Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

TINJAUAN PUSTAKA Nyamuk Aedes aegypti

KEMAMPUAN REPRODUKSI NYAMUK Aedes aegypti BERDASARKAN KEBERADAAN NYAMUK JANTAN PORMAN HERAWATI PURBA

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti 2.2 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Nyamuk Uji 3.3 Metode Penelitian

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) Deskripsi Morfologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE Lokasi Pengambilan Sampel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian daya tolak ekstrak daun pandan wangi (P. amaryllifolius) terhadap

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

Musca domestica ( Lalat rumah)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian penentuan daya tolak ekstrak daun sirih (Piper bettle L.) terhadap

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM.

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

TINJAUAN PUSTAKA. : Dicotyledoneae. perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan

bio.unsoed.ac.id MENGENAT DAN MEMAHAMI NYAMUK DEMAM BERDARAH ( Aedes aegypti ) DTS,DARSONO,MSi KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAT

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

Transkripsi:

2 penciuman, dan alat indera yang sensitif untuk memilih air yang disukainya (Gunandini dan Gionar 1999). Selain air bersih ternyata air tercemar juga dapat menjadi tempat perindukan dan berkembang biak nyamuk Aedes aegypti (Agustina 2006). Nyamuk Aedes aegypti mampu bertelur 100 sampai 102 butir (Bahang 1978; Gunandini 2002). Nyamuk betina menghisap darah untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya pada proses perkembangan telur di dalam ovarium. Struktur anatomi mulutnya pun sangat mendukung karena nyamuk betina mempunyai mulut yang kokoh sehingga dapat menembus kulit manusia maupun hewan. Nyamuk betina Aedes aegypti menghisap darah mamalia, aves, reptilia, dan amfibia, sedangkan nyamuk jantan di alam hanya menghisap cairan tumbuhan (Christophers 1960). Keberhasilan reproduksi nyamuk sangat ditentukan oleh perkembangan dan kematangan sperma pada nyamuk jantan, serta perkembangan dan kematangan sel telur pada nyamuk betina (Ross 1984). Nyamuk betina walaupun melakukan sekali perkawinan, akan tetapi telur dapat dihasilkan terus menerus sampai beberapa kelompok telur karena pada saat terjadi perkawinan, sperma dari nyamuk jantan dipindahkan ke dalam spermateka (kantung sperma) nyamuk betina dan disimpan sampai diperlukan untuk fertilisasi. Spermateka tersebut berfungsi untuk menampung sperma yang dihasilkan oleh nyamuk jantan (Christopers 1960; Clements 2000). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan reproduksi nyamuk Aedes aegypti berdasarkan keberadaan nyamuk jantan, yang terdiri atas jumlah telur, jumlah kelompok telur dan daya tetas telur. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kemampuan reproduksi nyamuk Aedes aegypti berdasarkan keberadaan nyamuk jantan sehingga pengendalian terhadap nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan lebih didasari pada pengetahuan yang benar. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes aegypti Nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti) termasuk ke dalam ordo Diptera famili Culicidae. Famili Culicidae mempunyai tiga sub famili yang penting dalam bidang kesehatan yaitu: Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres) dan Anophelinae (Anopheles) (Eldridge 2003). Di antara ketiga sub famili tersebut hanya sub famili Culicidae yang menjadi vektor virus Dengue yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

