Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik

dokumen-dokumen yang mirip
MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Strategi Mathematical Habits of Mind (MHM) untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL Jozua Sabandar

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

Mengembangan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pembelajaran Topik Pecahan

Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB I PENDAHULUAN. saat ini matematika dianggap sebagai program pendidikan yang berperan dalam

DESAIN ATURAN SINUS DAN ATURAN COSINUS BERBASIS PMRI

I. PENDAHULUAN. Dalam menghadapi perkembangan zaman, siswa dituntut menjadi individu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) mengemukakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

I. PENDAHULUAN. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS TERHADAP SOAL-SOAL OPEN ENDED

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kekuatan Bertanya. Oleh Ali Mahmudi

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir dan kemampuan dalam memecahkan masalah, terutama dalam

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA MELALUI PEMBELAJARAN TOPIK BANGUN RUANG SISI DATAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL MENGGUNAKAN MASALAH OPEN ENDED

BAB I PENDAHULUAN. berlimpahnya berbagai informasi menuntut seseorang untuk dapat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di semua bidang, salah satunya membangun sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI (PBK) PADA MATEMATIKA MATERI KESEBANGUNAN UNTUK SISWA SMP. Oleh: Endah Budi Rahaju UNESA

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP MELALUI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DALAM RANGKA MENUJU SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Becker dan Shimada (1997: 1) mengungkapkan bahwa we propose to call problem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga

I. PENDAHULUAN. manusia. Hampir seluruh aspek kehidupan manusia berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. seiring berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang begitu pesat,

Pengembangan Student Worksheet Berbasis Matematika Realistik untuk Pembelajaran Matematika Secara Bilingual di Sekolah Menengah Pertama

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

JURNAL. Oleh: DANIK RATNAWATI Dibimbing oleh : 1. Drs. Darsono, M.Kom. 2. Feny Rita Fiantika, S.Pd.

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abas Hidayat, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

MULTIPLE REPRESENTASI CALON GURU DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI BERFIKIR KREATIF

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

MENEMUKAN KONSEP LUAS TRAPESIUM DENGAN PENDEKATAN PERSEGI PANJANG DAN SEGITIGA Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan. Dari pendidikan anak usia dini hingga menengah atas,

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ISSN Jurnal Exacta, Vol. IX No. 1 Juni 2011

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISA IMPLEMNTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION PADA GURU MATEMATIKA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, karena pendidikan

Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa di Madrasah Tsanawiyah Kota Tangerang Selatan

P 46 BERPIKIR KREATIF SISWA MEMBUAT KONEKSI MATEMATIS DALAM PEMECAHAN MASALAH

Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Materi Desimal melalui Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) di MIN Tungkop Aceh Besar

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

Transkripsi:

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Diselenggarakan oleh FMIPA UNY Yogyakarta Yogyakarta, 16 Mei 2009 Oleh Ali Mahmudi JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2009

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik Ali Mahmudi Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Diselenggarakan oleh FMIPA UNY Yogyakarta Yogyakarta, 16 Mei 2009 Abstrak Pembelajaran matematika tidak hanya dimaksudkan untuk melatih siswa agar menguasai materi pembelajaran sebanyak-banyaknya, melainkan juga dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Pembelajaran demikian merupakan pembelajaran yang bermakna karena siswa menyadari bahwa matematika yang dipelajari berdaya guna, misalnya untuk menyelesaikan masalah dalam berbagai bidang atau dalam kehidupan sehari-hari. Pengembangan kemampuan berpikir dapat dilakukan melalui pembelajaran matematika realistik (Realistic Mathematics Education). Melalui aktivitas mengeksplorasi konteks yang disajikan siswa akan mengembangkan kemampuan berpikirnya, seperti kemampuan menyelidiki, mengajukan dugaan (konjektur) dan mengujinya, menganalisis, mengevaluasi, dan sebagainya. Kata kunci: kemampuan berpikir, pembelajaran matematika realistik. A. Pendahuluan Pembelajaran matematika di sekolah tidak hanya berkaitan dengan penguasaan materi matematika sebanyak-banyaknya, melainkan juga untuk mencapai tujuantujuan yang lebih tinggi, misalnya membangun kemampuan kemampuan berpikir siswa. Pengembangan kemampuan berpikir menjadi fokus pembelajaran dan menjadi salah satu standar kelulusan siswa SMP dan SMA (Depdiknas, 2006). Dikehendaki, lulusan SMP maupun SMA, mempunyai kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerja sama. Secara umum, kemampuan matematis siswa Indonesia masih belum seperti yang diharapkan. Setidaknya, hal itu ditunjukkan oleh hasil The Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) (Gobel, 2001). TIMSS merupakan studi berskala internasional yang diselenggarakan oleh The International Association for Evaluation of Educational Achievement (IEA). Studi ini dimaksudkan untuk meneliti kemampuan Matematika dan IPA siswa usia SMP. Pada bidang matematika, 1

