BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS PERAMALAN PENDAFTARAN SISWA BARU MENGGUNAKAN METODE SEASONAL ARIMA DAN METODE DEKOMPOSISI

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL HOLT-WINTER DAN METODE DEKOMPOSISI KLASIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Analisis ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial

FORECASTING INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DENGAN MENGGUNAKAN METODE ARIMA

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Data Deret Berkala

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA

BAB 2 LANDASAN TEORI. datang. Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan.

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS RUNTUN WAKTU. Laporan VI ARIMA Analisis Runtun Waktu Model Box Jenkins

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adl teknik untuk mencari pola yg paling cocok dari sekelompok data Model ARIMA dapat digunakan

KAJIAN TEORI. atau yang mewakili suatu himpunan data. Menurut Supranoto (2001:14) Rata rata (μ) dari distribusi probabilitas

PERAMALAN PENYEBARAN JUMLAH KASUS VIRUS EBOLA DI GUINEA DENGAN METODE ARIMA

III. METODE PENELITIAN

BAB 2. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab ini, dibahas mengenai model Vector Error Correction (VEC),

PERAMALAN PENJUALAN PRODUKSI TEH BOTOL SOSRO PADA PT. SINAR SOSRO SUMATERA BAGIAN UTARA TAHUN 2014 DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

BAB II LANDASAN TEORI

Metode Deret Berkala Box Jenkins

SBAB III MODEL VARMAX. Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang

Pemodelan Autoregressive (AR) pada Data Hilang dan Aplikasinya pada Data Kurs Mata Uang Rupiah

Bab IV. Pembahasan dan Hasil Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian ini, yaitu ln return, volatilitas, data runtun waktu, kestasioneran, uji

Sedangkan model fungsi transfer bentuk kedua adalah sebagai berikut :

PREDIKSI HARGA SAHAM PT. BRI, Tbk. MENGGUNAKAN METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

PEMODELAN DAN PERAMALAN DATA DERET WAKTU DENGAN METODE SEASONAL ARIMA

MODEL AUTOREGRESSIVE (AR) ATAU MODEL UNIVARIATE

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan

III. METODE PENELITIAN

PEMBANDINGAN METODE PENGHALUSAN EKSPONENSIAL HOLT-WINTERS

Prediksi Laju Inflasi di Kota Ambon Menggunakan Metode ARIMA Box Jenkins

PENGGUNAAN MODEL GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTICITY (P,Q) UNTUK PERAMALAN HARGA DAGING AYAM BROILER DI PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN MENGGUNAKAN MODEL INTERVENSI FUNGSI STEP

BAB II LANDASAN TEORI. nonstasioneritas, Autocorrelation Function (ACF) dan Parsial Autocorrelation

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Adapun langkah-langkah pada analisis runtun waktu dengan model ARIMA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERAMALAN SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX MENGGUNAKAN METODE ARIMA BULAN MEI-JULI 2010

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan tersebut dapat

Peramalan Kecepatan Angin Di Kota Pekanbaru Menggunakan Metode Box-Jenkins

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sumber tetap yang terjadinya berdasarkan indeks waktu t secara

Prediksi Jumlah Penumpang Kapal Laut di Pelabuhan Laut Manado Menggunakan Model ARMA

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian...

BAB 2 LANDASAN TEORI

Analisis Deret Waktu Keuangan

BAB III PEMBAHARUAN PERAMALAN. Pada bab ini akan dibahas tentang proses pembaharuan peramalan.

MODEL ARMA (AUTOREGRESSIVE MOVING AVERAGE) UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN DI KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH - INDONESIA. Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia

ANALISA BOX JENKINS PADA PEMBENTUKAN MODEL PRODUKSI PREMI ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan kumpulan dari komponen-komponen yang salling berkaitan untuk

Metode Variasi Kalender untuk Meramalkan Banyaknya Penumpang Kereta Api

BAB III MODEL ARIMAX DENGAN EFEK VARIASI KALENDER

PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM PT. TELKOM Tbk. APPLICATION OF ARIMA TO FORECASTING STOCK PRICE OF PT. TELOKM Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. Melihat fenomena masyarakat pada saat ini yang menggunakan

PERAMALAN KUNJUNGAN WISATA DENGAN PENDEKATAN MODEL SARIMA (STUDI KASUS : KUSUMA AGROWISATA)

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengetahui pola hubungan antara dua atau lebih variabel. Istilah regresi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Time series merupakan serangkaian observasi terhadap suatu variabel yang

PERBANDINGAN MODEL PADA DATA DERET WAKTU PEMAKAIAN LISTRIK JANGKA PENDEK YANG MENGANDUNG POLA MUSIMAN GANDA ABSTRAK

BAB III METODE PERAMALAN DENGAN METODE DEKOMPOSISI. Metode peramalan yang biasanya dilakukan didasarkan atas konsep

