BAB I PENDAHULUAN. nilai yang tinggi, baik sebagai penyangga kebutuhan, perlindungan ekologi, jasa,

dokumen-dokumen yang mirip
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

Tabel 2.8 Realisasi Fisik dan Keuangan Kegiatan Urusan Kehutanan Dinas Pertanian dan Kehutanan Tahun 2015

KEADAAN UMUM KABUPATEN KULONPROGO. Kabupaten Kulonprogo merupakan salah satu dari lima kabupaten / kota di

BAB III TINJAUAN KHUSUS Kawasan Outbound Training di Kabupaten Kulon Progo 3.1 TINJAUAN KONDISI UMUM KABUPATEN KULON PROGO

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. 1. Visi dan Misi Pembangunan Daerah MASYARAKAT KABUPATEN KULON PROGO YANG MAJU,

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertanian telah menetapkan 4 sukses Pembangunan

BAB IV TINJAUAN LOKASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Ketertarikan masyarakat terhadap pengusahaan hutan rakyat semakin

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu komponen dalam upaya

BAB III TINJAUAN WILAYAH KULON PROGO

Desa Semoyo merupakan salah satu desa di Kec. Pathuk kab. Gunung Kidul.

BAB IV GAMBARAN UMUM. 1. Letak Geografis Kabupaten Kulon Progo. wilayah ini, diharapkan akan lebih mudah memahami tingkah laku dan

I. PENDAHULUAN. Buah naga merupakan buah yang berkhasiat bagi kesehatan. Beberapa khasiat

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa sektor pertanian menempati posisi yang penting dalam

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur, ekonomi, kapasitas sumber daya, dan lain-lain.

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setempat serta keadaan ekologis berbeda dengan di luarnya (Spurr 1973).

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN

BAB 1V GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Banjararum terletak sekitar 26 km dari Puasat Pemerintahan Kabupaten Kulon

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III TINJAUAN LOKASI DAN WILAYAH

SD SLTP SLTA SARJANA / DIPLOMA TOTAL L P L P L P L P L P 1 TEMON

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. tingkat lokal (tanah adat) (Suhardjito & Darusman, 1998). Jenis hutan ini terbukti

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB IV TINJAUAN WILAYAH KOTA YOGYAKARTA

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman,

BAB I PENDAHULUAN. pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan,

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2013

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I DESKRIPSI KEGIATAN. 1.1 Judul Mewujudkan Masyarakat Mandiri Melalui Gerakan Indonesia Melayani, Bersih dan Tertib di Desa Sudaji

Imam Subekti Direktorat Zeni TNI AD Edhi Martono Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

II. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

Kemandirian Ekonomi Melalui Sertifikasi Hutan Rakyat (Kasus. di Gunungkidul) Ir. Murbani Dishutbun Kab. Gunungkidul. 6 Februari 2009 Bogor - Indonesia

I. DESKRIPSI KEGIATAN

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Daerah Penelitian. geografis berada di koordinat 07 o LS-7 o LS dan

VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN. 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan

ANALISIS METODE PENGATURAN HASIL DI AREAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI WANA LESTARI MENOREH KULON PROGO RIKA RIA RAHAYU

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.

BAB I PENDAHULUAN. dari laut pesisir, laut lepas, teluk dan selat. Dari luas laut sebesar itu di dalamnya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat besar pengaruhnya terhadap stabilitas lingkungan dan kebutuhan hidup manusia. Hutan juga memiliki nilai yang tinggi, baik sebagai penyangga kebutuhan, perlindungan ekologi, jasa, serta sebagai pemberdayaan masyarakat. Pada saat ini, masyarakat sangat bergantung terhadap hutan, begitu pula sebaliknya hutan dapat lestari dan rusak dengan adanya pengaruh masyarakat. Maka dari itu diperlukan pemberdayaan masyarakat yang memperhatikan dua aspek tersebut. Berkaitan dengan sumber daya hutan di Indonesia, dimana masyarakat menjadi elemen integral atau sulit terpisahkan dari sumber daya hutan, kelestarian ekologi dan ekonomi hanya dimungkinkan dicapai bilamana pengelolaan sumber daya juga senantiasa memperhatikan kehidupan masyarakat lokal. Hutan harus mampu memberikan jaminan keberlanjutan fungsi pengusahaan hutan bagi masyarakat setempat yang tergantung pada hutan, baik secara langsung maupun tidak langsung secara lintas generasi. Berdasarkan hasil tersebut di atas maka dibuat berbagai program pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat, salah satunya adalah Hutan Rakyat (HR). Hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, hutan yang 1

