BAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. prenatal sampai fase lanjut usia. Di antara rentang fase-fase tersebut salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. unik dan mereka lebih tertarik dengan dirinya sendiri hanya saja sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Halimatusa diah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang disetujui bagi berbagai usia di sepanjang rentang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. kepribadian siswa, yakni saat remaja menguasai pola-pola perilaku yang khas

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. remaja yang berkisar antara tahun. Hurlock (1980: 206) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa anak berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. Ketrampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk bergaul dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Dasar dari konsep diri

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lina Nurlaelasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh dengan

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. mental, emosional, sosial dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk bisa mempertahankan hidupnya. Sebagai mahluk sosial manusia tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa. anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Badan Narkotika Nasional, sebagian besar korban penyalah gunaan narkoba. remaja berusia dibawah 20 tahun. (Rahman, 2008: 71).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

Prosiding SNaPP2015 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Dwi Hurriyati

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan orang lain. Setiap manusia akan saling ketergantungan dalam. individu maupun kelompok dalam lingkungannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sutanto, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa yang penuh dengan dinamika. Dikatakan demikian karena memang masa remaja adalah masa yang sedang dalam tahap pertumbuhan. Ini dapat dilihat dari makna kata remaja itu sendiri. Secara etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Lebih mendalam tentang istilah remaja, menurut Santrock (2008: 16), pengertian adolescence (remaja) memerlukan pertimbangan tidak hanya dalam hal usia tetapi juga dalam hal pengaruh sosio-historis. Dengan adanya kerangka sosio-historis, Santrock mendefinisikan remaja sebagai periode transisi di antara masa anak-anak dan masa dewasa yang melibatkan perubahanperubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Santrock menegaskan bahwa tugas utama masa remaja adalah persiapan menuju masa dewasa. Tentu saja, masa depan budaya apa pun akan bergantung pada seefektif apakah masa persiapan tersebut (Santrock, 2008: 16-17). Ditilik dari aspek perkembangan usia, menurut Teori Piaget, remaja dimotivasi untuk memahami dunia mereka. Pemahaman akan dunia yang dilakukan remaja merupakan adaptasi biologis. Santrock menambahkan bahwa remaja secara aktif membentuk dunia kognisi mereka sendiri: informasi tidak hanya dituangkan ke dalam mereka dari lingkungan di sekitarnya. Dalam upaya memaknai dunia, remaja mengelola pengalaman, memisahkan ide-ide penting dari

2 yang kurang penting, dan menghubungkan satu ide ke ide lainnya. Remaja juga mengadaptasi pemikiran mereka untuk menyertakan ide baru karena informasi tambahan yang mereka peroleh akan memperdalam pemahaman mereka (Santrock, 2008: 96-97). Selanjutnya, tentang rentang usia remaja, Santrock menerangkan bahwa rentang usia masa remaja dapat berbeda dengan situasi kultural dan historis tertentu. Di Amerika Serikat dan di kebanyakan budaya masa kini, masa remaja dimulai pada usia mendekati 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada masa usia antara 18 dan 22 tahun (Santrock, 2008: 17). Rentang usia tersebut, menurut Konopka Pikunas (Yusuf, 2009: 10), diklasifikasikan ke beberapa fase, yakni: 1. remaja awal: usia 12-15 tahun; 2. remaja madya: 15-18 tahun; dan 3. remaja akhir: usia 19-22 tahun. Tentu saja, fase-fase tersebut disertai dengan karakteristik aspek-aspek perkembangannya. Mengacu pada penjelasan tentang fase usia remaja di atas, jelaslah bahwa siswa Sekolah Menengah Atas dalam hal ini siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) termasuk ke dalam fase remaja. Oleh karena itu, siswa SMK juga dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan (developmental tasks) remaja pada umumnya. Tentang tugas-tugas perkembangan remaja, Hurlock (Yusuf, 2009: 21) mengemukakan bahwa terdapat tugas-tugas perkembangan masa remaja yang merupakan social expectatitons (harapan-harapan sosial masyarakat).