Indonesia menempati urutan ke-34 dari 38 negara yang diteliti. Dari hasil studi ini juga diperoleh informasi bahwa kemampuan siswa SMP di Indonesia dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin sangat lemah, meskipun relatif baik dalam menyelesaikan soal-soal tentang fakta dan prosedur. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia dalam menyelesaikan masalah yang kompleks yang melibatkan proses berpikir tingkat tinggi, seperti berpikir kreatif dan berpikir kritis, masih relatif rendah. Rendahnya kemampuan berpikir siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut adalah pelaksanaan pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek mekanistik. Sengaja atau tidak, pembelajaran matematika lebih difokuskan agar siswa secara mekanistis menghafal sejumlah fakta matematis dan relatif kurang menekankan pengembangan kemampuan berpikir siswa. Pembelajaran yang bersifat mekanistis tentu kurang bermanfaat, kecuali memang dimaksudkan menjadikan siswa-siswa sebagai mesin. Sayangnya, hal demikian seakan-akan mendapat dukungan dari tumbuhnya berbagai metode berhitung cepat yang biasanya dikemas dalam berbagai kursus berbeaya tinggi. Berbagai usaha kreatif ini tentu patut dihargai. Namun, perlu disadari bahwa pembelajaran yang hanya memfokuskan pada kemampuan mekanistis dan mengabaikan kemampuan berpikir sesungguhnya kurang bermakna dan dapat mematikan potensi berpikir siswa. Pengembangan kemampuan berpikir siswa dapat dilakukan melalui proses pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik sehingga dapat menstimulasi berkembangnya potensi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Park (2004) bahwa proses pembelajaran dapat diartikan sebagai proses pengembangan potensi siswa, termasuk potensi berpikirnya. Salah satu pembelajaran yang berpotensi mengembangkan kemampuan berpikir siswa adalah pembelajaran matematika realistik. Pada tulisan ini akan diuraikan mengenai beberapa kemampuan berpikir dan pembelajaran matematika realistik beserta perannya dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa. B. Kemampuan Berpikir Kemampuan berpikir yang dipandang paling rendah adalah kemampuan mengingat, seperti mengingat fakta-fakta atau rumus-rumus matematis. Misalnya siswa dapat mengingat bahwa 3 x 3 = 9, jumlah ukuran sudut-sudut segitiga adalah 180, pada segitiga siku-siku berlaku teorema Pythagoras, dan sebagainya. 2

Kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada mengingat adalah kemampuan memahami. Dalam hal ini siswa mampu memahami konsep-konsep matematika dan menerapkannya untuk menyelesaikan masalah yang sesuai. Misalnya, siswa dapat menentukan ukuran sudut segitiga jika ukuran dua sudut lainnya diketahui atau siswa dapat menentukan salah satu ukuran sisi segitiga siku-siku jika ukuran dua sisi lainnya diketahui. Kemampuan mengingat dan memahami pada umumnya merupakan dua kemampuan yang paling banyak mendapat perhatian dan dieksplorasi dalam proses pembelajaran matematika. Pada umumnya, proses pembelajaran mengedepankan pada upaya melatih siswa menghafal sejumlah materi pelajaran, meskipun terkadang siswa kurang memahami untuk apa dan mengapa hal itu dilakukan. Dapat dipahami bahwa meskipun dua kemampuan ini sangat penting dikuasai siswa, tetapi tanpa beranjak dan mendorong siswa untuk menguasai kemampuan berpikir yang lebih tinggi dan kompleks, akan mematikan potensi mereka. Siswa memerlukan kemampuan berpikir yang lebih tinggi untuk mencapai jenjang pengetahuan yang lebih tinggi. Mereka juga memerlukan kemampuan berpikir lebih tinggi untuk menyelesaikan masalah dalam berbagai bidang dan menghadapi tantangan kehidupan yang semakin kompleks. Kemampuan-kemampuan berpikir tersebut di antaranya adalah kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan berpikir kritis. Krulick dan Rudnick (Sabandar, 2007) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir kritis dalam matematika melibatkan aktivitas menguji, mempertanyakan, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek yang ada dalam suatu situasi atau masalah. Misalnya, ketika seseorang membaca suatu naskah atau penjelasan, ia akan berusaha untuk memahami dan mencoba menemukan atau mendeteksi hal-hal yang penting dan relevan. Seseorang yang berpikir kritis akan selalu peka terhadap informasi atau fakta yang ditemuinya dan selanjutnya mengevaluasi atau membuat simpulan terkait situasi tersebut. Kemampuan berpikir kreatif dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang bersifat baru dan bermafaat. Menurut Grieshober et al (2004), terdapat beberapa aspek dalam kemampuan berpikir kreatif, yakni aspek kepekaan (sensitivity), kelancaran (fluency), fleksibilitas (flexibility), keaslian (originality), dan elaborasi (elaboration) dalam berpikir. Kepekaan merujuk pada kemampuan siswa untuk menangkap atau mengidentifkkasi ide-ide matematis di 3

