1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Umpasa merupakan salah satu ragam sastra lisan yang dimiliki masyarakat Batak Toba. Sebagai ragam sastra lisan, umpasa awalnya berkembang di masyarakat tradisional. Umpasa biasanya dituturkan di acara adat masyarakat Batak Toba. Biasanya umpasa dituturkan oleh tetua adat atau orang yang dituakan (dianggap memiliki pengetahuan tentang umpasa) ketika kegiatan upacara adat. Hal ini terjadi karena masyarakat Batak Toba meyakini bahwa umpasa yang dituturkan berisi tentang kebaikan, seperti doa restu, nasihat, dan permohonan yang disampaikan kepada Tuhan. Umpasa yang dituturkan tersebut diharapkan dapat menjadi berkat bagi orang yang menerimanya. Kata umpasa mungkin banyak masyarakat yang belum pernah mendengarnya, khususnya masyarakat yang bukan suku Batak. Umpasa hampir sama dengan pantun, yaitu pantun Melayu. Dilihat dari segi bentuk, ada umpasa yang memiliki pola persajakan yang sama dengan pantun Melayu, yaitu pola persajakan a-b-a-b. Namun tidak semua umpasa menggunakan pola persajakan tersebut, ada umpasa yang memiliki pola persajakan yang sama dengan syair, yaitu, berpola persajakan a-a-a-a. Selain itu, simbol-simbol yang digunakan dalam teks umpasa merupakan simbol-simbol yang ada di lingkungan masyarakat pemilik umpasa tersebut, seperti simbol tumbuhan dan simbol hewan. Umpasa dan pantun Melayu sama-sama memiliki sampiran dan isi. Jika dalam pantun Melayu baris pertama dan kedua merupakan sampiran dan baris ketiga dan keempat merupakan isi, umpasa juga memiliki sampiran (baris pertama dan kedua) dan isi (baris ketiga dan keempat). Sebagai sastra lisan, umpasa digolongkan ke dalam bentuk puisi lama karena umpasa berbait, bersajak, berirama, dan terdiri dari dua baris sebait dan empat baris sebait. Jika dua baris sebait, baris pertama sebagai sampiran dan baris kedua sebagai isi. Jika empat baris sebait, baris pertama dan kedua merupakan sampiran dan baris ketiga dan keempat merupakan isi.
2 Dahulu umpasa digunakan oleh kaum muda-mudi dan orang tua ketika ada suatu kegiatan. Kaum muda-mudi menggunakan umpasa dalam acara kegiatan martandang (berkunjung) dan kaum orang tua menggunakan umpasa dalam kegiatan upacara-upacara adat. Masyarakat Batak Toba memiliki berbagai jenis umpasa yang disesuaikan dengan upacara adat yang akan berlangsung, ada umpasa untuk acara Martutuaek atau Tardidi (pembaptisan), umpasa untuk acara Manghatindangkon haporseaon (naik sidi), umpasa untuk acara Mangompoi Jabu (memasuki rumah baru), umpasa untuk acara di na Monding (kematian), umpasa untuk acara pernikahan, dan umpasa untuk acara Marhata Sinamot (membicarakan uang mahar) (Siahaan, 2013). Tradisi marumpasa berpantun masih berkembang di masyarakat Batak Toba. Hal ini disebabkan keyakinan masyarakat tentang isi dari umpasa tersebut. Selain itu, pemertahanan umpasa ini juga sebagai bukti bahwa masyarakat Batak Toba masih menjaga dan melestarikan budaya nenek moyang atau leluhur. Sampai saat ini, umpasa masih tetap digunakan di setiap upacara adat masyarakat Batak Toba. Upacara adat lebih bermakna apabila umpasa dituturkan karena umpasa tersebut adalah sebagai berkat bagi orang yang menerimanya. Tradisi bertutur umpasa (pantun) juga terdapat di daerah suku Batak lainnya, seperti Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pakpak, dan Batak Mandailing. Di masyarakat Batak Simalungun, umpasa tetap disebut umpasa, sedangkan di masyarakat Batak Karo, umpasa (pantun) disebut Ndung-dungen. Kalau di daerah Batak Pakpak, umpasa (pantun) tetap disebut umpasa atau uppasa, sedangkan di daerah Batak Mandailing, umpasa disebut juga pantun. Perbedaan umpasa yang terdapat di masyarakat Batak (Toba, Simalungun, Karo, Pakpak, dan Mandailing) terletak pada bahasa yang digunakan. Penelitian terhadap umpasa sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Sedikitnya terdapat tiga penelitian yang menggunakan umpasa sebagai objek kajian. Ketiga penelitian tersebut digunakan sebagai pembanding terhadap penelitian ini. Penelitian pertama adalah penelitian Jhonson Pardosi (2008)
