BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengetahui dinamika pembangunan suatu negara, dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri pengolahan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

BAB 1 PENDAHULUAN. transformasi struktur ekonomi di banyak Negara. Sebagai obat, industrialisasi. ketimpangan dan pengangguran (Kuncoro, 2007).

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Produk Domestik Bruto (PDB)

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERKEMBANGAN PDRB TRIWULAN II-2009 KALIMANTAN SELATAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

KESIMPULAN DAN SARAN

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses perubahan struktural di Indonesia dapat ditandai dengan: (1) menurunnya pangsa

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

BADAN PUSAT STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BERITA RESMI STATISTIK

BAB IV. SUMATERA UTARA : KEADAAN UMUM DAN PEREKONOMIAN. Daerah provinsi Sumatera Utara terletak diantara 1-4 o Lintang Utara (LU)

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BERITA RESMI STATISTIK

Transkripsi:

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pada awalnya identik dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yaitu usaha untuk meningkatkan pendapatan per kapita. Peningkatan pendapatan per kapita diharapkan mampu mengatasi permasalahan negara (pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan distribusi pendapatan) melalui dampak merembes ke bawah (trickle down effect). Dengan demikian, indikator keberhasilan pembangunan hanya dilihat dari peningkatan Pendapatan Nasional Bruto (PNB) per kapita riil atau tingkat pertumbuhan PNB atas dasar harga konstan harus lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan penduduk. Berdasarkan pengertian tersebut, strategi pembangunan yang umumnya ditempuh NSB adalah mencari sektor ekonomi yang dianggap mampu memimpin pertumbuhan ekonomi dan memberikan prioritas pembangunan di sektor tersebut. Arsyad (1999: 354) menyebutkan sebagian besar NSB berkeyakinan bahwa sektor industri pengolahan memiliki peranan sebagai leading sector bagi perekonomian suatu negara untuk tumbuh. Leading sector di sini berarti bahwa dengan adanya pembangunan industri, maka akan memacu pembangunan sektor-sektor lainnya, seperti sektor pertanian dan sektor jasa, melalui sifat keterkaitan industri pengolahan yang tinggi baik ke belakang (hulu) maupun ke depan (hilir). Pertumbuhan industri akan membuat permintaan input bahan baku meningkat, sehingga merangsang pertumbuhan sektor primer, misalnya: sektor 1

2 pertanian dan sektor pertambangan, untuk menyediakan bahan baku bagi industri. Pertumbuhan industri juga akan mendorong permintaan sektor tersier, misalnya sektor perdagangan, sektor keuangan, dan sektor transportasi, sehingga mendorong pertumbuhan sektor-sektor jasa tersebut (Arsyad, 1999: 354). Pendapat di atas didukung oleh teori perubahan struktural. Teori ini menyebutkan bahwa suatu negara akan berkembang dengan pesat jika mentransformasikan struktur perekonomiannya dari pola perekonomian pertanian subsisten tradisional (pertanian-pedesaan) menjadi perekonomian yang lebih modern (industri dan jasa) yang identik dengan kehidupan perkotaan. Teori perubahan struktural dipelopori oleh ekonom W. Arthur Lewis dengan model surplus tenaga kerja dua sektor dan Hollis B. Chenery dengan model pola-pola pembangunan (Todaro dan Smith, 2003: 133). Lewis dalam model surplus tenaga kerja dua sektor menyatakan bahwa sektor modern (industri dan jasa) memiliki produktivitas yang lebih tinggi daripada sektor tradisional (pertanian subsisten), sehingga pendapatan yang diperoleh dari sektor industri dan jasa lebih besar dibandingkan sektor pertanian. Teori ini berasumsi bahwa tingkat pengalihan tenaga kerja dan tingkat penciptaan kesempatan kerja di sektor modern sebanding dengan tingkat akumulasi modal sektor modern. Semakin cepat tingkat akumulasi modal, semakin tinggi pula tingkat pertumbuhannya, dan berakibat semakin cepat penciptaan lapangan kerja baru (Todaro dan Smith, 2003: 133-137). Namun, beberapa ekonom mengkritik teori Lewis dan menyatakan bahwa peningkatan akumulasi modal dan pertumbuhan ekonomi, tidak selalu diikuti

