BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerja menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pekerja merupakan aset yang dimiliki perusahaan yang nantinya akan memengaruhi maju atau mundurnya sebuah perusahaan. Perusahaan berpeluang maju jika memerhatikan kesehatan pekerjanya, karena dengan pekerja yang sehat maka produktivitas akan meningkat. Pekerja yang sehat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah gizi bagi pekerja (Sumardiyono, 2007). Pemenuhan kecukupan gizi selama bekerja merupakan salah satu bentuk penerapan syarat keselamatan dan kesehatan kerja sebagai bagian dari upaya meningkatkan derajat kesehatan pekerja (Ariati, 2013). Di Indonesia pada tahun 2013 terdapat 110, 8 juta orang yang bekerja di berbagai sektor pekerjaan dan jumlah tersebut mengalami peningkatan setiap tahun (BPS, 2013). Pekerja yang bekerja pada sektor industri di Indonesia berjumlah 4.382.908 pekerja pada tahun 2013 (BPS, 2013). Di Indonesia saat ini masih dihadapkan pada permasalahan status gizi masyarakatnya yang termasuk dalam kategori tidak normal baik gizi kurang, gizi lebih maupun obesitas. Menurut Kementrian Kesehatan RI (2013), prevalensi penduduk umur dewasa kurus adalah 8,7%, gizi lebih adalah 13,5% dan obesitas adalah 15,4%. Status gizi masyarakat Indonesia saat ini 1
mengarah pada meningkatnya status gizi lebih dan obesitas. Penentuan status gizi ini dapat dilakukan dengan banyak cara pengukuran seperti pengukuran indeks massa tubuh, lingkar pinggang dan juga persen lemak tubuh. Nilai indeks massa tubuh dikatakan dalam gizi berlebih yaitu jika nilainya 23, pada lingkar pinggang dikatakan dalam gizi berlebih jika nilainya >90 cm untuk pria dan >80 cm untuk wanita dan untuk persen lemak tubuh dikatakan dalam gizi berlebih jika nilai lemaknya 20% pada pria dan >31% pada wanita (WHO, 2000; Arisman, 2007; Tjokroprawiro, 2006). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi obesitas pada penduduk laki-laki dewasa 7,8% pada tahun 2010 meningkat menjadi 19,7% pada tahun 2013, sedangkan untuk prevalensi obesitas penduduk perempuan dewasa 15,5% pada tahun 2010 meningkat menjadi 32,9% pada tahun 2013. Permasalahan status gizi juga terdapat pada para pekerja. Menurut penelitian Noer (2014), pada PT. IP proporsi obesitas pada pekerja shift (53,1%) lebih tinggi dibandingkan pada pekerja non shift (47,9%). Menurut penelitian Trisnawati (2012), pada PT Kusuma Sandang Mekarjaya didapatkan bahwa terdapat 49,6% pekerja memiliki status gizi tidak normal. Pada penelitian Utami (2014), didapatkan 71,1% pekerja di salah satu PT di Semarang memiliki status gizi tidak normal. Menurut penelitian Ginting (2013), pekerja di peternakan ayam di Desa Silebo-lebo 66% memiliki status gizi kurang yang disebabkan oleh asupan makan yang kurang. Status gizi pekerja dapat dikategorikan baik jika kebutuhan gizi pekerja terpenuhi dengan baik pula. Secara umum, kebutuhan gizi bagi pekerja lebih 2
besar dibandingkan dengan yang bukan pekerja. Kebutuhan gizi pekerja terutama dipengaruhi oleh usia, ukuran tubuh, dan jenis kelamin. Faktor lain yang menentukan adalah jenis pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan seharihari, kondisi fisiologis, keadaan khusus seperti pada pemulihan kesehatan dan anemia, serta keadaan lingkungan kerja. Gizi pada pekerja mempunyai peranan penting dalam mendukung upaya perlindungan terhadap pekerja (Rosyida, 2010). Pemenuhan gizi pada pekerja dapat dilakukan dengan memenuhi asupan sehari terutama asupan makan. Penelitian yang dilakukan oleh Syam (2013) mengenai gizi kerja pada pekerja pabrik kelapa sawit Bagerpang Estate didapatkan hasil bahwa lebih dari 54,2% asupan energi pekerja tidak sesuai dengan kebutuhannya dan kebanyakan mengalami defisit energi dan sebanyak 40,3% pekerja mengalami status gizi tidak