BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara

I. PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi Sarcoptes

BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh

BAB I LATAR BELAKANG

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI KAMAR PADAT DAN KAMAR TIDAK PADATDI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM PPMI ASSALAAM SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dengan perilaku dan satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. (Heukelbach et al. 2006). Skabies terjadi pada kedua jenis kelamin, di segala usia,

BAB I PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisa

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang. disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. dan berat dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya (Golant dikutip

BAB I PENDAHULUAN. mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Depkes, 2002).

DAFTAR PUSTAKA. Boediardja, A. S., dkk., Infeksi Kulit Pada Anak dan Bayi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonetion University

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh tungau yaitu Sarcoptes scabiei yang berada di liang bawah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku

BAB I PENDAHULUAN. mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Dari lingkungan baru inilah sifat dan perilaku manusia terbentuk dengan sendirinya.

PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA

gatal-gatal (Yulianus, 2005). Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat penularannya yang

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap

BAB 1 : PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan

ABSTRACT. Key words: scabies, environment, behavior ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat. kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (DepKes RI, 2009).

BAB 1 : PEMBAHASAN. penelitian ini menggunakan desain penelitian case control study sehingga kemungkinan

BAB 1 PENDAHULUAN. sensitisasi ektoparasit yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies dalam

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

6. Laporan Hasil Uji Laboratorium Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Kelas 1 Medan...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

DAFTAR ISI. xii. ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga xii. Tesis WA RINA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Hubungan Kebersihan Perorangan dan Kondisi Fisik Air dengan Kejadian Scabies di Desa Wombo Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN PERSONAL HYGIENE

Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA SANTRI PUTRA DAN PUTRI DI PONDOK PESANTREN AN-NUR NGRUKEM SEWON BANTUL YOGYAKARTA

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.3 Tahun 2017

PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN DAN PERILAKU SEHAT SANTRI TERHADAP KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN KABUPATEN PASURUAN JAWA TIMUR.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

Nanda Intan Windi Hapsari Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro Semarang, 2014 ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KEBIASAAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN SKABIES

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental.

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. A. Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini antara lain:

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SCABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AS AD OLAK KEMANG SEBERANG KOTA JAMBI TAHUN

PERILAKU SANTRI DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN ULUMU QUR AN STABAT

I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB 1 : PENDAHULUAN. perilaku hidup bersih dan sehat. Pengembangan perilaku hidup bersih dan sehat

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi Sarcoptes scabiei varietas hominis

REFERENSI SKRIPSI. Oleh : YUDHA PRAWIRA MANDALA WIJAYA No.BP

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN CIPASUNG KABUPATEN TASIKMALAYA


BAB I PENDAHULUAN. tugas mendukung upaya penyembuhan penderita dalam waktu sesingkat mungkin dan

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 2, Juni 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. Kakimantan Tengah, Kalimantan selatan, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Saat ini penduduk dunia yang tinggal di perkotaan bertambah banyak. Pada

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN AL-KAUTSAR PEKANBARU

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. dan diperkirakan lebih dari 300 juta orang setiap tahunnya terinfeksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang angka kejadiannya cukup tinggi di negara berkembang. Salah

BAB I PENDAHULUAN. 131/Menkes/SK/II/2004 dan salah satu Subsistem dari SKN adalah Subsistem

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

HUBUNGAN ANTARA PRAKTIK KEBERSIHAN DIRI DAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI PESANTREN KYAI GADING KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama

PENGARUH EDUKASI DAN KONSELING TERHADAP ANGKA KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL HASAN JEMBER

HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN, SANITASI LINGKUNGAN DANRIWAYAT KONTAK DENGAN KEJADIAN SKABIES

BAB I PENDAHULUAN. M. Federspiel, salah seorang pengkaji ke-islaman di Indonesia, menjelang

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengertian sehat sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dan menyerang semua kelas sosioekonomi (Kim et al., 2013). Hampir 400

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai media. Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan yang besar dihampir semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular. Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia adalah penyakit skabies. Penyakit skabies merupakan penyakit yang bersifat zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) (Depkes RI, 2005). Pengetahuan dasar tentang penyakit skabies ini ditemukan oleh Bemomo pada tahun 1687, penyebabnya ditemukan pertama kali oleh Melanby dengan melakukan percobaan induksi pada sukarelawan pada perang dunia ke II. Penyakit scabies sudah di kenal lebih dari 100 tahun yang lalu, sebagian akibat infestasi tungau yang dinamakan Acurws scabies atau Sarcoptes scabiei varian hominis kutu ini khusus menyerang dan menjalani siklus hidupnya dalam lapisan tanduk kulit manusia, dikutip dari penelitian Megawati (2005) dalam jurnal Litbang Universitas Muhammadiyah Semarang. 1