3 dengan judul: Makna Simbolik Umpasa, Sinamot, dan Ulos Pada Adat Perkawinan Batak Toba. Penelitian kedua adalah penelitian Flansius Tampubolon (2010) dengan judul: Umpasa Masyarakat Batak Toba dalam Rapat Adat: Suatu Kajian Pragmatik. Penelitian ketiga adalah penelitian Ferdinan De Jecson Saragih (2011). Penelitian ini mengangkat judul: Umpasa Pernikahan Simalungun: Struktur, Konteks Penuturan, Proses Penciptaan, dan Fungsi. Perbedaan penelitian ini dengan ketiga penelitian terdahulu di atas terletak pada objek kajiannya dan pada fokus kajiannya. Objek kajian penelitian ini berupa umpasa pembaptisan, sedangkan objek kajian dari ketiga penelitian terdahulu tersebut berupa umpasa pernikahan (penelitian Jhonson Pardosi), umpasa yang digunakan dalam rapat adat Batak Toba (penelitian Flansius Tampubolon), dan umpasa pernikahan masyarakat Simalungun (penelitian Ferdinand Saragih). Selain itu, fokus kajian penelitian ini berbeda dengan fokus kajian dari dua penelitian terdahulu di atas, yaitu penelitian Pardosi (memfokuskan pengkajian pada simbol-simbol yang terdapat pada upacara adat pernikahan Batak Toba) dan penelitian Tampubolon (memfokuskan pengkajian pada tataran pragmatik), sedangkan fokus kajian penelitian Saragih sama dengan fokus kajian penelitian ini, yaitu pada tataran folklor. Persamaan penelitian ini dengan ketiga penelitian terdahulu di atas adalah sama-sama memanfaatkan umpasa sebagai objek kajian. Berdasarkan tiga penelitian terdahulu di atas, belum ada penelitian yang membahas tentang umpasa pembaptisan, khususnya umpasa pembaptisan masyarakat Batak Toba. Oleh sebab itu, umpasa pembaptisan ini menjadi objek yang menarik untuk diteliti karena keunikan yang terdapat pada teks umpasa pembaptisan tersebut, seperti struktur teks, penggunaan diksi, dan isi atau makna yang terkandung dalam teks umpasa pembaptisan tersebut. Umpasa pembaptisan ini merupakan salah satu jenis umpasa yang dimiliki masyarakat Batak Toba. Umpasa pembaptisan ini dituturkan ketika acara syukuran di rumah keluarga yang anaknya baru dibaptis, bukan dituturkan ketika acara pembaptisan di gereja. Data penelitian ini diperoleh dari wilayah Bandung Raya, meliputi Kotamadya Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten
4 Bandung Barat. Masyarakat Batak Toba yang ada di wilayah Bandung Raya tersebut merupakan masyarakat pendatang. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui keadaan masyarakat pengguna umpasa pembaptisan ini, misalnya pola berpikir masyarakat pengguna umpasa pembaptisan tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana legitimasi ketuhanan digambarkan dalam struktur teks umpasa pembaptisan Batak Toba? 2. Bagaimana konteks penuturan umpasa pembaptisan Batak Toba? 3. Bagaimana proses penciptaan umpasa pembaptisan Batak Toba? 4. Apa saja fungsi dari umpasa pembaptisan Batak Toba? 5. Apa makna dari umpasa pembaptisan Batak Toba? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1. legitimasi ketuhanan digambarkan dalam struktur teks umpasa pembaptisan tersebut, 2. konteks penuturan dari umpasa pembaptisan tersebut, 3. proses penciptaan dan pewarisan dari umpasa pembaptisan tersebut, 4. fungsi dari umpasa pembaptisan tersebut, 5. makna dari umpasa pembaptisan tersebut. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara akademis, baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, terdapat beberapa manfaat dari penelitian ini, yaitu:
5 a. menambah pengetahuan mengenai umpasa pembaptisan masyarakat Batak Toba. b. memberikan informasi tentang umpasa, secara khusus umpasa pembaptisan. c. menambah khazanah ilmu pengetahuan, secara khusus sastra lisan. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, terdapat beberapa manfaat dari penelitian ini, yaitu: a. menambah khazanah penelitian tentang sastra lisan di Indonesia. b. sebagai acuan dalam melakukan penelitian tentang sastra lisan. c. memperkenalkan budaya tradisional kepada masyarakat luas. E. Sistematika Penulisan Dalam penelitian ini, sistematika penulisan dipaparkan secara rinci, mulai dari bab pertama sampai bab terakhir. Berikut ini adalah urutan sistematika penulisan penelitian ini. Bab pertama, dibahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua, dibahas tentang landasan teori atau teori-teori yang digunakan peneliti untuk menganalisis data penelitian ini, seperti teori tentang struktur, meliputi analisis sintaksis, analisis bunyi, analisis irama, analisis diksi, dan analisis tema. Selain teori struktur, dijelaskan juga tentang teori konteks penuturan, proses penciptaan, fungsi, dan makna. Di dalam bab ini juga dibahas tentang umpasa sebagai folklor dan sastra lisan. Dalam bab ketiga, dibahas tentang metode penelitian, seperti metode yang digunakan dalam penelitian, objek penelitian, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan pendekatan penelitian. Dalam bab keempat, dibahas tentang hasil penelitian, meliputi analisis struktur, yaitu sintaksis, bunyi, irama, diksi, dan tema. Selain itu, peneliti juga akan membahas tentang konteks penuturan, proses penciptaan, fungsi, dan makna. Bab terakhir, yaitu bab kelima, kesimpulan dari penelitian ini.