normal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Langgar (2014) mengenai asupan gizi, status gizi, dan kelelahan kerja pada pekerja di Baxo Bu Pudji didapatkan hasil bahwa para pekerja mengalami defisit energi dan 37,5% pekerja mengalami status gizi tidak normal. Penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari (2012) mengenai konsumsi energi dan protein terhadap kelelahan pada pekerja wanita industri bulu mata palsu PT Hyup Sung didapatkan hasil bahwa 50% pekerja mengalami defisit energi. Dalam penelitian Novanda (2014) juga memperlihatkan pekerja mengalami defisit asupan makan di tempat kerja yaitu hanya memenuhi 61% rata-rata kebutuhan kalori kerja. 3
Menurut Sudiarti (2010), kekurangan nilai gizi pada makanan yang dikonsumsi pekerja sehari-hari akan membawa akibat buruk terhadap tubuh, seperti kemampuan fisik kurang, berat badan menurun, badan menjadi kurus, muka pucat, kurang bersemangat, kurang motivasi, bereaksi lamban dan apatis. Menurut Syam (2013), asupan gizi yang berlebihan juga tidak baik untuk tubuh karena akan menyebabkan kegemukan atau obesitas. Oleh karena itu para pekerja perlu mendapatkan asupan gizi cukup yang sesuai dengan jenis beban kerja yang dilakukan. Asupan gizi pekerja pada akhirnya akan memengaruhi status gizi pekerja dan status gizi pekerja nantinya akan memengaruhi komponenkomponen dalam pekerjaan. Menurut Maas (2003), gizi yang kurang pada pekerja akan menurunkan daya kerja serta produktivitas kerja begitu pula dengan pernyataan Setyawati (2013) yang menyatakan hal yang sama bahwa status gizi memengaruhi produktivitas kerja dan kelelahan kerja. Pada penelitian Herliani (2012) terdapat hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja pada pekerja industri pembuatan gamelan di daerah Wirun Sukoharjo. Status gizi pekerja menjadi penting untuk diperhatikan karena menyangkut kemajuan perusahaan. PT. X merupakan perusahaan yang bekerja dibidang manufaktur penghasil lampu yang menyerap banyak tenaga kerja. Dengan banyaknya pekerja tersebut PT. X harus menyediakan asupan makan bagi para pekerja agar produktivitas dan kesehatan pekerja terjaga. PT. X merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan pemberian makan pada pekerja. Makan 4
diberikan setelah pekerja bekerja selama 4 jam dan setiap shift terdapat satu kali waktu makan. Dari hasil survei pendahuluan pekerja di PT. X terutama dibagian produksi didapatkan bahwa banyak pekerja yang mengalami gizi lebih. Berdasarkan dari permasalahan tersebut mengenai permasalahan status gizi pekerja dan juga pentingnya asupan makan pada pekerja yang berdampak pada status gizi pekerja, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Hubungan antara Asupan Makan terhadap Status Gizi Pekerja di PT. X. B. Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara asupan makan yaitu asupan makan sehari, asupan makan di tempat kerja, pemenuhan kebutuhan asupan makan sehari, pemenuhan kebutuhan asupan makan di tempat kerja terhadap status gizi pekerja yang digambarkan melalui indeks massa tubuh, persen lemak tubuh dan lingkar pinggang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara asupan makan dalam beberapa variabel yaitu asupan makan sehari, asupan makan di tempat kerja, pemenuhan kebutuhan asupan makan sehari, pemenuhan kebutuhan asupan makan di tempat kerja terhadap 5