3 Menurut Service (1986) nyamuk Aedes aegypti diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Diptera Sub Ordo : Nematocera Famili : Culicidae Sub Famili : Culicinae Genus : Aedes Spesies : Aedes aegypti Morfologi Aedes aegypti Nyamuk Aedes aegypti termasuk dalam ordo Diptera di yang artinya dua sedangkan pteron yang artinya sayap sehingga dapat diartikan sebagai serangga yang mempunyai dua pasang sayap (Soulsby 1982). Nyamuk dewasa biasanya mempunyai panjang 3-4 mm dengan vena dan sisik sayapnya tersebar meliputi seluruh bagian sayap sampai ke ujung-ujungnya. Aedes aegypti berwarna hitam dengan loreng-loreng putih sepanjang toraks dan abdomen serta ring berwarna putih di kakinya (Christophers 1960; Kettle 1984) (Gambar 1). Kepalanya agak membulat dan hampir seluruhnya diliputi oleh sepasang mata majemuk yang hampir bersentuhan (Hadi dan Koesharto 2006). Nyamuk dewasa memiliki skutelum trilobus, toraks yang ditutupi oleh skutum pada bagian dorsal yang berwarna keperak-perakan dan tiga pasang kaki yang panjang (Cheng 1974). Gambar 1 Nyamuk Aedes aegypti Sumber: http://majalahserangga.wordpress.com/2011/10/30 Nyamuk Aedes aegypti betina mempunyai mulut yang panjang disesuaikan untuk menusuk dan menghisap darah. Menurut Clements (1963) untuk menghasilkan rata-rata 85.5 butir telur seekor nyamuk memerlukan sejumlah 3-3.5 mg darah, telur tidak dapat dihasilkan bila jumlah darah yang dihisap kurang dari 0.5 mg. Mulut nyamuk jantan lebih pendek karena tidak menghisap darah melainkan menghisap madu dan sari-sari tumbuhan (Christophers 1960). Bagian mulut nyamuk betina terdiri atas labium pada bagian bawah yang mempunyai saluran, pada bagian atas terdapat labrum epifarings, hipofarings, sepasang mandibula seperti pisau dan maksila yang bergerigi (Christopher 1960). Antena pada nyamuk dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin Aedes aegypti. Antena nyamuk betina memiliki sedikit bulu sehingga disebut

4 antena pilose, sedangkan antena nyamuk jantan memiliki banyak bulu yang disebut antena plumose (Christopher 1960). Siklus Hidup Siklus hidup Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu telur, larva (jentik), pupa, dan dewasa (Gambar 2). Larva maupun pupa memerlukan air untuk kehidupannya, sedangkan telurnya dapat tahan hidup dalam waktu yang lama tanpa air meskipun harus tetap dalam lingkungan yang lembab (Hadi dan Koesharto 2006). Gambar 2 Siklus hidup Aedes aegypti Sumber: http://www.kidfish.bc.ca/mosquito_cycle.htm Telur Telur Aedes aegypti berwarna hitam, oval, tunggal dan berukuran ± 0.8 mm, biasanya diletakkan di dinding wadah air di bagian atas permukaan air (Christophers 1960) (Gambar 3). Telur akan menetas antara dua sampai tiga hari pada suhu 30 o C, tetapi membutuhkan tujuh hari pada suhu 16 o C (Hadi dan Soviana 2010). Keadaan optimum perkembangan telur sampai menjadi nyamuk dewasa sekurang-kurangnya selama sembilan hari (Soedarmo 1988). Nyamuk Aedes aegypti akan menghasilkan telur 100 sampai 102 butir setiap kali bertelur (Bahang 1978; Gunandini 2002). Telur Aedes aegypti dapat bertahan hidup dalam waktu lama tanpa air bahkan sampai enam bulan (Christophers 1960). Kemampuan telur bertahan dalam keadaan kering membantu kelangsungan hidup spesies dalam kondisi yang tidak menguntungkan (Cahyati dan Suharyo 2006). Faktor yang menentukan menetas atau tidaknya telur dipengaruhi oleh temperatur air, sifat alami mikroflora di dalamnya, ada tidaknya zat pembusuk dalam air dan kadar keasaman atau kebasaan air (Soulsby 1982). Suhu air yang optimum untuk penetasan telur adalah 25-28 o C (Soulsby 1982).