2 Infeksi kulit di negara maju sudah jarang didapatkan, sebaliknya di negara berkembang dan belum maju dapat dikatakan infeksi kulit masih sering dijumpai. Selain faktor predisposisi pada individu (sawar kulit, gizi, higiene perorangan), faktor lingkungan, kepadatan penduduk yang tinggi, patogenitas kuman dan virulensi mikroorganisme juga berperan penting pada terjadinya penyakit infeksi (Fernawan, 2008). Prevelensi skabies di Indonesia, berdasarkan laporan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2000), masih menjadi permasalahan dalam upaya pemberantasan penyakit menular. Berdasarkan penelitian Sungkar (2001), prevalensi skabies adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja. Berbagai penelitian terkini juga menemukan penyakit skabies masih ada di Indonesia, seperti penelitian Ma rufi, dkk (2005), menemukan prevalensi skabies pada penghuni pondok pesantren di Lamongan, Jawa Timur yaitu sebesar 64,20% dari 338 santri yang diperiksa, dan pondok pesantren di Jakarta prevalensinya sebesar 78,70%, dan di pondok pesantren Pasuruan sebesar 66,70%. Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi penyakit skabies dalam masyarakat diseluruh Indonesia pada tahun 1996 adalah 4,6% - 12,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Pada tahun 2009 penyakit kulit infeksi menempati urutan ketiga dari 10 besar penyakit rawat jalan di Indonesia dengan jumlah kasus 247.256. (Profil Kesehatan Indonesia, 2009)

3 Di Provinsi Aceh menunjukkan bahwa penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat seperti malaria, demam berdarah dan penyakit infeksi lainnya termasuk skabies. Di Provinsi Aceh pernah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit scabies pada tahun 2003 dan pada tahun 2004 kejadian penyakit skabies prevalensinya 40,78%. (Depkes, RI 2004 dan Dinkes Prov. NAD, 2005). Penyakit skabies masih menempati peringkat 9 dari 10 (sepuluh) penyakit terbesar di Provinsi Aceh dengan jumlah 38.854 kasus pada tahun 2011, berdasarkan laporan rawat jalan seluruh Puskesmas di Provinsi Aceh, ini terjadi penurunan jumlah kasus dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 46.721 kasus. (Profil Kesehatan Prov.Aceh, 2011). Begitu pula dengan pola penyakit yang terjadi di Kota Langsa yang merupakan salah satu daerah yang termasuk tinggi prevalensi penyakit skabies adalah sebesar 28,9% dari jumlah 2.137 kasus dari jumlah seluruh penyakit kulit yang dilaporkan. Kondisi ini diduga berhubungan dengan sanitasi lingkungan dan karakteristik penduduk di daerah tersebut. Peningkatan kasus penyakit skabies yang meluas secara cepat, baik jumlah kasus maupun daerah terjangkit terutama di daerah yang padat penghuninya, seperti asrama, panti asuhan, barak dan sebagainya. Penularan penyakit skabies yang sangat cepat dilingkungan panti asuhan terutama disebabkan penyakit skabies merupakan penyakit yang dapat menular secara langsung dan juga disebabkan oleh perilaku individu yang kurang menjaga hygiene personalnya (Dinkes Kota Langsa, 2012).

