I. PENDAHULUAN. bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan pembatasan ruang gerak. Kedua, publik yaitu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan masalah sosial yang perlu segera diatasi, secara kualitas maupun

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. budaya, masyarakatnyapun memiliki keunikan masing-masing. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM TERHADAP PENANGANAN ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI PPT SERUNI KOTA SEMARANG

Pendampingan Terhadap Perempuan & Anak Korban Kekerasan Tahun 2016

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BUPATI POLEWALI MANDAR

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

I. PENDAHULUAN. dalam rumah tangga saat ini kerap terjadi baik merupakan kekerasan secara fisik

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. korban diskriminasi, pengniayaan, kekerasan seksual dan lainya. 2 Penanganan. KDRT khususnya terhadap korban KDRT.

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, pembahasan mengenai anak merupakan suatu kajian yang

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Maka rumah tangga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

LEMBAR ISIAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN TAHUN 2011

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

BAB I PENDAHULUAN tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 (selanjutnya UU Perlindungan

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk akan selalu diiringi oleh bertambahnya kebutuhan. Pertumbuhan

PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

SAMBUTAN pada PELATIHAN SATGAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Jakarta, Mei 2016

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

1 LATAR 3 TEMUAN 7 KETIDAKMAMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. fenomena umum yang terjadi di seluruh dunia (World Health. KTP di Indonesia berjumlah kasus dan meningkat

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian kekerasan terhadap perempuan berdasarkan wilayah terjadinya kekerasan terbagi dalam tiga ranah, pertama privat yaitu kekerasan yang terjadi dalam ruang lingkup rumah tangga, dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan pembatasan ruang gerak. Kedua, publik yaitu kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat, bentuknya perkosaan, eksploitasi melalui media, pelecehan seksual, dan perdagangan perempuan dan anak perempuan. Ketiga, negara, yaitu kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh aparat negara secara sistimatis atau melalui kebijakan-kebijakan yang baik secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Data yang dihimpun oleh Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR, menunjukkan angka kejadian kekerasan terhadap perempuan di Provinsi Lampung dari tahun 2008 sampai 2009 sebanyak 252 kasus pada tahun 2008 dan sebanyak 233 kasus pada tahun 2009 seperti yang tercantum pada tabel berikut ini: Tabel 1. Kejadian Kekerasan terhadap Perempuan berdasarkan Wilayah Kejadian di Propinsi Lampung Tahun 2008-2009 Kabupaten/Kota Tahun 2008 Tahun 2009

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Lampung Selatan 36 14,3 25 10,7 Bandar Lampung 103 40,9 114 49 Tanggamus 19 7,5 11 4,7 Lampung Barat 7 2,8 5 2,1 Lampung Utara 7 2,8 4 1,7 Tulang Bawang 9 3,6 6 2,6 Lampung Timur 19 7,5 18 7,7 Way Kanan 6 2,4 2 0,9 Lampung Tengah 22 8,7 26 11,2 Metro 3 1,2 4 1,7 Lainnya * (Tj. Pinang, 5 2,0 18 7,7 Banten, Bangka) Tidak Diketahui 7 2,8 - - Jumlah 252 100 233 100 *) Tempat kejadian, proses hukum di Propinsi Lampung Sumber: Catatan Akhir Tahun Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR; Tahun 2008 dan 2009. Bila dirinci berdasarkan bentuk-bentuk kekerasan,di ranah privat pada tahun 2008 tercatat 31 kasus perkosaan, 42 kasus penganiayaan,1 kasus pelecehan seksual,dan 4 kasus pembunuhan.di ranah publik tercatat 144 kasus perkosaan,10 kasus pelecehan seksual, 11 kasus pelarian anak perempuan,5 kasus perdagangan anak perempuan, dan 3 kasus p ada masa pacaran.kasus serangan seksual tahun 2008

sebanyak 191 kasus, berarti dalam satu bulan terjadi 15 kasus serangan seksual. Dengan kata lain, setiap dua hari sekali terjadi kasus serangan seksual. Sedangkan, pada tahun 2009 terdiri dari 233 kasus, bila dirinci di ranah privat tercatat kekerasan seksual (perkosaan, incest, pelecehan seksual) ada 29 kasus terdiri dari 11 kasus perkosaan, 16 kasus incest, dan 2 kasus pelecehan seksual. Kekerasan fisik 43 kasus, 2 di antaranya meninggal dunia. Kekerasan ekonomi 6 kasus. Di ranah publik kekerasan seksual (perkosaan, pelecehan, perdagangan) ada 148 kasus, terdiri dari 113 kasus perkosaan, 15 kasus pelecehan seksual, 20 kasus perdagangan perempuan. Kekerasan fisik meliputi 2 kasus penganiayaan, 3 kasus pada masa pacaran, 2 kasus pelarian, seperti yang termuat pada tabel di bawah ini : Tabel 2. Bentuk dan Jenis Tindak Kekerasan terhadap Perempuan Pada Sektor Privat (Rumah Tangga) di Propinsi Lampung Tahun 2008 Bentuk dan Jenis Kekerasan Frekuensi Persentase Privat * Seksual Perkosaan 13 3.8 Incest 10 2.9 Pelecehan Seksual 1 0.3 * Fisik Penganiayaan 54 15.8 * Psikis 15 4.4 * Ekonomi 7 2.1 Jumlah 100 29.3 Sumber : Laporan tahunan LAP Damar, 2008. Sementara itu, data kasus kekerasan perempuan yang muncul di media massa dikategorikan sebagai kasus publik, nampak lebih besar dari pada kasus yang tercover daripada sektor privat atau rumah tangga, ialah sebagai berikut:

