OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI MENCIPTAKAN SARANA KESETARAAN HAK PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERAN GPK DALAM PELAYANAN SISWA ABK DI SEKOLAH INKLUSI PASCA DEKLARASIKAN PROVINSI BALI SEBAGAI PENYELENGARA PENDIDIKAN INKLUSI

Landasan Pendidikan Inklusif

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

Kata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan ahlak mulia, serta keterampilan yang

2014 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL PADA KETERAMPILAN MEMBUAT SPAKBOR KAWASAKI KLX 150 MENGGUNAKAN FIBERGLASS DI SMALB-B

PENDIDIKAN INKLUSIF. Kata Kunci : Konsep, Sejarah, Tujuan, Landasan Pendidikan Inklusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

PENGETAHUAN MAHASISWA PG-PAUD UNIPA SURABAYA TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh

2015 KONTRIBUSI PROGRAM PEMBINAAN KESISWAAN TERHADAP PEMENUHAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 CIMAHI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek

BAB I PENDAHULUAN. Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang dicanangkan

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Negara Indonesia merupakan suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, dengan teknologi dan komunikasi yang canggih tanpa mengenal

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TESIS

A. Perspektif Historis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

RENDAHNYA KUALITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA LAMONGAN

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah

I. PENDAHULUAN. Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh

Kurikulum Berbasis TIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

DWI KUSTIANTI A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014

4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bermutu yang didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Jika terjadi yang sebaliknya efisiensinya berarti rendah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar yang dilakukan dengan

Transkripsi:

OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI MENCIPTAKAN SARANA KESETARAAN HAK PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN Makalah Disusun Dalam Rangka Lomba Simposium Guru Tingkat Nasional Tahun 2016 Dengan Tema : Optimalisasi Pendidikan Inklusi Oleh Ajar Putra Dewantoro. S,Pd SEKOLAH LUAR BIASA DHARMA WANITA JIWAN KABUPATEN MADIUN JL. SUMBEMORO. O3 KECAMATAN JIWAN KABUPATEN MADIUN TELP. (0351)46145 1

DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... 1 Daftar Isi... 2 Pengantar... 3 Masalah Pendidikan Inklusi... 6 Pembahasan Dan Solusi... 9 Kesimpulan saran... 15 Daftar Pustaka... 18 Lampiran... 19 2

A. Pengantar Pendidikan adalah rangkaian pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan individu maupun sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Sedangkan pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang mengakomodir seluruh peserta didik dengan segala potensi serta hambatan yang dimiliki dalam mengikuti proses pendidikan. Pendidikan inklusi di Indonesia merupakan langkah kongkrit dalam mewujudkan pelaksanaan Undang Undang Dasar republik Indonesia tahun 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pedidikan. Tata aturan sebagai landasan yuridis secara internasional tentang penerapan dan pelaksanaan proses pendidikan inklusi tercantum dalam Deklarasi Salamanca (UNESCO,1994). Sebuah kesepakatan besama yang ditandatangani oleh para menteri pendidikan se dunia. Deklarasi ini, merupakan penegasan kembali atas Deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan berbagai deklarasi lanjutan yang berujung pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu berkebutuhan khusus memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan. Dalam deklarasi tersebut menjelaskan bahwa selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama dalam satu sistem pendidikan tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada dan dialami pada peserta didik. Sedangkan landasan secara Pedagogis pendidikan inklusi di negara Indonesia tertulis pada pasal 3 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. 3

