PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI PROVINSI JAMBI

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

INOVASI TEKNOLOGI UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU

PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 2007

PENDAHULUAN. Hasil sensus ternak 1 Mei tahun 2013 menunjukkan bahwa populasi ternak

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan

BAB I PENDAHULUAN. yang strategis karena selain hasil daging dan bantuan tenaganya, ternyata ada

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

Potensi dan Pengembangan Kerbau Mendukung Kecukupan Daging Di Provinsi Jambi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KERBAU YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL BERDASARKAN PELUANG DAN TANTANGAN

KEGIATAN SIWAB DI KABUPATEN NAGEKEO

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

KAJIAN MENGURANGI KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur

II. TINJAUAN PUSTAKA

UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KERBAU LUMPUR BETINA PADA UMUR YANG BERBEDA DI NAGARI LANGUANG KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

PEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL?

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

INTEGRASI SAPI-SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH (Fokus Pengamatan di Kabupaten Kotawaringin Barat)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

PROFIL PETERNAKAN KERBAU DI KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG, SUMATERA BARAT

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

JURNAL INFO ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

BAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

Judul Kegiatan : Penggunaan pakan berbasis produk samping industri sawit pada sistem perbibitan sapi model Grati dengan tingkat kebuntingan 65%

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Laju permintaan daging sapi di Indonesia terus meningkat seiring

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KA-DO UNTUK PETERNAKAN INDONESIA Oleh: Fitria Nur Aini

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Terdiri dari 18 Kecamatan, 191 Desa, dan 14 Kelurahan. Letak

BAB I PENDAHULUAN. Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT)

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

Transkripsi:

PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI PROVINSI JAMBI ENDANG SUSILAWATI dan BUSTAMI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jambi ABSTRAK Kerbau termasuk ternak rumunansia besar yang mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging. Kerbau merupakan ternak asli daerah tropis yang sangat sesuai dengan sebagian besar kondisi lahan di Provinsi Jambi. Sumbangsih ternak kerbau pada pemiliknya selama ini bisa sebagai tenaga kerja, penghasil daging dan susu serta sebagai simbol status sosial di masyarakat, tergantung pada sosial budaya masyarakat setempat. Populasi ternak besar di Jambi saat ini cukup mengkhawatirkan. Untuk tahun 2005 populasi ternak kerbau di Provinsi Jambi tercatat 72.852 ekor, dengan jumlah pemotongan sebesar 11.782 ekor, menurun dari tahun sebelumnya yaitu 12.963 ekor. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging di Provinsi Jambi, daging kerbau menempati kedudukan nomor dua setelah daging sapi. Pemasukan ternak kerbau dari luar Provinsi Jambi sebesar 4.502 ekor. Dalam kurun waktu enam tahun, diperkirakan Provinsi Jambi akan bergantung sepenuhnya pada sapi dan kerbau dari luar provinsi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging masyarakatnya. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya populasi ternak kerbau disebabkan oleh keterbatasan bibit unggul, pemotongan ternak betina produktif, mutu pakan ternak rendah, tidak dilakukan perkawinan silang dan kurangnya pengetahuan peternak dalam menangani produksi dan reproduksi ternak tersebut. Oleh karena itu perlu kerjasama antara instansi terkait yang terkoordinasi dalam memecahkan berbagai masalah di atas. Hal ini dapat dilakukan melalui dengan melakukan teknik budidaya ternak kerbau yang baik sebagai upaya peningkatan populasi ternak kerbau yang menjadi tangung jawab moril terhadap pemenuhan konsumsi daging masyarakat Provinsi Jambi. Kata kunci: Pengembangan, kerbau, Provinsi Jambi PENDAHULUAN Ternak kerbau merupakan ternak asli daerah tropis yang sangat sesuai dengan sebagian besar kondisi lahan di Provinsi Jambi. Ternak kerbau merupakan hewan semi akuatik yang memiliki sedikit kelenjar keringat sehingga tidak tahan terhadap terik panas matahari. Oleh karenanya kerbau selalu memerlukan suatu tempat khusus seperti kubangan air dan lumpur untuk menjaga kelangsungan fisiologis tubuhnya. Salah satu kelebihan kerbau yang selama ini dipercayai adalah kemampuannya untuk mencerna pakan yang mengandung serat kasar tinggi, seperti jerami padi yang tersedia melimpah saat musim panen dan dapat disimpan sebagai cadangan pakan di musim kemarau. DEVENDRA (1987) menyatakan bahwa kerbau memiliki kemampuan mencerna pakan bermutu rendah yang lebih efisien dari pada sapi. Hal ini diduga erat kaitannya dengan lambannya gerakan makanan di dalam saluran pencernaan kerbau sehingga makanan tersebut dapat diolah lebih lama dan penyerapan zat gizinya akan lebih banyak. Oleh karena itu jarang sekali ditemukan kerbau kurus walaupun dengan ketersediaan pakan seadanya (JAMAL, 2007) Di Provinsi Jambi ternak kerbau sudah lama dikembangkan di tengah-tengah masyarakat pedesaan dengan pola pemeliharaan ekstensif tradisional hingga semi intensif. Sangat besar sumbangsih ternak kerbau kepada petani peternak di Provinsi Jambi karena digunakan sebagai ternak kerja, sumber protein hewani/penghasil daging, penghasil kotoran untuk pupuk, tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual dan sebagai status sosial. Ternak kerbau di Provinsi Jambi merupakan jenis kerbau lumpur (Gambar 1) yakni memiliki penampilan dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) Kulit berwarna abu-abu, hitam, bulu berwarna abu-abu sampai hitam, 2) Tanduk mengarah ke belakang, horizontal, bentuk bulan panjang dengan bagian ujung yang meruncing serta membentuk setengah lingkaran, 3) Kondisi badan baik, bagian belakang penuh dengan otot yang berkembang, 4) Leher kompak dan kuat serta mempunyai 11

Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008 proporsi yang sebanding dengan badan dan kepala, 5) Ambing berkembang dan simetris. Populasi ternak kerbau yang dipaparkan pada Tabel 1, hanya sedikit mengalami peningkatan yang diperkirakan sebagai akibat dari intensitas perkawinan inbreeding yang tinggi, rendahnya angka kelahiran dan kurangnya perhatian pemerintah untuk meningkatkan produksi ternak kerbau. Hal pokok yang menyebabkan rendahnya angka kelahiran kerbau adalah kondisi induk kerbau yang kurang prima karena kualitas pakan yang rendah dan serangan parasit yang tinggi. Disamping itu itu estrus lebih banyak terjadi pada malam hari, saat pejantan mungkin tidak berada pada kandang yang sama. Umur pertama kali dikawinkan dan umur mencapai bobot potong optimal yang lama, disebabkan kualitas nutrisi yang rendah dengan sistem pemeliharaan yang tradisional yang hanya memberikan rumput alam tanpa pernah memberikan obat cacing (SIREGAR et al., 1997). Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya populasi kerbau secara umum disebabkan oleh pemeliharaan seadanya dengan cara dilepas ke hutan bahkan di tengah pemukiman penduduk pedesaan, tidak dikandangkan dan kurangnya pemantauan dari pemilik ternak. Rendahnya populasi juga disebabkan oleh keterbatasan bibit unggul, pemotongan ternak betina produktif, mutu pakan ternak rendah, tidak dilakukan perkawinan silang dan kurangnya pengetahuan peternak dalam menangani produksi dan reproduksi. Pertambahan jumlah penduduk yang meningkat setiap tahunnya menyebabkan banyak tempat ladang penggembalaan kerbau mengalami perubahan fungsi menjadi perluasan areal perumahan, pembukaan lahan pertanian dan perkebunan. PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI PROVINSI JAMBI Permasalahan pengembangan peternakan di Provinsi Jambi ditandai dengan lambatnya peningkatan populasi ternak di daerah ini. Berdasarkan data statistik peternakan pada Tabel 1, ternak kerbau pada tahun 2005 berjumlah 72852 ekor, sedikit meningkat yakni sekitar 6,4% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 68.159 ekor. Namun peningkatan ini belumlah mampu memenuhi permintaan daging dalam provinsi, sementara ternak sapi pada tahun 2005 berjumlah 113.678 ekor yang mengalami penurunan populasi sekitar 23,2% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 147.917 ekor. Gambar 1. Penampilan ternak kerbau di Provinsi Jambi 12