balik suatu situasi atau masalah. Kelancaran merujuk pada banyaknya ide, fleksibilitas merujuk pada beragamnya ide, keaslian merujuk pada relatif jarangnya sebuah ide dimunculkan, dan elaborasi berkaitan dengan kerincian suatu ide. C. Pembelajaran Matematika Realistik dan Pengembangan Kemampuan Berpikir Pembelajaran matematika realistik (Realistic Mathematics Education) dikembangkan atas dasar filosofi Freudenthal bahwa matematika sebagai aktivitas insani (mathematics as human activity) (Gravemeijer, 1994). Dalam hal ini, matematika tidak disajikan sebagai produk jadi (ready made product), melainkan harus dikonstruksi secara aktif atau ditemukan kembali (reinvention) oleh siswa. Siswa membentuk sendiri pengetahuan atau prosedur matematis melalui aktivitas penyelesaian masalah kontekstual yang relevan. Menurut Gravemeijer (1994), terdapat tiga prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu: 1) guided reinvention and progressive mathematization, yaitu melalui topik-topik matematika yang disajikan, siswa diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses yang dilalui oleh para penemu matematika dalam menemukan konsep-konsep matematika, 2) didactical phenomenology, yaitu topik-topik matematika yang diajarkan berasal dari fenomena sehari-hari. Topik-topik itu dipilih dengan pertimbangan aplikasi dan kontribusinya untuk perkembangan matematika lanjut, dan 3) self-developed models, yaitu siswa mengembangkan model mereka sendiri sewaktu memecahkan masalah soal-soal kontekstual. Mula-mula, siswa akan menggunakan model atau strategi penyelesaian masalah secara informal. Setelah terjadi interaksi dan diskusi di kelas, salah satu model atau strategi penyelesaian yang dikemukakan siswa akan dikembangkan menjadi model atau strategi formal. Penggunaan masalah kontekstual atau realistis merupakan karakteristik utama pembelajaran matematika realistis. Masalah kontekstual ini tidak hanya dimanfaatkan sebagai aplikasi dari konsep-konsep yang dipelajari siswa sehingga ditempatkan di akhir proses pembelajaran sebagaimana terjadi pada pembelajaran konvensional pada umumnya, melainkan digunakan sebagai titik awal proses pembelajaran. Siswa membangun pengetahuan atau prosedur matematis melalui aktivitas penyelesaian masalah kontekstual tersebut. Agar bermakna, masalah kontekstual yang digunakan hendaknya dikenal siswa. 4

