BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dua dimensi yang harus dipahami oleh guru yaitu: (1) guru harus menetapkan

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antara siswa dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB II Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. berkembang sejak dahulu. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar mempunyai. maupun kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN TEORITIS. A. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching And Learning (CTL)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. proses untuk menuntun siswa agar mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses membantu manusia dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB II KAJIAN TEORI. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD / MI. 1. Ciri-Ciri Pembelajaran Matematika SD / MI. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu

Tri Muah ABSTRAK. SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tingkat SD/MI

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. belajar sebagai suatu kebutuhan yang telah dikenal dan bahkan sadar atau

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

Rumusan masalahan. Tujuan Penelitian. Kajian Teori. memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI PECAHAN MENGGUNAKAN MODEL JIGSAW DI KELAS VI SD NEGERI NO181/VII GURUH BARU II MANDIANGIN.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tantangan berat bangsa Indonesia adalah menyiapkan sumber

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV SDN Lariang Melalui Metode Demonstrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang cepat dan mendasar dalam berbagai aspek kehidupan, antara lain perkembangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang banyak belajar,

Transkripsi:

6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Belajar 2.1.1. Pengertian Belajar Definisi belajar adalah suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap. (W.S.Winkel,1989:36). Belajar merupakan proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang melalui penguatan (reinforcement), sehingga terjadi perubahan yang bersifat permanen dan persisten pada dirinya sebagai hasil pengalaman (Learning is a change of behaviour as a result of experience), demikian pendapat John Dewey, salah seorang ahli pendidikan Amerika Serikat dari aliran Behavioural Approach (Purwanto, 2001:12). Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan akumulatif, mengarah kepada kesempurnaan, misalnya dari tidak mampu menjadi mampu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, baik mencakup aspek pengetahuan (cognitive domain), aspek afektif (afektive domain) maupun aspek psikomotorik (psychomotoric domain). Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Ada empat pilar belajar yang dikemukakan oleh UNESCO, yaitu (Nurhadi, 2004:62): 1). Learning to Know, yaitu suatu proses pembelajaran yang memungkinkan siswa menguasai teknik menemukan pengetahuan dan bukan semata-mata hanya memperoleh pengetahuan. 2). Learning to do adalah pembelajaran untuk mencapai kemampuan untuk melaksanakan

7 Controlling, Monitoring, Maintening, Designing, Organizing. Belajar dengan melakukan sesuatu dalam potensi yang kongkret tidak hanya terbatas pada kemampuan mekanistis, melainkan juga meliputi kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain serta mengelola dan mengatasi konflik 3). Learning to live together adalah membekali kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, saling pengertian dan tanpa prasangka. 4). Learning to be adalah keberhasilan pembelajaran yang untuk mencapai tingkatan ini diperlukan dukungan keberhasilan dari pilar pertama, kedua dan ketiga. Tiga pilar tersebut ditujukan bagi lahirnya siswa yang mampu mencari informasi dan menemukan ilmu pengetahuan yang mampu memecahkan masalah, bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleransi terhadap perbedaan. Bila ketiganya berhasil dengan memuaskan akan menumbuhkan percaya diri pada siswa sehingga menjadi manusia yang mampu mengenal dirinya, berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki kemantapan emosional dan intelektual, yang dapat mengendalikan dirinya dengan konsisten, yang disebut emotional intelegence (kecerdasan emosi). Belajar menurut Hilgard dan Bower dalam Ngalim Purwanto (1988-1985) adalah perubahan tingkah laku terhadap situasi tertentu yang disebut oleh pengalaman berulangulang di dalam situasi itu, dimana tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon bawaan kematangan atau keadaan sesaat seseorang. Menurut Bagno dalam Ngalim Purwanto (1988-1985), belajar terjadi suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya juga merupakan proses yang ditandai dengan perubahan tingkah laku seseorang. Perubahan sebagai hasil dari suatu proses belajar yang ditujukan alam dalam berbagai bentuk perubahan pengetahuan kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada diri orang yang sedang belajar (Sudjana, 1989:5). Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan seseorang belajar adalah terjadinya perubahan perilaku pada dirinya.

