BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita bangsa jika diselenggarakan oleh manusia yang cerdas dan sehat. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta memiliki perencanaan kesehatan dan pembiayaan terpadu dengan justifikasi kuat dan logis yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid (Kepmenkes RI Nomor 1116, 2003). Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit infeksi masih memerlukan perhatian besar dan sementara itu telah terjadi peningkatan penyakit-penyakit tidak menular. Kemajuan transportasi dan komunikasi, membuat penyakit dapat berpindah dari satu daerah atau negara ke negara lain dalam waktu yang relatif singkat serta tidak mengenal batas wilayah administrasi. Selanjutnya berbagai penyakit baru (New emerging diseases) ditemukan, serta kecenderungan meningkatnya kembali beberapa penyakit yang
selama ini sudah berhasil dikendalikan (Re-emerging diseases) (Kepmenkes RI Nomor 1116, 2003). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang semakin meningkat, termasuk bidang kesehatan secara umum. Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran telah berhasil mendiagnosis dan mengobati berbagai penyakit. Pada beberapa tahun terakhir ini sejumlah penyakit menular tertentu sudah dapat diatasi, tetapi timbul pula masalah baru dalam bidang kesehatan masyarakat, baik yang berhubungan dengan penyakit menular dan tidak menular (Noor, 2013). Kemajuan ilmu dan teknologi juga turut mempengaruhi lingkungan sosial budaya dan sangat erat hubungannya dengan pola tingkah laku masyarakat. Perubahan lingkungan sosial budaya memberikan dampak terhadap pola penyakit yang ada dalam masyarakat, termasuk penyakit menular. Semakin meningkatnya kemajuan di bidang komunikasi perhubungan dan tranportasi antar negara dewasa ini maka setiap kejadian penyakit menular pada suatu negara tertentu akan merupakan ancaman potensial untuk negara lainnya (Noor, 2013). Penyakit menular masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah penyakit tidak menular. Penyakit menular tidak mengenal batas-batas daerah administratif, sehingga pemberantasan penyakit menular memerlukan kerjasama antar daerah. Beberapa penyakit menular yang menjadi masalah utama di Indonesia adalah penyakit Diare, penyakit Malaria, penyakit Demam Berdarah Dengue, penyakit Influensa, penyakit Tifus Abdominalis atau Demam Tifoid, dan penyakit lainnya. Beberapa penyakit tidak menular yang
menunjukkan kecenderungan peningkatan adalah Penyakit Jantung Koroner, Hipertensi, Kanker, Diabetes Mellitus, Kecelakaan dan sebagainya (Kepmenkes RI Nomor 1479, 2003). Tifus Abdominalis atau Demam Tifoid disebabkan Bakteri Salmonella Thypi. Bakteri Salmonella Thypi masuk ke tubuh kita melalui makanan dan minuman yang tercemar. Bakteri Salmonelta Thypi juga mungkin terdapat pada tinja, urin, atau muntahan penderita. Penularan Tifus Abdominalis lebih banyak penularan secara tidak langsung (90%) yaitu melalui makanan dan minuman. Penularan Tifus Abdominalis secara langsung hanya sekitar 10%. Makanan dan minuman yang menjadi sumber penularan adalah makanan dan minuman yang tidak dimasak dengan baik (kurang matang). Makanan yang sudah dimasak dengan baik juga dapat menularkan Tifus Abdominalis jika kontak dengan tangan yang kotor atau air yang mengandung Bakteri Salmonella Thypi (Djauli, 2009). Penyakit Tifus Abdominalis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Pada tahun 2000 diperkirakan bahwa lebih dari 2,16 juta penderita Tifus Abdominalis di berbagai belahan dunia, yang mengakibatkan 216.000 kematian dimana lebih dari 90% angka kesakitan dan kematian tersebut terjadi di Benua Asia. Solusi utama pencegahan penyakit Tifus Abdominalis adalah perbaikan kualitas air dan sanitasi, World Health Organization (WHO) juga merekomendasikan vaksinasi pada wilayah resiko tinggi sebagai strategi pengendalian jangka pendek dan jangka menengah (Ochiai, R Leon, dkk, 2008).
