MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSI DI SEKOLAH DASAR NEGERI KLEGO 1 KABUPATEN BOYOLALI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Landasan Pendidikan Inklusif

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

A. Perspektif Historis

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kasus yang akan dieksplorasi. SD Negeri 2 Bendan merupakan salah satu sekolah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pendidikan dan yang ditegaskan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDIDIKAN INKLUSIF. Kata Kunci : Konsep, Sejarah, Tujuan, Landasan Pendidikan Inklusi

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan suatu

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING PERGURUAN TINGGI Tahun Anggaran 2007/2008

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. guru, siswa, orang tua, pengelola sekolah bahkan menjadi tujuan pemerintah.

PENGETAHUAN MAHASISWA PG-PAUD UNIPA SURABAYA TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

Bagaimana? Apa? Mengapa?

PERAN GPK DALAM PELAYANAN SISWA ABK DI SEKOLAH INKLUSI PASCA DEKLARASIKAN PROVINSI BALI SEBAGAI PENYELENGARA PENDIDIKAN INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

INTERAKSI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH STANDAR NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

PEMBINAAN DISIPLIN ANAK TUNA GRAHITA DI SEKOLAH. (Studi Kasus di SLB Pelita Bangsa Kesamben Jombang) SKRIPSI

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

PENINGKATAN EFEKTIVITAS SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

HAPSORO HAMONGPRANOTO

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan,

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

4. Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII 1. Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII Program IPA, Program IPS, Pro-

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ayat di atas Allah memerintahkan Rasulullah SAW untuk

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan,

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

DWI KUSTIANTI A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada

KEGIATAN EKSTRAKURIKULER SEBAGAI SALAH SATU JALUR PEMBINAAN KESISWAAN

No.2 Tahun 1989 yang kemudian disusul oleh beberapa Peraturan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSI DI SEKOLAH DASAR NEGERI KLEGO 1 KABUPATEN BOYOLALI TESIS Oleh ISTININGSIH N I M : Q.100030097 Program Studi Konsentrasi : Magister Manajemen Pendidikan : Manajemen Sistem Pendidikan PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2005

MOTO Ing Ngarsa Sung Tuladha Ing Madya Mangun Karsa Tutwuri Handayani (Ki Hajadjar Dewantoro) ii

ABSTRAK ISTININGSIH: Manajemen Pendidikan Inklusi Sekolah Dasar Negeri Klego 1 Kabupaten Boyolali.. Tesis. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2005. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang manajemen rekrutmen/identifikasi anak, manajemen kurikulum pada pendidikan inklusi, manajemen sumber dana, manajemen pengadaan dan pembinaan tenaga kependidikan, manajemen pengelolaan sarana prasarana, manajemen kegiatan belajar mengajar /perangkat KBM, manajemen pemberdayaan masyarakat pada pendidikan inklusi. Permasalahan pokok yang dianalisis dalam penelitian ini adalah manajemen pendididkan inklusi. Penelitian ini dfokuskan pada persiapan dan pelaksanaan pendidikan inklusi. Sumber informasi diperoleh dari kepala sekolah, para guru, siswa, serta masyarakat orang tua siswa dan pihak terkait lainnya. Data diperoleh dengan teknik hubungan lapangan, observasi partisipatif, interpretative dengan metode kualitatif. Hasil analisis deskriptif, interpretative menyimpulkan bahwa dilihat dari manajemen pendidikan inklusi di Sekolah Dasar Negeri Klego 1 Boyolali cukup bagus. Tujuan yang ingin dicapai cukup idial, hal itu tercermin dalam manajemen rekrutmen/identifikasi anak yang dilakukan oleh para guru dan para pembimbing khusus bagi anak yang membutuhkan pelayanan khusus telah memperolih hasil yang cukup bagus, manajemen kurikulum yang memadukan kurikulum reguler yang disesuaiakan dengan mempertimbangkan kondisi anak yang memerlukan pelayanan khusus, manajemen sumber dana yang mecakup APBN, subsidi propinsi, subsidi kabupaten dan subsidi khusus pendidikan inklusi, manajemen pengadaan dan pembinaan tenaga kependidikan yang terdiri dari guru kelas biasa/reguler dan guru pembimbing khusus bagi anak yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus yang tetap mengutamakan pembinaan profesi dan pembinaan karir, manajemen pengelolaan sarana prasarana yang mencakup sarana umum dan sarana khusus bagi anak yang memerlukan pelayanan khusus, manajemen kegiatan belajar mengajar /perangkat KBM yang mencakup pembelajaran umum seperti halnya sekolah reguler yang dipadukan pembelajaran khusus bagi anak yang memerlukan pelayan pendidikan khusus, serta manajemen pemberdayaan masyarakat yang dilakukn secara optimal sehingga diperoleh sinergi kerjasama yang baik antara pihak sekolah dengan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian ini di sarankan kepada Sekolah Dasar Negeri Klego 1 Boyolali lebih meningkatkan manajemen pelaksanaan pendidikan inklusi agar diperolih hasil yang optimal. dan penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi atau sebagai acuan awal bagi peneliti selanjutnya. Kata Kunci: Manajemen Pendidikan inklusi, kualitatif. iii

KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan khadirat Allah SWT Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan petunjuk dan rahmatnya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Dalam kesempatan ini saya juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membrikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tesis sebagai syarat untuk kelulusan studi. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Dr. Yetty Sarjono, M.Si dan Drs. Sutama, M.Pd sebagai pembimbing saya dalam menyusun dan menyelesaikan tesis saya ini. 2. Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Direktur Program Pasca Sarjana beserta staf atas segala perhatian dan kebijakan dalam membantu untuk menyelesaiakan studi. 3. Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Boyolali beserta staf yang lainnya yang telah membantu saya dalam memberikan ijin untuk mengadakan penelitian di SD Negeri Klego 1. 4. Kepala Sekolah Dasar Negeri klego 1 beserta staf guru dan karyawan yang telah memberikan informasi dan fasilitasnya sehingga terlaksananya penelitian. 5. Teman-teman mahasiswa program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta atas kerja samanya selama proses studi berlangsung. 6. Suami tercinta yang telah banyak memberikan dorongan moral, material sehingga dapat terselesaikannya studi ini. Akhinya, saya menyadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan sebagai akibat keterbatasan waktu, wawasan dan kemampuan saya. Oleh karena itu, saran dan kritik dari para pembaca sangat saya harapkan demi perbaikan tesis ini. Surakarta, Nopember 2005 Penulis Istiningsih iv

DAFTAR ISI HALAMAN JUDU.. NOTA PEMBIMBING LEMBAR PERSETUJUAN. PERNYATAAN KEASLIAN TESIS... MOTTO ABSTRAK KATA PENGANTAR.. DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. i ii iii iv vi vii viii ix xi xii xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. 1 B. Rumusan Masalah.. 17 C. Tujuan Penelitian 18 D. Kegunaan Penelitian... 18 BAB II KAJIAN TEORI A. Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus 26 B. Kurikulum Pendidikan inklusi. 40 C. Sumber Dana... 65 D. Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Kependidikan.. 67 E. Pengadaan dan Pengelolaan Sarana Prasarana 69 F. Kegiatan Belajar Mengajar. 96 G. Pemberdayaan Masyarakat. 132 H. Kerangka Pikir. 162 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian. 163 B. Bentuk dan Strategi Penelitian 164 C. Sumber Data 164 D. Teknik Pengumpulan Data.. 165 E. Teknik Pengambilan Sampel... 165 F. Validitas Data.. 166 G. Teknik Analisa Data 167 H. Prosedur Kegiatan Penelitian... 169 BAB IV DISKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN v

A. Profil Tempat Pendidikan Inklusi.. 173 B. Diskripsi Hasil Penelitian.. 178 BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan 214 B. Implikasi. 224 C. Saran-saran. 227 DAFTAR PUSTAKA 230 LAMPIRAN-LAMPIRAN 233 DAFTAR TABEL vi

Tabel 1 Paradikma Pendidikan 128 Tabel 2 Waktu dan Tempat Aktifitas Penelitian 163 DAFTAR GAMBAR vii

Gambar 1 Manajemen Pendidikan Inklusi. 43 Gambar 2 Model Kerangka Pikir 162 Gambar 3 Model Analisis Interaktif... 169 Gambar 4 Prosedur Kegiatan Penelitian. 172 Ganbar 5 Struktur Pola Pembinaan Alternatif 1 200 Gambar 6 Struktur Pola Pembinaan Alternatif 2 201 Gambar 7 Struktur Organisasi Sekolah... 202 DAFTAR LAMPIRAN viii