8 Perubahan tingkah laku tersebut dapat dikategorikan belajar bila memenuhi kriteria sebagai berikut: a). Hasil belajar harus merupakan suatu proses yang disadari. b). Hasil belajar sebagai alat penyampaian tujuan. c). Hasil belajar harus merupakan tindak tanduk yang berfungsi efektif dalam kurun waktu tertentu. d). Hasil belajar sebagai produk dari proses latihan. Sedangkan latihan merupakan pengulangan dari suatu proses tindakan sebagai respon terhadap rangsangan dalam memperoleh kemampuan bertindak. 2.1.2. Hasil Belajar Belajar dan mengajar merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Belajar merujuk pada seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang guru sebagai pengajar. Dua kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru berpadu dalam satu kegiatan. Terjadinya interaksi antara guru dan siswa menghasilkan kemampuan yang disebut sebagai hasil belajar. Hasil belajar ialah penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru (Moeliono, 1988:700). Hasil belajar berupa perubahan tingkah laku yang ditunjukkan seseorang setelah melaksanakan kegiatan belajar dalam jangka waktu tertentu. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh seorang siswa setelah ia menerima perlakuan dari pengajar (guru). Hasil belajar berupa (Sudjana, 2004 : 22) 1. Keterampilan dan kebiasaan. 2. Pengetahuan dan pengarahan 3. Sikap dan cita-cita.

9 Berdasarkan pendapat tersebut di atas hasil belajar berupa kemampuan keterampilan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan dari guru sehingga ia dapat membangun pengetahuan itu untuk diterapkan dalam kehidupan seharihari. Hasil belajar yang diperoleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor, (Sudjana, 1989 : 39). yaitu a) faktor dari dalam diri siswa itu sendiri. b) faktor dari luar siswa Selanjutnya dikemukakan oleh Clark, (1981 : 21) bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa itu sendiri dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan, di mana yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran (Sudjana, 2002 : 39). Kualitas pengajaran adalah kompetensi profesional yang dimiliki oleh seorang guru, berupa kemampuan dasar kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikhomotorik (perilaku). Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa hasil belajar sebagai sesuatu yang diperoleh siswa dapat diperoleh karena adanya usaha, penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga pada individu tersebut nampak perubahan tingkah laku secara kuantitatif. 2.2. Hakekat Belajar Matematika 2.2.1. Hakekat Matematika Matematika merupakan ilmu yang universal, mendasari perkembangan teknologi modern yang mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada peserta didik secara dini untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan untuk bekerjasama. Hal tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memilih, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.

10 Materi matematika yang diajarkan pada jenjang pendidikan dasar dipilih dengan maksud untuk menumbuhkembangkan kemampuan pada diri siswa dan membentuk pribadi siswa sehingga mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian matematika yang diajarkan tidak terpisah dari ciri-ciri matematika itu sendiri antara lain : a). Memiliki objek kejadian abstrak, b). Berpola pikir deduktif dan konsisten Matematika berlandaskan kebenaran konsistensi, artinya kebenaran suatu pernyataan tertentu didasarkan atas kebenaran terdahulu yang telah diterima. Pembelajaran matematika di sekolah dasar dianggap tercapai apabila siswa telah memiliki sejumlah kemampuan di bidang matematika sebagai berikut : 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, menyusun bukti atau menjelaskan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah. 4. Mengkomunikasikan antara gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk lebih memperjelas permasalahan. 5. Memiliki sikap menghargai matematika dalam kehidupan sehari-hari yang didasari pada rasa ingin tahu, perhatian dan minat pada matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 2.2.2. Karakteristik Pembelajaran Matematika Karakteristik adalah ciri-ciri khas atau sifat-sifat tertentu yang membedakan satu dengan lainnya. Matematika memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan mata pelajaran lain. Ada beberapa pendapat para ahli tentang karakteristik matematika, antara lain :