dimiliki oleh rakyat. Proses terjadinya hutan rakyat bisa dibuat oleh manusia, bisa juga terjadi secara alami, tetapi proses hutan rakyat adakalanya berawal dari upaya untuk merehabilitasi tanah-tanah kritis. Sertifikasi hutan merupakan suatu instrumen yang ditujukan untuk mendorong terjadinya praktek pengelolaan hutan lestari, yang menyeimbangkan kepentingan ekonomi, lingkungan, dan sosial. Tujuan sertifikasi hutan rakyat ini adalah untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas dari pengelolaan hutan rakyat yang telah dilakukan oleh masyarakat, sehingga akan terwujud masyarakat sejahtera dengan hutan rakyat yang lestari. Kendala yang di hadapi dalam sertifikasi hutan rakyat antara lain adalah minimnya pengetahuan petani hutan (awareness) akan adanya program sertifikasi hutan, biaya sertifikasi yang mungkin tidak viable untuk hutan rakyat, manajemen dan kelembagaan pengelolaan hutan rakyat, pasar untuk kayu yang telah tersertifikasi, dan jenis program yang ditawarkan oleh lembaga sertifikasi. 1.2 Permasalahan Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang perlu dikemukakan adalah bagaimana aspek sosial ekonomi masyarakat dalam pengelolaan hutan rakyat bersertifikasi dan kendala penerapan sertifikasi hutan rakyat? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mengetahui kondisi sosial ekonomi petani hutan rakyat sertifikasi. 2

b. Mengetahui kegiatan petani dan pengelolaan hutan rakyat sertifikasi. c. Mengetahui keuntungan dan kerugian petani dalam sertifikasi hutan rakyat. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai melalui penelitian ini antara lain : a. Memberikan informasi mengenai ruang lingkup aspek sosial ekonomi pengelolaan hutan rakyat sertifikasi kepada petani. b. Memberikan masukan kepada unit manajemen dalam pengelolaan hutan rakyat bersertifikasi. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat 2.1.1 Pengertian Hutan Rakyat Menurut Undang-Undang nomor 41 tahun 1999, berdasarkan status kepemilikan lahannya, hutan dibagi menjadi dua yaitu hutan Negara dan hutan Hak. Hutan hak atau yang lebih dikenal dengan istilah hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas lahan milik rakyat. Pengelolaan hutan rakyat dapat dilakukan secara perorangan maupun berkelompok (Awang, et al.2001). Hutan rakyat dapat berupa pekarangan, tegalan ladang dan alas/wana (Awang, dkk. 2001). Departemen Kehutanan (1999) menyebutkan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah milik dengan luas minimal 0,25 ha dan penutupan tajuknya didominasi tanaman perkayuan dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 pohon. Setiap daerah memiliki karakteristik tersendiri dalam pengelolaan hutan rakyat, akan tetapi ciri-ciri hutan rakyat secara umum adalah sebagai berikut: (1) Berada di tanah milik; (2) Hutan tidak mengelompok, tetapi tersebar berdasarkan letak dan luas kepemilikan hutan serta keragaman pola wanatani; (3) Baris pengelolaan berada pada tingkat keluarga, setiap keluarga melakukan pengembangan dan pengaturan secara terpisah; (4) Pemanenan dilakukan berdasarkan tebang butuh; (5) Belum terbentuk organisasi yang profesional dalam pengelolaan hutan rakyat; (6) Belum ada perencanaan hutan rakyat, sehingga 4