Di Negara Indonesia penyakit Tifus Abdominalis bersifat endemik. Berdasarkan data kasus di rumah sakit besar di Indonesia, penyakit Tifus Abdominalis menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) antara 0,6-5% atau 3-25/100.000 (Kepmenkes RI No. 364, 2006). Pasien Tifus Abdominalis sanagt dianjurkan dirawat di rumah sakit karena penyakit ini relatif mudah menular kepada anggota keluarga lain (Tambayong, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Herawati dan Ghani (2007) tentang hubungan faktor determinan dengan kejadian tifoid di Indonesia diperoleh bahwa prevalensi Tifus Abdominalis klinis nasional sebesar 1.600/100.000 (rentang : 300/100.000-3.000/100.000). Angka prevalensi penyakit menurut provinsi maka Provinsi Nanggro Aceh Darussalam menduduki peringkat pertama (2.600/100.000) kemudian Provinsi Bengkulu (2.500/100.000), dan Provinsi Gorontalo (2.400/100.000). Beberapa provinsi yang prevalensi Tifus Abdominalis diatas angka nasional adalah Provinsi Nanggro Aceh Darussalam, Provinsi Bengkulu, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Gorontalo, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Papua. Menurut Djauli (2009) penyakit Tifus Abdominalis sering dijumpai di negara yang masyarakatnya belum menerapkan perilaku hidup bersih. Dinas kesehatan di
negara maju berkewajiban memantau kebersihan makanan dan minuman. Negara Indonesia pengawasan makanan dan minum belum berjalan dengan baik. Tifus Abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit Tifus Abdominalis sangat erat kaitannya dengan kualitas higiene pribadi (higiene perorangan dan higiene perjamah makanan yang rendah) dan sanitasi lingkungan (lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat umum yang kurang) serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat (Kepmenkes RI No. 364, 2006). Makanan dan minuman terkontaminasi merupakan mekanisme transmisi Bakteri Salmonella Thypi dan carrier adalah sumber infeksi. Bakteri Salmonella Thypi bisa berada dalam air, es, debu, sampah kering. Bakteri Salmonella Thypi akan masuk ke dalam vehicle yang cocok (makanan dan minuman) lalu berkembang biak bila mencapai dosis infektif (Simanjuntak, 1990). Faktor menyulitkan pemberantasan Tifus Abdominalis adalah didapatnya pembawa (carrier) bakteri Salmonella Thypi, yakni penderita yang pernah menderita penyakit ini. Di daerah tropis, dimana terdapat banyak kasus batu ginjal ataupun batu kandung kemih atau kandung empedu, bakteri Salmonella Typhi sering terdapat pada batu ginjal dan batu empedu tanpa menimbulkan gejala. Bakteri Salmonella Typhi dapat keluar bersama tinja ataupun urine, memasuki lingkungan dan memiliki kesempatan untuk menyebar. Faktor lain yang menyulitkan pemberantasan Tifus Abdominalis adalah kuatnya daya tahan bakteri Salmonella Typhi di luar tubuh manusia (dapat bertahan cukup lama di dalam lingkungan air). Bakteri Salmonella
Typhi dapat berkembang biak di luar tubuh manusia. Perilaku masyarakat yang membuang hajat langsung ke perairan bebas dapat menghambat pemberantasan Tifus Abdominalis. Pemberian imunisasi belum cukup efektif dalam mencegah penyakit Tifus Abdominalis karena hanya dapat memberi proteksi untuk 3-6 bulan saja (Slamet, 2009). Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI (2009) bahwa dari hasil Riset Kesehatan Daerah Sumatera Utara tahun 2007 dalam 12 bulan terakhir, Tifus Abdominalis dapat dideteksi di Provinsi Sumatera Utara dengan prevalensi 900/100.000, dan tersebar di seluruh kabupaten/kota dengan rentang 200/100.000-3.300/100.000. Prevalensi Tifus Abdominalis tertinggi dilaporkan di Kabupaten Nias Selatan (3.300/100.000). Prevalensi Tifus Abdominalis di Kota Sibolga dilaporkan adalah 600/100.000. Penelitian yang dilakukan oleh Raflizar dan Herawati tentang hubungan faktor determinan dengan kejadian tifoid di Pulau Jawa (2010) diperoleh bahwa faktor determinan Tifus Abdominalis adalah jenis kelamin dan umur, pendidikan dan kualitas air, adanya sumber pencemaran di sekitar sumber air minum, cara pengolahan air sebelum dikonsumsi, saluran pembuangan limbah dan tempat pembuangan sampah. Kota Sibolga, merupakan salah satu Kota di Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 4 Kecamatan, memiliki luas wilayah 10,77 km 2 dengan jumlah penduduk 86.166 orang dengan luas wilayah 10.77 km 2 (BPS Kota Sibolga, 2014). Data surveilens terpadu penyakit berbasis rumah sakit sentinel di RSUD Dr. Ferdinand Lumbantobing