Tabel. 1. Populasi ternak besar di Provinsi Jambi tahun 2005 No Kabupaten/Kota Sapi Potong Kerbau Kuda Jumlah 1 Kota Jambi 3.064 1.481 16 4.561 2 Muara Jambi 7.968 5.000-12.968 3 Batanghari 7.135 13.995 2 21.132 4 Tebo 19.929 13.301-33.230 5 Bungo 21.788 10.641 3 32.432 6 Merangin 14.975 11.259 306 26.540 7 Sarolangun 6.761 8.402-15.163 8 Kerinci 16.439 7.359 144 23.942 9 Tanjab Barat 7.048 972 1 8.021 10 Tanjab Timur 8.571 442-9.013 Jumlah di tahun 2005 113.678 72.852 472 187.002 Pada tahun 2004 147.917 68.159 633 216.709 Pada tahun 2003 145.845 70.154 431 216.430 Pada tahun 2002 141.600 69.713 423 211.736 Pada tahun 2001 138.398 69.003 394 207.795 Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jambi (2006) Sedangkan populasi ternak besar (sapi, kerbau dan kuda) secara umum di Provinsi Jambi pada tahun 2005 telah mengalami penurunan sebesar 13,7% dari tahun sebelumnya. DAULAY (2007), menyatakan bahwa penurunan ini berdampak pada peningkatan harga daging di pasaran karena jumlah konsumen terus bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di provinsi yang pada beberapa dekade lalu sempat menjadi penyuplai ternak di Sumatra. Wajar kalau tingkat konsumsi protein hewani masyarakat Jambi lebih rendah dibanding tingkat konsumsi di level nasional. Sedangkan di Indonesia. DIRJEN PETERNAKAN (2007), menyatakan bahwa populasi ternak kerbau hanya sekitar 2,4 juta ekor dengan pemotongan ternak kerbau sebesar 177.000 ekor/tahun sehingga dilakukan impor untuk menghindari pengurasan populasi. selain itu juga terjadi penurunan kualitas genetik kerbau lokal dimana struktur populasi diperkirakan kurang ideal (jantan, betina, dewasa, muda, anak) menyebabkan pemotongan betina produktif dan investasi usaha ternak kerbau sangat terbatas. Untuk itu perlu upaya peningkatan populasi ternak kerbau dengan mencari jalan keluar berdasarkan pendekatan Gambar 2. Alih fungsi padang pengembalaan menjadi kebun karet di Provinsi Jambi 13

Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008 masalah yang dihadapi di lapangan. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ada tiga pola pemeliharaan kerbau di Provinsi Jambi yaitu; 1) Ternak kerbau dilepas di lahan pengembalaan atau hutan dan tidak dikandangkan sepanjang tahun, 2) Ternak kebau dilepas pada pagi hari ke hutan atau sawah yang telah dipanen dan sore hari kembali ke kandang, dan 3) Ternak kerbau selama 6 bulan dilepas di lahan sawah habis panen dan selama 6 bulan berikutnya diikat sekitar rumah pada saat padi mulai tanam (ACHJADI et al., 2007). Pada pola pemeliharaan di atas, pakan ternak kerbau sangat tergantung dari ketersediaan hijauan di lahan penggembalaan. Peternak tidak memahami manfaat pemberian hijauan tambahan, apalagi pemberian konsentrat. Sementara itu performans produksi dan reproduksi pada kerbau Kalang masih perlu ditingkatkan secara masal untuk memanfaatkan agroekosistem rawa yang ada sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan penduduk di sekitarnya. Sosialisasi tentang pentingnya kandang, lorong tempat pemeriksaan serta kandang jepit Gambar 3. Pengembalaan ternak kerbau di dalam hutan di lingkungan sekitar kerbau dilepas sudah dimengerti oleh masyarakat pemelihara ternak kerbau. Hal ini terbukti hampir disetiap lokasi kegiatan telah dibangun lorong dan kandang jepit untuk memudahkan pemeriksaan. Secara umum peternak kerbau di Provinsi Jambi sangat antusias terhadap inovasi teknologi, khususnya teknologi inseminasi buatan (IB) yang dianggap sangat baru bagi mereka dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas kerbaunya. Mereka mau berkumpul bersama petugas peternakan pada pemeriksaan status reproduksi ternak kerbau. INOVASI TEKNOLOGI REPRODUKSI Secara umum status reproduksi kerbau di Provinsi Jambi dalam keadaan normal. Munculnya kasus tidak menunjukkan birahi pada kerbau dara dan induk setelah melahirkan diakibatkan oleh pola penyapihan anak yang terlambat hingga umur anak mencapai 1,5 tahun, sistem pemeliharaan yang ekstensif, terbatasnya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki serta pakan yang terbatas baik Gambar 4. Penampilan kandang kerbau yang telah diusahakan oleh beberapa peternak 14