Analisis Peramalan Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sebagai Tolak Ukur Kinerja Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yang akan datang. Ramalan adalah situasi dan kondisi yang diperkirakan akan terjadi

Perbandingan Metode Fuzzy Time Series Cheng dan Metode Box-Jenkins untuk Memprediksi IHSG

PENERAPAN MODEL ARFIMA (AUTOREGRESSIVE FRACTIONALLY INTEGRATED MOVING AVERAGE) DALAM PERAMALAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pemodelan ARIMA Non- Musim Musi am

Artikel Ilmiah. Peneliti : Auditya Gianina Bernadine Amaheka ( ) Michael Bezaleel Wenas, S.Kom., M.Cs.

VI PERAMALAN PENJUALAN AYAM BROILER DAN PERAMALAN HARGA AYAM BROILER

Peramalan Permintaan Paving Blok dengan Metode ARIMA

Peramalam Jumlah Penumpang Yang Berangkat Melalui Bandar Udara Temindung Samarinda Tahun 2012 Dengan Metode ARIMA BOX-JENKINS

ANALISIS POLA HUBUNGAN PEMODELAN ARIMA CURAH HUJAN DENGAN CURAH HUJAN MAKSIMUM, LAMA WAKTU HUJAN, DAN CURAH HUJAN RATA-RATA

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii. HALAMAN PENGESAHAN...iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. KATA PENGANTAR... viii. DAFTAR ISI... x. DAFTAR TABEL...

PERAMALAN STOK BARANG UNTUK MEMBANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN BARANG PADA TOKO BANGUNAN XYZ DENGAN METODE ARIMA

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERAMALAN BANYAKNYA OBAT PARASETAMOL DAN AMOKSILIN DOSIS 500 MG YANG DIDISTRIBUSIKAN OLEH DINKES SURABAYA

PEMODELAN DATA RUNTUK WAKTU PADA DATA PRODUKSI SUSU SAPI DI AMERIKA SEJAK TAHUN

ABSTRAK. Kata kunci : Data Runtun Waktu, Indeks Harga Konsumen, ARIMA, Analisis Intervensi, Fungsi Step, Peramalan. I Pendahuluan

Peramalan Volume Pemakaian Air di PDAM Kota Surabaya dengan Menggunakan Metode Time Series

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan adalah proses perkiraan (pengukuran) besarnya atau jumlah

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMODELAN ARIMA DALAM PERAMALAN PENUMPANG KERETA API PADA DAERAH OPERASI (DAOP) IX JEMBER

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan suatu proses, mencari kebenaran dan menghasilkan kebenaran.

PEMODELAN NILAI TUKAR PETANI PADI PALAWIJA DENGAN PENDEKATAN FUNGSI TRANSFER DAN MULTIVARIATE ADAPTIVE REGRESSION SPLINE TIME SERIES

BAB 3 MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Curah Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) di atas permukaan horizontal. Curah hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. Tinggi curah hujan diasumsikan sama di sekitar tempat penakaran, luasan yang tercakup oleh sebuah penakar hujan bergantung pada homogenitas daerahnya maupun kondisi cuaca laiya. Ketepatan asumsi ini tergantung dari kecepatan angin, keterbukaan lapangan, luas alat penampung serta tinggi alat dari permukaan tanah. Kumpulan data curah hujan di suatu tempat sangat bernilai. Curah hujan perlu diukur untuk mendapatkan data hujan yang sangat berguna bagi perencanaan hidrologis (perencanaan pembangunan bendung, dam, dan sebagainya) dan pengaturan neraca air (Juaeni, 2006). Neraca air sendiri merupakan neraca masukan dan keluaran air pada periode tertentu yang digunakan untuk mengetahui jumlah air di suatu wilayah berada pada kondisi surplus (berlebih) ataupun defisit (kekurangan). Kegunaan mengetahui jumlah air pada kondisi surplus dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi dan untuk mendayagunakan air secara tepat. 2.2 Metode Deret Waktu (Time Series) Deret waktu (time series) adalah rangkaian data yang berupa nilai pengamatan yang diukur selama kurun waktu tertentu. Santoso (2009) memberikan definisi dari data deret waktu (time series) adalah data yang ditampilkan berdasarkan waktu, seperti data bulanan, data harian, data mingguan atau jenis waktu yang lain. Ciri data deret waktu adalah adanya rentang waktu tertentu, bukaya data pada satu waktu tertentu. Tujuan dari metode deret waktu adalah untuk menggolongkan data, memahami sistem serta melakukan peramalan berdasarkan