belum ada jaminan dari petani hutan rakyat terhadap kontinuitas pasokan bagi industri; (7) Mekanisme pemasaran kayu rakyat diluar kendali petani hutan rakyat sebagai produsen (Awang, et al. 2001 : Simon, 2010) 2.1.2 Manfaat dan Peranan Hutan Rakyat Hutan rakyat telah memberikan manfaat ekonomi yang langsung dirasakan oleh penduduk desa pemilik hutan rakyat. Manfaat yang dirasakan adalah kayu yang digunakan untuk bahan bangunan guna memperbaiki kondisi rumah mereka yang dulunya terbuat dari bambu. Selain itu petani dapat memperoleh tambahan pendapatan dari menjual kayu hasil hutan rakyat dalam bentuk berdiri maupun dalam bentuk kayu bakar. Tidak dipungkiri lagi keberhasilan hutan rakyat yang ada sedikit banyak telah membantu mengubah kehidupan masyarakat yang ada. Bahwa dengan adanya hutan rakyat atau wono yang kini berkembang sangat membantu kebutuhan ekonomi masyarakat (Awang, 2001). 2.2 Sertifikasi 2.2.1 Konsep Sertifikasi Sertifikasi merupakan fenomena baru di sektor kehutanan, meskipun mekanisme serupa telah ada sebelumnya di sektor lain. Program sertifikasi hutan berkembang sekitar dua pulh tahun lalu saat Forest Stewardskip Council (FSC) didirikan pada tahun 1993. Program ini merupakan suatu proses dimana sebuah lembaga sertifikasi menyatakan bahwa suatu pengelolaan hutan telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh lembaga sertifikasi dan disepakati oleh 5

perusahaan yang berpartisipasi (Upton dan Bass, 1995). Idealnya, dengan tersertifikasi berarti manajer telah mengelola hutan dengan suatu norma yang tidak menurunkan kualitas dan kuantitas hutan dan generasi mendatang masih dapat menikmati sumber daya alam dengan kualitas dan kuantitas yang sama. Sertifikasi tersebut bertujuan untuk : a. Memberi pengakuan bagi pengelola hutan bahwa hutan yang dikelola didasarkan pada kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari. b. Melakukan praktek pengelolaan hutan berdasarkan kaidah kelestarian yang telah diakui secara nasional dan internasional. 2.2.2 Skala Sertifikasi FSC Skala sertifikasi ditentukan ukuran atau luas wilayah hutan dan intensitas pemanfaatan hutan yang dikelola. Sertifikasi FSC membedakan antara sertifikasi normal dengan SLIMF (Small or Low Intensity Managed Forest) atau hutan yang dikelola dengan intensitas rendah. Menurut standar FSC (FSC-STD-01-003 (V1-0) EN) untuk disebut sebagai SLIMF ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, yaitu: a. Luas wilayah hutan yang dikelola tidak lebih dari 100 ha, atau b. Hutan dikelola untuk hasil bukan kayu, atau c. Hutan dikelola untuk hasil hutan kayu dengan ketentuan tingkat pemanenan kurang dari 20% dari riap rata-rata tahunan pada seluruh hutan produksi yang dikelola dan total pemanenan tidak lebih dari 5.000 mᶾ/tahun. 6

2.2.3 Prinsip dan Kriteria FSC Prinsip dan kriteria ini merupakan paket lengkap yang harus dipandang secara utuh dan tidak ada satu prinsip yang memiliki prioritas lebih tinggi dari prinsip lainnya. FSC mengembangkan 10 prinsipyang terdiri dari 56 kriteria sebagai standar untuk pengelolaan hutan yang baik. Sepuluh prinsip FSC yang harus dipenuhi oleh Pengelola Hutan adalah (Putra, dkk. 2007) : a. Ketaatan pada hukum dan perjanjian/konvensi internasional yang berlaku; b. Memiliki hak penggunaan dan pengusahaan lahan yang jelas dan pasti secara jangka panjang serta tanggung jawabnya; c. Mengenali dan menghargai hak-hak masyarakat adat; d. Memelihara dan meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi pekerja dan masyarakat lokal dan menghargai hak-hak pekerja yang sesuai dengan konvensi ILO; e. Penggunaan yang adil dan merata dari manfaat yang diperoleh hutan; f. Pengurangan dampak kegiatan logging pada lingkungan hidup serta pemeliharaan fungsi ekologis dan keutuhan wilayah hutan; g. Memiliki rencana pengelolaan yang memadai dan selalu diperbaharui; h. Pemantauan dan penilaian kegiatan yang memadai untuk menilai kondisi hutan, kegiatan pengelolaan dan dampaknya terhadap kondisi lingkungan dan sosial; i. Pemeliharaan hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi; j. Hutan tanaman harus memberikan kontribusi dalam mengurangi tekanan dan mempromosikan perbaikan dan konservasi pada hutan alam. 7

