BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
2015 PENGARUH PEMBELAJARAN IPA TERPAD U TIPE INTEGRATED TERHAD AP PENGUASAAN KONSEP D AN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PAD A TOPIK TEKANAN

Standards for Science Teacher Preparation

PEMBELAJARAN IPA SMP MENURUT KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

USING INTEGRATED TYPE ON SCIENCE LEARNING FOR IMPROVING JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS CRITICAL THINKING SKILLS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sangat banyak. Tuntutan tersebut diantaranya adalah anak membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendatangkan

MODEL KETERPADUAN PEMBELAJARAN SAINS DALAM KURIKULUM 2013

PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU TEMA PEMANASAN GLOBAL BERBASIS KOMIK DI SMPN 4 DELANGGU

Melihat Lebih Jauh Manfaat Pembelajaran IPA Terpadu Tipe Shared

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Abdul Latip, 2015

LANGKAH PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN IPA PADA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 Oleh Purwanti Widhy H, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA TERPADU PADA TEMA UDARA BERBASIS NILAI RELIGIUS MENGGUNAKAN 4 STEPS TEACHING MATERIAL DEVELOPMENT

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA SMP PADA TEMA ENERGI DALAM TUBUH MENGGUNAKAN METODE 4S TMD

I. PENDAHULUAN. Pendidikan berkualitas menjadi hal penting yang harus dimiliki oleh setiap bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. pembenahan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hal ini juga dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Julia Artati, 2013

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU (IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang tersebut, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar,

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ismail, 2016

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Rafika Warma, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang memacu pada kemandirian siswa dalam menyelesaikan masalah

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siska Sintia Depi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk kehidupan. (KTSP). Sesuai dengan amanat KTSP, model pembelajaran terpadu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III STANDAR KOMPETENSI LULUSAN STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prima Mutia Sari, 2013

Pembelajaran IPA Terpadu Melalui Keterampilan Kerja Ilmiah Untuk Mengembangkan Nilai Karakter. Henry Januar Saputra

I. PENDAHULUAN. kehidupan. Setyawati (2013:1) menyatakan bahwa peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2014 PENERAPAN ASESMEN BERDASARKAN KURIKULUM 2013 PADA PEMBELAJARAN RESPIRASI SERANGGA DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai sesuai undangundang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hayyah Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peserta didik di Indonesia sebagian besar lebih memilih menghindari pembelajaran di bidang sains.

I. PENDAHULUAN. global dengan memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang terdidik yang

2016 PEMBELAJARAN STEM PAD A MATERI SUHU D AN PERUBAHANNYA D ENGAN MOD EL 6E LEARNING BY D ESIGNTM UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA

PELATIHAN SEBUAH SOLUSI DALAM PEMBELAJARAN IPA TERPADU BAGI DOSEN IPA DI LINGKUNGAN PRODI PGMI. Budiyono Saputro

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pendekatan Pembelajaran Multiple Representations. umum berdasarkan cakupan teoritik tertentu. Pendekatan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

2014 IDENTIFIKASI KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN SIKAP ILMIAH YANG MUNCUL MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM PADA MATERI NUTRISI KELAS XI

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi

BAB I PENDAHULUAN. pemecahan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang melek terhadap sains dan teknologi (UNESCO,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pelik, kompleks, dan multidimensi.permasalahan-permasalahan di bidang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kualitas kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

R PENGEMBANGAN MODUL INTERAKTIF LITERASI SAINS UNTUK PEMBELAJARAN IPA TERPADU PADA TEMA BIOTEKNOLOGI DI BIDANG PRODUKSI PANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2015 KONTRUKSI ALAT UKUR LITERASI SAINS SISWA SMP PADA KONTEN SIFAT MATERI MENGGUNAKAN KONTEKS KLASIFIKASI MATERIAL