5 Gambar 3 Telur Aedes aegypti Sumber: http://entnemdept.ufl.edu/creatures/aquatic/aedes_aegypti11.htm Larva Larva nyamuk Aedes aegypti terdiri atas kepala, toraks dan abdomen (Kettle 1984). Kepala berkembang baik dengan sepasang antena dan mata majemuk, serta sikat mulut yang menonjol. Abdomen terdiri atas sembilan ruas yang jelas, dan ruas terakhir dilengkapi dengan tabung udara (sifon) sebagai alat pernafasan yang pendek dan menggembung (Hadi dan Koesharto 2006) (Gambar 4). Pada segmensegmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-rambut berbentuk kipas, pada corong udara terdapat pecten, adanya sepasang rambut serta jumbai pada corong udara, pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8 sampai 21 atau berjejer 1 sampai 3, bentuk individu dari comb scale seperti duri, pada sisi toraks terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan ada sepasang rambut di kepala (Christophers 1960; Borror et al. 1992; Clements 2000). Larva memperoleh makanan dengan bantuan sikat mulut yang berfungsi untuk menghasilkan aliran air yang dapat membawa makanan ke dalam mulut (Soulsby 1982). Larva di alam tumbuh dengan memakan alga dan bahan-bahan organik. Makanan yang mengandung protein lebih disukai dari pada yang mengandung karbohidrat. Gambar 4 Larva nyamuk Aedes aegypti Sumber: http://zuanta.blogspot.com/2010/08 Stadium larva terdiri dari empat instar dan berlangsung selama 7-9 hari (Brown 1979). Selama perkembangan larva terjadi pertambahan ukuran dari instar I-IV yaitu 0.3-0.95 mm (Christophers 1960). Stadium larva terdapat dalam berbagai tempat aquatik yang mengandung air jernih seperti dalam bak mandi. Jika air terguncang larva menjadi sangat aktif, yakni membuat gerakan ke atas dan ke bawah. Jika sedang beristirahat larva akan diam dan tubuhnya membentuk sudut terhadap permukaan air (Borror et al. 1992). Larva dari Aedes hanya mempunyai sepasang batang rambut pada saluran pernafasan. Larva nyamuk bernafas terutama pada permukaan air melalui satu buluh pernafasan pada ujung posterior tubuh (Christopers 1960). Jangka waktu perkembangan larva tergantung pada suhu, keberadaan makanan, dan kepadatan larva dalam wadah (Cahyati dan Suharyo 2006). Larva

6 dalam kondisi yang sesuai akan berkembang dalam waktu 6-8 hari, kemudian berubah menjadi pupa (Hadi dan Koesharto 2006). Pupa Pupa merupakan stadium terakhir yang berada di dalam air. Bentuk pupa ini adalah stadium tanpa makan dan sangat sensitif dengan pergerakan air. Pupa mempunyai segmen-segmen pada bagian perutnya (strukturnya menyerupai dayung) sehingga terlihat menyerupai koma (Service 1986). Kepala dan dadanya bersatu dilengkapi dengan sepasang terompet pernafasan (Gambar 5). Pupa memiliki daya apung yang besar. Pupa biasanya istirahat di permukaan air dengan posisi statis tetapi dapat berenang dengan baik. Pupa akan berenang turun jika diganggu dengan mengibaskan ekornya yang berfungsi seperti dayung. Beberapa saat kemudian pupa akan mengapung kembali ke permukaan air. Pupa dan larva Aedes aegypti memiliki sifat fototropisme negatif dan sensitif terhadap getaran (Christophers 1960). Gambar 5 Pupa nyamuk Aedes aegypti Sumber: http://www.hudsonregional.org/mosquito/mosquitobio.htm Stadium pupa berlangsung selama 1-2 hari (Hadi dan Koesharto 2006), namun stadium ini dapat menjadi lebih lama hingga sepuluh hari pada suhu rendah (<25 o C). Suhu lingkungan di bawah 10 o C tidak akan terjadi perkembangan menjadi dewasa (Hadi & Soviana 2010). Saat menetas kulit pupa akan tersobek (eklosi) oleh gelembung udara dan kegiatan bentuk dewasa yang berusaha keluar dari pupa (kettle 1984). Perbandingan jantan dan betina yang keluar akan sama yaitu 1:1 (Affandi 2001). Nyamuk jantan keluar terlebih dahulu dari pupa, baru kemudian disusul nyamuk betina dan nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang nyamuk sampai nyamuk betina keluar. Setelah nyamuk betina keluar, maka nyamuk jantan akan langsung mengawini nyamuk betina sebelum mencari darah. Waktu yang dibutuhkan dari telur menjadi nyamuk dewasa yaitu 9-12 hari (Hadi dan Koesharto 2006). Nyamuk Dewasa Nyamuk Aedes aegypti vektor demam kuning dan dengue, jarang berpergian jauh, kira-kira 2 km dari habitat larva (Mullen dan Durden 2002). Nyamuk setelah muncul dari pupa akan mencari pasangan dan melakukan perkawinan. Nyamuk jantan setelah melakukan perkawinan akan beristirahat, nyamuk jantan tidak menghisap darah tetapi cairan tumbuhan, sedangkan nyamuk betina menghisap darah untuk perkembangan telurnya. Aktivitas menggigit nyamuk ini adalah pagi dan sore hari. Apabila telah menghisap darah nyamuk akan istirahat di tempattempat yang gelap dan sejuk, sampai proses penyerapan darah untuk