3 Di antara tugas-tugas perkembangan yang dikemukakan Hurlock, terdapat beberapa aspek yang berhubungan dengan aspek interpersonal (antar-pribadi), yakni aspek mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal (lisan dan tulisan), mampu bergaul dengan teman sebaya atau orang lain secara wajar, dan bertingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial. Dengan demikian, jelaslah bahwa masa usia SMK memiliki keterkaitan yang erat dengan orang di luar dirinya sendiri (orang lain), baik itu dengan teman sejawat, dengan orang lain di sekitar lingkungan sekolah, maupun dengan masyarakat di sekitar lingkungannya. Dalam hal tugas-tugas perkembangan remaja, yang menarik dicermati adalah seringkali fenomena yang terjadi di kalangan siswa SMK seakan bertolak belakang dengan tugas-tugas perkembangan yang seharusnya. Contoh yang sering terjadi adalah tawuran antar-pelajar, terlibat dalam gank tertentu, ataupun fanatisme terhadap kelompok tertentu. Fenomena yang berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan remaja juga ditemukan di SMK Bina Budi Purwakarta. Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan pada awal November 2011 terhadap guru Bimbingan Konseling dan guru di SMK Bina Budi dalam rangka studi lanjutan untuk salah satu mata kuliah, diperoleh fakta bahwa terdapat beberapa persoalan yang terkait dengan aspek hubungan interpersonal. Persoalan yang paling sering ditemukan adalah fanatisme kelompok dan pilih-pilih teman. Dalam hal ini, di antara siswa SMK Bina Budi telah terbentuk kelompokkelompok siswa tertentu yang anggotanya dipilih sesuai standard mereka. Hal lain yang diperoleh adalah terdapat siswa yang kurang bisa bersosialisasi dengan siswa lainnya. Faktor penyebab yang paling utama adalah

4 perasaan kurang percaya diri (minder), terutama disebabkan gaya hidup dan perbedaan status ekonomi. Faktor lainnya yang juga diperoleh adalah ketidakmampuan siswa untuk mengatakan secara tegas hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Perasaan tidak enak apabila menolak ajakan teman dan takut dianggap tidak setia kawan adalah dua hal yang sering berdampak terhadap kematangan hubungan dengan teman sebaya. Fakta lain yang penting untuk dikemukakan adalah hasil tes Inventori Tugas Perkembangan yang dilakukan kepada kelas X. Hasil tes ITP tersebut menunjukkan bahwa dari 11 aspek tugas perkembangan siswa SMA/SMK yang tercantum dalam Inventori Tugas Perkembangan, terdapat beberapa aspek yang memperoleh skor terendah, salah satu di antaranya adalah kematangan hubungan dengan teman sebaya. Ini semakin menegaskan bahwa siswa SMK Bina Budi masih memiliki kelemahan dalam hal berhubungan dengan orang lain. Bersandar pada fakta bahwa siswa SMK Bina Budi masih memiliki kelemahan dalam hal berhubungan dengan orang lain, adanya keterampilan yang dapat meningkatkan kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain perlu diberikan. Keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan interpersonal. Tentang keterampilan interpersonal dalam ranah global, Hargie mengemukakan bahwa keterampilan interpersonal adalah keterampilan yang dipakai seseorang pada saat berinteraksi dengan orang lain (Hargie, 2004: 4). Sedangkan, Young (Bankole dan Dauda, 2006) mengemukakan bahwa keterampilan interpersonal adalah kemampuan untuk membaca dan mengelola emosi-emosi, motivasimotivasi, dan perilaku-perilaku dirinya sendiri dan orang lain selama interaksi