I. PENDAHULUAN. dibandingkan secara rutin sebagai mana dilakukan melalui TIMSS (the Trends in

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memberikan. kemampuan yang dapat memecahkan masalah atau isu-isu yang beredar.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang begitu cepat berimbas pada tuntutan perubahan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan memang selalu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan manusia pada masanya. Sekarang tujuan pendidikan bukan lagi mencetak manusia yang hanya mampu membaca, menulis dan berhitung tetapi manusia yang mampu secara terampil berpikir dalam mengolah informasi. Keterampilan berpikir dalam mengolah informasi yang ada secara kritis akan membantu memahami dan mengatasi masalah yang muncul. Hal tersebut disampaikan oleh McTighe & Schollenberger (1985) bahwa keterampilan berpikir merupakan alat seseorang untuk memahami apa yang ada di lingkungannya dan menjadi dasar seseorang terampil dalam berkomunikasi dan memecahkan masalah. Pendapat yang sama diungkapkan Kuswana (2012) yang menyebutkan bahwa pengembangan keterampilan berpikir merupakan dasar untuk membangun pengetahuan, sikap, dan keterampilan motorik seseorang. Pengembangan keterampilan berpikir paling kuat menurut Costa (1985) adalah melalui pendidikan. Sependapat dengan hal tersebut, Amara (1981 dalam Jones et al., 2012) menyebutkan bahwa keterampilan berpikir seseorang digunakan untuk mendeteksi, menganalisis dan mengevaluasi kemungkinan yang akan terjadi di masa depan sangatlah penting untuk dikembangkan dalam pendidikan. Pendidikan hendaknya menjadikan kemampuan berpikir sebagai tujuan utama pendidikan dengan memberikan fasilitas pengembangan keterampilan berpikir yang lebih besar porsinya. Keterampilan berpikir minimal yang perlu dikembangkan dalam menghadapi perkembangan IPTEK di abad 21 menurut Costa (1985) adalah keterampilan berpikir kritis (critical thinking). Hal sependapat disampaikan oleh Osborne (2007) bahwa penekanan pengembangan keterampilan berpikir kritis menjadi salah satu arah pendidikan sains untuk abad 21 sehingga dapat mengikuti perkembangan IPTEK. Keterampilan berpikir kritis termasuk dalam proses berpikir kompleks (complex thinking process) atau berpikir tingkat tinggi (higher

2 order thinking) yang mampu mengolah informasi disekitarnya untuk digunakan dalam setiap kondisi yang muncul (Presseinsen, 1985). Ilmu pengetahuan alam (IPA) sebagai salah satu mata pelajaran wajib pada sekolah di Indonesia juga perlu diperhatikan tujuan pendidikannya, termasuk pengembangan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran IPA. Perlunya pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa, sudah mulai disadari para ahli pendidikan Indonesia, namun belum secara maksimal dikembangkan termasuk dalam pembelajaran IPA. Hal ini terlihat pada hasil asesmen internasional yaitu Programme Internationale for Student Assesment (PISA). PISA merupakan asesmen internasional yang mengukur kemampuan siswa pada akhir usia wajib belajar (usia 15 tahun) di kelas IX dan X untuk mengetahui kesiapan menghadapi tantangan masyarakat pengetahuan. Penilaian yang dilakukan PISA berorientasi pada masa depan dengan menguji kemampuan siswa dalam menggunakan keterampilan dan pengetahuan IPA dalam konteks kondisi dalam kehidupan sehari-hari. Keikutsertaan Indonesia dalam PISA disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Posisi Negara Indonesia Dibandingkan Negara-Negara Lain Berdasarkan Studi PISA pada Mata Pelajaran IPA No Tahun Skor Rata-rata Indonesia Skor Rata-rata Peringkat Jumlah Negara mata pelajaran IPA Internasional Indonesia Peserta PISA 1 2000 393 500 38 41 2 2003 395 500 38 40 3 2006 393 500 50 57 4 2009 383 500 60 65 Sumber: http://litbang.kemdikbud.go.id Hasil studi PISA berdasarkan Tabel 1.1 menunjukkan bahwa skor rata-rata siswa Indonesia untuk mata pelajaran IPA di bawah skor rata-rata internasional. Hal tersebut mengindikasikan siswa Indonesia belum bisa terampil menggolah konten IPA dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari. Namun berdasarkan hasil UN SMP pada tahun yang sama yaitu Tahun 2008-2009 terdapat 93,74% dan Tahun 2009-2010 terdapat 89,88% siswa lulus dalam mata pelajaran IPA sebagai salah satu mata pelajaran yang diujikan. Hasil UN menunjukkan bahwa siswa telah mampu memahami, mengidentifikasi dan menerapkan contoh konsep IPA sesuai dengan kisi-kisi UN (BNSP, 2010).. Keterampilan berpikir seperti memahami, mengidentifikasi dan menerapkan contoh menurut Presseinsen (1985) termasuk dalam keterampilan berpikir dasar. Berdasarkan hasil PISA dan UN menunjukkan bahwa keterampilan berpikir siswa