Pentingnya kesaamaan hak peserta didik dalam memperoleh pendidikan yang layak, maka negara Indonesia pada tahun 2004 menyelenggarakan konvensi nasional dengan menghasilkan Deklarasi Bandung sebagai dasar komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusi untuk memperjuangkan serta mewujudkan hak-hak seluruh peserta didik dalam proses pendidikan. Setahun (2005) setelah hasil konvensi nasional tersebut diadakan simposium internasional di Bukittinggi dengan menghasilkan Rekomendasi Bukittinggi yang isinya antara lain menekankan perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusi sebagai salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan yang berkualitas dan layak. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis mencoba mengkaji secara teoritik maupun praktik pelaksanaan pendidikan inkulsi dalam sebuah proses sistem pendidikan yang telah diprogramkan oleh pemerintah dengan segala tantangan yang dihadapi. Oleh karena hal tersebut pendidikan inklusi diangap perlu menjadi program bagi negara untuk ikut melaksanakan kewajiban memberi pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warga tanpa terkecuali, termasuk mereka yang memiliki perbedaan dan berkebutuhan khusus. Pada dasarnya tujuan pendidikan inklusi diantaranya: 1) Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik (termasuk anak berkebutuhan khusus) untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan kondisi anak. 2) Menyukseskan penuntasan program wajib belajar pendidikan 12 tahun di Indonesia. 3) Meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka ketertinggalan materi pembelajaran, tinggal kelas dan putus sekolah. 4

4) Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta pembelajaran yang ramah terhadap semua anak. 5) Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Ps. 32 ayat 1 yang berbunyi setiap warga negara negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat 2 yang berbunyi setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. UU no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Ps. 5 ayat 1 yang berbunyi setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Ps. 51 yang berbunyi anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa. Inklusi adalah suatu sistem dalam proses pendidikan dimana secara bersama-sama tiap-tiap warga sekolah menyadari tanggung jawab bersama dalam kesempatan memperoleh pembelajaran bagi semua peserseta didik sehingga potensi diri berkembang secara optimal sesuai potensi mereka dari kemampuan yang dimiliki. Inklusi bukanlah sekedar memasukkan anak berkebutuhan khusus sebanyak mungkin dalam lingkungan belajar siswa normal, tetapi Inklusi merupakan suatu sistem pendidikan yang berstruktur dan menyeluruh yang hanya dapat diterapkan ketika semua warga sekolah mampu memahami seluruh potensi serta hambatan para peserta didik dalam proses dalam pendidikan. Secara sadar permerintah indonesia melalui kementrian pendidikan telah berusaha mentransformasi sistem pendidikan inklusi dalam proses pembelajaran dengan meminimalisir adanya hambatan yang dimiliki setiap peserta didik untuk mampu berpartisipasi penuh dalam menyukseskan keberhasilan pendidikan. 5

B. Masalah Dalam Pendidikan Inklusi Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003 adalah sebuah usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif dengan mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, membangun kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan dapat pula diartikan sebagai usaha sistematis dan menyeluruh untuk mencapai taraf hidup atau untuk kemajuan yang lebih baik bagi seluruh peseta didik melalui pembelajaran sisi kognitif dan psikomotor. Secara sederhana, Pengertian pendidikan adalah proses pembelajaran serta pengoptimalan kemampuan bagi seluruh peserta didik untuk dapat mengerti, paham, dan membuat manusia lebih kritis dalam berpikir sebagai bekal kehidupan. Negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada seluruh peserta didik, begitu pula kepada anak yang berkebutuhan khusus dalam memperoleh layanan pendidikan yang bermutu sesuai (UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Dalam tata aturan di negara juga menjamin anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak yang sama dengan anak normal lainnya dalam memperoleh layanan pendidikan yang layak dan bermutu di Indonesia. Peraturan tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus juga tertulis dalam Permendiknas nomer 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusi pasal 2 ayat (1) secara jelas dinyatakan bahwa tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusi adalah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik dari berbagai kondisi dan latar belakang untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. 6