5 sosial atau dalam konteks sosial-interaktif. Dalam pengertian praktis, keterampilan interpersonal adalah kecakapan atau keterampilan yang dimiliki oleh seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, kecakapan atau keterampilan untuk berkomunikasi baik verbal maupun non-verbal (Hargie, 2004: 4). Dalam konteks peningkatan keterampilan interpersonal di sekolah, kebutuhan akan bimbingan dan konseling sangat penting karena tidak hanya mencakup aspek pendidikan dan pengajaran, tetapi juga aspek perkembangan kepribadian peserta didik. Menurut Kartadinata (2011) bimbingan sebagai upaya pendidikan diartikan sebagai proses bantuan kepada individu untuk mencapai tingkat perkembangan diri secara optimum di dalam menavigasi hidupnya secara mandiri. Masih menurut Kartadinata (2011), dari pengertian tersebut terdapat dua kata kunci yang perlu dimaknai lebih mendalam. Pertama, bantuan dalam arti bimbingan yaitu memfasilitasi individu untuk mengembangkan kemampuan memilih dan mengambil keputusan atas tanggung jawab sendiri. Kedua, perkembangan optimum adalah perkembangan yang sesuai dengan potensi dan sistem nilai yang dianut. Dengan demikian, bersandar pada dua kata kunci di atas, bimbingan merupakan suatu upaya yang dilakukan agar peserta didik mampu mencapai tingkat perkembangan yang optimum untuk kemudian mampu hidup secara mandiri. Sejalan dengan tujuan bimbingan dan konseling sebagaimana diungkapkan Kartadinata, guru Bimbingan Konseling di SMK Bina Budi menjadikan tujuan

6 tersebut sebagai acuan dasar dalam menyusun program Bimbingan dan Konseling. Secara umum, program Bimbingan Konseling di SMK Bina Budi disusun agar siswa mampu berkembang secara optimal, tidak hanya dalam tataran akademis tetapi juga dalam tataran kehidupannya yang lain, meliputi bimbingan individu, bimbingan sosial, dan bimbingan karier. Namun, terkait dengan konteks penelitian, program BK yang ada di SMK Bina Budi belum mencantumkan aspek yang dapat menjadikan siswa mampu meningkatkan keterampilan interpersonal yang mereka miliki. Bersandar pada fakta bahwa program Bimbingan Konseling di SMK Bina Budi belum secara khusus mencantumkan aspek yang dapat menjadikan siswa mampu meningkatkan keterampilan interpersonalnya, perlu dimunculkan layanan yang memungkinkan untuk pencapaian hal tersebut. Dengan kata lain, perlu disusun program layanan bimbingan dan konseling yang dapat meningkatkan keterampilan interpersonal siswa. Dalam tataran inilah layanan latihan asertif layak untuk dikedepankan. Hal ini dimungkinkan karena latihan asertif biasanya diterapkan pada situasi-situasi interpersonal yang di dalamnya individu kesulitan menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan layak dan benar. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Dalam tataran bimbingan dan konseling, latihan asertif termasuk ke dalam salah satu teknik konseling kelompok (Gladding, 1995 dan Flanagan, 2004). Tentang konseling kelompok sendiri, Juntika Nurihsan (2011) menyatakan bahwa