3 dengan peningkatan penciptaan lapangan kerja (Todaro dan Smith, 2003: 137). Misalkan, jika akumulasi modal tidak digunakan untuk membeli mesin/teknologi produksi yang sejenis, tetapi diinvestasikan untuk membiayai mesin berteknologi baru yang memiliki produktivitas tinggi namun hemat tenaga kerja, maka walaupun pertumbuhan output meningkat, namun tidak diikuti dengan penyerapan tenaga kerja baru. Hal tersebut akan berdampak pada kesenjangan distribusi pendapatan, di mana pemegang modal akan memperoleh margin pendapatan yang lebih besar dari surplus usaha hasil efisiensi produksi, sedangkan tenaga kerja hanya akan memperoleh gaji/upah yang kecil. Apabila hal ini terjadi dalam waktu yang lama, maka tujuan pembangunan yang sebenarnya tidak akan tercapai. Dengan demikian, sektor industri pengolahan tidak selalu mampu menjadi leading sector perekonomian di suatu wilayah. Hal tersebut sangat tergantung pada jenis industri pengolahan, ketersediaan sumber daya alam sebagai bahan baku, kemampuan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja, ketersediaan pasar bagi produk industri, maupun kemampuan institusi pemerintah di wilayah tersebut. Apabila suatu wilayah salah dalam menentukan sektor industri yang diprioritaskan, misalnya sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan yang lemah, maka permasalahan-permasalahan pembangunan di wilayah tersebut tidak akan terpecahkan atau bahkan dapat semakin memburuk. Menurut Kuncoro (2010: 257), apabila mencermati kondisi di Indonesia, permasalahan industri Indonesia adalah struktur industrinya masih dangkal (shallow) dan tidak seimbang (unbalanced), dengan keterkaitan antara industri hulu dan industri hilir yang masih rendah. Studi Kurniawan (2011) mengenai

4 transformasi struktural perekonomian Indonesia menunjukkan bahwa sektor primer tidak memiliki keterkaitan antarsektor yang tinggi dan tidak pernah menjadi sektor kunci. Pergeseran struktur PDRB tidak diikuti perubahan pangsa tenaga kerja, di mana tenaga kerja yang berpindah dari sektor pertanian tidak beralih ke sektor yang memiliki produktivitas lebih tinggi. Jawa Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting dalam perekonomian nasional, baik ditinjau dari kontribusi PDB, jumlah penduduk, dan letak geografisnya. Dilihat dari sisi PDB, Jawa Barat berada di peringkat ketiga provinsi dengan kontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia atas dasar harga konstan 2000 pada periode 2000-2012. Kontribusi PDRB Jawa Barat terhadap PDB nasional selama periode 2000-2012 rata-rata sebesar 14,44 persen, sedikit di bawah kontribusi PDRB DKI Jakarta (17,46 persen) dan Jawa Timur (15,20 persen) (Gambar 1.1). 20% 18% 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% DKI JABAR JATIM DIY BANTEN JATENG Sumber: BPS, 2013 Gambar 1.1 Kontribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa Terhadap PDB Indonesia 2000-2012

5 Selanjutnya, dilihat dari sisi jumlah penduduk, Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, yaitu 43 juta jiwa (BPS, 2013). Hal ini menjadi potensi yang besar, baik sebagai potensi faktor produksi (tenaga kerja) maupun potensi faktor permintaan (pasar produk). Dari sisi geografis, Jawa Barat berbatasan langsung dengan DKI Jakarta yang berakibat Jawa Barat memiliki fungsi sebagai daerah penyangga (hinterland) bagi DKI. Sebagai hinterland Jawa Barat terkena eksternalitas positif dari berbagai aktivitas yang berkembang di DKI Jakarta, yang merupakan pusat pemerintahan dan pusat kegiatan ekonomi nasional yang dapat menjadi pasar, pusat keuangan dan permodalan, serta pusat pengembangan teknologi (Nugrahadi, 2008: 2-3). Tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata Jawa Barat dalam periode 1993-1997 (masa sebelum krisis ekonomi 1998) sebesar 7,36 persen (berdasarkan harga konstan 2000), lebih besar dari rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya sebesar 7,00 persen (Nugrahadi, 2008: 1). Namun, pada saat krisis tahun 1998, tingkat pertumbuhan ekonomi Jawa Barat anjlok hingga -17,77 persen, jauh lebih rendah dari rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi nasional sebesar -13,2 persen. Demikian juga pada saat krisis ekonomi 2008, tingkat pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2009 hanya sebesar 4,18 persen, juga lebih rendah dari rata-rata tingkat pertumbuhan nasional yang mencapai 4,63 persen (Gambar 1.2). Kinerja ekonomi Jawa Barat ini menunjukkan dampak yang lebih parah akibat kontraksi ekonomi dibandingkan rata-rata kinerja ekonomi nasional. Hal ini terjadi karena struktur perekonomian Jawa Barat melompat ke sektor industri