Pendidikan inklusi menurut Sapon-Shevin dalam O Neil (dalam Suparno:2008) didefinisikan sebagai suatu system layanan pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Sedangkan menurut Smith, inklusi dapat berarti penerimaan anak-anak yang mengalami hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi social dan konsep diri(visi-misi) sekolah. Konsep pendidikan inklusi adalah pelaksanaan pendidikan yang menyertakan semua anak membaur dalam suatu iklim dan proses pembelajaran dengan layanan pendidikan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa membeda-bedakan anak yang berasal dari latar suku, kondisi sosial, kemampuan ekonomi, politik, keluarga, bahasa, geografis (keterpencilan) tempat tinggal, jenis kelamin, agama, dan perbedaan kondisi fisik atau mental. Diharapkan setiap satuan pendidikan reguler (pendidikan dasar maupun menengah umum dan kejuruan) untuk dapat menerima anak berkebutuhan khusus dari lingkungan sekitar yang akan menyelesaikan pendidikannya pada satuan pendidikan sesuai tingkat perkembangan dan kemampuanya. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah dalam kebijakan melalui permendiknas telah menghimbau agar setiap kabupaten di seluruh indonesia menyediakan serta menunjuk satu sekolah dalam setiap kecamatan untuk memfasilitasi pelayanan program yang mudah diakses oleh para peserta didik yang memerlukan pendidikan terutama peserta didik yang mengalami kebutuhan khusus. Dalam realita pelaksanaan pendidikan inklusi di negara Indonesia masih banyak ditemukan peserta didik berkebutuhan khusus yang belum mendapatkan hak dasar pendidikan. Banyak kabupaten di indonesia tidak mampu melaksanakan secara optimal tata aturan yang diterbitkan oleh pemerintah dikarenakan beberapa permasaahan yang terjadi di lapangan. Hal ini dapat dimungkinkan proses sosialisasi, pelaksanan serta 7

monitoring dan evaluasi pelaksanaan pendidikan inklusi diberbagai daerah menemui banyak hambatan dan tidak telaksana secara maksimal. Pendidikan inklusi diharapkan mampu menciptakan suasana kebersaman dalam proses pembelajaran dalam pendidikan yang menghargai perbedaan. Proses pendidikan yang mampu mengurai permasalahan akan keberagaman kemampuan peserta didik dalam hak berpartisipasi dalam masyarakat dari apapun keadaan personal yang dimiliki. Pada proses pelaksanaan pendidikan inklusi yang mengedepankan akan kesamaan hak dan kesempatan memperoleh pendidikan bagi peserta didik. Penerapan pendidikan inklusi dilapangan kurang berjalan secara optimal dikarenakan kebutuhan tenaga pendidik dengan displin ilmu pendidikan luar biasa belum terpenuhi, meskipun jumlah lulusan dari LPTK yang mencetak tenaga kependidikan khusus yang dipersiapkan terjun dalam menyukseskan keberhasilan pendidikan inklusi sudah cukup memadai dari sisi kualitas maupun sisi jumlah. Selain masalah teknis pelaksanan pendidikan inklusi pada kenyataan yang nyata terjadi di lapangan tentang pandangan masyarakat adanya program pendidikan inklusi saat ini. Meskipun pemerintah telah menerbitkan kebijakan yang secara yuridis mempunyai kekuatan hukum, namun dalam implementasinya masih banyak persoalan-persoalan yang terjadi, misalnya: 1. Isu pemahaman pendidikan inklusi yang masih disamakan dengan integrase, sehingga siswa yang harus menyesuaikan dengan system tata aturan di sekolah 2. Isu tentang pemahaman anak berkebutuhan khusus di masyarakat tidak bejalan secara maksimal 3. Isu kebijakan sekolah yang tidak mau menerima siswa berkebutuhan khusus dengan dalih tidak memiliki tenaga pendidik, fasilitas penunjang pembelajaran serta ketakutan pandangan stereotip negatif dari masyarakat apabila sekolah umum menerima siswa berkebutuhan khusus 8

