303 BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele. Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan sumberdaya dan potensi kawasan Taman Konservasi Laut Olele tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya yaitu selang tahun 2006 2009 yang dilakukan oleh peneliti terdahulu. Taman Konservasi Olele hingga tahun 2013 masih berpotensi di bidang pendidikan, penelitian, pariwisata dan bioteknologi kelautan. Survei lapangan tahun 2010-2012 dan data sekunder menunjukkan terdapat ekosistem terumbu karang dalam kondisi cukup baik dengan keanekaragaman biota dalam kondisi cukup tinggi. Ekosistem pesisir itu utamanya adalah mayoritas terumbu karang, berupa jenis karang Montipora, Acropa, Porities, Fungia dan Pectinia. Terhampar dari tepi ke arah laut dengan lebar 5 100 m pada kedalaman 3 15 m. Lokasi di dekat Tanjung Kerbau, mencapai kedalaman + 40 meter. Sumberdaya wilayah pesisir Taman Konservasi Laut Olele masih cocok untuk kegiatan ekowisata bahari. Kegiatan SCUBA, snorkling atau melihat dari perahu katamaran berdasar kaca (glass bottom boat) merupakan hal yang dapat dilakukan lokasi ini. Kawasan Taman Konservasi Laut Olele juga memiliki pantai berbatu dan pasir putih yang cukup baik untuk wisata pantai. Kawasan konservasi masih bisa dikembangkan karena saat ini sangat kecil yaitu 8 ha, dibandingkan dengan hasil kajian pencadangan luas kawasan konservasi yang ada sebesar 313 ha.
304 (2). Optimalisasi pemanfaatan SDA Taman Konservasi Laut Olele berbasis masyarakat pesisir dalam mensejahterakan kehidupannya Pemanfaatan SDA Taman Konservasi Laut Olele belum maksimal. Bidang perikanan. Berdasarkan hasil penelitian 85 % pekerjaan masyarakat pesisir Kawasan Taman Konservasi Laut Olele bergerak dibidang perikanan. Khususnya nelayan, yang terbagi dalam tiga (3) jenis. 1). Nelayan utama, yaitu nelayan yang seluruh waktunya dihabiskan untuk melaut (melakukan operasi penangkapan) dengan jumlah RTP (Rumah Tangga Perikanan) sebanyak 130 RTP. 2). Nelayan sambilan, yaitu nelayan yang sebagian waktunya dihabiskan untuk melaut (melakukan operasional penangkapan) dengan jumlah RTP (Rumah Tangga Perikanan) sebanyak 40 RTP. 3). Nelayan sambilan utama sebanyak 18 RTP (Rumah Tangga Perikanan), yaitu nelayan yang sebahagian kecil waktunya berada di laut (operasi penangkapan). Tiga (3) jenis nelayan ini, masih menggunakan cara-cara tradisional. Hal ini terlihat dari; a).usaha penangkapan, pengelolaan dan pemanfaatan hasil laut yang dilakukan, b) armada penangkapan laut masih didominasi oleh nelayan perahu tanpa motor dan nelayan motor tempel / ketinting. Alasan lain karena kurangnya kemampuan nelayan untuk mengolah hasil tangkapannya secara modern. Hal ini disebabkan karena kurangnya keterampilan dan peralatan yang memadai. Bidang pariwisata. Pengetahuan dan ketrampilan masyarakat di bidang pariwisata dalam usaha memanfaatkan sumberdaya alam masih kurang. Sisi lain sarana dan prasaran penunjang juga belum maksimal. Secara umum.1). Keterbatasan sumber daya manusia. Masyarakat pesisir Olele yang menguasai ilmu pengetahuan serta terlatih dalam perencanaan dan pengelolaan pemanfataan wilayah pesisir dan laut terbatas. 2) Persepsi sebagian masyarakat kurang tepat/salah tentang lingkungan pesisir (wilayah pesisir masih dianggap sebagai daerah akhir tempat pembuangan sampah).