Lampiran 1 Kisi-kisi persiapan penyusunan unstrumen.. 233 Lampiran 2 Instrumen Penelitian.. 235 Lampiran 3 Rangkuman data hasil wawancara. 261 Lampiran 4 Alat Identufikasi. 278 Lampiran 5 Format data anak berkelaina.. 285 Lampiran 6 Ruang lingkup analisis kemampuan membaca. 286 Lampiran 7 Ruang lingkup analisis kemampuan menulis 287 Lampiran 8 Ruang lingkup analisis kemampuan berhitung. 288 Lampiran 9 Sembilan adaptasi dalam pembelajaran inklusi. 289 Lampiran 10 Format petemuan kasus. 292 Lampiran 11 Format kemajuan belajar siswa.. 293 Lampiran 12 Laporan prestasi mata pelajaran. 295 Lampiran 13 Kegiatan pembelajaran pembiasaan 297 Lampiran 14 Format Laporan Penilaian 299 ix

1 BAB I PENDAHULUN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 diamanatkan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Dengan demikian berarti anak-anak yang dengan kebutuhan khusus seperti, tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras dan anak-anak berkesulitan belajar juga memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Pengakuan atas hak pendidikan bagi setiap warga negara, juga diperkuat dalam berbagai deklarasi internasional. Pada tahun 1948, Deklarasi Hak Asasi Manusia mengeluarkan pernyataan bahwa pendidikan adalah hak asasi manusia yang paling dasar (basic human right). Deklarasi tersebut diperkuat lagi dalam Convention on The Rights of The Child yang diselenggarakan oleh PBB (1989) dan telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Selanjutnya dalam The World Convention on Education for All di Jamtien, Thailand (1990), yang kemudian dikenal dengan The Jamtio Declaration, antara lain juga ditegaskan perlunya memperluas akses pendidikan kepada semua anak, remaja, dan dewasa, juga memberikan kesempatan yang sama kepada anak-anak perempuan. Deklarasi jamtien ini diperkuat lagi dalam The Salamanca Statement and Framework for Action on Special Needs Education tahun 1994 yang secara lebih tegas menuntut

2 agar pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bersifat inklusif, sehingga system pendidikan yang memisahkan individu dan komunitasnya merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Kecenderungan dunia dalam memberikan perhatian terhadap hak-hak anak khususnya di bidang pendidikan terus bergulir. Dalam The World Education Forum (2000) di Dakar, ditegaskan kembali perlunya memberikan perhatian terhadap anak berkebutuhan khusus melalui pendidikan inklusi, yaitu pendidikan yang melayani semua anak temasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus. Dalam kenyataannya sebagian dari anak berkebutuhan pendidikan khusus dan anak berkesulitan belajar belum sepenuhnya mendapat perhatian secara maksimal. Orang tua dan masyarakat belum dapat berbuat banyak, karena semua proses pendidikan ditumpukan kepada guru dan jajaran pendidikan saja. Seyogyanya, agar semua anak berkebutuhan pendidikan khusus dapat ditampung di SLB. Salah satu penyebab masih terbatasnya jumlah SLB adalah biaya operasional yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah biasa/reguler. Selain itu SLB yang ada biasanya berlokasi di ibu kota propinsi, kabupaten/kota, padahal anak berkebutuhan pendidikan khusus tersebar di daerah yang sulit dijangkau. Kesulitan belajar (Learning Disability), terdiri dari kesulitan belajar umum seperti lamban belajar (Slow Learner), dan kesulitan belajar khusus yaitu kesulitan belajar pada bidang pelajaran tertentu saja misalnya kesulitan membaca (Disleksia), kesulitan berhitung (Diskalkulia) dan kesulitan menulis (Disgrafia). Anak-anak ini, seperti anak-anak yang memerlukan layanan khusus, merupakan