4. Isu tentang proses pembelajaran, misalnya guru masih belum bisa menerjemahkan serta menysuaikan kurikulum yang fleksibel bagi peserta didik yang mengalami kebutuhan khusus, menentukan tujuan pembelajaran serta tahapan evaluasi proses. 5. Isu kondisi guru, belum terpenuhinya kebutuhan guru sesuai dengan standart kualifikasi. C.Pembahasan Dan Solusi Pendidikan inklusi dalam teknisnya memegang tugas utama tanggung jawab penting bagi mewujudkan wadah pendidikan untuk semua kalangan tanpa membedakan dalam proses pembelajaran. Keberadaan proses pendidikan merupakan kebutuhan paling dasar untuk menjamin keberlangsungan hidup agar lebih bermartabat bagi semua warga masyarakat. Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersamasama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg (Dalam Abdul Salim Choiri, dkk, 2009, 87). Sosialisasi pemeritah melalui departemen pendidikan nasional mencoba mengembangkan konsep lingkungan sekolah reguler yang menjadi sekolah inklusi menjadi sebuah keharusan untuk mewujudkanya didukung dengan segala sarana dan prasarana yang memadai sehingga tidak hanya berkesan program trial and error. Banyak sekolah yang sebenarnya telah tertarik untuk mengembangkan dan merintis program inklusi berusaha dengan maksimal memastikan semua siswa merasa dihargai dengan memberikan semua kebutuhan belajar dan membantu mencapai potensi yang maksimal, meskipun belum memiliki Guru pendamping khusus (GPK) yang cukup memadai khususnya tenaga pendidik yang mendampingi siswa berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran. Pendidikan sistem inklusi membutuhkan Guru pendamping khusus (GPK) agar setiap anak dalam proses pembelajaran dapat terpenuhi sesuai dengan 9

kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusi mensyaratkan pihak sekolah yang harus menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Keuntungan dari pendidikan inklusi anak yang mengalami berkebutuhan khusus maupun anak normal biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan nyata sehari-hari didalam masyarakat, serta dapat terpenuhinya kebutuhan pendidikan sesuai potensi dan kekurangan masing-masing individu. Perlu adanya sebuah sinergi informasi di kalangan masyarakat pada umumnya, serta pada insan yang bergelut pada dunia pendidikan pada khususnya sehingga pendidikan inklusi dapat terlaksana secara maksimal. Proses sosialisasi yang optimal diharapkan mampu terbentuk sebuah komunikasi yang komperhensif tentang sistem pendidikan yang mampu menciptakan pembauran serta interaksi antar peserta didik yang beragam dalam sekolah sistem inklusi, sehingga mendorong sikap saling asah, saling asih, dan saling asuh dengan semangat toleransi seluruh masyarakat seperti halnya dalam kehidupan ber bhineka tungal ika. Sekolah reguler dengan orientasi inklusi adalah lembaga yang paling efektif untuk menjembatani dan mengatasi diskriminasi, menciptakan komunitas ramah, membangun suatu masyarakat inklusi dan mencapai pendidikan untuk semua. Tantangan yang paling besar adalah membangun sudut pandang masyarakat secara positif bahwa pendidikan adalah hak seluruh warga negara serta menumbuhkan sikap respect antar sesama manusia. 10

Selain itu, ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian dalam pelaksanaan pendidikan inklusi diantaranya: 1. Sekolah harus menyediakan kondisi kondisi kelas yang ramah dalam menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan dengan menerapkan kurikulum dan pembelajaran yang interaktif mampu dipahami seluruh peserta didik. 2. Sekolah harus menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai. 3. Pendidik dituntut mampu melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya alam lain dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. 4. Pendidik dituntut mampu melibatkan orang tua, lingkungan sekolah serta masyarakat secara bermakna berkontribusi dalam proses pendidikan dalam sisem inklusi. 5. Kepala sekolah dan Guru Pembimbing Khusus (GPK), diharapkan mendapatkan pelatihan dalam menjalankan sistem menejemen sekolah inklusi. 6. Guru Pembimbing Khusus (GPK) diharapkan mampu memfasilitasi anak berkebutuhan khusus dengan program alih materi atau program kompensatoris bagi anak berkebuuhan khusus dalam sekolah inklusi agar kebutuhan bakat serta minat dapat tersalurkan 7. Diharapkan proses pelaksanaan program asesmen bagi anak berkebutuhan khusus dilakukan secara komperhensif. Hal ini bertujuan mengetahui tindakan yang diperlukan bagi anak berkebutuhan khusus, serta mengadakan bimbingan agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal 8. Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan secara berkelanjutan. Agar inklusi menjadi kenyataan dibutuhkan team pendidik mampu mendampingi dalam proses pembelajaran baik dalam keilmuan maupun keahlian vokasional meskipun kurangnya tenaga pendidik yang 11