7 perkembangan telur selesai. Setelah itu nyamuk akan mencari tempat yang berair untuk bertelur. Setelah bertelur nyamuk akan mencari darah kembali untuk siklus bertelur berikutnya (siklus gonotrofik) yang berlangsung setiap 2-3 hari untuk daerah tropis seperti di Indonesia (Hadi dan Koesharto 2006). Sistem Reproduksi Nyamuk Aedes aegypti Sistem Reproduksi Betina Sperma dipindahkan dari nyamuk jantan ke nyamuk betina sekaligus dalam jumlah yang besar pada saat kawin. Sperma yang dipindahkan tersebut sebagian digunakan untuk fertilisasi dan sisanya disimpan oleh nyamuk betina di dalam spermateka (Ross 1984). Nyamuk Aedes aegypti betina dapat menggunakan sperma yang berasal dari beberapa nyamuk jantan untuk fertilisasi pada satu kelompok telurnya (Clements 1963). Sistem reproduksi bagian dalam nyamuk betina terdiri dari sepasang ovari, satu sistem saluran yang berperan sebagai tempat keluarnya telur-telur, dan kelenjar-kelenjar yang terkait. Masing-masing ovari tersebut terdiri dari sekelompok ovariol (Gambar 6). Gambar 6 Organ reproduksi nyamuk betina Telur berkembang di dalam ovariol pada ovarium nyamuk betina. Jumlah ovariol tiap-tiap ovarium dari 1 sampai 200 atau lebih, namun biasanya berkisar antara 4-8 (Borror et al. 1992). Banyak sel kecambah primer (oogonia) di dalam ovariol yang akan berkembang menjadi oosit. Oogonia tersebut terletak pada bagian ujung anterior ovariol yaitu germanium. Setelah nyamuk betina menghisap darah, oosit pada ovariol berkembang dengan cepat, membentuk kuning telur dan terbentuk telur yang matang. Kuning telur ini terdiri dari badan-badan protein (berasal dari protein-protein hemolim), butiran-butiran lemak dan glikogen (Borror et al. 1992). Produksi telur dikontrol oleh satu atau lebih hormon dari korpora allata, termasuk hormon juvenil yang akan mengontrol tahapan-tahapan awal oogenesis dan penyimpanan kuning telur. Oosit-oosit lewat ke bawah melalui ovariol dan mengalami pemasakan ketika berjalan melewatinya. Urutan kurun waktu pemasakan oosit dicerminkan dalam urutan ruang di dalam ovariol (Borror et al. 1992). Telur yang telah matang disalurkan ke oviduk dengan dilapisi dua lapis korion (endokorion dan eksokorion). Korion berlubang-lubang