6 pengolahan lebih cepat tanpa disertai struktur industri yang kuat, sehingga ketika terjadi krisis ekonomi, Jawa Barat mengalami penurunan yang sangat dramatik (Nugrahadi, 2008: 2). 400 350 300 250 200 150 100 50 10,8% 9,2% 6,0% 6,2% 6,2% 4,5% 4,9% 4,8% 4,9% 3,1% 2,3% 6,5% 6,5% 5,6% 3,9% 4,7% 4,2% 167 175 194 212 222 182 187 196 203 210 220 230 243 257 274 291 303 322 343-17,8% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% - -20% 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Triliun Rupiah 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 PDRB ADHK 2000 (DALAM TRILIUN RUPIAH) LAJU PERTUMBUHAN PDRB (%) Sumber: BPS, 2013 (data diolah) Gambar 1.2 Perkembangan PDRB dan LPE Jawa Barat ADHK 2000 Periode 1993-2011 Untuk memahami lebih jauh penyebab fenomena penurunan yang dramatik dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada saat krisis ekonomi, maka perlu dilihat bagaimana struktur ekonomi Jawa Barat. Struktur perekonomian Jawa Barat periode 1993-2012 atas dasar harga konstan 2000 terutama disumbang oleh sektor industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 39 persen, diikuti sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan kontribusi sebesar 20 persen, dan sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 14 persen. Kontribusi sektor-sektor ekonomi penyusun PDRB Jawa Barat pada periode 1993-2012 dapat dilihat pada Gambar 1.3 dan Gambar 1.4.

7 KEUANGAN ANGKUTAN 4% KOMUNIKASI 5% PERDAGANGAN HOTEL RESTORAN 20% JASA LAIN 8% PERTANIAN 14% TAMBANG DAN GALIAN 4% BANGUNAN 4% LISTRIK, GAS, AIR 2% Sumber: BPS Jawa Barat, 2013 (data diolah) INDUSTRI PENGOLAHAN 39% Gambar 1.3 Kontribusi Rata-Rata Sektor-Sektor Ekonomi terhadap PDRB Jawa Barat ADHK 2000 Periode 1993-2012 50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 TANI TAMB IND LGA BANG PHR ANGK KEU JAS Sumber: BPS Jawa Barat, 2013 (data diolah) Gambar 1.4 Perkembangan Kontribusi 9 Sektor Ekonomi Penyusun PDRB Jawa Barat ADHK 2000 Periode 1993-2012 Berdasarkan Gambar 1.4 dapat diketahui bahwa selama periode tahun 1993-2012 industri pengolahan selalu menjadi sektor dengan kontribusi terbesar dalam

8 perekonomian Jawa Barat, yaitu rata-rata sebesar 39 persen. Namun, selama empat tahun terakhir terlihat tren penurunan kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Jawa Barat, yang diimbangi dengan tren peningkatan kontribusi sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Studi Amir (1999) menunjukkan bahwa besarnya kontribusi sektor industri pengolahan yang terjadi selama periode sebelum krisis ekonomi 1998 (1993-1997) terutama ditopang oleh kontribusi subsektor Industri Besar dan Menengah (IBM), dengan kontribusi rata-rata sebesar 85,90 persen. Subsektor IBM tersebut umumnya bersifat padat modal (capital intensive) dan menyerap bahan baku impor (lihat Nugrahadi, 2008: 7). Kondisi serupa masih berlangsung pada periode 2007-2012, di mana Hidayat (2013) menyatakan bahwa struktur industri pengolahan Jawa Barat 2007-2012 masih didominasi oleh industri alat angkut, mesin, dan peralatan (46,69 persen) dan industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki (23,25 persen). Kedua sektor industri tersebut didominasi oleh IBM yang bersifat padat modal (capital intensive) dan menyerap bahan baku impor. Faktor ini membuat perekonomian Jawa Barat rentan terhadap gejolak ekonomi global. Fakta tersebut didukung hasil studi yang dilakukan oleh Siswanto, Yustiana, dan Imanira (2003) yang menyatakan bahwa berdasarkan perbandingan antara transaksi total dan domestik, hampir sebagian besar komoditi yang tergolong dalam subsektor IBM memiliki indeks daya penyerapan (α) kurang dari 1, yang berarti subsektor tersebut kurang menyerap komoditi yang dihasilkan dari pasar domestik sebagai bahan bakunya. Hal ini menunjukkan ketergantungan industri