berkompeten sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan program inklusi. Menjalin komunikasi intensif susun secara secara sistematis sekolah penyelengara inklusi dengan para pemangku kebijakan. Pemangku kebijakan diharapkan berperan serta memberikan dukungan moral maupun material bagiseklah penyelenggara inklusi, program pelatihan secara bertahap kepada para pelaksana program inklusi dalam hal ini pendidik serta memberikan sosialisasi kepada masyarakat demi merubah pola pikir publik dalam menyikapi keberadaan sekolah inklusi. Kebutuhan akan pendidik yang berkompeten serta sarana penunjang berupa media pembelajaran yang sesuai agar proses pengoptimalan kemampuan dalam pendidikan dapat terlaksana secara maksimal juga harus terpenuhi, sebab adanya karakteristik spesifik anak berkebutuhan khusus yang memerlukan pendampingan serta penanganan khusus. Guru Pembimbing Khusus adalah guru yang bertugas mendampingi serta memberikan pelayanan kepada anak berkebutuhan khusus dalam proses belajar mengajar di kelas reguler yang berkualifikasi Pendidikan Luar Biasa (PLB). Dengan demikian,pentingnya peran dan tugas dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dalam penyelenggaraan sekolah inklusi. Maka fungsi pendidik pembimbing khusus merupakan salah satu faktor suksesnya pelaksanaan program inklusi. Keberadaan dan keberhasilan sekolah inklusi sebenarnya akan terwujud bila faktor faktor sarana dan prasarana penentu proses pembelajaran telah terpenuhi secara menyeluruh dan berfungsi secara seksama, sehingga terwujudnya proses pendidkan inklusi bukan sekedar pelabelan,formalitas ataupun proyek kepentingan semata. Konsekuensi penyelenggaraan pendidikan inklusi pihak sekolah dituntut melakukaan berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi serta ketersediaan tenaga pendidik sesuai disiplin ilmu serta sesuai aturan uu tenaga kependidikan 12

yang berlaku di negara Indonesia. Dilapangan banyak ditemui sekolah yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi tidak memiliki tenaga pendidik dengan disiplin keilmuan seperti tata aturan dari pemerintah. Banyak pendidik yang menangani anak berkebutuhan khusus di sekolah yang ditunjuk menjadi sekolah inklusi di berbagai daerah hanya memperoleh pengetahuan dan keterampilan penanganan pendampingan anak berkebutuhan khusus melalui program sosialisasi, bukan karena dari dasar disiplin keilmuan yang dimiikinya. Artinya banyak sekali ditemukan pendidik khusus belum mendapat bekal kompetensi yang memadai dalam mengajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada sekolah penyelenggara inklusi. Dalam pelaksanaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi, misalnya siswa dengan kebutuhan khusus mengalami hambatan tunanetra, dalam proses pembelajaran memerlukan alat bantu menulis huruf Braille (Reglette, Pen dan mesin ketik Braille); alat bantu membaca huruf Braille (Papan huruf dan Optacon); alat bantu berhitung (Cubaritma, Abacus/Sempoa, Speech Calculator), serta alat bantu yang bersifat audio seperti tape-recorder yang harus tersedia di sekolah. Maka keharusan akan keberadaan Guru pendamping khusus (GPK) di sekolah inklusi dengan disipln ilmu yang menunjang kemampuan dalam mentransfer keilmuan maupun kegiatan penilaian dan evaluasi hasil pembelajaran peserta didik yang mengalami hambatan sangat dibutuhkan. Komunikasi antara pihak pemerintah dalamhal ini dinas pendidikan terkait maupun penyelenggara sekolah inklusi dengan LPTK pencetak tenaga pendidik menjadi salah satu unsur pendidikan inklusi kurang berjalan secara optimal terutama komunikasi tentang teknis ketersediaan tenaga pendidik. Keberhasilan penyelenggaraan sekolah inklusi, ditentukan oleh stekholder, pemangku tugas sebagai pelaksana sekolah inklusi. Maka merupakan suatu keharusan keberadaan orang-orang yang ahli dalam 13