3 bagian dari mereka yang berkebutuhan pendidikan khusus yang joke mendapat layanan pendidikan yang tepat akan dapat dikembangkan potensinya secara optimal. Sebagian dari anak yang memerlukan layanan khusus itu mungkin sekali selama ini belajar di sekolah biasa/reguler. Namun karena tidak ada pelayanan pendidikan khusus di sekolah reguler, maka anak-anak ini mempunyai potensi besar untuk mengulang kelas dan akhirnya putus sekolah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, perlu dikembangkan manajemen pendidikan terpadu (inklusi) yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pendidikan bagi anak yang memerlukan layanan khusus. Selama ini pendidikan terpadu baru diselenggarakan untuk anak berkebutuhan pendidikan khusus, namun belum dilakukan sebagaimana yang diharapkan. Agar pengembangan pendidikan terpadu dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif dan tetap mengutamakan peningkatan mutu pendidikan, maka diperlukan suatu manajemen sekolah terpadu (inklusi0 yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah perlu didukung kemampuan manajerial Kepala Sekolah. Kepala Sekolah hendaknya berupaya untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Manajemen sekolah akan efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang professional untuk mengoperasikan sekolah, kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa, kemampuan dan

4 task commitment (tanggung jawab terhadap tugas) tenaga kependidikan yang handal, sarana prasarana yang memadai untuk mendudkung kegiatan belajar mengajar, dana yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Apabila salah satu hal di atas tidak sesuai dengan yang diharaokan dan/atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah kurang optimal. Manajemen sekolah, memberikan kewenangan penuh kepada kepala sekolah untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi komponen-komponen pendidikan suatu sekolah yang meliputi input siswa, tenaga kependidikan, sarana prasarana,dana,manajemen, lingkungan, dan kegiatan belajar-mengajar (Depdiknas 2003: 1-2). Dalam Undan-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang - Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang mengalami kelainan dalam penglihatan, pendengaran, proses mental, memfungsikan sebagian anggota badan, tingkah laku anak yang mengalami tingkat kesulitan belajar berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pendidikan. berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan.

5 Digulirkannya reformsi dan kebersaman era globalissi kehidupan penuh persaingan, maka diperlukan suatu upaya untuk meningktkan mutu pendidikan khususnya dibidang program pendidikan dasar di Indonesia, sehingga dapat memunculkan adanya fenomena baru di bidang pendidikan dasar, yaitu munculnya pelaksanaan pendidikan tingkat dasr dengan nama Sekolah Dasar Inklusi. Landasan filosofis utama manajemen pendidikan inklusi di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika Depdiknas, 2003: 9, dalam Mulyono Abdulrahman, 2003). Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebinekaan manusia, baik kebinekaan vertical maupun horizontal, yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di bumi. Kebinekaan vertical ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan ffinansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian diri, dan sebagainya. Sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, budaya, bahasa, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi politik, dan sebagainya. Karena berbagai keberagaman namun dengan kesamaan misi yang diemban di bumi ini, misi, menjadi kewajiban untuk membangun kebersamaan dan interaksi dilandasi dengan saling membutuhkan. Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan) dan berkebakatan hanyalah satu bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa, budaya, atau agama. Di dalam individu berkelainan pastilah dapat ditemukan keunggulan-keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam individu

6 berbakat pastilah terdapat juga kecacatan tertentu, karena tidak ada mahluk di bumi ini yang diciptakan sempurna. Kecacatan dan keunggulan tidak memisahkan peserta didik satu dengan lainnya, seperti halnya perbedaan suku, bahasa, budaya, atau agama. Hal ini harus diwujudkan dalam system pendidikan. System pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap silih asah, silih asih, dan silih asuh dengan semangat toleransi seperti halnya yang dijumpai atau dicita-citakan dalam kehidupan sehari-hari. Landasan yuridis internasional manajemen pendidikan inklusi adalah; Deklarasi Salamca (UNESCO, 1994) oleh para mentri pendidikan sedunia. Deklarasi ini sebenarnya penegasan kembali atas Deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan berbagai deklarasi lanjutan yang berujung pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari system pendidikan yang ada. Deklarasi Salamca menekankan bahwa selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupunperbedaan yang mungkin ada pada mereka. Sebagai bagian dari umat manusia yang mempunyai tata pergaulan internasional Indonesia tidak dapat begitu saja mengabaikan deklarasi UNESCO tersebut di atas. Di Indonesia, manajemen pendidikan inklusi dijamin oleh: (1) Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 31, (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991, tentang Sistem Pendidikan Nasional, (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 32, tentang Sistem