3 Indonesia masih berada pada tatanan proses berpikir dasar, sehingga belum termasuk dalam proses berpikir kompleks seperti keterampilan berpikir kritis. Proses berpikir dasar yang dimiliki anak-anak Indonesia masih perlu dikembangkan agar menjadi keterampilan berpikir kritis sebagai proses berpikir kompleks minimial yang perlu dikembangkan. Pengembangan keterampilan berpikir secara maksimal dilakukan melalui pembelajaran yang bermakna, karena pada dasarnya kemampuan berpikir seseorang selalu berkembang dan dapat dipelajari (Nickerson et al., 1985, dalam Tawil & Liliasari, 2013). Hasil studi PISA menunjukkan pula siswa di Indonesia masih kesulitan dalam menyelesaikan suatu konteks permasalahan IPA yang relevan dengan kondisi kehidupan sehari-hari. Permasalahan alam di sekitar kita merupakan gabungan konsep-konsep Fisika, Kimia, Biologi, Ilmu Bumi, dan Astronomi yang telah dipelajari siswa di sekolah (Trefil & Hazen, 2010). Namun demikian menunjukkan siswa belum memahami IPA secara utuh, sehingga siswa belum mengerti bahwa konsep yang dimiliki setiap disiplin ilmu dalam rumpun IPA saling terkait dan memiliki peran dalam setiap kondisi IPA yang muncul. Untuk itu perlu dikembangkan pembelajaran yang memberi kesempatan siswa memaknai hubungan konsep antar disiplin ilmu rumpun IPA sehingga akan membantu siswa dalam menyelesaikan masalah IPA melalui pembelajaran terpadu lintas disiplin ilmu IPA. Pembelajaran terpadu lintas disiplin ilmu memungkinkan seseorang mendapatkan pengetahuan sebuah konsep yang utuh dengan mudah. Dengan demikian konsep IPA yang dibutuhkan pada kehidupan sehari-hari didapatkan oleh seseorang tanpa harus menjadi ilmuwan (Hewitt et al., 2007, Trefil & Hazen, 2010). Kesadaran akan perlunya memahami IPA secara utuh ditunjukkan dengan adanya pembelajaran rumpun IPA di SD dan SMP sebagai satu mata pelajaran IPA terpadu. Hal ini tertuang pada Permendikbud No. 58 Tahun 2014 tentang pembelajaran IPA di SMP sesuai kurikulum 2013 yang menyatakan bahwa muatan IPA berasal dari disiplin Biologi, Fisika, Kimia dan Bumi dan Antariksa (IPBA) sehingga pembelajaran IPA disajikan dalam bentuk integrated science. Konsep materi Fisika, Kimia, Biologi dan IPBA dipadukan dengan harapan siswa mampu mengembangkan pengetahuan sebuah tema IPA secara utuh, sehingga

