri di jamin oleh Negara, namun hal itu perlu adanya suatu batasan-batasan dalam mengutarakan pendapat agar tidak ada pihak yang dirugikan atas perbuatan itu. Salah satu contoh baru-baru ini ada kasus pencemaran nama baik, Florence Sihombing seorang mahasiswi dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Di tetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian Yogyakarta, atas tuduhan penghinaan terhadap masyarakat Yogyakarta dengan katakata tidak pantas di jejaring media sosial. ( jawa post, Sabtu, 30agustus 2014) Di Indonesia, pasal- pasal pencemaran nama baik masih di pertahankan. Alasannya, Pencemaran nama baik dianggap tidak sesuai dengan tradisi masyarakat Indonesia yang masih menjunjung tinggi adat dan budaya timur. Karena itu, pencemaran nama baik sudah di anggap suatu ketidakadilan sebelum dinyatakan dalam undang-undang karena sudah melanggar kaidah sopan santun. Bahkan lebih dari itu, pencemaran nama baik dianggap melanggar norma agama jika dalam subtansinya mengandung fitnah. Pencemaran nama baik secara umum, diatur dalam Kitab Undang-Undang hukum pidana (KUHP) dalam bab XVI buku II dengan judul penghinaan. Penghinaan merupakan kumpulan dari berbagai jenis kejahatan terhadap seseorang, yakni menista, memfitnah, menuduh, dan lain sebagainya, baik secara lisan maupun

3 secara tulisan.(anwar 1990: 135) dan secara khusus Undang-Undang yang mengatur tindak pidana pencemaran nama baik adalah Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pada tahun 2014 ini ialah tahun politik, dimana pada tahun ini diadakan pemilihan umum (pemilu), dari mulai pemilihan legislatif, sampai pemilihan Presiden Republik Indonesia yang pada tangal 9 April 2014 untuk pemilihan legislatif, dan pada tanggal 9 Juli 2014 kemaren pemilihan Presiden yang baru. Dalam proses pemilihan umum tersebut membuat suhu politik di Indonesia menjadi hangat, media masa secara rutin menyajikan berita- berita politik tersebut, bahkan media- media Internasional tidak luput dalam menyiarkan berita politik di Negara Indonesia. Dalam hal itu sangat memungkinkan sausana politik yang tidak kondusif, banyak agenda kampanye-kampenye ada kampanye negatif dan kampanye hitam, yang menjerumuskan pada menjatuhkan lawan politik dengan menyebarkan fitnah, dan tuduhan kepada lawan. Hal ini yang bisa menjadikan unsur tindak pidana percemaran nama baik. Hal ini dapat merugikan pihak-pihak yang menjadi korban, dan si korban akan mencari keadilan dengan menumpuh jalur hukum berdasarkan dalil-dalil tindak pidana pencemaran nama baik. Dalam Islam, aturan tentang larangan pencemaran nama baik ini dapat kita temukan dalam berbagai jenis perbuatan yang dilarang oleh Allah, seperti Qadzaf, fitnah, dan Ghiba..

4 Islam memasukkan pencemaran nama baik ini kepada kejahatan yang ada hubungannya dengan pergaulan dan kepentingan umum yang mengakibatkan pengaruh buruk terhadap hak-hak perorangan dan masyarakat yang begitu meluas dan mendalam dampaknya karena hukum Islam sangat menjaga kehormatan setiap manusia. Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa,islam menjaga kehormatan seseorang dari perkataan yang tidak disukainya ketika dia tidak ada meskipun perkataan itu benar. ( Qardawi, 2000:372) Maka hukum Islam selain menetapkan hukuman hudud bagi pelaku qadzaf, juga menetapkan hukuman duniawi untuk jenis perbuatan lain yang merendahkan kehormatan manusia yaitu berupa hukuman Ta zir yang pelaksanaan hukumannya diserahkan kepada penguasa atau hakim atau mereka yang mempunyai kekuasaan yudikatif. Selain menetapkan hukuman seperti tersebut diatas, Islam juga mengancam para pelaku pencemaran nama baik orang lain dengan ancaman Neraka diakhirat kelak, karena Islam sangat menjaga kehormatan dan nama baik seseorang hambanya. Di bawah ini penulis akan memberikan contoh beberapa kasus tindak pidana pencemaran nama baik sebagai berikut: 1. Anton nurdin calon anggota legislatif DPRD kota Palembang dari partai demokrat yang melaporkan ke polresta Palembang terhadap kampanye hitam yang memfitnah beliau atas tuduhan selingkuh. (Palembang post, Rabu, 09 Mei 2014) 2. Mantan ketua KPU Palembang (Eftiani), akan melaporkan sarimuda ke polda sumsel, atau tuduhan pencemaran nama baik, dimana sarimuda menuduh kalau

5 ketua KPU telah memalsukan tanda tangan pengesahan walikota dan wakil walikota Palembang. (Sumatera ekspres, Jum at, 21 Febuari 2014) 3. Kasus Tabloid Obor Rakyat, Bariskrim Polri menetapkan dua tersangka dari pihak obor rakyat, atas nama Setyardi Budiyono ( Redaksi Tabloid), dan Darmawan Sepriyossa (penulis). Yang di mana mereka telah menyebarkan fitnah atau kampanye hitam atas salah satu calon Presiden Republik Indonesia. ( Palembang post, Selasa, 14 Juli 2014) Dalam Negara demokrasi seperti di Indonesia, hak-hak berbicara diatur secara jelas, dan diberikan kebebasan yang bertanggung jawab. Antara hak berbicara sering bertentangan dengan peraturan hukum di Indonesia khususnya hukum pidana, dalam hal ini penulis tertarik meneliti dan menyusun. dalam penelitian ini dengan judul PANDANGAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM DALAM MASALAH TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah diatas, terdapat beberapa masalah yang terjadi, Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Tabulasi Batasan Dalam Mengutarakan Kebebasan Berpendapat agar Terhindar Dari Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik? 2. Bagaimana Pandangan hukum Islam tentang tindak pidana pencemaran nama baik?