Tabel 3. Bentuk dan Jenis Tindak Kekerasan terhadap Perempuan Pada Sektor Publik di Propinsi Lampung Tahun 2008 Publik Frekuensi Persentase * Seksual Perkosaan*) 127 37.2 Pelecehan Seksual 25 7.3 Pelarian perempuan 5 1.5 Pencabulan 34 10.0 Perdagangan Perempuan 7 2.1 * Fisik Kekerasan masa pacaran (pembakaran, penganiayaan) 5 1.5 Perdagangan Perempuan 38 11.1 Jumlah 241 70.7 Total 341 100.0 Sumber data: 2 surat kabar harian lokal, 1 tabloid mingguan, kasus yang masuk ke Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR melalui Drop In, Outreach Hotline Service, dan kasus yang di dapat dari basis mitra jaringan Perempuan tidak mempunyai kekuatan untuk melakukan perlawanan atas perlakuan kekerasan yang menimpanya sebagai respon dari kekerasan yang dilakukan terhadap dirinya yang membahayakan keselamatan jiwa, nyawa, kehormatan, dan atau harta benda. Tentunya kita semua sepakat bahwa kekerasan terhadap perempuan perlu mendapat perhatian yang serius tidak hanya dari relawan pembela hak-hak perempuan tetapi juga dari semua pihak termasuk pemerintah, karena bilamana tidak maka semakin banyak perempuan mendapat perlakuan yang tidak adil dan bahkan tidak dihormati hak-haknya sebagai manusia. Bentuk-bentuk kekerasan yang diterimanya berupa tindakan pemukulan, penganiayaan, pelecehan seksual, perkosaan dan bentuk kekerasan lainnya yang membahayakan nyawanya bahkan ada pula yang sampai menemuai ajalnya.

Perempuan yang mengalami tindak kekerasan, tentunya, mengadukan kasusnya ke Aparta Penegak Hukum. Namun, kadangkala yang dialami perempuan dalam mengadukan kasusnya di Aparat Penegak Hukum seringkali menjadikan korban tidak terbantu melainkan menjadikan korban berikutnya sebagai akibat perlakuan atau penanganan yang sering dilakukan oleh penyidik. Oleh karena itu, untuk kasus kekerasan terhadap perempuan memerlukan penanganan yang khusus dan berbeda dengan kasus kejahatan lainnya. Untuk menyikapi hal ini, dibuatlah Perangkat Undang-undang Khusus, yakni Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang disahkan pada 14 September 2004. Perspektif undang-undang baru ini luas sekali, mencakup tiga prinsip yang tidak ada dalam undang-undang sebelumnya, yaitu (a) perlindungan dan penegakan hak asasi manusia, (b) kesetaraan dan keadilan jender, dan (c) relasi sosial yang imbang dan perlindungan atas korban. Namun demikian, hal-hal yang baik dalam undang-undang ini tidak begitu berkonsekuensi logis dengan penerapannya dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga. Kendati ada juga niat baik dari para penegak hukum untuk menggunakan undang-undang ini dalam penanganan kasus-kasus PKDRT. Adanya banyak perbedaan persepsi antar penegak hukum yang mengakibatkan penerapan undang-undang ini terhambat. Di samping, payung kebijakan di bawah undang-undang, seperti peraturan pelaksanaan dan alokasi anggaran yang masih jauh dari memadai sehingga mempersulit penanganan yang sesuai dengan yang dimandatkan dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2004. Selain itu, kendala budaya masih sangat besar bagi para perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga sehingga banyak perkara ditarik kembali setelah mulai diproses

polisi. Akibatnya, persentasenya perkara yang sampai ke persidangan sangat kecil dibandingkan dengan jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di masyarakat. Implementasi pasal-pasal tersebut sangat diperlukan mengingat tindakan kekerasan, penelantaran, maupun penyiksaan pada perempuan dan anak perempuan dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan fisik maupun kesehatan psikologis/mental pada mereka. Penganiayaan secara fisik atau penelantaran dapat menyebabkan kegagalan dalam keberlangsungan hidup manusia. Dampak psikologis atau kesehatan mental dari tindak kekerasan, penelantaran maupun penyiksaan pada perempuan dan anak perempuan, dapat dilihat dari tingkahlaku mereka yang menunjukkan ketidakwajaran seperti penarikan diri, ketakutan, atau menunjukkan tingkah laku agresif dengan emosi yang labil. Mereka juga sering menunjukkan gejala depresi, jati diri yang rendah, kecemasan, adanya gangguan tidur, dan phobia. Kelak mereka bisa tumbuh menjadi penganiaya, bersifat keras, dan terlibat dalam penggunaan zat adiktif. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, masalah yang ingin diperoleh jawaban dari penelitian ini, sebagai berikut: 1. Bagaimana pengetahuan dan pemahaman tentang keberadaan UU PKDRT? 2. Apa kendala dalam implementasi UU PKDRT di Institusi Kepolisian? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian implementasi UU PKDRT adalah:

1 Memetakan pengetahuan masyarakat tentang UU PKDRT sebagai instrumen hukum Negara untuk perlindungan terutama korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). 2 Memetakan kendala-kendala Implementasi UU PKDRT di Institusi Kepolisian. D. Manfaat Penelitian Upaya penelitian implementasi UU PKDRT diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara teoritik, penelitian ini diharapkan memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai pelbagai hal antara lain, faktor-faktor pendukung dan penghambat implementasi UU PKDRT yang dilakukan oleh Polisi. 2. Secara praktik, penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi dalam implementasi UU PKDRT, khususnya UU PKDRT.