4 ketika menemui suatu masalah IPA siswa dapat mengidentifikasinya. Adapun kendala dalam pelaksanaan dilapangan dikarenakan guru yang mengajar IPA bukan merupakan lulusan atau ahli dalam IPA terpadu, maka guru IPA di SMP masih kesulitan melakukan pembelajaran IPA terpadu. bahkan ada kecenderungan lebih menenkankan pengajaran konten disiplin ilmu Fisika, Kimia, dan Biologi yang menjadi keahliannya. Hal ini sejalan dengan hasil studi kasus (2014) di salah satu SMP Negeri Kecamatan Sidareja hanya terdapat empat guru IPA lulusan S1 Pendidikan Biologi, sedangkan di salah satu SMP Negeri Kecamatan Kedungreja terdapat tiga guru IPA dengan satu guru lulusan S1 Pendidikan Fisika dan dua guru lulusan S1 Pendidikan Biologi. Hasil wawancara terhadap guru SMP tersebut juga menunjukkan guru Biologi kesulitan untuk mengajarkan materi Fisika, sehingga hanya secara searah diajarkan. Hal inilah yang masih menjadi faktor penyebab siswa belum memahami IPA secara utuh. Oleh karena itu diperlukan kajian tentang bagaimana cara melakukan keterpaduan IPA yang tepat sesuai materi dan kompetensi yang diharapkan. Pentingnya pengembangan keterampilan berpikir siswa dan pemahaman IPA secara utuh dapat dicapai salah satunya melalui pembelajaran terpadu tipe integrated. Tipe integrated mampu memadukan pembelajaran terpadu acrossdisiplinary (antar disiplin ilmu) yang lebih dari dua disiplin ilmu dengan porsi materi yang sama (Forgaty, 1991). Konsep-konsep antar lintas disiplin ilmu IPA akan mengembangkan kemampuan siswa dalam crosslinking (saling silang) konsep. Adanya tuntutan kemampuan saling silang dalam pembelajaran terpadu antar disiplin ilmu menuntun siswa berpikir lebih kompleks dan meningkatkan kemampuan penalaran siswa (Ballstaedt, 1995; Bunder, 2003, dalam Schaal, 2010). Kemampuan saling silang difasilitasi tipe integrated secara khusus sebagai bagian overlapping (tumpang tindih). Bagian tumpang tindih merupakan karakteristik dari tipe integrated, dimana tumpang tindih sebagai irisan konsep lintas disiplin ilmu bukan hanya irisan semua disiplin ilmu yang dipadukan tetapi juga memiliki irisan antar anggota disiplin ilmu (Forgaty, 1991). Kemampuan saling silang ini membantu siswa berpikir kritis tentang sebuah konsep dengan memandang dari berbagai sudut ilmu, sehingga akan mudah dalam mencari solusi dalam kondisi tertentu. Hal itu disampaikan oleh Trefil & Hazen (2010) bahwa

5 salah satu pembelajaran yang dapat memfasilitasi kebutuhan berpikir kritis IPA adalah pembelajaran IPA terpadu tipe integrated. Hal tersebut sesuai pula dengan hasil penelitian Turpin & Cage (2004) dan hasil penelitian Plotrick et al. (2009) yang menunjukkan bahwa pembelajaran terpadu lintas disiplin ilmu dengan tipe integrated akan mampu mempermudah siswa menguasai konsep secara utuh. Pembelajaran tipe integrated mampu memfasilitasi pengembangan kemampuan siswa menguasai konten dan keterampilan (Fogarty, 1991). Selain itu, pembelajaran terpadu pada IPA juga akan meningkatkan efektif dan efisien sebuah pembelajaran (Trianto, 2014). Pendidikan IPA selain diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir juga mampu mengembangkan karakter kepribadian siswa. Pengembangan karakter siswa diakomodasi oleh pemerintah melalui program pendidikan karakter. Sejak 2 Mei tahun 2010, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan kebudayaan mencanangkan pengembangan pendidikan karakter pada semua jenjang pendidikan baik tingkat dasar maupun tingkat menengah. Penerapan pendidikan karakter ini didasari oleh kejadian luar biasa yang menciderai nilai luhur budaya Indonesia yang dilakukan oleh hampir semua lapisan masyarakat, seperti tawuran antar pelajar dan antar mahasiswa, korupsi, pelecehan seksual, dsb. Salah satu kejadian yang menjadi sorotan akhir-akhir ini adalah masalah korupsi yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki intelektual yang tinggi. Karakter kepribadian siswa seperti karakter rasional, rasa ingin tahu, objektif, jujur, dan berpikiran terbuka dalam IPA sebenarnya telah diakomodasi sebagai aspek-aspek sikap ilmiah. Bahkan pengembangan sikap ilmiah sebagai salah satu hakikat IPA, namun dalam penerapannya belum secara optimal. Pada dasarnya sikap merupakan pembawaan seseorang yang dapat dipelajari, sehingga dapat dikembangkan menjadi lebih baik, salah satunya melalui pembelajaran (Dahar, 2011). Hal ini menunjukkan perlunya pembelajaran IPA yang memaksimalkan kembali pengembangan sikap ilmiah disamping kompetensi yang lain seperti keterampilan berpikir kritis. Salah satu pengembangan sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA menurut Dahar (2011) yaitu melalui kegiatan laboratorium. Dalam kegiatan tersebut selain