status gizi pekerja yang digambarkan melalui indeks massa tubuh, persen lemak tubuh dan lingkar pinggang. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan antara asupan makan sehari dengan status gizi yang digambarkan melalui indeks massa tubuh (IMT), persen lemak tubuh dan lingkar pinggang. b. Mengetahui hubungan antara asupan makan di tempat kerja dengan status gizi yang digambarkan melalui indeks massa tubuh (IMT), persen lemak tubuh dan lingkar pinggang. c. Mengetahui hubungan pemenuhan kebutuhan asupan makan sehari dengan status gizi yang digambarkan melalui indeks massa tubuh (IMT), persen lemak tubuh dan lingkar pinggang. d. Mengetahui hubungan pemenuhan kebutuhan asupan makan di tempat kerja dengan status gizi yang digambarkan melalui indeks massa tubuh (IMT), persen lemak tubuh dan lingkar pinggang. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi pekerja Pekerja dapat mengetahui pola makan dan status gizi masing-masing. Dengan pengetahuan tersebut pekerja dapat mengatur pola makan dan aktivitas untuk menjaga kesehatan diri. 6
2. Bagi peneliti lain Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan atau referensi untuk penelitian lain yang terkait dengan asupan makan dan status gizi pekerja. 3. Bagi perusahaan Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh perusahaan untuk pengembangan atau perbaikan sistem pemberian asupan makan di tempat kerja. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian di Amerika tahun 2012 mengenai hubungan makanan dan asupan gizi dengan indeks massa tubuh yang lebih rendah pada orang dewasa usia 40-59 tahun. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Hasil dari penelitian ini adalah konsumsi makanan tinggi karbohidrat, rendah protein hewani dan rendah lemak jenuh berhubungan dengan indeks massa tubuh yang lebih rendah (Shay, 2012). Persamaan : Penelitian ini sama-sama melihat hubungan makanan dan asupan gizi dengan status gizi. Perbedaan : Subjek penelitian ini adalah orang dewasa dengan berbagai latar belakang, sedangkan subjek dari penelitian yang akan dilakukan adalah pekerja. 2. Penelitian di Pacitan tahun 2007 mengenai asupan energi, protein, status gizi dan prestasi belajar anak Sekolah Dasar Arjowinangun I. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Hasil dari penelitian ini adalah 7
terdapat hubungan signifikan antara asupan energi dan protein terhadap status gizi anak sekolah dasar (Isdaryanti, 2007). Persamaan : Penelitian ini sama-sama meneliti hubungan antara asupan dan status gizi; desain penelitian ini sama dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu cross sectional. Perbedaan : Subjek penelitian ini adalah anak sekolah dasar, sedangkan subjek dari penelitian yang akan dilakukan adalah pekerja; Penelitian ini tidak hanya meneliti hubungan antara asupan dan status gizi tetapi juga dihubungkan dengan prestasi belajar. 3. Penelitian di Yogyakarta tahun 2014 mengenai hubungan asupan energi dan protein makan siang dengan status gizi anak di SD Budi Mulia Dua. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Hasil dari penelitian adalah terdapat hubungan antara asupan energi dan protein dengan status gizi anak tetapi tidak terdapat hubungan antara asupan energi dan protein makan siang dengan status gizi anak (Novitasari, 2014). Persamaan : Penelitian ini sama-sama meneliti hubungan antara asupan makan dengan status gizi; desain penelitian ini sama dengan desain penelitian yang akan dilakukan yaitu cross sectional. Perbedaan : Subjek penelitian ini adalah anak-anak sekolah dasar, sedangkan subjek penelitian yang akan dilakukan adalah pekerja; Data yang diambil pada penelitian ini adalah data asupan makan siang, sedangkan data yang diambil pada penelitian yang akan dilakukan adalah data asupan makan sehari dan asupan makan di tempat kerja. 8
4. Penelitian di Medan tahun 2014 mengenai karakteristik, gaya hidup dan asupan gizi dengan status gizi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara asupan protein dengan status gizi lansia (Situmorang, 2014). Persamaan : Penelitian ini sama-sama meneliti hubungan antara asupan makan dan status gizi. Asupan makan yang dihitung adalah asupan makan sehari. Perbedaan : Subjek penelitian ini adalah lansia, sedangkan subjek dari penelitian yang akan dilakukan adalah pekerja 9