Sibolga Tahun 2014, menunjukkan bahwa untuk kasus rawat inap, jumlah kasus tifus perut klinis sebanyak 149 kasus dan tifus perut widal/kultur sebanyak 193 kasus. Sementara itu, untuk kasus rawat jalan diperoleh jumlah kasus tifus perut klinis sebanyak 61 kasus dan tifus perut widal/kultur sebanyak 148 kasus (Rekam Medik RSUD Dr. Ferdinand Lumbantobing Sibolga Tahun 2014). Data pasien dari Rumah Sakit Metta Medika Sibolga diperoleh bahwa kasus tifus abdominalis sebanyak 224 kasus untuk tahun 2014 dan untuk tahun 2015 (sampai dengan bulan Mei) sebanyak 104 kasus. Sebagai upaya pencegahan penyakit Tifus Abdominalis di Kota Sibolga, maka perlu diketahui faktor-faktor yang paling signifikan mempengaruhi terjadinya penyakit tifus abdominalis tersebut sehingga diketahui rencana upaya yang paling efektif untuk mencegah penyakit tersebut. Penelitian epidemiologi dapat dilakukan untuk menjawab frekuensi, distribusi dan determinan penyakit tifus abdominalis secara deskriptif dan analitik. Untuk itulah maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang faktor-faktor apakah yang paling signifikan mempengaruhi kejadian Tifus Abdominalis di Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara. 1.2. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang diatas bahwa belum diketahuinya faktor yang paling signifikan mempengaruhi kejadian Tifus Abdominalis di Kota Sibolga. Untuk menganalisa faktor-faktor yang paling signifikan mempengaruhi kejadian tipus abdominalis di Kota Sibolga dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Faktor-
faktor apakah yang paling signifikan mempengaruhi kejadian Tifus Abdominalis di Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara?. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk menganalisa faktor-faktor yang paling signifikan mempengaruhi kejadian tifus abdominalis di Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk menganalisa pengaruh higiene perorangan dan higiene makanan dan minuman terhadap kejadian tifus abdominalis di Kota Sibolga 2. Untuk menganalisa pengaruh penyediaan air bersih, penyediaan jamban dan pengolahan limbah rumah tangga terhadap kejadian tifus abdominalis di Kota Sibolga 3. Untuk menganalisa variabel yang paling berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian tifus abdominalis di Kota Sibolga 1.4. Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha), yaitu : 1. Ada pengaruh yang signifikan mencuci tangan terhadap kejadian Tifus Abdominalis 2. Ada pengaruh yang signifikan higiene makanan dan minuman terhadap kejadian Tifus Abdominalis
3. Ada pengaruh yang signifikan penyediaan air bersih terhadap kejadian Tifus Abdominalis 4. Ada pengaruh yang signifikan penyediaan jamban kelurga terhadap kejadian Tifus Abdominalis. 5. Ada pengaruh yang signifikan sarana pembuangan air limbah terhadap kejadian Tifus Abdominalis 6. Ada pengaruh yang signifikan sarana pembuangan sampah/tempat sampah terhadap kejadian Tifus Abdominalis 7. Ada pengaruh yang signifikan kebiasaan makan di luar terhadap kejadian Tifus Abdominalis 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. F.L. Tobing Sibolga dapat dijadikan sebagai data dasar kasus Tifus Abdominalis di Kota Sibolga dan sebagai masukan dalam pencegahan penyakit Tifus Abdominalis di Kota Sibolga. 1.5.2. Bagi masyarakat Kota Sibolga Sebagai sumber informasi tentang pemeriksaan, pencegahan, perawatan, pengobatan penyakit Tipus Abdominalis di Kota Sibolga. 1.5.3. Bagi Penulis Sebagai tambahan pengetahuan tentang epidemiologi penyakit Tifus Abdominalis.