305 3) Lemahnya aspek hukum dan sistem pendampingan kelembagaan di tingkat komunitas. 4 ) Kelembagaan. Sumber daya manusia (SDM) pengelola masih terbatas pada kelompok pengelola saja dan amatir (belum profesional). 5) Pengelolaan KKLD belum berbasis masyarakat. Keadaan ini diakibatkan oleh model pengelolaan tidak berkolaborasi antara masyarakat dengan berbagai instansi terkait/pemerintah dan pihak swasta. 3). Belum maksimalnya partisipasi masyarakat di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele dalam mengkonservasi taman lautnya yang kaya akan terumbu karang dan sumberdaya laut lainnya. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Olele, khususnya terkait dengan pengelolaan pesisir dan terumbu karang masih sebatas pada kegiatan pemanfaatan saja. Unsurunsur pengelolaan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan belum dipahami sebagai sesuatu yang penting dalam pengelolaan pesisir dan terumbu karang. Masyarakat menganggap proses pengelolaan sumber daya alam di wilayah Olele, khususnya terkait dengan pesisir dan terumbu karang merupakan tugas pemerintah. Hal ini lebih disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat lokal tentang keberadaan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Kondisi tersebut mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengelolaan Taman Konservasi Laut Olele di KKLD. Sisi lain, 1). selama ini pemerintah daerah belum secara maksimal mengimplementasikan program pemberdayakan masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan, 2) pengelolaan Taman Konservasi Olele berbasis pemerintah. Partisipasi masyarakat dilibatkan hanya pada saat sosialisasi untuk kegiatan yang diadakan. Hal ini menjadikan masyarakat lokal cenderung menjadi apatis dan tidak peduli terhadap pengelolaan serta pengawasan sarana dan prasarana di KKLD.
306 4) Model pengelolaan kawasan Pesisir Taman Konservasi Laut Olele, Kabupaten Bone Bolango Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, maka model pengelolaan kawasan Taman Konservasi Laut Olele harus dilakukan secara kolaboratif partisipatif. Model ini berbentuk gabungan konseptual dan praktikal. Pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan berfokus pada karakteristik ekosistem pesisir Taman Konservasi Laut Olele, dengan memperhatikan aspek parameter lingkungan, konservasi, dan kualitas hidup masyarakat. Model diidentifikasi secara komprehensif dan terpadu melalui kerjasama masyarakat, ilmuwan, pihak swasta dan pemerintah agar pengelolaan pesisir dilakukan secara tepat. Model pengelolaan wilayah pesisir di Taman Konservasi Laut Olele ini dapat mengakomodasi tiga permasalahan pokok berdasarkan karakteristik pesisir secara umum. Meliputi, perlindungan ekosistem, pembangunan ekonomi kawasan dan mitigasi bencana. 8.2 Saran Ada tujuh persoalan yang menjadi prioritas dalam pelaksanaan pengelolaan di wilayah penelitian. Hal yang harus segera dilakukan dari tujuh persoalan dalam pengelolaan kawasan Taman Konservasi Laut Olele adalah pertama, peningkatan sumber daya manusia. Baik secara perorangan maupun secara kelembagaan konservasi, ekowisata bahari serta rehabilitasi sumberdaya. Kedua peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana ekowisata bahari yang ada dan yang belum diadakan, guna mendukung kegiatan konservasi. Hal ini paling prioritas yang harus dilakukan, agar kegiatan konservasi dapat berkelanjutan serta bertanggungjawab. Sisi lain kesejahteraan masyarakat bisa seiring ditingkatkan dengan bekal kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki masyarakat.
307 8.3 Implikasi Kebijakan Perencanaan wilayah pesisir merupakan proses yang berkelanjutan. Seiring perjalanan waktu, isu-isu pengelolaan wilayah pesisir yang baru akan muncul, sehingga dalam aktivitas perencanaan lebih lanjut akan didapatkan beberapa strategi-strategi tertentu yang tidak relevan lagi. Oleh karena itu, prioritas pengelolaan perlu dievaluasi dan dimodifikasi. Pemantauan atas kinerja rencanarencana yang telah dibuat, merupakan dasar bagi efektifitas evaluasi pengelolaan. Implementasinya, pengelolaan wilayah pesisir dikaji secara kurun waktu tertentu oleh sebuah tim (misalnya tim pengarah provinsi atau kabupaten / bappeda) dan stakeholders, yang dilaksanakan oleh tim kerja. Revisi diperlukan terhadap strategi dan isi dokumen oleh sebuah tim kerja dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Strategi yang dilakukan adalah dengan melakukan pembangunan secara bertahap.