9 Jawa Barat terhadap input bahan baku impor dan menunjukkan keterkaitan industri pengolahan ke belakang (backward linkage) masih lemah. Secara umum dapat dikatakan sektor primer sebagai penyedia input (sektor pertanian) kurang terkait dengan sektor industri pengolahan (lihat Nugrahadi, 2008: 7-8). Bahan baku industri pengolahan, baik bahan baku mentah maupun produk setengah jadi, didominasi oleh produk impor. Hal ini yang diduga menjadi penyebab Jawa Barat mengalami goncangan besar selama periode krisis ekonomi global, di mana nilai tukar mata uang melemah, sedangkan bahan baku industri yang masih impor harus dibayar dengan mata uang asing. Dari sisi pangsa tenaga kerja sektoral, pada periode 1993-2010 Jawa Barat mengalami perubahan struktural sesuai dengan teori perubahan struktural Arthur Lewis. Pangsa tenaga kerja sektor pertanian menurun seiring penurunan pangsa PDRB-nya. Tenaga kerja sektor pertanian tersebut beralih ke sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (Gambar 1.5). 50% 40% 30% 20% 10% 0% 1993 2003 2010 1993 2003 2010 Pangsa Tenaga Kerja Pangsa PDRB Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka 1994-2012 (data diolah) Gambar 1.5 Perkembangan Pangsa Tenaga Kerja dan Pangsa PDRB 9 Sektor Ekonomi Jawa Barat 1993-2010 Tani Tamb Industri LGA Bang PHR Angk Keu Jasa

10 Berdasarkan Gambar 1.5, penurunan pangsa PDRB maupun pangsa tenaga kerja dari sektor pertanian diimbangi dengan peningkatan pangsa PDRB maupun pangsa tenaga kerja dari sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, restoran (PHR). Penelitian Nugrahadi (2008: 246) menunjukkan bahwa pola perubahan struktur ekonomi di Jawa Barat dari aspek output dan tenaga kerja konsisten dengan teori dan studi-studi yang mendukungnya. Pendapatan per kapita dan populasi berpengaruh negatif terhadap share output dan tenaga kerja sektor pertanian, namun berpengaruh positif terhadap share output dan tenaga kerja sektor industri pengolahan di Jawa Barat periode 1993-2003. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk menjawab beberapa permasalahan berikut ini. 1. Bagaimanakah peranan sektor industri pengolahan dalam struktur perekonomian Jawa Barat? 2. Bagaimanakah dampak ekonomi yang ditimbulkan sektor industri pengolahan melalui efek multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja? 3. Bagaimanakah keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya di Jawa Barat? 4. Apakah terjadi perubahan struktur ekonomi di Jawa Barat dilihat dari interaksi keterkaitan antarsektor? 5. Terkait pertumbuhan sektor industri pengolahan yang sangat cepat, faktor apa yang menjadi sumber pertumbuhan output sektor industri pengolahan? 6. Terkait strategi pembangunan industri, sektor industri apakah yang menjadi industri prioritas dalam strategi dan kebijakan pembangunan Jawa Barat?

11 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai peranan suatu sektor dalam perekonomian dengan menggunakan metoda analisis input output telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian tersebut tercantum dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Studi Empiris Terdahulu Terkait Analisis Input Output No Peneliti Alat Analisis Kesimpulan 1 Akita dan Hermawan (2000) 2 Natratilova (2008) 3 Nugrahadi (2008) 4 Ramos, Estrada, dan Felipe (2011) Analisis Tabel IO (metoda dekomposisi faktor pertumbuhan output). Analisis Tabel IO (metoda RAS, multiplier, keterkaitan antarsektor, dan Hypothetical Extraction Methods). Metoda ekonometrik, analisis Tabel IO (dekomposisi sumber pertumbuhan output), dan analisis Tabel SAM (analisis perubahan struktural dan distribusi pendapatan). Analisis Tabel IO (metoda analisis sektor kunci dan Multiplier Product Matrix). Peningkatan konsumsi rumah tangga menjadi sumber utama pertumbuhan output di Indonesia periode 1985-1995, diikuti oleh pertumbuhan ekspor, terutama ekspor nonmigas. Industri pengolahan Jateng memiliki multiplier output yang tinggi, namun memiliki multiplier tenaga kerja dan pendapatan yang rendah tahun 2006. Sektor kunci perekonomian adalah industri pupuk, kimia; industri makanan, minuman, tembakau. Terjadi perubahan struktur ekonomi Jabar 1993-2003 dari sektor pertanian ke sektor industri. Sumber pertumbuhan output berasal dari konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor. Sumber pertumbuhan tenaga kerja bsala dari intensitas tenaga kerja dan teknologi. Distribusi pendapatan rumah tangga semakin mengalami kesenjangan. Sektor industri pengolahan menjadi sektor kunci di Filipina periode 1979-2000. Industri berskala besar dan industri berbasis sumber daya alam mulai mengalami penurunan kontribusi, sedangkan industri padat karya dan industri berbasis iptek mulai meningkat kontribusinya.