6 C. Tujuan penelitian Berdasarkan uraian diatas, yang menjadi tujuan penelitian kita adalah : 1. Untuk mengetahui solusi bagi permasalahan tindak pidana pencemaran nama baik dalam suatu bentuk tabulasi batasan mengutarakan kebebesan berpendapat. 2. Untuk mengetahui pandangan hukum hukum islam terhadap tindak pidana pencemaran nama baik. C. Kegunaan Penelitian Adapun penulis berharap agar penelitian ini berguna sebagai berikut: 1. Untuk menambah referensi, sebagai sumber informasi dan ilmu pengetahuan bagi kalangan mahasiswa, dosen, dan berbagai kalangan lainnya. yang membutuhkan informasi tentang cara menyampaikan pendapat yang baik dan tidak bertentangan dengan hukum pidana dan hukum Islam. 2. Sebagai sarana Edukasi terhadap masyarakat umum, agar masyarakat mengetahui batasan-batasan dalam mengutarakan pendapatnya. E. Penelitian Terdahulu Sepanjang pengetahuan penulis sudah di temukan karya ilmiah, yang membahas tentang tindak pidana berdasarkan Undang-Undang No 9 Tahun 1998. Adapun studi yang pernah dilakukan ialah karya Dodi Irawan (2012), implementasi Undang-Undang No 9 Tahun 1998, tentang hak-hak mengutarakan pendapat dimuka umum.dari kesimpulannya Negara menjamin hak-hak rakyatnya untuk mengutarakan pendapat dimuka umum yang mencerminkan nilai-nilai demokrasi yang baik. Selanjutnya penelitian dilaksanakan oleh Asnawiya (2000), dengan judul

7 hukuman pencemaran nama baik berdasarkan hukum pidana dan hukum islam. Karya ilmiah ini menyimpulkan bahwa dari Kasus-kasus pencemaran nama baik sering terjadi, karena faktor ketidakpahaman masyarakat dengan aturan hukum yang ada. Yang menjadi jurang bagi si pelaku tersebut F.Metode penelitian Penelitian akan dilakukan dengan metode sebagai berikut : 1. Jenis penelitian Adapun jenis penelitian ini mengunakan penelitian hukum normatif, menurut Soerjono Soekanto, penelitian ini hanya mengunakan bahan Pustaka atau data Sekunder. (1984:52 ) 2. Sumber data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer dan skunder. Adapun jenis data Primer sebagai data utama. Sedangkan Sekunder sebagai data pelengkap. Adapun sumber bahan hukum yang digunakan adalah 1. Bahan Hukum Primer Menurut Soerjono Soekamto ( 1984: 52), bahan hukum Primer adalah bahan hukum yang mengikat. Adapun bahan hukum Primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah: A. Dalam hukum Islam o o Al qur an Hadist

8 o Ijma B. Dalam hukum formal o Undang-Undang Dasar 1945. ( amandemen ke-4) o Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (KUHP) o Undang-Undang No 11 Tahun 2008. (Tentang Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik). o Undang-Undang No 9 Tahun 1998. (Tentang Undang-Undang mengutarakan pendapat dimuka umum). o Undang-undang No 39 Tahun 1999. ( Tentang Hak asasi Manusia). 2. Bahan Hukum Sekunder Menurut Soerjono Soekamto. (1984: 52) bahan hukum Sekunder yaitu, bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum Primer. Adapun bahan hukum Sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 ( Tentang keputusan uji materi Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP), dan hasil penelitian atau hasil karya dari kalangan hukum. 3. Bahan hukum Tersier Menurut Soerjono Soekamto. (1984: 52) bahan hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum Primer, dan Sekunder. Adapun bahan hukum Tersier yang dimaksud adalah: Kamus (Hukum), Ensiiklopedia, Indeks komulatif, dan seterusnya.

9 Teknik Pengumpulan Data Menurut Soerjono Soekamto (1984: 201) dalam penelitian lazimnya ada tiga Teknik pengumpulan data: 1. Teknik Studi Dokumen atau Bahan Pustaka, 2. Teknik Pengamatan atau Observasi, 3. Teknik Wawancara. Adapun Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studi Dokumentasi, yang mengumpulkan data melalui Studi Kepustakaan, meneliti dengan cara membaca, mengkaji, dan menganalisa materi yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti dalam penelitian ini. Teknik Analisis Data Data dalam penelitian ini penulis mengunakan Metode Kwalitatif yaitu suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data Deskriptif Analitis, yaitu dalam penelitian ini, penulis setelah mempelajari data-data yang secara utuh kemudian dikumpulkan dan di catat, maka dapat ditarik suatu kesimpulan berupa penguraian yang bersifat umum kemudian di simpulkan menjadi data yang bersifat khusus, (Soerjono Soekamto, 1984: 250)