11 a. Matematika diajarkan secara bertahap, yaitu dimulai dari konsep sederhana ke konsep yang lebih sukar, dari yang konkrit ke abstrak, dari yang dekat ke yang jauh (Depdikbud, 1995). b. Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2006) salah satu karakteristik pembelajaran matematika adalah diajarkan secara bertahap dari yang konkrit ke yang abstrak, dari yang dekat ke yang jauh dan dari hal yang sederhana ke hal yang rumit. Menurut Suherman karakteristik pembelajaran matematika adalah (Suherman, 2003) 1. Pembelajaran matematika dilaksanakan secara berjenjang (bertahap). Pembelajaran diajarkan secara secara berjenjang atau bertahap artinya berawal dari hal konkrit ke hal abstrak, hal yang sederhana ke yang kompleks atau konsep dari mudah ke yang sukar. 2. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral. Setiap mempelajari konsep baru perlu memperhatikan konsep atau bahan lama yang telah dipelajari sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang sudah dipelajari sebelumnya. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran matematika (spiral melebar dan menaik). 3. Pembelajaran matematika menekankan pada pola pikir deduktif. Matematika tersusun secara deduktif aksiomatek. 4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi. Kebenaran dalam matematika adalah kebenaran konsistensi tidak bertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar apabila didasarkan atas pernyataan-pernyataan yang terdahulu yang telah diterima kebenarannya. Dalam hal ini penerapan metode demonstrasi yang disertai dengan penggunaan alat peraga konkrit yang sesuai dengan tahap perkembangan anak didik kelas rendah yaitu memasuki situasi enactive sangat sesuai dengan pernyataan-pernyataan

12 karakteristik matematika tersebut di atas, karena dalam metode demonstrasi menyajikan hal-hal yang konkrit yang diperlihatkan serta diperagakan langsung oleh siswa. Dengan demikian siswa tidak akan mengalami kesulitan dalam menerapkan hal-hal yang abstrak. 2.2.3. Teori-teori Belajar yang Terkait dengan Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:185), pendekatan pembelajaran berarti anutan pembelajaran yang berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor siswa dalam pengolahan pesan sehingga tercapai sasaran belajar. Margono (1998:38) menyatakan bahwa Pendekatan adalah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, dilihat dari sudut bagaimana materi disusun dan disajikan. Guru matematika yang kompeten mempunyai wawasan landasan yang dapat dipakai dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran matematika. Teori-teori yang berpengaruh untuk mengembangkan dan memperbaiki pembelajaran matematika diantaranya : a).teori pembelajaran bermakna (meaningful instruction) atau teori makna (meaning theory) dari Aussubel mengemukakan pentingnya belajar bermakna dalam mengajar matematika. Kebermaknaan pembelajaran akan membuat kegiatan belajar lebih menarik, lebih bermanfaat, dan lebih menantang, sehingga konsep dan prosedur matematika akan lebih mudah dipahami dan akan mempunyai masa ingatan (retention spam) yang lebih lama dibandingkan dengan pembelajaran yang bersifat hafalan. b).metode latihan dan praktik (drill and practice) adalah model pembelajaran berupa latihan mengerjakan soal-soal. Tujuan dari latihan ini adalah untuk lebih memantapkan pemahaman konsep dan lebih terampil dalam menyelesaikan beragam soal. Siswa yang menjalankan program ini akan memperoleh balikan tentang tingkat penguasaan mereka

13 dan mereka dapat mengulanginya sampai mereka benar-benar merasa lebih menguasai dan memahami bahan, materi atau topik matematika yang dipelajari. Guru perlu menyadari bahwa dengan latihan dan pengerjaan (drill and practive instruction) dan pembelajaran bermakna (meaningful instruction) tidak bertentangan tetapi saling melengkapi. Pembelajaran bermakna diberikan untuk mengawali kegiatan pembelajaran dan pembelajaran drill and practice diberikan kemudian. Pembelajaran bermakna akan membuat materi pelajaran menjadi menarik, bermanfaat dan menantang, sedangkan pembelajaran drill and practice membuat peserta didik terbiasa (familiar) terhadap penerapan konsep sehingga konsep-konsep itu akan dipahami dan tertanam dengan baik dalam pikiran peserta didik. Jerome Bruner dalam teorinya mengemukakan bahwa kemampuan mental anak berkembang secara bertahap mulai dari yang sederhana ke yang rumit, mulai dari yang mudah ke yang sulit, dan mulai dari yang nyata atau konkrit ke yang abstrak. Urutan tersebut dapat membantu peserta didik untuk mengikuti pelajaran dengan lebih mudah. Urutan bahan yang dirancang biasanya juga terkait usia dan umur. Ada tiga tingkatan yang perlu diperhatikan dalam mengakomodasikan keadaan peserta didik yaitu: a). Enactive (manipulasi obyek langsung) b). Econic (manipulasi obyek tidak langsung) c). Symbolic (manipulasi simbol). Penggunaan berbagai obyek dalam berbagai bentuk dilakukan setelah melalui pengamatan yang diteliti bahwa memang benar objek itu diperlukan. Demikian juga dalam penerapan metode demonstrasi yang diterapkan untuk materi pelajaran di kelas rendah yang tentu saja peserta didik masih dalam situasi enactive yang artinya matematika lebih banyak diajarkan dengan manipulasi objek langsung, maka dalam penerapannya, metode demonstrasi yang dilakukan dapat melibatkan siswa aktif dan guru dapat memanfaatkan media langsung yang ada di sekeliling siswa.