sifatnya untuk masa depan. Persamaan dan kondisi awal dalam peramalan deret waktu mungkin diketahui kedua-duanya atau mungkin saja hanya salah satunya sehingga dibutuhkan suatu aturan yang digunakan untuk menentukan perkembangan dan keakuratan sistem. Penentuan aturan tersebut mungkin mengacu dari pencocokkan data masa lalu. 2.3 Pola Data Deret Waktu Untuk memilih suatu metode yang tepat yang digunakan dalam mengolah data deret waktu adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat dengan pola tersebut dapat diuji (Makridakis, 1999). Pola data dapat dibedakan menjadi: 1. Pola Horizontal Pola data yang terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan (data stasioner). 2. Pola Musiman Pola data yang terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman yang signifikan sehingga data naik dan turun dengan pola yang berulang dari satu periode ke periode berikutnya (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu). 3. Pola Siklis Pola data yang terjadi bilamana fluktuasi datanya berbentuk gelombang sepanjang periode yang tidak menentu. 4. Pola Trend Pola data yang terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan pada suatu deret waktu dalam selang periode waktu tertentu. 2.4 Stasioneritas Stasioneritas berarti bahwa tidak terdapat perubahan yang drastis pada data. Fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan variansi dari fluktuasi tersebut (Makridakis, 1999). Sekumpulan data dinyatakan stasioner jika nilai rata-rata dan varians dari data time series tersebut tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang

waktu atau dengan kata lain rata-rata dan variansnya konstan. Kestasioneran data ini berkaitan dengan metode estimasi yang digunakan. Tidak stasionernya data akan mengakibatkan kurang baiknya model yang diestimasi. Selain itu apabila data yang digunakan dalam model ada yang tidak stasioner, maka data tersebut dipertimbangkan kembali validitas dan kestabilaya. Salah satu penyebab tidak stasionernya sebuah data adalah adanya autokorelasi. Bila data distasionerkan maka autokorelasi akan hilang dengan sendirinya, karena itu transformasi data untuk membuat data yang tidak stasioner menjadi stasioner sama dengan transformasi data untuk menghilangkan autokorelasi. 2.4.1 Uji Augmented Dickey-Fuller Uji akar unit merupakan pengujian yang dikenalkan oleh David Dickey dan Whyne Fuller. Dalam uji ini dibentuk persamaan regresi dari data aktual pada periode ke-tt dan ke-(tt 1). Dalam uji akar unit digunakan model berikut: YY tt = ρρρρ tt 1 + uu tt (2.1) Jika koefisien regresi dari YY tt 1 (ρρ) = 1, maka terdapat masalah bahwa YY tt tidak stasioner. Dengan demikian YY tt dapat disebut mempunyai akar unit atau berarti data tidak stasioner. Bila persamaan (2.1) dikurangi YY tt 1 pada sisi kanan dan kiri maka persamaaya menjadi: YY tt YY tt 1 = ρρρρ tt 1 YY tt 1 + uu tt YY tt = (ρρ 1)YY tt 1 + uu tt YY tt = δδδδ tt 1 + uu tt (2.2) YY tt = data aktual pada periode ke-tt YY tt 1 = data aktual pada periode ke-(tt 1) YY tt = YY tt YY tt 1 (hasil differencing data pada periode ke-tt) δδ = koefisien regresi uu tt = error yang white noise Pada tahap ini sudah dilakukan pembedaan sebagai metode untuk menanggulangi masalah ketidakstasioneran data. Kemudian data akan diuji kembali. Dari persamaan (2.2) dapat dibuat hipotesis:

HH 0 δδ = 0 HH 1 δδ 0 Jika hipotesis δδ = 0 ditolak dengan derajat kepercayaan αα maka ρρ 1 artinya terdapat akar unit, sehingga data deret waktu YY tt tidak stasioner. Dengan membentuk persamaan regresi antara YY tt dan YY tt 1 akan diperoleh koefisien regresinya, yaitu δδ. Hipotesis yang digunakan menjelaskan bahwa apabila hasil uji menyatakan nilai Augmented Dickey-Fuller test statistic lebih kecil dari pada nilai kritis pada derajat kepercayaan tertentu atau nilai tingkat signifikansinya lebih kecil dari derajat kepercayaan αα = 5%, maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa data tersebut tidak stasioner ditolak dan demikian sebaliknya. 2.4.2 Transformasi Box-Cox Seringkali data pada suatu penelitian tidak menunjukkan kestasioneran yang disebabkan oleh data yang belum stasioner secara rata-rata, varians, atau keduanya. Pada data yang belum stasioner secara varians, dapat dilakukan transformasi Box-Cox dengan rumus yy = xx λλ 1 λλ dengan λλ 0. Selain itu, juga dapat menggunakan transformasi pangkat dengan kriteria sebagai berikut: Nilai λλ Tabel 2.1 Transformasi Pangkat Transformasi -1,0 1 ZZ tt -0,5 1 ZZ tt 0 llllzz tt 0,5 ZZ tt 1,0 Tanpa Transformasi dengan λλ adalah parameter yang dapat ditaksir dari deret waktu dan tt = 1,2,,. Pada data yang belum stasioner secara rata-rata, maka dapat dilakukan proses differencing, yakni dengan mengurangi data dengan data itu sendiri namun