7 konseling kelompok merupakan bantuan kepada individu dalam situasi kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan serta diarahkan pada pemberian kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Konseling kelompok bersifat pencegahan, dalam arti bahwa individu yang bersangkutan mempunyai kemampuan normal atau berfungsi secara wajar dalam masyarakat, tetapi memiliki beberapa kelemahan dalam kehidupannya sehingga mengganggu kelancaran berkomunikasi dengan orang lain. Konseling kelompok bersifat memberi kemudahan bagi pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti memberikan kesempatan, dorongan, juga pengarahan kepada individu-individu yang bersangkutan untuk mengubah sikap dan perilakunya selaras dengan lingkungannya. Selanjutnya, Nurihsan (2011) menjelaskan bahwa konseling kelompok merupakan proses antar-pribadi yang dinamis, terpusat pada pemikiran dan perilaku yang sadar, serta melibatkan fungsi-fungsi terapi, seperti sifat permisif, orientasi pada kenyataan, katarsis, saling mempercayai, saling memperlakukan dengan hangat, saling pengertian, saling menerima, dan mendukung. Fungsifungsi terapi itu diciptakan dan dikembangkan dalam suatu kelompok kecil melalui cara saling mempedulikan di antara para peserta konseling kelompok. Individu dalam konseling kelompok pada dasarnya adalah individu normal yang memiliki berbagai kepedulian dan kemampuan, serta persoalan yang dihadapi bukanlah gangguan kejiwaan yang tergolong sakit, hanya kekeliruan dalam penyesuaian diri. Individu dalam konseling kelompok menggunakan interaksi kelompok untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap

8 nilai-nilai dan tujuan-tujuan tertentu untuk mempelajari atau menghilangkan sikap-sikap dan perilaku yang tidak tepat. Bersandar pada penjelasan di atas, jelas bahwa konseling kelompok dapat digunakan dalam konteks peningkatan keterampilan interpersonal siswa. Kemudian, sejalan dengan peningkatan keterampilan interpersonal, latihan asertif biasanya diterapkan pada situasi-situasi interpersonal. Dengan demikian, secara teoretis, latihan asertif sesuai untuk diterapkan dalam konteks peningkatan keterampilan interpersonal siswa. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah benarkah latihan asertif dapat meningkatkan keterampilan interpersonal siswa dan layanan latihan asertif seperti apa yang mampu meningkatkan keterampilan interpersonal siswa. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan program layanan konseling kelompok dengan teknik latihan asertif yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan interpersonal siswa, khususnya siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Tujuan lainnya adalah untuk menguji sejauh mana efektivitas program layanan konseling kelompok dengan teknik latihan asertif dalam meningkatkan keterampilan interpersonal siswa. D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, secara umum penelitian difokuskan untuk menjawab Apakah layanan

9 latihan asertif dalam konseling kelompok dapat meningkatkan kompetensi interpersonal siswa. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini diperinci dalam pertanyaan-pertanyaan berikut. 1. Seperti apa gambaran umum kompetensi interpersonal siswa kelas X SMK Bina Budi Purwakarta. 2. Seperti apa program layanan konseling kelompok dengan teknik latihan asertif yang dapat meningkatkan keterampilan interpersonal siswa. 3. Bagaimana efektivitas progam layanan konseling kelompok dengan teknik latihan asertif untuk meningkatkan keterampilan interpersonal siswa. E. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan setidaknya akan bermanfaat pada dua ranah, yakni ranah teoretis dan ranah praktis. Dalam ranah teoretis, penelitian setidaknya membawa dua manfaat yakni: 1. Memberikan sumbangan dalam khazanah kelimuan tentang layanan bimbingan dan konseling yang bervariatif dan inovatif dalam meningkatkan keterampilan interpersonal siswa di SMK sehingga dapat disesuaikan dengan keragaman individu. 2. Memberikan gambaran tentang tindakan-tindakan yang dapat memfasilitasi peningkatan keterampilan interpersonal siswa, baik dalam perannya di sekolah maupun di masyarakat. Sedangkan, dalam ranah praktis, penelitian bermanfaat bagi guru bimbingan dan konseling sebagai media untuk menambah pengetahuan sekaligus membuat

10 program layanan konseling kelompok yang paling tepat, khususnya untuk meningkatkan keterampilan interpersonal siswa. Selain itu, penelitian juga dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya, yakni hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan acuan untuk berbagai implikasi isu multikultural dalam layanan bimbingan dan konseling yang terkait dengan peningkatan keterampilan interpersonal siswa dalam konteks yang lebih luas dan beragam, khususnya dalam penggunaan layanan konseling kelompok berbasis latihan asertif.