BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kumpulan atau asosiasi pohon-pohon yang cukup rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Penyelenggaraan pengelolaan hutan, harus memenuhi tiga aspek kemanfaatan, yaitu lingkungan, sosial, dan ekonomi secara proporsional bagi para pihak yang berkepentingan, sehingga sistem pengelolaan yang paling rasional dan relevan adalah PHBM (Purwanto, 2013). Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) atau Sustainable Forest Management (SFM) bersama Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan prinsip dasar pengelolaan sumberdaya hutan di Perum Perhutani (Adi, 2005). Pada kawasan hutan produksi kemitraan kehutanan yang dilaksanakan oleh Perhutani, pada kawasan lindung juga dilakukan melalui program PHBM. Namun demikian, PHBM pada kawasan hutan lindung tidak dilaksanakan di semua lokasi hutan lindung di Jawa Tengah, tapi terbatas hanya di lokasi- 1
lokasi yang tekanan penduduknya tinggi. Dengan demikian terlihat bahwa tujuan implementasi program PHBM pada kawasan hutan lindung tersebut pada dasarnya hanyalah merupakan cara yang ditempuh oleh Perhutani untuk menjaga kawasan hutan lindung dari gangguan masyarakat sekitar (Diantoro dkk, 2014). Menurut SK Direksi Perum Perhutani No. 268/KPTS/DIR/2007 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau para pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang bersifat fleksibel, partisipatif, dan akomodatif (Rosyadi dan Sobandi, 2014). Sehingga program PHBM ini dimaksudkan untuk pengelolaan hutan bersama mayarakat yang lebih baik yang dapat mengurangi kegiatan masyarakat yang berpotensi merusak kawasan hutan. Program ini memberikan akses kepada masyarakat untuk masuk ke dalam kawasan hutan termasuk di dalam hutan lindung. Hutan Alas Kemuning merupakan kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani yang berbatasan langsung dengan lahan pertanian, perkebunan, dan permukiman masyarakat di sekitarnya. Keberadaan masyarakat dan lahannya memiliki potensi tekanan terhadap keberadaan hutan Alas Kemuning. Oleh karena itu, Perum Perhutani menerapkan program PHBM di dalam kawasan hutan Alas Kemuning. 2
Pelaksanaan PHBM dalam pengelolaan hutan Alas Kemuning dilakukan dengan memperbolehkan masyarakat sekitar kawasan hutan untuk melakukan penanaman kopi di dalamnya. Perum Perhutani sebagai pemegang hak kawasan hutan memberikan peranan yang signifikan terhadap pemberdayaan masyarakat desa hutan melalui keterbukaan akses terhadap kepastian lahan usaha, kebebasan menentukan komoditas pertanian yang diusahakan, dan pemasaran hasil (Krisna, 2009). Masuknya masyarakat ke dalam hutan Alas Kemuning berpotensi mengakibatkan rusaknya kondisi kawasan hutan serta terganggunya habitat bagi satwa yang hidup di dalamnya. Apalagi hutan Alas Kemuning merupakan habitat penting bagi kukang Jawa yang merupakan satwa yang terancam punah di Indonesia (Siregar, 2015). Masuknya masyarakat dalam mengelola hutan Alas Kemuning dengan skema PHBM berpotensi untuk mengganggu keberadaan satwa liar terutama mamalia kecil. Hal ini dikarenakan mamalia kecil terestrial sangat rentan terhadap perubahan yang terjadi di hutan pegunungan dataran tinggi terutama lantai hutan (Solina dkk, 2003). Perubahan kondisi hutan diketahui memengaruhi komunitas mamalia kecil baik pengaruhnya terhadap kekayaan dan kelimpahan spesies pada komunitas tersebut (Yahner, 1992). Selain perubahan kondisi hutan, keberadaan jenis mamalia dipengaruhi oleh aktivitas manusia seperti eksploitasi berlebih, introduksi jenis eksotis, dan hilangnya habitat(ledec and Good-land, 1992). 3