dengan lag yang berbeda sesuai dengan kebutuhan. Jika belum stasioner secara rata-rata maupun varians, maka dilakukan transformasi data dan dilanjutkan proses differencing. 2.5 Fungsi Autokorelasi/Autocorrelation Function (ACF) Fungsi autokorelasi berarti hubungan (korelasi) terhadap diri sendiri, yaitu korelasi antara suatu hasil observasi dengan hasil observasi itu sendiri namun dengan lag waktu yang berbeda, misal ZZ tt dengan ZZ tt+kk. Autokorelasi pada lag ke- kk untuk suatu observasi deret waktu dapat diduga dengan koefisisen autokorelasi sampel. rr kk ZZ tt rr kk = kk tt=1 (ZZ tt = koefisien korelasi untuk lag periode ke-kk = nilai observasi pada lag periode ke-tt ZZ tt+kk = nilai observasi pada periode ke-(tt + kk) ZZ = rata-rata nilai observasi ZZ )(ZZ tt+kk ZZ ) tt=1(zz tt ZZ ) 2, kk = 0,1,2, (2.3) Karena rr kk merupakan fungsi terhadap lag ke- kk, maka hubungan antara autokorelasi dengan lagnya dapat disebut sebagai fungsi autokorelasi. Untuk memeriksa apakah suatu rr kk berbeda secara nyata dari nol, dapat menggunakan rumus kesalahan standar dari rr kk yakni: ssss rrkk = 1 (2.4) Seluruh nilai korelasi dari barisan data yang random (tidak berautokorelasi signifikan) akan terletak di dalam daerah nilai tengah nol ditambah atau dikurangi nilai z-score pada taraf signifikansi 95% yakni 1,96 kali kesalahan standar. 2.6 Fungsi Autokorelasi Parsial/Partial Autocorrelation Function (PACF) Fungsi autokorelasi parsial menyatakan hubungan antara suatu hasil observasi dengan hasil observasi itu sendiri. Autokorelasi parsial pada lag ke-kk dinyatakan sebagai korelasi ZZ tt dan ZZ tt kk setelah dihilangkaya efek dari variabel-variabel ZZ tt 1, ZZ tt 2,, ZZ tt kk+1. Levinson (1940) dan Durbin (1960) memberikan metode

yang efisien untuk mendapatkan penyelesaian dari persamaan Yule-Walker untuk mendapatkan nilai autokorelasi parsial sebagai berikut: kkkk = ρρ kk 1 kk jj =1 kk 1,jj ρρ kk jj 1 kk 1 kk 1,jj ρρ jj jj =1 kkkk = koefisien autokorelasi parsial untuk lag periode ke-kk kkkk = kk 1,jj kkkk kk 1,jj 1 ; jj = 1,2,, kk 1 (2.5) 2.7 Metode Box-Jenkins Metode Box-Jenkins atau sering disebut sebagai ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) merupakan integrasi dari beberapa metode runtun waktu terlebih dahulu ada. Model Autoregressive pertama kali diperkenalkan oleh Yule (1926) dan dikembangkan oleh Walker (1931), sedangkan model Moving Average pertama kali digunakan oleh Slutzky (1937). Kemudian dasar-dasar teoritis untuk kombinasi dari kedua model ini (ARMA) dihasilkan oleh Wold (1938). Keseluruhan model ini kemudian dipelajari secara mendalam oleh George Box dan Gwylim Jenkins (1976) dan namanya sering disinonimkan dengan model ARIMA itu sendiri. 2.7.1 Model Autoregressive (AR) Autoregressive memiliki arti regresi pada diri sendiri. Model Autoregressive {ZZ tt } orde p menyatakan persamaan: ZZ tt = 1 ZZ tt 1 + 2 ZZ tt 2 + + pp ZZ tt pp + aa tt (2.6) di mana diasumsikan bahwa ZZ tt stasioner dan EE(ZZ tt ) = 0. Jadi, nilai barisan ZZ tt adalah kombinasi linier dari sejumlah pp nilai ZZ tt terakhir di masa lampau ditambah sebuah aa tt yang menyatakan sesuatu tidak dapat dijelaskan oleh nilai-nilai ZZ tt di masa lampau tersebut. Selain itu, aa tt merupakan variabel acak yang independen dengan rata-rata nol. Secara umum, rumus untuk mencari nilai autokorelasi untuk model AR(pp) dapat diperoleh sebagai berikut: ρρ kk = 1 ρρ kk 1 + 2 ρρ kk 2 + + pp ρρ kk pp ; kk 1 (2.7)