2.3 Sosial Ekonomi 2.3.1 Kondisi Sosial Ekonomi Jumlah penduduk di Indonesia sebesar 70-80% bertempat tinggal di pedesaan dan sebagian besar masih tergantung pada mata pencaharian bertani. Secara langsung sektor pertanian merupakan sumber penghidupan di pedesaan sehingga masyarakat pedesaan umumnya disebut petani atau kaum tani. Luas lahan yang umumnya sempit, yang masih tradisional serta peralatan yang terbatas menyebabkan pendapatan petani rendah. Kesenjangan yang terjadi antar lapisan penduduk dalam suatu masyarakat pada hakekatnya bersumber dari problem kemiskinan yang dialami oleh masyarakat yang bersangkutan (Nugroho, 2001). Oleh karena itu setiap upaya mengurangi tingkat kesenjangan masyarakat tidak dapat terlepas dari upaya menanggulangi atau memerangi masalah kemiskinan itu sendiri.secara berkala Biro Pusat Statistik menghitung dua indikator ukuran kemiskinan di Indonesia. Ukuran tersebut adalah indikator tingkat kemiskinan yang menghitung jumlah dan presentase penduduk miskin, dan indikator pembagian pendapatan dalam masyarakat. Data yang digunakan untuk menghitung indikator tersebut didasarkan pada survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Menurut Conyers (1991:5) kata sosial ekonomi mengundang pengertian sebagai sesuatu yang non moneter sifatnya yang bertalian dengan kualitas kehidupan insani. Sedangkan ekonomi dijelaskan sebagai lawan dari pengertian sosial yaitu dilibatkan kaitannya dengan uang. Dengan demikian kondisi sosial 8

ekonomi berdasarkan pengertian diatas merupakan suatu kondisi yang terkait secara moneter dan non moneter. Masyarakat desa sekitar hutan mempunyai ciri antara lain tingkat pendidikan rendah, ketrampilan kerja diluar bidamg pertanian yang terbatas serta kurangnya modal dan teknologi dalam kegiatan pertanian. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan. 2.3.2 Parameter Kondisi Sosial Ekonomi Salah satu faktor yang penting untuk membangun masyarakat yang sejahtera adalah sebuah teori sosial ekonomi yang baik. Sepanjang sejarah, manusia terus mencari jawaban bagaimana sumberdaya di bumi ini yang dapat dipergunakan dan dibagikan dengan baik. Untuk itu ada beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan bagaimana kondisi sosial ekonomi yang baik, dan parameter tersebut dapat dilihat dari penghasilan setiap bulannya, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, dan status sosial didalam masyarakat seperti, asosiasi dalam kelompok masyarakat, dan persepsi masyarakat atas keluarga (Demarest et all, 1993). 9

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dengan metode pengambilan sampel purposive sampling karena populasi tidak seragam. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2014 di Kabupaten Kulonprogo. Koperasi petani hutan rakyat yang dipilih sebagai studi kasus adalah Koperasi Wana Lestari Menoreh yang sudah menerapkan sertifikasi FSC. 3.3 Jenis dan Metode Pengambilan Data Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung di lapangan melalui wawancara kepada petani hutan rakyat bersertifikasi dan non sertifikasi. Jumlah responden berjumlah 45 orang terdiri dari 30 anggota petani sertifikasi dan 15 anggota petani non sertifikasi. Populasi dari penelitian ini adalah anggota Koperasi Wana Lestari Menoreh yang melakukan penjualan kayi pada tahun 2013. 10