14 2.3. Metode Demonstrasi 2.3.1. Pengertian Demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif, sebab membantu siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta atau data yang benar. Metode demonstrasi merupakan metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan. Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi peran siswa hanya sekadar memerhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih konkret. Dalam strategi pembelajaran, demonstrasi dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori dan inkuiri. Menurut Djamarah (2006) metode demonstrasi ialah cara penyajian pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan yang sering disertai dengan penjelasan lisan. Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna, siswa dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperhatikan selama pelajaran berlangsung. Metode demonstrasi baik digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu, proses pengerjaan atau menggunakannya. Komponen-komponen yang membentuk sesuatu, membandingkan sesuatu cara dengan cara dan mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu. Metode demonstrasi mempunyai kelebihan dan kekurangan, antara lain sebagai berikut: a. Kelebihan Metode Demonstrasi 1) Dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkrit, sehingga menghindari verbalisme (pemahaman secara kata-kata atau kalimat)

15 2) Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari 3) Proses pengajaran lebih menarik 4) Siswa ditantang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, dan mencoba melakukannya sendiri b. Kekurangan Metode Demonstrasi 1) Memerlukan keterampilan guru secara khusus, karena tanpa ditunjang hal itu, pelaksanaan demonstrasi akan tidak efektif. 2) Fasilitas seperti peralatan, tempat dan biaya yang memadai tak selalu tersedia dengan baik. 3) Memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang di samping waktu yang cukup panjang. (Djamarah, 2006:90 91). Dengan membaca uraian tentang metode demonstrasi tersebut, jelaslah bahwa penerapan metode demonstrasi dalam pembelajaran memungkinkan siswa aktif mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan guru selama pembelajaran. Selain itu penerapan metode demonstrasi dalam pembelajaran dapat untuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu. Dengan mendengar dan melihat kebenaran langsung, pemahaman yang diperoleh siswa akan lebih sempurna dan terpateri dalam ingatan siswa. 2.3.2. Langkah-langkah Menggunakan Metode Demonstrasi a. Tahap Persiapan Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang dilakukan: 1. Merumuskan tujuan yang harus dicapai oleh siswa setelah proses demonstrasi berakhir. 2. Mempersiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan. 3. Melakukan uji coba demonstrasi.

16 b. Tahap Pelaksanaan 1. Langkah pembukaan Sebelum demonstrasi dilakukan penulis melakukan hal-hal sebagai berikut : a). Mengatur tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat memperhatikan dengan jelas apa yang akan didemonstrasikan. b) Mengemmukakan tujuan apa yang harus dicapai oleh siswa. c) Mengemukakan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh siswa, yaitu siswa ditugaskan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dari pelaksanaan demonstrasi 2. Langkah pelaksanaan demonstrasi. a) Melakukan tanya jawab untuk merangsang siswa untuk berpikir dan mendorong siswa untuk tertarik memperhatikan demonstrasi. b) Menciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana yang menegangkan. c) Meyakinkan bahwa semua siswa mengikuti jalannya demonstrasi dengan memperhatikan reaksi seluruh siswa. d) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi itu. 3. Langkah mengakhiri demonstrasi. Sesudah demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran diakhiri dengan memberikan tugas yang ada kaitannya dengan pelaksanaan demonstrasi dan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini diperlukan untuk meyakinkan apakah siswa memahami proses demonstrasi itu atau tidak. Selain memberikan tugas yang relevan, guru dan siswa melakukan evaluasi bersama tentang jalannya proses demonstrasi itu untuk perbaikan selanjutnya.