pendidikan yang menunjang keberhasilan sekolah inklusi. Di samping itu, peran dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) juga merupakan penunjang keberhasilan dalam mewujudkan sekolah inklusi. Hal ini dikarenakan, Guru Pembimbing Khusus (GPK) merupakan guru yang terlibat dan berhadapan langsung dengan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah inklusi. Jika suatu sekolah telah menyelenggarakan sekolah inklusi, mustahil akan berhasil jika tidak ada GPK sebagai ujung tombak keberhasilan penyelenggaraan sekolah inklusi. Pada proses penyelenggaraan sekolah inklusi dibutuhkan kesatuan sistem yang memadai sebagai penunjang keberhasilan program inklusi. Salah satu diantaranya adalah peran dari Guru Pembimbing Khusus (GPK). Guru Pembimbing Khusus adalah guru yang bertugas mendampingi anak berkebutuhan khusus dalam proses belajar mengajar di kelas reguler yang berkualifikasi Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau yang pernah mendapatkan pelatihan tentang penyelenggaraan sekolah inklusi. Guru Pembimbing Khusus bertugas menjembatani serta mengurai kesulitan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) serta melakukan tugas khusus yang tidak dilakukan oleh pendidik pada umumnya. Guru Pembimbing Khusus (GPK) sebagai center of education yang mempunyai tugas penting dalam pendampingan anak berkebutuhan khusus, mempunyai tugas dan peran dalam penyelenggaraan sekolah inklusi yang dijabarkan dalam Permendiknas No. 70 tahun 2009 yang meliputi: (1) menyusun instrumen asesmen pendidikan bersama-sama dengan pendidik kelas dan pendidik mata pelajaran, (2) membangun system koordinasi antar pendidik, pihak sekolah dan orang tua peserta didik, (3) melaksanakan pendampingan anak berkelainan pada kegiatan pembelajaran bersama-sama dengan pendidik kelas/pendidik mata pelajaran/pendidik bidang studi, (4) memberikan bantuan layanan khusus bagi anak-anak berkelainan yang mengalami hambatan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas umum, berupa remidi ataupun pengayaan, (5) memberikan bimbingan secara berkesinambungan dan membuat 14

catatan khusus kepada anak-anak berkelainan selama mengikuti kegiatan pembelajaran, yang dapat dipahami jika terjadi pergantian guru, (6) memberikan bantuan (berbagi pengalaman) pada pendidk kelas dan/atau pedidik mata pelajaran agar mereka dapat memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak berkelainan. Hal lain yang juga mesti jadi perhatian bagi penyelenggara sekolah inklusi adalah, penerimaan dan pengakuan warga sekolah terhadap keberadaan Guru Pembimbing Khusus (GPK) di sekolah inklusi. Kehadiran mereka dinantikan dan dibutuhkan oleh warga sekolah khususnya guru kelas dan guru mata pelajaran. Mereka dalam bertugas bukan berdiri sendiri, namun saling berkolaborasi dalam menangani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Tidak jarang terjadi misunderstanding antara pihak sekolah inklusi mengenai peran dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) di sekolahnya. Tanggung jawab terhadap anak berkebutuhan khusus di kelasnya tetap dipegang oleh pendidik kelas, bukan diserahkan sepenuhnya kepada GPK. Melainkan antara pendidik kelas dan GPK saling bekerjasama dalam melayani anak berkebutuhan khusus, mulai dari mengidentifikasi anak, mengasesmen anak, sampai kepada menyusun Program Pembelajaran Individual (PPI) bagi siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Program Pembelajaran Individual (PPI) ini terkadang juga tidak semua anak berkebutuhan khusus membutuhkannya. Disinilah GPK berperan yaitu sebagai tempat berbagi pengalaman bagi guru kelas dan guru mata pelajaran, karena tidak semua pendidik di sekolah reguler paham siapa dan bagaimana menghadapi Anak Berkebutuhan Khusus serta apa pembelajaran yang dibutuhkan mereka sesuai dengan kekhususan anak tersebut. D. Kesimpulan Dan Saran Pendidkan inklusi secara umum adalah semua peserta didik yang ada di sekolah regular dalam proses pembelajaran. Tidak hanya mereka yang sering disebut sebagai anak berkebutuhan khusus, pendidikan 15