jumlah dan mutunya. Oleh karena itu untuk memperbaiki pola pemeliharaan perlu ditanam hijauan pakan yang berkualitas dan kontinyu serta disediakannya lahan penggembalaan yang cukup luas yang dilengkapi dengan kubangan air berupa rawa ataupun sungai sebagai penunjang ekosistem kehidupannya. TRIWULANNINGSIH (2007) menyatakan bahwa dewasa ini seiring dengan semakin mendapatkan pelayanan inseminasi buatan (ACHJADI et al., 2007). Dari hasil kegiatan tersebut di atas, pemeriksaan status reproduksi kerbau yang diikuti dengan penyuluhan serta program penyerentakan birahi dan pelayanan IB, memperlihatkan hasil yang cukup menggembirakan, keberhasilan program IB yang diukur dengan pemeriksaan kebuntingan Gambar 5. Padang pengembalaan yang dilengkapi tempat berkubang dan kebun pakan berkembangnya teknologi, telah tersedia banyak pilihan teknologi reproduksi yang dapat diterapkan pada ternak seperti inseminasi buatan (IB), fertilisasi in vitro (FIV) transnfer embrio (TE), cloning, transfer gen dan lainlain. Pemilihan teknologi reproduksi yang akan diterapkan harus memerhatikan kondisi objektif peternak, karena hal ini terkait dengan efektivitas dan efisiensi yang ditimbulkan akibat penerapan teknologi tersebut. Melihat kondisi objektif peternakan tradisional kita, maka untuk saat ini teknologi IB adalah yang tepat dibandingkan dengan teknologi reproduksi lain. Penerapan teknologi reproduksi yang lebih mutakhir belum mendesak karena disamping tingkat keberhasilan yang masih rendah, juga memerlukan tambahan biaya yang lebih besar. Telah dilakukan program penyerentakan birahi dan pelayanan IB pada ternak kerbau di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi pada tahun 2006 (Tabel 2). Diuji cobakan pada 52 ekor ternak kerbau dimana 10 di antaranya bunting hasil kawin alam (hand mating) dan 7 ekor lainnya bunting hasil IB dari 17 ekor yang 3 bulan setelah pelayanan IB dinyatakan bunting dan melahirkan anak setelah 10 11 bulan kemudian. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penerapan teknologi IB pada sekelompok besar ternak kerbau maka penyerentakan estrus pada betina merupakan salah satu faktor penunjang untuk mempercepat tercapainya tujuan tersebut. Dengan teknologi ini sekelompok ternak yang memperoleh perlakuan khusus akan memperlihatkan gejala-gejala estrus dalam waktu relatif serentak sekitar dua hari setelah perlakuan. Sekelompok ternak betina yang estrus serentak akan memudahkan pelaksanaan IB yang pada akhirnya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen peternakan secara keseluruhan. Penerapan teknologi sinkronisasi estrus dan IB secara simultan terhadap ternak dalam jumlah banyak akan meningkatkan efisiensi peternakan. Hal ini karena dalam waktu bersamaan peternak akan memiliki sekelompok ternak bunting, melahirkan dan umur anak yang relatif seragam sehingga memudahkan dalam manajemen pemeliharaan. Dengan demikian 15

Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008 Tabel 2. Hasil Pemeriksaan status r eproduksi kerbau, penyerentakan birahi dan pelayanan IB di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, Nopember Desember 2006 Lokasi Desa Simpang Rantau Gedang Kerbau diperiksa (ekor) Bunting Alat reproduksi belum berkembang /fungsi menurun Program penyerenta kan birahi Berahi Pelayanan IB Bunting hasil IB 21 3 8 10 10 10 4 Pasar Terusan 5 1 0 4 2 2 0 Durian Luncuk 2 0 2 0 0 0 0 Tebing Tinggi 3 2 0 1 0 0 0 Kubu Kandang 1 1 0 0 0 0 0 Lubuk Ruso 2 1 0 1 0 0 0 Ture 2 1 0 1 0 0 1 Serasah 1 0 0 1 0 0 1 Rambahan 15 1 7 7 7 5 1 Jumlah 52 10 17 25 19 17 7 Sumber: ACHJADI et al.(2007) peternak juga dapat mengatur waktu yang tepat kapan melakukan proses perkawinan, terkait dengan permintaan pasar dan musim dimana ketersediaan pakan hijauan yang cukup saat melahirkan dan menyusui anaknya sehingga diharapkan angka kematian pedet dapat dikurangi. KESIMPULAN DAN SARAN Penampilan ternak kerbau di Provinsi Jambi masih perlu diperbaiki melalui perbaikan pola pemeliharaan. Sedangkan status reproduksinya secara umum dalam keadaan normal, hanya saja kasus tidak tampaknya birahi pada kerbau betina memerlukan campur tangan manusia untuk mempersiapkan pejantannya atau melalui IB. Pengembangan ternak kerbau di Provinsi Jambi membutuhkan program penyuluhan dan pelatihan sehubungan dengan pengelolaan budidaya dan reproduksinya di tingkat petani peternak. Sebaiknya kegiatan ini dilaksanakan secara berkelanjutan dengan melibatkan banyak pihak instansi daerah yang terkait dalam menuju swasembada daging di Provinsi Jambi. DAFTAR PUSTAKA ACHJADI, K, S.TEGUH, R. PUJI dan AULIA. (2007). Sosialisasi dan implementasi program Grading Up kerbau Lumpur (Swamp Buffalo) melalui Teknologi Inseminasi Buatan di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Prosiding Lokakarya Kerbau Nasional di Provinsi Jambi, Tanggal 23 Juni 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. DAULAY, A.R. 2007. Sektor Peternakan di Jambi, Potensi yang Terabaikan. website: www. disnak.pempropjambi.go.id. DEVENDRA, C. 1987. In: Hacker, JB. Ternouth. (ed). The Nutrition of Herbivore. pp 2 46. Academy Press, Sidney. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2007. Kebijakan pengembangan ternak kerbau dalam rangka mendukung swasembada daging sapi tahun 2010. dalam Prosiding Lokakarya Kerbau Nasional di Provinsi Jambi, Tanggal 23 Juni 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAMBI. 2006. Statistik Peternakan Provinsi Jambi 2005. Dinas Peternakan Provinsi Jambi. 16

JAMAL, H. 2007. Strategi pengembangan tenak kerbau di Provinsi Jambi. dalam Prosiding Lokakarya Kerbau Nasional di Provinsi Jambi, Tanggal 23 Juni 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. SIREGAR, A. R., P. SITUMORANG, M. ZULBARDI, L. P. BATUBARA, A. WILSON, E. BASUNO, S. E. SINULINGGA dan C. H. SIRAIT. 1997. Peningkatan Produksi Kerbau Dwiguna (Daging dan Susu). Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. TRIWULLANNINGSIH, E. 2007. Inovasi teknologi untuk mendukung pengembangan ternak kerbau. dalam Prosiding Lokakarya Kerbau Nasional di Provinsi Jambi, Tanggal 23 Juni 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. 17