8 (mikrofil) yang berfungsi sebagai jalan masuk sperma ke dalam sel telur (Clements 1963). Nyamuk betina memiliki satu spermateka (kantung sperma) yang berukuran besar berfungsi untuk menampung sperma nyamuk jantan dan disimpan sampai diperlukan untuk fertilisasi (Christopers 1960). Sistem Reproduksi Jantan Sistem reproduksi jantan terdiri dari sepasang kelenjar kelamin, testes, dan kelenjar tambahan. Testes ditutupi oleh lemak tubuh dan terletak di segmen 5 dan 6 dorsolateral dari abdomen. Testes berjumlah dua buah dan masing-masing terdiri dari sekelompok buluh-buluh sperma atau folikel-folikel yang dikelilingi oleh selaput peritoneum (Gambar 7). Vas efferens merupakan buluh penghubung yang pendek tempat bermuaranya folikel sperma. Vas efferens berhubungan dengan satu deferens tunggal. Dua vas deferensia bersatu disebelah posterior untuk membentuk saluran ejakulasi media dan bermuara pada bagian luar penis (aedeagus) (Borror et al. 1992). Kantung-kantung semen merupakan sebuah divertikulum yang terdapat pada vas deferensia dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan spermatozoa. Cairan-cairan disekresikan oleh kelenjar-kelenjar tambahan dan membentuk satu kapsula yang mengandung sperma (spermatofor) (Borror et al. 1992). Bagian distal (anterior) dari folikel-folikel sperma testes merupakan tempat mulainya perkembangan sperma dan melanjutkan perkembangan ketika melewati vas efferens (Borror et al. 1992). Saat serangga mencapai tahapan dewasa biasanya proses spermatogenesis selesai (Borror et al. 1992). Gambar 7 Organ reproduksi nyamuk jantan Proses Perkawinan Perkawinan (mating) antara jantan dan betina dapat terjadi secara alamiah (nature mating) di alam dan disengaja (artificial mating) untuk kepentingan tertentu. Perkawinan secara alamiah terjadi berdasarkan insting nyamuk dewasa yang sudah dimiliki Aedes aegypti untuk mempertahankan eksistensinya di alam. Jantan akan terbang berlawanan arah angin sampai akhirnya tegak lurus dengan tepi nyamuk betina. Nyamuk jantan berhenti pada bagian belakang betina setelah mencapai bagian alat kelamin betina. Menurut Clements (1963), jantan akan mencoba menempel pada betina dan apabila tidak berhasil jantan akan

9 menghentikan pengejaran dan mencari betina yang lain. Perkawinan antara nyamuk jantan dan betina ini berlangsung di udara selama ± 30 detik (Kettle 1984). Frekuensi suara yang dihasilkan oleh nyamuk betina pada saat terbang lebih rendah dibandingkan jantan. Frekuensi suara yang dihasilkan nyamuk jantan mencapai 600 cs -1, sedangkan nyamuk betina berkisar antara 500-550 cs -1 dan frekuensi tersebut akan menurun ketika perkawinan berlangsung (Becker et al. 2003). Volatil sex feromon merupakan tanda yang dapat merangsang nyamuk jantan untuk menemukan nyamuk betina. Hal tersebut dilakukan oleh antena plumose yang sangat sensitif terhadap suara yang dihasilkan oleh nyamuk betina. Saat nyamuk betina masuk ke dalam kawanan, nyamuk jantan akan langsung menangkap betina. Kopulasi merupakan hal yang komplek pada struktur reproduktif dari nyamuk betina dan jantan. Menurut Becker et al. (2003), kopulasi terjadi pada saat nyamuk betina dan nyamuk jantan keluar dari kawanan tersebut. Kopulasi juga dapat terjadi pada tempat-tempat yang sunyi atau dapat terjadi pada saat nyamuk betina sedang istirahat (Christophers 1960). Kopulasi dapat terjadi selama 12 detik sampai beberapa menit (Mullen dan Durden 2002) dan menurut Clements (1999) kopulasi dapat terjadi sempurna pada kandang yang kecil. Kopulasi biasanya memakan waktu kurang dari setengah menit untuk nyamuk jantan mendepositkan spermatozoa pada bursa kopulatrik nyamuk betina. Menurut Christophers (1960), nyamuk jantan dapat kawin beberapa kali, sedangkan nyamuk betina tidak. Perilaku Hidup Aedes aegypti Nyamuk Aedes aegypti bersifat antropofilik yaitu menyukai darah manusia dibandingkan darah hewan. Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat perindukan yang gelap, terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar, berisi air tawar jernih dan tenang (Soegijanto 2006). Tempat perindukan (tempat nyamuk meletakkan telur) terletak di dalam maupun diluar rumah dan dapat ditemukan pada tempat penampungan air alami misalnya pada lubang pohon dan pelepahpelepah daun (Soegijanto 2006). Nyamuk Aedes aegypti tertarik pada cahaya, pakaian berwarna gelap, manusia serta hewan. Ketertarikan tersebut disebabkan oleh kemampuan manusia dan hewan untuk mengeluarkan zat-zat seperti CO 2, beberapa asam amino, panas tubuh, bau badan atau keringat (Hadi dan Koesharto 2006). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Aedes aegypti Perkembangan Aedes aegypti dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, baik faktor yang berasal dari dalam seperti hormonal maupun faktor dari luar yaitu kondisi lingkungan (nutrisi, suhu, kelembaban, dan curah hujan). Hormon juvenil (neotenin) yang dihasilkan oleh corpus allata berperan dalam proses perkembangan larva menjadi pupa dan dapat digunakan untuk mematikan larva. Apabila kadar hormon juvenil yang dihasilkan tinggi maka larva tidak akan menjadi pupa karena hormon ini menghambat metamorfosis larva menjadi dewasa.