Inklusi juga diikuti mereka yang termasuk anak normal. Mereka secara keseluruhan harus memahami dan menerima keanekaragaman dan perbedaan individual. Secara khusus, sasaran pendidikan inklusi adalah anak berkebutuhan khusus, baik yang sudah terdaftar di sekolah regular, maupun yang belum berada di lingkungan sekolah regular. Untuk itu diperlukan identitas serta penanganan dan pendampingan secara khusus dari sistem yang komperhensif agar dapat sesuai dengan tujuan dari optimalisasi program inklusi demi menciptakan kesetaraan hak dalam pendidikan di indonesia. Minimnya sarana penunjang sistem pendidikan inklusi, kurangnya sosialisasi serta ketersediaan Guru Pembimbing Khusus di sekolah inklusi menunjukkan betapa sistem pendidikan inklusi belum dipersiapkan dengan baik dan menyeluruh. Apalagi sistem kurikulum pendidikan umum yang berlaku sekarang belum mampu mengakomodasi keberadaan peserta didik yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) dalam satu sistem sekolah inklusi. Sehingga program pelaksanaan pendidikan inklusi hanya terkesan program eksperimental. Kondisi ini jelas menambah beban tugas yang harus diemban para pelaku proses pendidikan dalam sekolah inklusi yang berhadapan langsung dengan persoalan teknis di lapangan. Dari berbagai dilema yang terjadi pada pendidikan inklusi di Indonesia, diharapkan segera dapat diantisipasi dengan kebijakankebijakan khusus agar tidak menghalangi pelaksanaan implementasi kebijakan tentang pendidikan inklusi. Beberapa permasalahan yang perlu ditangani dengan kebijakan agar pelaksanaan pendidikan inklusi berjalan maksimal, maka penulis memberi saran agar : 1. Sistem penerimaan siswa baru, khususnya di tingkat pendidikan menengah pertama dan menengah atas tidak menggunakan nilai ujian nasional sebagai kreteria penerimaan. Hal ini dikarenakan kriterian nilai UNAS menjad patokan dapat diterima atau tidaknya 16

peserta didik di suatu sekolah masih menjadi faktor utama. Jikalau hasil ujian nasional sebagai standar minimal yang telah ditetapkan oleh masing-masing sekolah cukup memberatkan anak berkebutuhan khusus 2. Penggunaan label sekolah inklusi dan adanya PP. no. 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan, pasal 41 ayat 1 tentang keharusan untuk memiliki tenaga kependidikan khusus tidak hanya bagi sekolah inklusi tetapi bagi semua jenjang sekolah mengingat dalam satuan pendidikan diketahui ada peserta didik yang memiliki hambatan dalam mencapai keberasilan dalam pembelajaran. 3. Kurikulum pendidikan harusnya mampu mengakomodasi keberadaan anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) dalam sistem pendidikan. 4. Masih kurangnya sosialisasi keberaaan sekolah inklusi d masyarakat khususnya di daerah, dimana muncul sebuah anggapan sematamata memasukkan anak disabled children ke sekolah regular, tanpa upaya untuk mengakomodasi kebutuhan khususnya maupu ketersedaian pendidik khusus yang berkompeten. Kondisi ini dapat menjadikan anak tetap terekslusif dari lingkungan, karena anak merasa tersisih dan terisolasi. Padahal makna inklusi adalah ketika lingkungan sekolah mampu memberikan rasa senang, menerima, dalam kebersamaan. 5. Diharapkan perhatian, peran serta keseriusan pemerintah dalam mempersiapkan pendidikan inklusi secara matang dan komperhensif. Baik dari aspek sosialisasi, penyiapan sumberdaya, maupun uji coba metode pembelajaran dengan mekanisme monitoring dan evaluasi yang komperhensif dan berkelanjutan, sehingga hanya terkesan program eksperimental. 17

Daftar Pustaka Abdul Salim choiri munawir yusuf. 2009. Pendidikan Anak Nerkebutuhan Khusus Secara Inklusi. FKIP.UNS Delphie Bandi, 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi, Bandung: PT. Refika Aditama Suparno. 2008. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. 18

19