Dalam upaya menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan, siswa diberikan kebebasan untuk menggunakan berbagai model, ilustrasi, atau ungkapan matematis lainnya berdasarkan pengetahuan atau keterampilan yang telah mereka ketahui. Dimungkinkan, model atau ungkapan matematis yang digunakan siswa belum sesuai dengan model formal, tetapi melalui proses diskusi yang terarah mereka diharapkan akan mencapai tahap pemahaman formal. Dalam pembelajaran matematika realistik, aktivitas menyelesaikan masalah kontekstual dapat mendorong siswa mengembangkan potensi berpikir siswa. Siswa didorong untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan berbagai pengetahuan atau strategi yang mereka ketahui. Hal demikian mendorong siswa berpikir fleksibel yang merupakan salah satu aspek kemampuan berpikir kreatif. Dalam upaya mengeksplorasi masalah kontekstual, khususnya masalah terbuka, siswa juga mengembangkan kepekaannya dalam mengidentifikasi aspek-aspek matematis yang relevan. Sementara kepekaan (sensivity) merupakan aspek utama dari berbagai kemampuan berpikir lainnya, seperti kemampuan berpikir kreatif dan berpikir kritis. Pengembangan kemampuan berpikir siswa akan lebih optimal jika masalah kontekstual yang digunakan bersifat terbuka (open-ended problem). Pembelajaran matematika realistik yang memanfaatkan penggunaan soal terbuka memberikan peluang lebih kepada siswa untuk mengeksplorasi kemampuan berpikirnya secara komprehensif, khususnya kemampuan berpikir kreatif dan kritis. Menurut Takahashi (2006), masalah terbuka adalah masalah atau soal yang mempunyai banyak solusi atau strategi penyelesaian. Pada mulanya, penggunaan masalah terbuka merupakan hasil dari proyek penelitian pengembangan metode evaluasi keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam pendidikan matematika dari tahun 1971 sampai 1976. Namun, selanjutnya para peneliti tersebut menyadari bahwa pembelajaran matematika yang menggunakan masalah terbuka mempunyai potensi yang kaya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Berikut diberikan contoh-contoh menggunakan masalah kontekstual atau realistis untuk mengambangkan kemampuan berpikir siswa, khususnya kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif. Contoh 1 Terdapat dua potong kue dengan jenis berbeda yang masing-masing berukuran setengah bagian dan sepertiga bagian. Jono ditawari untuk memilih dua potong kue 5

tersebut. Karena sangat lapar dan menyukai kue, maka ia serta merta memilih kue yang berukuran setengah bagian. Sementara adiknya, Yani, memperoleh potongan kedua yang berukuran sepertiga bagian. Ternyata, setelah dibandingkan, Yani memperoleh bagian yang lebih besar daripada kue yang dipilih Jono. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Penjelasan Masalah kontekstual demikian dapat menstimulasi kepekaan siswa yang mendasari kemampuan bepikir kritisnya. Siswa didorong untuk berpikir kritis bahwa belum tentu setengah bagian lebih besar daripada sepertiga bagian. Hal demikian membawa siswa pada pemahaman bahwa pecahan tidak memberikan informasi mengenai kuantitas suatu unit pecahan, melainkan lebih berkaitan dengan proporsi suatu bagian terhadap keseluruhan. Pemahaman demikian penting dikuasai siswa karena mendasari pemahaman konsep pecahan secara umum. Contoh 2 Ali dan Jono berjalan dari stasiun ke hotel. Mereka berangkat pada yang sama dan melalui jalan yang sama. Ali menempuh separuh waktu perjalanannya dengan kecepatan v1 dan separuh waktu berikutnya dengan kecepatan v2. Sedangkan Jono menempuh separuh jarak perjalanannya dengan kecepatan v1 dan separuh jarak berikutnya dengan kecepatan v2. Siapakah yang lebih dahulu sampai hotel? Penjelasan Soal demikian merupakan soal kontekstual yang bersifat terbuka, baik jawabannya maupun strategi penyelesaiannya. Berikut diuraikan beberapa kemungkinan strategi penyelesaian beserta kemungkinan jawabannya. a. Dengan menggunakan penalaran Jika Ali menempuh separuh waktu perjalanan dengan kecepatan v1 dan separuh berikutnya dengan kecepatan v2, dengan v1 > v2, maka selama separuh waktu perjalanananya, ia akan menempuh lebih dari separuh jarak perjalanan. Jarak yang ditempuh ini lebih jauh daripada jarak yang ditempuh Jono. Jadi, Ali akan sampai ke hotel lebih dahulu daripada Jono. Sebaliknya, jika v1 < v2, maka dengan penalaran atau penjelasan serupa, Jono akan sampai lebih dahulu daripada Ali. 6