Dalam proses identifikasi model, jika suatu deret waktu memiliki grafik ACF yang turun secara eksponensial dan PACF terputus pada lag ke-pp, maka deret waktu tersebut dapat dimasukkan ke dalam proses AR(pp). 2.7.2 Model Moving Average (MA) Bentuk umum model Moving Average ordo q ditulis dengan MA(q) dinyatakan sebagai berikut: ZZ tt = aa tt + θθ 1 aa tt 1 θθ 2 aa tt 2 θθ qq aa tt qq (2.8) Nilai barisan ZZ tt adalah kombinasi linier dari sejumlah aa tt terakhir di masa lampau. Secara umum rumus untuk mencari nilai autokorelasi dari model MA(q) adalah: ρρ kk = θθ kk + θθ 1 θθ kk+1 + + θθ qq kk θθ qq 1 + θθ 1 2 + + θθ qq 2, kk = 1,2,, qq 0, kk > qq (2.9) Dalam proses identifikasi model, jika suatu deret waktu memiliki grafik ACF yang terputus pada lag ke-qq PACF turun secara eksponensial, maka deret waktu tersebut dapat dimasukkan ke dalam model MA(q). 2.7.3 Model Campuran Autoregressive dan Moving Average (ARMA) Jika diasumsikan suatu deret waktu memiliki model yang sebagian Autoregressive dan sebagian lain merupakan Moving Average maka bentuk model tersebut secara umum adalah: ZZ tt = 1 ZZ tt 1 + + pp ZZ tt pp + aa tt θθ 1 aa tt 1 θθ qq aa tt qq (2.10) {ZZ tt } merupakan proses campuran Autoregressive dan Moving Average dengan orde pp dan qq atau biasa ditulis dengan ARMA (pp, qq). 2.7.4 Operator Backshift Operator backshift dinyatakan dengan BB adalah sebuah operator dengan penggunaan sebagai berikut: BBBB tt = ZZ tt 1 (2.11) Notasi BB yang dipasang pada ZZ tt mempunyai pengaruh menggeser data satu periode ke belakang. Dua penerapan BB untuk shift ZZ tt akan menggeser data tersebut dua periode ke belakang, sebagai berikut: BB(BBBB tt ) = BB 2 ZZ tt = ZZ tt 2 (2.12)

Operator backshift digunakan untuk menggambarkan proses pembedaan (differencing) untuk membuat data yang rata-ratanya tidak stasioner menjadi lebih dekat ke bentuk stasioner. Berikut gambaran pembedaan menggunakan operator backshift. Misalkan ZZ tt merupakan pembedaan pertama dari ZZ tt. ZZ tt = ZZ tt ZZ tt 1 ZZ tt = ZZ tt BBBB tt = (1 BB)ZZ tt (2.13) Perhatikan bahwa pembedaan pertama dinyatakan dengan (1 BB). Untuk pembedaan orde kedua: ZZ tt = ZZ tt ZZ tt 1 ZZ tt = (ZZ tt ZZ tt 1 ) (ZZ tt 1 ZZ tt 2 ) ZZ tt = ZZ tt 2ZZ tt 1 + ZZ tt 2 ZZ tt = ZZ tt 2BBBB tt + BB 2 ZZ tt ZZ tt = (1 2BB BB 2 ) ZZ tt ZZ tt = (1 BB) 2 ZZ tt (2.14) Perhatikan bahwa pembedaan orde kedua dinyatakan dengan (1 BB) 2, hal ini penting untuk memperlihatkan bahwa pembedaan orde kedua tidak sama dengan pembedaan kedua. 2.7.5 Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) Suatu deret berkala {ZZ tt } dikatakan mengikuti model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) jika pembedaan orde ke-dd dari ZZ tt merupakan proses ARMA yang stasioner yakni ww tt = (1 BB) dd ZZ tt. Karena ww tt adalah proses ARMA (pp, qq), maka ZZ tt dapat disebut sebagai proses ARIMA (pp, dd, qq). Dalam bentuk operator backshift, model ARIMA dapat ditulis sebagai berikut: (BB)(1 BB) dd ZZ tt = θθ(bb)aa tt (2.15) (BB) = 1 1 BB 2 BB 2 pp BB pp adalah operator backshift model AR θθ(bb) = 1 θθ 1 BB θθ 2 BB 2 θθ qq BB qq adalah operator backshift model MA (1 BB) dd adalah operator differencing ordo ke-dd