Data-data yang ditanyakan kepada responden adalah sebagai berikut : a. Identitas responden. b. Kepemilikan lahan. c. Kepemilikan hutan rakyat. d. Pengelolaan hutan rakyat. e. Penjualan kayu di tahun 2013. f. Penjualan tanaman perkebunan dan pertanian dari hutan rakyat di tahun 2013. g. Sumber pendapatan pada tahun 2013. h. Mekanisme penjualan kayu. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen yang terkait sertifikasi hutan rakyat yang tersedia di Koperasi Wana Lestari Menoreh yang digunakan untuk menunjang data primer, yaitu : a. Daftar nama penjual kayu di tahun 2013. b. Profil Koperasi Wana Lestari Menoreh. c. Gambaran Umum Kabupaten Kulon Progo. 3.4 Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu metode analisis yang digunakan untuk memberikan gambaran secara detail tentang latar belakang, karakter yang khas dari kasus, maupun status dari individu yang kemudian dari sifat yang khusus tersebut dijadikan suatu hal yang umum. 11

Analisis data diperoleh dari wawancara dengan responden. Data wawancara menjadi sumber data utama yang akan dianalisis untuk menjawab masalah penelitian. Penelitian ini menggunakan analisis presentase dari seluruh aspek kegiatan yang ditanyakan kepada responden. Data yang diperoleh dari kuisioner disajikan dalam bentuk tabulasi. 12

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Umum Kabupaten Kulonprogo 4.1.1. Kondisi Geografis Kabupaten Kulon Progo, salah satu kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terletak di bagian paling barat DIY. Secara geografis terletak antara 7 38'42" - 7 59'3" Lintang Selatan dan 110 1'37" - 110 16'26" Bujur Timur. Secara geografis Kabupaten Kulonprogo berbatasan dengan; a. Samudera Hindia di sebelah selatan. b. Kabupaten Sleman dan Bantul di sebelah timur. c. Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah di sebelah utara d. Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah di sebelah barat. Kabupaten Kulon Progo dengan luas wilayah 586,28 km2 secara administratif terdiri dari 12 kecamatan, 88 desa dan 930 dusun. Secara fisiografis Kulon Progo terdiri dari dataran pantai di bagian selatan, di bagian tengah dan timur berupa topografi bergelombang sampai berbukit, dan di bagian barat serta utara berupa perbukitan-pegunungan. Rangkaian perbukitan-pegunungan di bagian barat dan utara Kulon Progo ini dikenal sebagai perbukitan Menoreh (www.bpkp.go.id). 13

4.1.2. Topografi dan Kondisi Tanah Kabupaten Kulonprogo terletak 20 km sebelah barat dari pusat kota Yogyakarta. Seperti gambaran umum di Kabupaten Kulonprogo merupakan kabupaten dengan topografi yang berbukit-bukit dan jalannya yang terjal, licin, dan naik turun. Sebagian daerahnya berupa sawah tadah hujan dan berupa hutan jati. Kabupaten Kulonprogo terletak di ketinggian antara 500-1000 mdpl dan ratarata di daerah tersebut merupakan tanah berbatu. Curah hujan rata-rata per tahunnya 2150mm, dengan rata-rata hari hujan sebanyak 106 hari per tahun atau 9 hari per bulan. Suhu terrendahnya lebih kurang 24,2 C (Juli) dan tertinggi 25,4 C (April), dengan kelembaban terendah 78,6% (Agustus), serta tertinggi 85,9% (Januari), (www.bpkp.go.id). 4.1.3 Kondisi Hutan Rakyat di Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulonprogo terkenal dengan hutan rakyatnya. Hutan rakyat di Kabupaten Kulonprogo tersebar diberbagai kecamatan diantaranya. Tabel 4.1 Sebaran hutan rakyat di Kabupaten Kulon Progo No Kecamatan Luas (ha) 1 Temon 779,25 2 Wates 183,00 3 Panjatan 651,00 4 Galur 275,00 5 Lendah 556,00 6 Sentolo 937,00 7 Pengasih 1.349,00 8 Kokap 4.070,00 9 Nanggulan 410,00 10 Girimulyo 5.490,42 11 Samigaluh 6.615,00 12 Kalibawang 1.765,00 Jumlah 17.510,75 14