7 Pendidikan Nasional, yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik berkelainan atau memiliki kecerdasan luar biasa siselenggarakan secara inklusif atau berupa sekolah khusus,dan (4) Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 002/u/1986 pasal 1 ayat 1 bahwa, pendidikan terpadu adalah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak cacat yang diselenggarakan bersama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan, (5) Surat Edaran Dirjen Nomor 380/C.C6/MN/2003 perihal Pendidikan Inklusi. Kebetulan SD Negeri klego 1 Boyolali dijadikan Sekolah Dasar Inklusi yang telah ditunjuk dari Diknas Kabupaten Boyolali dengan Kep. Mendikbud No. 002/U/1986 Pendidikan Sekolah Terpadu SE Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380 C. CS/MN/2003 uantuk melaksanakan program pendidikan inklusi. Landasan pedagogis manajemen pendidikan inklusi adalah pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab. Jadi melalui pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustakhil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya

8 di sekolah-sekolah khusus. Betapapun kecilnya mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebaya (Depdiknas, 2003: 12). Landasan empiris penelitian tentang manajemen inklusi telah banyak dilakukan di negara-negara barat sejak 1980-an, namun penelitian yang berskala besar di pelopori oleh the National Academy of Sciences (Amerika serikat). Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar pendidian khusus secara segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identiikasi yang tepat ( Depdiknas, 2003: 12, dalam Heller, Holtzman & Messick, 1982). Beberapa pakar bahkan mengemukakan bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan anak berkelainan secara tepat, karena karakteristik mereka yang sangat heterogen (Baker, Wang, dan Walberg, 1994/1995). Beberapa peneliti kemudian melakukan metaanalisis yang dijelaskan dalam (Depdiknas, 2003: 12 ) dilakukan oleh Calberg dan Kavale (1980) terhadap 50 buah penelitian, Wang dan Baker (1985/1086) terhadap 11 buah penelitian, dan Baker (1994) terhadap 13 buah penelitian menunjukkan bahwa pendidikan inklusi berdampak positif, baik terhadap perkembangan akademik maupun social anak berkelainan dan teman sebayanya. Selama ini, pendidikan bagi anak berkelainan disediakan dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Berkelainan (SLB), Sekolah Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Inklusi (terpadu). SLB, sebagai lembaga pendidikan tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama, sehingga

9 ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda. Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis anak berkelainan, sehingga didalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan/atau tuna ganda. Seperti halnya di Indonesia, di negara asalnyapun penyelenggaraan pendidikan inklusi masih kontroversi (Depdiknas, 2003: 13, dalam Sunardi, 1997). Para pendukung konsep pendidikan inklusi mengajukan argumen antara lain; (1) belum banyak bukti empiris yang mendukung asumsi bahwa layanan pendidikan khusus yang diberikan di luar kelas reguler menunjukkan hasil yang lebih positif bagi anak, (2) biaya sekolah khusus relatif mahal dari pada sekolah umum, (3) sekolah khusus mengharuskan penggunaan label berkelainan yang dapat berakibat negatif pada anak, (4) banyak anak berkelainan yang tidak mampu memperoleh pendidikan karena tidak tersedia sekolah khusus yang dekat, (5) anak berkelainan harus dibiasakan tinggal dalam masyarakat bersama masyarakat lainnya. Sedangkan para pakar yang mempertahankan berbagai alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkelaianan berargumen; (1) peratuaran perundangan yang berlaku mensyaratkan bahwa bagi anak berkelainan disediakan layanan pendidikan yang bersifat kontinum, (2) hasil penelitian tetap mendukung gagasan perlunya berbagai alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkelaianan, (3) tidak semua orang tua menghendaki anaknya yang berkelainan berada di kelas reguler bersama teman-teman seusianya yang normal, (4) pada