2.7.6 Konstanta pada Model ARIMA Asumsi dasar yang selalu dipakai oleh semua model, dari model AR sampai model ARIMA, adalah model-model tersebut stasioner dan memiliki rata-rata nol. Pada bagian ini akan dibahas bagaimana jika model-model tersebut memiliki nilai ratarata konstan bukan nol. Model stasioner ARMA {ZZ tt } yang memiliki rata-rata konstan μμ bukan nol dapat dibentuk sebagai berikut: ZZ tt μμ = 1 (ZZ tt 1 μμ) + 2 (ZZ tt 2 μμ) + + pp ZZ tt pp μμ + aa tt + θθ 1 aa tt 1 θθ 2 aa tt 2 θθ qq aa tt qq (2.16) atau ZZ tt = 1 ZZ tt 1 + 2 ZZ tt 2 + + pp ZZ tt pp + δδ + aa tt + θθ 1 aa tt 1 θθ 2 aa tt 2 θθ qq aa tt qq (2.17) di mana δδ = μμ ( 1 μμ + 2 μμ + + pp μμ). 2.7.7 Model Seasonal ARIMA Model Seasonal ARIMA merupakan bentuk khusus dari model ARIMA jika terdapat unsur musiman yang jelas pada hasil observasi {ZZ tt }. Hal ini berarti data memiliki pola berulang dalam selang waktu yang tetap. Selain melalui grafik data, unsur musiman juga dapat dilihat melalui grafik ACF dan PACF. Untuk menanggulangi ketidakstasioneran data akibat unsur musiman maka dapat dilakukan proses differencing sebesar periode musimaya. Differencing musiman dari ZZ tt dapat ditulis sebagai ZZ tt, ZZ tt = (1 BB ss ) ZZ tt (2.18) di mana ss adalah panjang periode per musim. Model Seasonal ARIMA mengacu pada data sebelumnya dengan jarak (lag) sepanjang musiman yang terjadi. Berdasarkan acuan tersebut, maka model MA(QQ) yang bersifat seasonal dengan musiman sepanjang ss dinyatakan oleh: ZZ tt = aa tt + ΘΘ 1 aa tt ss ΘΘ 2 aa tt 2ss ΘΘ QQ aa tt QQQQ (2.19) Dalam bentuk operator backshift, ZZ tt = 1 ΘΘ 1 BB ss ΘΘ 2 BB 2ss ΘΘ QQ BB QQQQ aa tt = ΘΘ ss (BB)aa tt (2.20) Untuk model seasonal AR(PP) dengan musiman sepanjang ss dinyatakan oleh:

ZZ tt = ΦΦ 1 ZZ tt ss + ΦΦ 2 ZZ tt 2ss + + ΦΦ PP ZZ tt PPPP + aa tt (2.21) Dalam bentuk operator backshift, ZZ tt ΦΦ 1 ZZ tt ss + ΦΦ 2 ZZ tt 2ss + + ΦΦ PP ZZ tt PPPP = aa tt (1 ΦΦ 1 BB ss + ΦΦ 2 BB 2ss + + ΦΦ PP BB PPPP )ZZ tt = aa tt ΦΦ ss (BB)ZZ tt = aa tt (2.22) Jika suatu hasil observasi {ZZ tt } mengikuti proses yang dibentuk oleh gabungan antara model ARIMA (pp, dd, qq) dan model Seasonal ARIMA (PP, DD, QQ) maka modelnya dapat dimanipulasi menggunakan operator backshift sebagai berikut: (BB)ΦΦ ss (BB) dd DD ss ZZ tt = θθ(bb)θθ ss (BB)aa tt (2.23) dd = operator differencing non musiman orde ke-dd DD ss = operator differencing musiman orde ke-dd ΦΦ ss (BB)= operator backshift model AR musiman ΘΘ ss (BB) = operator backshift model MA musiman 2.8 Asumsi White Noise Suatu model yang baik akan memiliki sifat white noise, yaitu memenuhi asumsi residual yang bersifat acak dan berdistribusi normal. 2.8.1 Residu Bersifat Acak Barisan residu yang acak dapat diperiksa dengan memperhatikan ACF dari barisan residu tersebut. Barisan residu dikatakan acak apabila tidak terdapat autokorelasi yang signifikan untuk setiap lag yang ditentukan. Keacakan residu dari suatu model dapat diuji dengan menggunakan uji statistik Q Box-Pierce dengan hipotesis sebagai berikut: HH oo : rr 1 = rr 2 = = rr kk = 0 (residu bersifat acak) HH 1 : rr ii rr jj = 0 (residu tidak bersifat acak) dengan αα = 0,05 dan statistik uji: mm QQ = ( + 2) rr kk 2 kk=1 kk (2.24)