17 2.4. Penelitian yang Relevan Ada banyak penelitian yang sudah dilakukan tentang penerapan suatu metode dengan peningkatan hasil belajar. Namun penelitian yang relevan dengan obyek yang penulis teliti antara lain sebagai berikut : a) Murdaningrum, Yunita, 2011 berjudul Penerapan Metode Demonstrasi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Purwantoro 8 Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode demonstrasi dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar. Jumlah siswa yang konsentrasi dalam belajar meningkat dari 56,11% pada siklus I menjadi 68,33% pada siklus II. Kerja sama siswa dari 56,11% pada siklus I meningkat menjadi 65,56% pada siklus II. Keberanian siswa dalam bertanya ataupun berpendapat mengalami peningkatan dari 58,89% pada siklus I menjadi 66,11% pada siklus II. b) Ainul Ati Prabawati. 2011. Penerapan Metode Demonstrasi Untuk Meningkatkan Keterampilan Mengenal Pecahan Pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas 3 MI Nurul Huda Mulyorejo Malang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran demonstrasi pada mata pelajaran matematika kelas III B MI Nurul Huda Mulyorejo Malang, sangat cocok dilakukan karena hasil yang dapat disimpulkan dari lembar observasi tentang peningkatan keterampilan mengenal pecahan adalah pada siklus I 23,4.%, siklus II 36,2 dan siklus III 27,7, Pada siklus I dengan perolehan nilai rata-rata 43,7 dan pada siklus II nilai rata-rata 52,9,dan pada siklus III nilai rata-rata 9,09, jadi peningkatan sebesar 19 point.

18 Sesuai dengan permasalahan hasil belajar matematika yang dicapai oleh siswa masih rendah, dengan pembelajaran menggunakan metode demonstrasi diduga akan terjadi peningkatan hasil belajar. Penelitian dilakukan di sekolah peniliti sendiri dengan tujuan agar penelitian ini bisa mendapatkan teori ataupun hasil yang bisa dipertanggungjawabkan. 2.5. Kerangka Berpikir Pembelajaran Matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Selanjutnya, matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistik. Melihat kenyataan tersebut peneliti mencoba menerapkan langkah pembelajaran dengan menerapkan metode demonstrasi dalam pembelajaran matematika dengan kompetensi dasar Faktor Persekutuan Besar dan Kelipatan Persekutuan Kecil. Dalam penerapan metode demonstrasi ini tidak hanya guru yang berdemonstrasi, akan tetapi siswa juga diberi kesempatan melakukan demonstrasi sehingga siswa lebih aktif, kreatif dan bisa membuktikan sendiri tentang FPB dan KPK. Dari penerapan metode demonstrasi tersebut diharapkan siswa lebih memahami konsep agar nilai yang diperoleh siswa bisa meningkat sehingga pembelajaran tersebut dapat berhasil dengan baik dan mencapai ketuntasan belajar yang maksimal. Kerangka pemikiran diperlukan ketika seorang peneliti akan mengetahui secara menyeluruh penelitian yang akan dilakukannnya. Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

19 Gambar 1 : Kerangka Pemikiran Kondisi Awal GURU Belum memanfaatkan metode yang tepat dalam pembelajaran matematika SISWA Hasil belajar matematika tentang FPB dan KPKmasih rendah Tindakan Kondisi Akhir Pembelajaran dengan metode demonstrasi dalam pembelajaran matematika Diduga melalui metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar materi FPB dan KPK siswa kelas V semester 1 SD Negeri 1 Tlogorejo Tahun Pelajaran 2011/2012 SIKLUS I Memanfaatkan metode demonstrasi secara berkelompok besar (tiap kelompok 6 org) dalam pembelajaran SIKLUS II Memanfaatkan metode demonstrasi secara kelompok kecil (kel.4 org) dalam pembelajaran matematika Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas maka dapat disampaikan arah penelitian yang akan dilakukan peneliti. Diduga melalui penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar matematika dengan kompetensi dasar FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) dan KPK (Kelipatan Persekutuan terkecil) pada siswa kelas V semester I SD Negeri 1 Tlogorejo Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012. 2.5. Hipotesis Tindakan Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul setelah menetapkan anggapan dasar maka lalu membuat teori sementara yang kebenarannya masih perlu diuji (Arikunto, 1998:67).

20 Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah diduga Ada peningkatan hasil belajar matematika tentang FPB dan KPK melalui penerapan metode demonstrasi pada siswa kelas V semester I SD Negeri 1 Tlogorejo Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012.