4 Kota Langsa terdapat dua panti asuhan yaitu panti asuhan Taman Harapan yang terletak di Kecamatan Langsa Baro dan panti asuhan Bustanul Fikri terletak di Kecamatan Langsa Lama, panti asuhan Taman Harapan memiliki jumlah anak-anak panti sebanyak 124 orang, yang mengalami penyakit skabies sebanyak 31 kasus, Sedangkan panti asuhan Bustanul Fikri memiliki jumlah anak-anak panti sebanyak 96 orang, yang mengalami penyakit skabies sebanyak 28 kasus dengan prevalensi sebesar 26,8 %. (Puskesmas Langsa Baro, 2012) Penyakit skabies yang terjadi di panti asuhan berdampak terhadap anak-anak panti terutama tingkat kemampuan dalam belajar akan terganggu. Banyak mata pelajaran yang terlewatkan baik di sekolah maupun di tempat pengajian, karena adanya rasa kurang percaya diri dalam bergaul. Tingginya angka kejadian skabies menyebabkan anak-anak panti merasa terganggu dalam belajar, sehingga prestasi belajarnya menurun. Kedua panti asuhan tersebut dilengkapi dengan fasilitas yang sama seperti asrama, penyediaan air bersih, serta memiliki peraturan yang sama. Namun berkaitan dengan penyakit skabies sebagian dari anak-anak panti menderita dan juga ada yang tidak menderita dalam hal ini adanya tingkat perbedaan pengetahuan, sikap dan kebersihan anak-anak di panti asuhan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya perbedaan tersebut maka penyebaran penyakit skabies juga berbeda pada setiap panti asuhan maupun secara individu anak-anak panti. Berdasarkan hasil penelitian Sasmita yang dilakukan di Pesantren Ta mirulislam pada 96 orang sampel ditemukan bahwa variabel yang mempunyai

5 hubungan bermakna dengan kejadian skabies yaitu personal hygiene yang meliputi kebiasaan mandi, kebiasaan membersihkan tempat tidur, kebiasaan anak-anak panti tidur dalam satu malam satu tempat tidur, kebiasaan memakai handuk bersama, mencuci pakaian, penyetrikaan pakaian, mencuci handuk, dan berganti pakaian. (Sasmita, 2012). Menurut Hidayat (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebersihan Diri dan Kesehatan Lingkungan di Pesantren Nurul Huda Desa Cibatu Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi menyatakan bahwa kebiasaan tukar menukar handuk dikalangan santri ternyata dapat menimbulkan penyakit kulit diantaranya skabies, didukung juga dengan penelitian yang telah dilakukan di pesantren Al karimiyah Sawangan Depok Tahun 2007 oleh Totih Ratna Sondari Setiadi bahwa kebiasaan tukar menukar handuk mempunyai peranan penting dalam kaitannya dengan kejadian skabies. Hubungan antara kebiasaan tukar menukar handuk dengan kejadian skabies dapat dilihat dari OR=10,07 pada selang kepercayaan 95%:3,697-27,196 dari nilai P=0,000 (P<0,05) yang berarti adanya hubungan antara kebiasaan tukar menukar handuk dengan kejadian skabies. Secara statistik ada hubungan yang bermakna artinya ada perbedaan antara santri yang biasa tukar menukar handuk dengan santri yang tidak tukar menukar handuk dengan kejadian skabies. Sedangkan hasil analisis, santri yang biasa tukar menukar handuk mempunyai risiko 10,027 kali terkena skabies dibandingkan dengan santri yang tidak tukar menukar handuk. Skabies dapat berpindah dari satu orang ke orang lain utamanya lewat kontak kulit. Dalam penelitian tersebut juga menyimpulkan bahwa

6 ada hubungan perilaku santri mengenai penggunaan tempat tidur, kebersihan pakaian, kebiasaan tukar menukar handuk, kebiasaan tukar menukar tempat tidur dan kebersihan lantai kamar ternyata berhubungan dengan kejadian skabies. Menurut Muzakir (2007) dalam penelitiannya yang berjudul faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit skabies pada pesantren di Kabupaten Aceh Besar dengan desain penelitian case control ditemukan adanya hubungan antara pengetahuan dengan kejadian penyakit skabies, tidak ada hubungan sikap dengan kejadian penyakit skabies, ada hubungan kebersihan dengan kejadian penyakit skabies, tidak ada hubungan kebiasaan dengan kejadian penyakit skabies. Sungkar (2001) dalam majalah Ilmiah Resmi Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia menyatakan perilaku manusia sangat komplek dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Salah satu bentuk perilaku terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia bereaksi, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit yang ada pada dirinya atau diluar dirinya) maupun aktif (tindakan atau praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit maupun penyakit skabies. Terbentuknya perilaku baru dimulai dari pengetahuan yang kemudian menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap yang akhirnya menimbulkan respon yang lebih jauh yaitu tindakan. Menurut Widoyono (2011), secara epidemiologi terjadinya suatu penyakit disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan antara host (manusia), agent (penyebab) dengan environment (lingkungan), demikian juga terjadinya penyakit skabies. Berdasarkan faktor host adalah semua yang berasal dari internal atau karakteristik