10 Nyamuk Aedes aegypti memerlukan nutrisi yang cukup untuk menjaga kelangsungan hidupnya dan menghasilkan keturunan. Larva membutuhkan makanan yang cukup untuk mendukung perkembangannya menjadi pupa. Nyamuk Aedes aegypti betina memerlukan darah untuk pematangan telur (Meisch dan Lancaster 1986). Perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti memerlukan suhu yang optimum berkisar antara 25-27 o C, suhu yang terlalu tinggi (>35 o C) dapat meningkatkan mortalitas nyamuk (Martens 1997; Epstein et al. 1998). Kelangsungan hidup nyamuk Aedes aegypti juga dipengaruhi oleh kelembaban udara. Kelembaban udara yang disukai nyamuk yaitu >60% (Martens 1997). Apabila kelembaban udara rendah maka akan memperpendek umur nyamuk. Peningkatan kelembaban udara berbanding lurus dengan peningkatan kepadatan nyamuk (Epstein et al. 1998). Curah hujan juga mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, semakin tinggi curah hujan maka semakin tinggi pula kepadatan nyamuk, namun sebaliknya curah hujan yang rendah akan mengurangi kepadatan nyamuk (Epstein et al. 1998). Curah hujan yang dibutuhkan untuk perkembangbiakan nyamuk minimal 1.5 mm per hari (Martens 1997). Selain itu, perkembangbiakan nyamuk secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh faktor kepadatan penduduk yang bertambah setiap tahunnya, faktor perilaku, partisipasi dan pengetahuan masyarakat yang kurang dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (Yudhastuti dan Anni 2005). METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari awal bulan Januari sampai akhir Juni 2012. Penelitian dan pengamatan dilakukan di Insektarium, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan-Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Penelitian ini menggunakan nyamuk Aedes aegypti, telur nyamuk yang dibiakkan berasal dari laboratorium Insektarium, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (IPHK). Indukan nyamuk diambil dari koloni hasil pemeliharaan laboratorium insektarium sebanyak 60 ekor nyamuk jantan dan 120 ekor nyamuk betina, pelet sebagai pakan larva, air gula dan marmut sebagai sumber pakan darah untuk nyamuk betina. Selain itu alat-alat yang digunakan adalah kandang berukuran 40x40x40 cm 3 sebanyak 6 kandang, kertas saring, kaca pembesar, aspirator, gelas plastik bervolume 250 ml, gelas plastik kecil bervolume 50 ml, kapas, nampan, dan botol kecil serta hand counter.