6 siswa mempelajari keterampilan dalam menggunakan alat laboratorium, siswa juga mempelajari bagaimana sikap-sikap seorang ilmuan. Oleh karena itu diperlukan pembelajaran IPA seperti kegiatan laboratorium yang mampu mengakomodasi sikap ilmiah disamping pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam memahami IPA secara utuh. Pembelajaran tipe integrated merupakan pembelajaran yang mampu memadukan konten, keterampilan dan sikap, sehingga secara langsung ketiga komponen tersebut dapat dikembangkan lebih maksimal (Fogarty, 1991). Pengembangan keterampilan berpikir kritis yang diiringi pengembangan sikap ilmiah dalam sebuah pembelajaran IPA terpadu tipe integrated diharapkan mampu menjawab tuntutan pencapaian kompetensi bidang pendidikan. Penelitian terkait pembelajaran terpadu telah dikembangkan oleh beberapa peneliti terdahulu (Turpin & Cage, 2004; Plotrick et al, 2009; Lin, 2013; Liliawati, 2014; Sakti, 2014). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pembelajaran terpadu teruji dapat meningkatkan keterampilan proses sains, kemampuan berpikir kritis, kemampuan berargumentasi, penguasaan konsep sains, dan menjadikan kegiatan laboratorium lebih efisien. Namun tipe keterpaduan yang dilakukan hanya berupa konten, sedangkan keterpaduan yang melibatkan konten, keterampilan dan sikap belum dilakukan. Selain itu, belum terdapat penelitian mengenai pengaruh pembelajaran terpadu terhadap sikap ilmiah. Padahal sikap ilmiah penting untuk dikembangkan seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Perubahan merupakan salah satu tema besar dari konsep IPA yang diajarkan di tingkat SMP. Hal itu dikarenakan baik disiplin ilmu Biologi, Fisika maupun Kimia membahas tema perubahan sebagai dasar konsep tingkat selanjutnya seperti pembahasan konsep perubahan suhu sebagai konsep dasar pemahaman terhadap termodinamika. Pembelajaran konsep perubahan dari ketiga disiplin ilmu Biologi, Fisika, dan Kimia diberikan pada siswa SMP kelas VII. Namun demikian, konsep besar perubahan merupakan salah satu konsep abstrak yang dalam memahaminya membutuhkan keterampilan berpikir siswa. Selain itu, konsep besar perubahan terkait masalah kontekstual dalam lingkungan kehidupan sehari-hari merupakan satu kesatuan konsep, sehingga siswa perlu memahami konsep besar perubahan

7 ditinjau dari ketiga disiplin ilmu IPA tersebut. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran terpadu tipe integrated dalam penelitian ini menggunakan konsep perubahan sebagai konten yang akan dipadukan dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan paparan latar belakang penelitian, maka: 1. Perlunya pendidikan yang memberikan pengembangan keterampilan berpikir, terutama berpikir kritis dengan porsi yang lebih banyak di Indonesia. 2. Perlunya pendidikan yang mampu mengakomodasi keterampilan berpikir kritis, sikap ilmiah dan pemahaman IPA secara utuh. 3. Belum mampunya siswa memahami konsep IPA secara utuh. 4. Penerapan pembelajaran terpadu masih belum sesuai, dikarenakan guru mata pelajaran IPA di SMP bukan merupakan lulusan IPA terpadu tetapi spesifik disiplin ilmu sehingga dalam melaksanakan pembelajaran terpadu masih berfokus pada satu disiplin ilmu. C. Pembatasan Masalah Adapun batasan masalah penelitian ini terkait dengan keterpaduan tipe integrated (content, skills, attitude) dan kompetensi yang diuraikan sebagai berikut: 1. Disiplin ilmu yang dipadukan pada penelitian ini yaitu disiplin ilmu Fisika, Kimia, dan Biologi. 2. Keterpaduan dalam penelitian ini, pada konten dan keterampilan akan berupa irisan baik antar disiplin atau irisan ketiganya karena berbasis konten perubahan. Sedangkan keterpaduan sikap yang diambil tidak berbasis konten, sehingga sama untuk ketiga disiplin ilmu yaitu sikap ilmiah. 3. Keterpaduan konten diambil dari KI 3 (KD 3.5, 3.6, dan 3.7), keterampilan dari KI 4 (KD 4.6, 4.8, 4.10, dan 4.11), dan keterpaduan sikap diambil dari KI 2 (KD 2.1) pada mata pelajaran IPA SMP kelas VII. 4. Pengukuran hanya akan dilakukan pada kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa sebagai dampak penerapan pembelajaran terpadu tipe integrated.