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulonprogo,2013 4.1.4 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat di Kabupaten Kulonprogo pada umumnya sebagai petani yang masih sederhana dan masih bergantung terhadap lahan. Walaupun dibeberapa tempat sudah mengenal teknologi untuk bercocok tanam namun dengan kondisi lahan yang terjal tidak semua teknologi bisa diterapkan. Untuk lahan milik saat ini masyarakat banyak menanam kayu khususnya seperti jati, sono keling, mahoni, akasia karena dinilai dapat mendatangkan untung dengan harga kayu yang semakin lama semakin tinggi. 4.2. Profil Koperasi Wana Lestari Menoreh 4.2.1. Sejarah Program Comlog (Community Logging) di mulai dengan pertemuan pengurus Yayasan Bina Insan Mandiri (Yabima), perkumpulan Telapak Bogor dan pengurus CU (Credit Union) Karisma di secretariat CU Karisma dengan kesepakatan saling pengertian akan melakukan kegiatan community logging di Kulon Progo. Pertemuan kedua di PPSJ Pengasih pada kegiatan penguatan kelembagaan kelompok tani GNRHL. Hasil yang di capai dalam pertemuan ini adalah : a. Program comlog dipahami sebagai program gerakan masyarakat sebagai lanjutan program GNRHL di Kulon Progo dan menunjuk Yabima sebagai lembaga pendamping local dan untuk menindak lanjuti program tersebut. 15

b. Tindak lanjut pengurus Yabima mengutus tiga orang staf ke perkumpulan telapak Bogor. Pada tanggal 1-6 April 2007 diadakan pelatihan fasilitator di Boro, Kalibawang, dengan hasil : a. Simulasi tentang materi pelatihan. b. Penetapan lokasi sosialisasi di Kecamatan Kalibawang dan Samigaluh yang terdiri dari 11 desa, sosialisasi di lakukan selama 8 bulan di dusundusun di sebelas desa tersebut. Pada tanggal 12-19 Juni 2008 di adakan pertemuan dan diskusi para kader dusun dan memutuskan terbentuk Lembaga Kelestarian dengan nama Wana Lestari Menoreh bentuk lembaga adalah Koperasi. Pertemuan selanjutanya tanggal 3-12 Juli 2008 dengan agenda menyusun draf AD/ART Koperasi Wana Lestari Menoreh serta membentuk pengurus dan perwakilan kader dari 11 desa. Pembentukan AD / ART dilakukan secara swadaya oleh para kader. Pada 2 Agustus terbentuklah koperasi Wana Lestari Menoreh dengan badan pendiri terdiri 20 orang. 4.2.2. Visi dan Misi Adapun Visi dari Koperasi Wana Lestari Menoreh yaitu Membangun Kulon Progo secara bersama untuk mewujutkan lingkungan alam sekitar yang lestari dan berkelanjutan untuk meningkatkatkan pendapatan masyarakat secara adil. Sedangkan Misi dari Koperasi Wana Lestari Menoreh ialah untuk menciptakan lapangan pekerjaan serta memberdayakan masyarakat untuk 16

meningkatkan pendapatan dengan budi daya kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan dan perikanan 4.2.3. Kegiatan Bisnis Koperasi Wana Lestari Menoreh Koperasi Wana Lestari Menoreh telah melakukan beberapa usaha untuk menunjang keberhasilan dari koperasi tersebut. Usaha yang dilakukan diantaranya: a) Jual beli kayu dari anggota dengan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan sesuai standar FSC (Forest Stewardship Council ). b) Membeli dan memasarkan produk sumber daya alam lainya milik anggota dengan jalan memperluas jaringan pasar. c) Usaha pembibitan baik tanaman hutan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan. d) Usaha produksi kompos dengan merek dagang Pupuk Kompos Lestari. e) Usaha furniture di komunitas anggota. 4.2.4. Kegiatan Non Bisnis Koperasi Wana Lestari Menoreh Di dalam Koperasi Wana Lestari Menoreh terdapat beberapa kegiatan yang sudah terlaksanakan dan yang baru akan dilaksanakan. Kegiatan yang sudah dilaksanakan meliputi: a. Penyelesaian badan hukum koperasi. b. Mengadakan lokakarya, dan 17

c. Pembentukan pengurus unit disebelas desa se-kecamatan Kalibawang dan Samigaluh. Sedangkan untuk kegiatan yang baru akan dilaksanakan diantaranya adalah: a. Membentuk Forum Komunikasi Antar Pihak (FKAP). b. Menyiapkan sertifikasi hutan rakyat, serta c. Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. 18