1.2. Permasalahan Mamalia kecil merupakan kelompok satwa yang berperan dalam penyebaran biji atau sebagai polinator. Keberadaan satwa tersebut berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan dan rantai makanan.dengan berperan sebagai pemencar biji dan penyerbuk bunga, sehingga sangat berpengaruh terhadap proses regenerasi hutan dan komposisi berbagai jenis flora dan fauna (Kitchener et al.,1990 dalam Saim, 2005). Selain itu, mamalia kecil juga berperan sebagai pengendali hama tanaman pertanian dan menjadi sumber pakan bagi satwa karnivora. Keberadaan mamalia kecil ini dalam sebuah ekosistem hutan memiliki peranan yang penting, sehingga kehadiran mamalia kecil dalam suatu hutan dapat menjadi indikator kondisi ekosistem hutan khususnya di hutan Alas Kemuning. Kemudahan akses masuk ke kawasan Hutan Alas Kemuning melalui program PHBM memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan bertani atau berkebun seperti menanam kopi yang merupakan gambaran utama kondisi di daerah ini. Kegiatan penanaman kopi ini berdampak pada pola penggunaan lahan di dalam kawasan. Pola penggunaan lahan ini bisa saja menaikkan atau menurunkan variasi atau keragaman vegetasinya. Selain itu perbedaan pola penggunaan lahan, berpotensi berdampak pada kehadiran mamalia kecil. Mengingat mamalia kecil memiliki peran yang penting dalam sebuah ekosistem dan sangat rentan terhadap perubahan yang terjadi di hutan terutama lantai hutan (Solina dkk, 2003). 4
Di Indonesia penelitian mengenai mamalia kecil telah banyak dilakukan di antaranya oleh Maharadatunkamsi (1999) di Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan, Kustoto et al. (2005) di Konawe Sulawesi Tenggara, Saim (2005) di Nyuatan, Kutai Barat, Malau et al. (2011) di Pegunungan Schwane, dan Solina et al. (2013) di Gunung Singgalang, Sumatera Barat. Sayangnya pengetahuan tentang respon mamalia terhadap pola penggunaan lahan di hutan Alas Kemuning area PHBM Perum Perhutani belum banyak diketahui. Penelitian mengenai mamalia kecil di kawasan hutan Alas Kemuning ini sudah pernah dilakukan oleh Siregar (2015) dan Prasetyo (2015) yang membahas mengenai mamalia kecil arboreal yaitu kukang Jawa. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang kehadiran mamalia kecil terestrial pada berbagai pola penggunaan lahan khususnya di Hutan Alas Kemuning. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan publikasi ilmiah yang menjelaskan keberadaan jenis mamalia kecil pada berbagai pola penggunaan lahan di kawasan hutan Alas Kemuning. 1.3. Tujuan a) Mengetahui berbagai pola penggunaan lahan di area PHBM Perhutani di kabupaten Temanggung. b) Mengetahui tingkat kehadiran mamalia kecil dan jenis-jenisnya pada berbagai pola penggunaan lahan di area PHBM Perhutani di kabupaten Temanggung. 5
c) Mengetahui kondisi habitat mamalia kecil pada berbagai pola penggunaan lahan di area PHBM Perhutani di kabupaten Temanggung. 1.4. Manfaat Penelitian ini bermanfaat sebagai data pelengkap mengenai jenis-jenis satwa terutama mamalia kecil yang ada di Hutan Alas Kemuning yang menjadi area PHBM Perhutani KPH Kedu Utara BKPH Candiroto dan menjadi infomasi awal mengenai kehadiran mamalia kecil pada berbagai pola penggunaan lahan. Menjadi acuan bagi pengelola dalam mempertahankan kelestarian mamalia kecil sebagai bagian dari ekosistem dan untuk tetap menjaga fungsi serta biodiversitas hutan Alas Kemuning. Sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya yang dapat mengungkapkan fungsi dan kedudukan jenis-jenis mamalia kecil bagi keseimbangan ekosistem. Selain itu juga untuk menambah referensi mengenai mamalia kecil di area hutan Alas Kemuning. 6