10 umumnya sekolah reguler belum siap menyelenggarakan pendidikan inklusi karena keterbatasan sumber daya pendidikannya. Sedangkan para pakar yang beraliran moderat (Depdiknas, 2003: 14, dalam Vaughn, Bos, dan Schumm, 2000), mengemukakan bahwa dalam praktik, istilah inklusi sebaiknya dipakai bergantian dengan istilah mainstreaming, yang secara teori diartikan sebagai penyediaan layanan pendidikan yang layak bagi anak berkelainan sesuai dengan kebutuhan individualnya. Penempatan anak berkelaianan harus dipilih yang paling bebas diantara delapan alternatif di atas, berdasarkan potensi dan jenis/tingkat kelainannya. Penempatan ini juga bersifat sementara, bukan permanen, dalam arti bahwa siswa berkelainan dimungkinkan secara luwes pindah dari satu alternatif ke alternatif lainnya, dengan asumsi bahwa intensi kebutuhan khususnya berubah-ubah. Filosofinya adalah inklusi, tetapi dalam praktiknya menyediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Model ini juga sering disebut inklusi moderat. Namun yang menjadi pokok persoslan adalah ingin mensukseskan program wajib belajar pendidikan dasar dengan meningkatkan layanan pendidikan pada anak berkelainan baik secara kwantitas maupun kualitas. Pendidikan pada dasarnya merupakan pengembangan sumberdaya manusia, meskipun bukan merupakan satu-satunya cara. Pendidikan dalam pengertian sekolah merupakan satu alternatif dalam pengembangan kemampuan dan potensi mnusia. Melalui pendidikan kita akan menghasilkan manusia Indonesia yang berkualitas, manusia yang akan memahami hak dan kewajiban, manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi

11 pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, cerdas, kreatif, trampil, berdisiplin dan bertanggungjawab, serta sehat jasmani dan rohani, mempunyai semangat kebangsaan dan kesetiakawanan social dan berorientasi pada masa depan. Program wajib belajar yang telah lama di canangkan pemerintah, perlu disambut dengan meningkatkan layanan pendidikan pada anak-anak berkelainan baik secara kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan estimasi jumlah anak berkelainan sekitar 3% dari populasi anak usia sekolah. Hasil sensus pada tahun 2001 menggambarkan baru sekitar 3,70% (33.850 anak) dari mereka yang terlayani di lembaga persekolahan baik di sekolah reguler maupun sekolah luar biasa (sekolah Khusus). Perlu diketahui bahwa angka tersebut belum termasuk mereka yang tergolong autis, berbakat, dan kesulitan belajar, (Depdiknas, 2003: 1). Kenyataan ini menandakan bahwa masih banyak anak-anak berkelainan yang berada di persada bumi pertiwi ini yang belum memperoleh haknya mendapatkan pendidikan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh antara lain kondisi social ekonomi orang tua yang kurang menunjang, jarak antara rumah dan sekolah luar biasa cukup jauh, dan sekolah reguler tidak mau menerima anak-anak berkelainan belajar bersama-sama dengan anak-anak normal. Selama ini, pendidikan bagi anak yang berkelainan diselenggarakan di Sekolah Luar biasa (SLB). Sementara itu, lokasi SLB pada umumnya berada di ibukota kabupaten. Akibatnya sebagian anak-anak berkelainan, karena factor ekonomi terpaksa tidak disekolahkan oleh orang tuanya karena lokasi SLB jauh dari rumahmya, sedangkan SD terdekat tidak bersedia menerima karena merasa

12 tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain selama ini diterima di SD terdekat, namun karena ketiadaan pelayanan khusus bagi mereka, akibatnya mereka berpotensi tinggal di kelas yang pada akhirnya putus sekolah. Akibat lebih jauh, program wajib belajar akan sulit tercapai. Dalam rangka menanggulangi hal-hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu terobosan berupa pemberian kesempatan dan peluang kepada anak-anak berkelainan untuk mperolih pendidikan di sekolah umum bersama-sama dengan anak normal di sekolah dasar terdekat sesuai dengan kebutuhannya. Pola pendidikan seperti ini disebut pendidikan inklusi. Sedangkan di lingkungan SDN Klego1 Boyolali juga terdapat berbagai macam kemampuan belajar siswa. Ada siswa yang cepat belajarnya, ada yang sedang belajarnya dan adapula siswa yang lamban belajarnya. Dalam hal ini, siswa yang lamban belajarnya, bisa juga disebabkan oleh salah stu kondisi siswa yang berkelainan yang dalam hal tertentu berbeda dengan anak lain pada umumnya. Salah satu upaya membantu mengatasi masalah tersebut, perlu diadakan pendidikan terpadu yang berorientasi pada masalah kesulitan belajar siswa diklasifikasi menurut tingkat kesulitannya. Tujuan diadakan Pendidikan Inklusi di SDN Klego 1 Boyolali adalah untuk mengatasi kesulitan belajar siswa yang berkelainan, dapat belajar bersama anak lain atau normal sepanjang hari dikelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama demikian pula anak yang berbakat. Secara khusus bagi peneliti bahwa dengan keberadaan sekolah dasar inklusi tersebut menjadi hal yang menarik untuk dicermati serta diungkap