b. Dengan ilustrasi atau skema. Situasi pada soal dapat diilustrasikan sebagai berikut. Jono v1 v2 Ali v1 ½ S ½ S v2 Gambar 1. Ilustrasi situasi soal Daris ilustrasi grafis di atas, tampak bahwa jika v1 > v2, maka Ali akan sampai lebih dahulu ke hotel daripada Jono. Sebaliknya, jika v2 > v1, maka dengan memodifikasi ilustrasi tersebut, akan dapat ditunjukkan bahwa Jono lebih dulu sampai ke hotel dibandingkan Ali. c. Dengan menggunakan grafik. Situasi pada soal dapat disajikan dalam grafik berikut. s ½ S v1 v2 Ali Jono ½ S t ½ T ½ T Gambar 2. Ilustrasi grafis situasi soal Pada grafik di atas, sumbu mendatar menyatakan waktu (t) dan sumbu tegak menyatakan jarak (s). Dari grafik di atas, jika v1 > v2, maka tampak bahwa Ali akan sampai lebih dahulu ke hotel daripada Jono. Dengan memodifikasi grafik di atas, dapat disimpulkan sebaliknya, yakni Jono lebih dahulu sampai ke hotel daripada Ali. Perlu diperhatikan bahwa tampilan grafik akan berbeda jika sumbu mendatar menyatakan jarak dan sumbu tegak menyatakan waktu. d. Selain dengan kedua cara di atas, siswa dapat melakukan percobaan di kelas dengan berjalan di ruang kelas untuk menggambarkan situasi tersebut. Juga, siswa dapat melakukan langkah coba-coba, misal dengan menggunakan tabel yang bersesuaian. 7

Dengan mengeksplorasi berbagai kemungkinan strategi maupun jawaban di atas, siswa akan mengembangkan kemampuan berpikirnya, termasuk kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan berpikir kritisnya. Pengembangan Soal (Bagaimana jika?) Soal di atas dapat lebih dikembangkan untuk meningkatkan kompleksitasnya sehingga dapat lebih menstimulasi kemampuan berpikir siswa. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengembangkan soal tersebut adalah dengan menggunakan strategi bagaimana jika (what if not...?) seperti berikut ini. Bagaimana jika Ali menempuh separuh waktu perjalanan dengan kecepatan v1 dan separuh waktu berikutnya dengan kecepatan v2, sementara Jono menempuh separuh jarak dengan kecepatan v2 dan separuh jarak berikutnya dengan kecepatan v1? Siapa yang lebih dahulu sampai ke hotel? Apakah Ali akan menyalip Jono atau sebaliknya? Bagaimana jika Ali menempuh separuh jarak perjalanan dengan kecepatan v1 dan separuh jarak berikutnya dengan kecepatan v2, sementara Jono menempuh separuh jarak perjalanan dengan kecepatan v2 dan separuh jarak berikutnya dengan kecepatan v1? Siapa yang lebih dahulu sampai ke hotel? Apakah Ali akan menyalip Jono atau sebaliknya? Mengapa? Bagaimana jika v1 = v2? Apakah Ali dan Joko akan sampai ke hotel dalam waktu bersamaan? Bagaimana pula jika v1 = 2v2? Siapa yang akan sampai lebih dahulu ke hotel? Mengapa? Berapakah masing-masing kecepatan rata-rata perjalanan Ali dan Jono? dan sebagainya. D. Penutup Pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui pembelajaran matematika realistik perlu dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk selanjutnya diteliti efektivitasnya. Hal demikian tidak selalu mudah dilakukan. Proses penemuan konsep atau prosedur matematis tidak serta-merta dapat dilakukan siswa. Demikian juga aktivitas konstruksi kreatif siswa juga tidak selalu terjadi dengan mudah. Oleh karena itu, bimbingan guru merupakan hal yang esensial. 8

E. Daftar Pustaka Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas Gobel, T. M. (2001). Indonesia Masuk Nomor Buncit di Bidang Matematika dan Sains. Suara Pembaharuan Daily. [Online]. Tersedia: http://www.sekolah2000.or.id/artikel/12122000.0001.html. [26 September 2001] Gravemeijer, K.P.E. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Culemborg: Technipress Grieshober, W. E. (2004). Dictionary of Creativity. New York: International Center for Studies in Creativity State University of New York College at Buffalo. NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM. Takahashi, A. (2008). Communication as Process for Students to Learn Mathematical. [Online]. Tersedia: http://www.criced.tsukuba.ac.jp/math/apec/apec2008/papers/ PDF/14.Akihiko_Takahashi_USA.pdf. [17 Oktober 2008]. Sabandar, J. (2007). Berpikir Reflektif. Bandung: Prodi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. 9