Kriteria uji: Terima HH oo jika nilai QQ > XX (αα,dddd ) atau p-value > αα. Artinya secara keseluruhan dari barisan residu yang diuji tidak berbeda dari nol, atau dengan kata lain residu bersifat acak. 2.8.2 Residu Berdistribusi Normal Untuk memeriksa apakah residu berdistribusi normal dapat dilakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dengan hipotesis sebagai berikut: HH oo : residu berdistribusi normal HH 1 : residu tidak berdistribusi normal dengan αα = 0,05 dan statistik uji: DD = mmmmmmmmmmmmmmmm FF 0 (XX) SS NN (XX) (2.25) Kriteria uji: Terima HH oo jika DD hiiii < DD tttttttttt atau p-value > αα, artinya residu berdistribusi normal. 2.9 Metode Dekomposisi Suatu pendekatan pada analisis deret waktu meliputi usaha untuk mengidentifikasi komponen-komponen yang mempengaruhi tiap-tiap nilai pada sebuah data deret waktu. Prosedur pengidentifikasian ini disebut Dekomposisi. Tiap-tiap komponen diidentifikasi secara terpisah. Proyeksi tiap-tiap komponen ini kemudian digabung untuk menghasilkan ramalan nilai-nilai masa mendatang dari data deret waktu tersebut. Metode Dekomposisi biasanya mencoba memisahkan tiga komponen dari pola dasar yang cenderung mencirikan pola data deret waktu. Komponenkomponen tersebut adalah trend, siklus, dan musiman. Faktor trend (kecenderungan) menggambarkan perilaku data dalam jangka panjang yang dapat meningkat, menurun, atau tidak berubah. Faktor siklus menggambarkan naik turuya data dalam kurun waktu tertentu. Faktor musiman berkaitan dengan fluktuasi periodik dengan panjang konstan. Perbedaan antara faktor musiman dan siklus adalah bahwa faktor musiman itu berulang dengan sendirinya pada interval yang tetap seperti tahun, bulan, atau minggu, sedangkan faktor siklus mempunyai

jangka waktu yang lebih lama dan lamanya berbeda dari siklus satu ke siklus yang lain. Metode Dekomposisi mempunyai asumsi bahwa data tersusun sebagai berikut (Makridakis, 1999): dddddddd = pppppppp + kkkkkkkkkkkkhaa = ff(tttttttttt, ssssssssssss, mmmmmmmmmmmmmm) + kkkkkkkkkkkkhaaaa (2.26) Jadi, di samping komponen pola, terdapat pula unsur kesalahan atau kerandoman. Kesalahan ini dianggap merupakan perbedaan antara pengaruh gabungan dari tiga sub-pola deret tersebut dengan data sebenarnya. Metode Dekomposisi termasuk metode pendekatan peramalan tertua. Metode ini digunakan oleh para ahli ekonomi untuk mengenali dan mengendalikan siklus bisnis. Terdapat beberapa pendekatan alternatif. Untuk mendekomposisi suatu deret waktu, yang semuanya berfungsi untuk memisahkan data deret waktu seteliti mungkin. Konsep dasar dalam pemisahan tersebut bersifat empiris dan tetap, mulai dari memisahkan komponen musiman, trend, dan akhirnya siklus. Residu yang ada dianggap unsur random yang walaupun tidak dapat ditaksir, tetapi dapat diidentifikasi. Penulisan matematis umum dari metode Dekomposisi adalah: ZZ tt = ff(ii tt, TT tt, CC tt, EE tt ) (2.27) ZZ tt = nilai deret waktu (data aktual) pada periode ke-tt II tt TT tt = komponen (indeks) musiman pada periode ke-tt = komponen trend pada periode ke-tt CC tt = komponen siklus pada periode ke-tt EE tt = komponen kesalahan (random) pada periode ke-tt Bentuk fungsional yang pasti dari persamaan (2.26) bergantung pada metode Dekomposisi yang digunakan di antaranya yaitu metode Dekomposisi rata-rata sederhana yang berasumsi pada model aditif: ZZ tt = (II tt + TT tt + CC tt ) + EE tt (2.28) Metode Dekomposisi rasio pada trend yang berasumsi pada model multiplikatif dalam bentuk: ZZ tt = (II tt TT tt CC tt ) EE tt (2.29)