13 kepermukaan untuk dijelaskan sebagaiman pembahasan pada latarbelakang di atas. Karena sebagian dari sekolah dasar inklusi tersebut rata-rata masih termasuk baru berdiri dan belum pernah meluluskan siswa. Sehingga hal ini mendorong penulis untuk mengangkat masalah ini sesuai dengan focus kajian yang penulis tetapkan. Berdasarkan pada penjelasan di atas penulis memilih dan menetapkan Manajemen Pendidikan Inklusi yang berada di SD Negeri Klegon 1 Boyolali sebagai sampel penelitian, sebagai obyek kajian dengan focus atau perspektif pemikiran konsepsinya. Oleh karena itu pendidikan inklusi yang berada di SD Negeri Klego 1 Boyolali adalah merupakan wujud pengembangan sekolah inklusi.

14 A. Rumusan Masalah Berlatar belakang pada masalah dasar dan makro seperti tersebut diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana manajemen rekrutmen /identifikasi anak pada Pendidikan Inklusi? 2. Bagaimana manajemen kurikulum pada Pendidikan Inklusi? 3. Bagaimana manajemen sumber dana pada Pendidikan Inklusi? 4. Bagaimana manajemen pengadaan dan pembinaan tenaga kependidikan pada Pendidikan Inklusi? 5. Bagaimana manajemen pengadaan dan pengelolaan sarana-prasarana pada Pendidikan Inklusi? 6. Bagaiman manajemen kegiatan belajar mengajar/perangkat KBM pada Pendidikan Inklusi? 7. Bagaimana manajemen pemberdayaan masyarakat pada Pendidikan Inklusi? B. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahuai: 1. Manajemen rekrutmen/identifikasi anak pada pendidikan inklusi 2. Manajemen kurikulum pada Pendidikan Inklusi 3. Manajemen sumber dana pada Pendidikan Inklusi 4. Manajemen pengadaan dan pembinaan tenaga kependidikan pada Pendidikan Inklusi 5. Manajemen pengelolaan sarana prasarana pada Pendidikan Inklusi

15 6. Manajemen kegiatan belajar mengajar /perangkat KBM pada Pendidikan Inklusi 7. Manajemen pemberdayaan Masyarakat pada pendidikan inklusi B. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian dapat dibedakan menjadi kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara praktis bagi penyusun dan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Boyolali. 1. Kegunaan secara teoritis Sebagai referensi ilmiah untuk memperoleh manfaat dan pengembangan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan dan menerapkan untuk kasus nyata yang terjadi di lapangan. Manajemen pada umumnya, khususnya mengenai manajemen pendidikan inklusi. 2. Kegunaan secara praktis Bagi penyusun, untuk memperoleh inspirasi, persepsi dan kreatifitas dalam menggali dan mengekspresikan pengetahuan melalui penulisan ilmiah, memberi dorongan dan motivasi untuk belajar lebih banyak serta mendapatkan pengalaman yang intensif berkaitan dengan sumber daya manusia. Disamping itu untuk memberikan masukan kepada: 1). Depdiknas dalam rangka pembinaan Kepala Sekolah berkaitan dengan penerapan manajemen pendidikan inklusi.

16 2). Memberikan masukan pada Sekolah Dasar yang berada di lingkungan Sekolah Dasar Negeri Klego 1 yang memiliki siswa berkelainan bisa diikutkan pada pendidikan inklusi yang berada di Sekolah Dasar Negeri Klego 1 Boyolali. 3). Peneliti lain, sebagai acuan untuk mengadakan penelitian yang berkaitan dengan penerapan manajemen pendidikan inklusi