7 masyarakat yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit yaitu umur, pendidikan, pendapatan keluarga, perilaku kesehatan (pengetahuan, sikap dan tindakan) dan faktor environment yaitu faktor sanitasi lingkungan perumahan seperti penyediaan air bersih, kepadatan hunian, penggunaan jamban keluarga, pembuangan air limbah, dan kelembaban udara mempunyai pengaruh terhadap kejadian penyakit. Lingkungan sekolah adalah tatanan yang dapat melindungi siswa dan staf sekolah dari kecelakaan dan penyakit serta dapat meningkatkan kegiatan pencegahan dan mengembangkan sikap terhadap faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit (Pusat Promosi Kesehatan, Depkes RI, 2008) Green dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor yang memperkuat atau pendorong. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan pada ketiga faktor pokok tersebut. Penyakit menular memiliki basis lingkungan dan perilaku penduduk setempat, keduanya sulit dipisahkan. Oleh karena itu, upaya perbaikan sanitasi lingkungan harus diikuti atau diintegrasikan dengan upaya perbaikan perilaku hidup sehat. (Achmadi, 2012) Skabies merupakan salah satu penyakit yang sering diderita oleh masyarakat yang tinggal ditempat yang padat penghuninya seperti asrama, pesantren, panti asuhan dan tempat-tempat lain. Sehingga penyakit skabies sering dianggap sebagai penyakit tradisional dikalangan masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pengetahuan, sikap,

8 tindakan dan ketersediaan air bersih terhadap kejadian penyakit skabies di Panti Asuhan Kota Langsa Tahun 2013. 1.2. Permasalahan Panti asuhan Taman Harapan dan panti asuhan Bustanul Fikri merupakan fasilitas Pemerintah Kota Langsa untuk penampungan anak-anak yang kurang mampu dan mempunyai peran penting dalam pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia. Sebagai salah satu sarana pemerintah maka perlu mendapat perhatian yang serius khususnya kesehatan, hal ini berkaitan dengan kebiasaan dan kebersihan anakanak panti asuhan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila keadaan tersebut tidak diperhatikan dan diupayakan dengan sunguh-sunguh maka akan berdampak terhadap kesehatan dan dapat meningkatnya penyakit yang diakibat oleh perilaku dan lingkungan panti asuhan yang tidak sehat. Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan Puskesmas ditemukan angka kejadian penyakit skabies yang masih tinggi dan ini sangat bertolak belakang dengan harapan pemerintah yang ingin menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular. Permasalahan ini terjadi karena adanya pengaruh lingkungan dan prilaku yang tidak baik terhadap kesehatan, sehingga perlu dilakukan sebuah penelitian untuk mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi angka kejadian penyakit skabies. Penelitian ini dilakukan supaya tidak terjadi peningkatan kasus yang lebih tinggi.

9 1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh karakteristik serta pengetahuan, sikap, kebersihan diri (pakaian, handuk dan tempat tidur) dan penyediaan air bersih dengan kejadian penyakit skabies pada anak-anak di panti asuhan Kota Langsa. 1.4. Hipotesis a. Adanya hubungan umur dengan kejadian penyakit skabies. b. Adanya hubungan jenis kelamin dengan kejadian penyakit skabies. c. Adanya hubungan pendidikan dengan kejadian penyakit skabies. d. Adanya hubungan pengetahuan dengan kejadian penyakit skabies. e. Adanya hubungan sikap dengan kejadian penyakit skabies. f. Adanya hubungan kebersihan diri dengan kejadian penyakit skabies. g. Adanya hubungan penyediaan air bersih dengan kejadian penyakit skabies. 1.5. Manfaat Penelitian a. Bagi peneliti Dapat memberikan suatu masukan yang berkaitan dengan penyakit skabies dan meningkatkan pengetahuan terhadap pola pencegahan penyakit skabies. b. Bagi anak-anak panti asuhan Dapat menjadi masukan terhadap perbaikan kebiasaan hidup yang merugikan bagi kesehatan sehingga dapat menjaga kesehatan diri khususnya yang berkaitan dengan penyakit skabies.

10 c. Bagi pengelola Menjadi suatu acuan dalam membuat suatu aturan yang berkaitan dengan penularan penyakit skabies dalam lingkungan panti asuhan.