8 D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dan pembatasan masalah penelitian, maka secara umum dapat dirumuskan masalah penelitiannya yaitu bagaimanakah peningkatan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa melalui pembelajaran IPA terpadu tipe integrated pada konsep perubahan. Penulis menjabarkan beberapa pertanyaan penelitian berikut: 1. Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa setelah mendapat pembelajaran IPA terpadu tipe integrated pada konsep perubahan? 2. Bagaimana peningkatan sikap ilmiah siswa yang mendapat pembelajaran IPA terpadu tipe integrated pada konsep perubahan? 3. Bagaimana tanggapan siswa tentang implementasi pembelajaran IPA terpadu tipe integrated pada konsep perubahan? E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang akan dicapai oleh peneliti melalui penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran IPA terpadu tipe integrated konsep perubahan dibandingkan pembelajaran konvensional. 2. Meningkatkan sikap ilmiah siswa melalui pembelajaran IPA terpadu tipe integrated konsep perubahan dibandingkan pembelajaran konvensional. 3. Mendeskripsikan tanggapan siswa terhadap pembelajaran pembelajaran IPA terpadu tipe integrated konsep perubahan F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian terdiri atas manfaat teoritis dan manfaat praktis. Berikut diuraikan masing-masing manfaat penelitian: 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian dapat memperbanyak pengetahuan dan referensi tentang pembelajaran IPA secara terpadu

9 2. Manfaat Praktis a) Bagi guru, penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam mengembangkan pembelajaran IPA terpadu sebagai upaya peningkatan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa. b) Bagi guru, penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam mengajarkan konsep perubahan secara terpadu. c) Bagi siswa, penelitian ini dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan mengembangkan sikap ilmiah siswa. d) Bagi peneliti, penelitian ini dapat dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian sejenis G. Struktur Organisasi Tesis Struktur organisasi tesis terdiri atas lima bab utama yang diuraikan sebagai berikut: Bab pertama menyajikan latar belakang, identifikasi masalah penelitian, pembatasan masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian baik secara teoritis maupun praktis, definisi operasional, dan struktur organisasi tesis. Bab kedua merupakan kajian pustaka untuk memberikan konteks yang jelas terhadap topik atau permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Adapun kajian pustaka dalam penelitian terdiri dari hakikat pembelajaran IPA, pembelajaran terpadu mulai dari karakteristiknya sampai jenis pembelajaran terpadu tipe integrated, tinjauan keterpaduan konten, sikap, dan keterampilan dalam Kompetensi Dasar (KD), keterampilan berpikir kritis, sikap ilmiah, penelitian yang relevan, dan tinjauan materi perubahan. Bab ketiga ini merupakan bagian yang bersifat prosedural. Adapun penulisan dalam bab ketiga ini terdiri dari desain penelitian, pratisipan, populasi dan sampel, instrumen penelitian termasuk tahap ujicoba pembuatan instrumen, prosedur penelitian, dan analisis data yang digunakan dalam mengolah data hasil penelitian. Bab keempat menyampaikan dual hal utama, yakni temuan penelitian berdasarkan pengolahan dan analisis data dengan berbagai kemungkinan, dan pembahasan temuan penelitian. Adapun temuan penelitian diterdiri atas temuan penelitian keterampilan berpikir kritis, temuan penelitian sikap ilmiah, dan temuan penelitian

10 tanggapan siswa terhadap pembelajaran. Pembahasan terdiri atas karakateristik pembelajaran terpadu tipe integrated konsep besar perubahan, peningkatan keterampilan berpikir kritis, peningkatan sikap ilmiah siswa, dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran. Bab kelima menyajikan simpulan, implikasi, dan rekomendasi penelitian. Simpulan disajikan secara umum dan dalam poin. Implikasi disajikan berdasarkan implikasi secara teoritis dan secara praktis. Rekomendasi diberikan berdasarkan simpulan dan implikasi dari peneltian kepada pemerintah, penyelenggara pendidikan, pelaku pendidikan, dan peneliti.