Metode Dekomposisi rata-rata sederhana dan rasio trend pada masa lalu telah digunakan terutama karena perhitungaya yang mudah tetapi metode tersebut kehilangan daya tarik seiring dikenalnya komputer secara luas, di mana mengakibatkan aplikasi pendekatan dengan variasi metode Dekomposisi rasio rata-rata bergerak lebih disukai. Metode ini berasumsi pada model multiplikatif dalam bentuk: ZZ tt = II tt TT tt CC tt EE tt (2.30) Metode Dekomposisi rasio rata-rata bergerak mula-mula memisahkan unsur trend dan siklus dari data dengan menghitung rata-rata bergerak yang jumlah unsurnya sama dengan panjang musiman. Rata-rata bergerak dengan panjang seperti ini tidak mengandung unsur musiman dan tanpa atau sedikit sekali unsur random. Rata-rata bergerak yang dihasilkan adalah: MM tt = TT tt CC tt (2.31) Persamaan (2.30) hanya mengandung faktor trend dan siklus, karena faktor musiman dan kerandoman telah dieliminasi dengan perata-rataan. Persamaan (2.29) dapat dibagi dengan (2.30) untuk memperoleh persamaan: ZZ tt = II tt TT tt CC tt EE tt = II MM tt TT tt CC tt EE tt (2.32) tt Persamaan (2.31) merupakan rasio dari data yang sebenarnya dengan ratarata bergerak dan mengisolasi dua komponen deret waktu laiya. Nilai rasio menunjukkan pengaruh musiman pada nilai rata-rata data yang telah dihilangkan faktor musimaya (deseasonalized). Langkah selanjutnya dalam metode Dekomposisi adalah menghilangkan kerandoman dari nilai-nilai yang diperoleh persamaan (2.31) dengan menggunakan suatu bentuk rata-rata pada bulan yang sama atau disebut dengan metode rata-rata medial pada saat ini. Rata-rata medial disusun menurut bulan untuk setiap tahuya. Rata-rata medial adalah nilai ratarata untuk setiap bulan setelah dikeluarkan nilai terbesar dan terkecil. Indeks musiman dapat diperoleh dengan mengalikan setiap rata-rata medial dengan faktor penyesuaian dari rata-rata. Maka dari perhitungan ini akan diperoleh indeks musiman atau seasonal index atau dalam literatur lain disebut seasonal factor. Indeks musiman ini memperlihatkan pola musiman dari data yang terjadi dalam

setiap periodenya sehingga dapat dianalisis adanya pola yang berbeda di setiap bulaya berdasarkan indeks musiman ini. Untuk melakukan proyeksi di masa depan maka dapat menggunakan regresi linier dengan data yang telah di deseasonalized atau seasonally adjusted series. Data ini diperoleh dari rasio atau pembagian antara data asli atau data aktual dengan indeks musimaya. Data inilah yang akan dilakukan regresi linier yang akan menghasilkan persamaan: TT tt = aa + bbbb (2.33) Nilai aa dan bb yang diperoleh dengan meminimumkan MSE dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut: XX tt tt bb = ttxx tt tt XX tt tt 2 ( tt) 2 (2.34) aa = XX tt = data yang telah di deseasonalized = periode waktu = banyak data tt bb (2.35) Pada periode tt akan dilakukan proyeksi dengan terlebih dahulu melakukan coding secara berurutan sesuai urutan proyeksi. Hasil TT tt yang diperoleh dikalikan dengan indeks musimaya untuk memperoleh hasil prediksi yang lebih akurat. Dari metode ini dapat dihitung proyeksi bulanan yang dapat dijadikan pedoman untuk menganalisis hasil yang akan diperoleh di bulan tertentu di masa mendatang. 2.10 Evaluasi Model Model yang baik memiliki tingkat keakuratan yang baik. Untuk mengukur tingkat keakuratan, ada beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil peramalan model terhadap data observasi. Beberapa alat ukur tersebut yaitu: 1. Mean Square Error (MSE) Model yang baik dinilai dengan melihat nilai MSE yang terkecil. MMMMMM = 1 ii=1 (ZZ tt ZZ tt ) 2 (2.36)

ZZ tt = nilai observasi pada periode ke-tt ZZ tt = nilai peramalan pada periode ke-tt = banyaknya data observasi 2. Mean Absolute Percentage Error (MAPE) MAPE memberikan petunjuk tentang besarnya kesalahan peramalan dibandingkan dengan nilai sebenarnya. MAPE dihitung dengan menggunakan persamaan: ZZ tt ZZ tt PPEE tt PPEE tt = ZZ tt ZZ tt 100% ZZ tt MMMMMMMM = PPEE tt tt=1 = nilai observasi pada periode ke-tt = nilai peramalan pada periode ke-tt = banyaknya data observasi = nilai absolut PPEE tt (2.37)