12 No Peneliti Alat Analisis Kesimpulan 5 Thaiprasert dan Hicks (2011) 6 Fajri (2013) Analisis Tabel IO (metoda dekomposisi sumber pertumbuhan output). Analisis Tabel IO (metoda analisis keterkaitan antarsektor, MPM, analisis dekomposisi sumber pertumbuhan output, dan pertumbuhan TFP). Peningkatan ekspor domestik adalah sumber utama pertumbuhan output di Indiana-USA 2001-2006, disusul konsumsi rumah tangga dan ekspor luar negeri. Sektor tambang memiliki share terbesar dalam ekonomi Kalimantan Selatan 2000-2010, namun memiliki keterkaitan antarsektor yang rendah. Sektor kunci ekonomi adalah industri pengolahan. Struktur ekonomi Kalsel bertransformasi dari pertambangan ke industri. Sumber pertumbuhan output utama adalah ekspor batubara. Produktivitas modal dan TFP berhubungan linier dan signifikan dengan pertumbuhan output. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah lokasi penelitian, periode data yang diambil, serta ragam metoda yang digunakan. Studi ini mengambil tempat di Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan data Tabel IO Jawa Barat tahun 2000, 2003, dan 2010 updating 2003. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, angka pengganda (output, pendapatan, dan tenaga kerja), keterkaitan antarsektor (sektor kunci), Multiplier Product Matrix, dan dekomposisi sumber pertumbuhan output. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. menganalisis peranan sektor industri pengolahan dalam pembentukan total

13 output, nilai tambah bruto, permintaan antara, permintaan akhir, permintaan ekspor, dan total impor di Jawa Barat tahun 2000-2010; 2. menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan sektor industri pengolahan berdasarkan efek angka pengganda output, angka pengganda pendapatan, dan angka pengganda tenaga kerja di Jawa Barat; 3. menganalisis keterkaitan antarsektor dalam perekonomian Jawa Barat untuk menentukan sektor kunci; 4. menganalisis perubahan struktur ekonomi Jawa Barat berdasarkan interaksi keterkaitan antarsektor ekonomi (economic landscape) tahun 2000-2010; 5. menganalisis sumber pertumbuhan output sektor industri pengolahan Jawa Barat dari sisi permintaan tahun 2000-2010; 6. menganalisis kebijakan pemerintah dalam mendukung pertumbuhan industri pengolahan di Jawa Barat terutama sektor industri prioritas. 1.3.2 Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. menjadi bahan masukan yang berguna bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengenai sektor industri kunci yang layak dijadikan prioritas pembangunan Jawa Barat, serta informasi mengenai sumber pertumbuhan output Jawa Barat dari sisi permintaan, sehingga dapat menjadi bahan kajian dalam pengambilan kebijakan strategi pembangunan sektoral yang tepat guna mewujudkan tujuan pembangunan ekonomi daerah; 2. menambah khasanah penelitian ilmu ekonomi, khususnya ekonomika pembangunan, sehingga dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian-

14 penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan aplikasi tabel input output bagi pembangunan sektoral daerah. 1.4 Sistematika Penulisan Tesis ini disajikan dalam 4 bab, dengan sistematika sebagai berikut: Bab I Pengantar, berisi tentang latar belakang penelitian, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis, berisi tentang tinjauan pustaka atas hasil-hasil penelitian sebelumnya yang sejenis, konsep dan teori ekonomi yang dipakai sebagai landasan teori penelitian ini, serta alat analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian. Bab III Analisis Data dan Pembahasan, berisi tentang cara/metoda penelitian, hasil analisis data, dan pembahasannya. Bab IV Kesimpulan dan Saran, berisi tentang kesimpulan temuan penting dalam penelitian dan saran yang dapat diajukan terkait hasil akhir penelitian.