II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap,

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemempuan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Sanjaya, 2009: ), pembelajaran kooperatif merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Banyak orang belum mengetahui apa itu leaflet dan apa perbedaannya dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

TINJAUAN PUSTAKA. TPS adalah suatu struktur yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran dimana para siswa bekerja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2001: 37) belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

II. TINJAUAN PUSTAKA. demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa yang melakukan kegitan belajar. Keberhasilan kegiatan pembelajaran

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif saat ini banyak diterapkan oleh guru dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dan saling

IMPLEMENTASI METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2009:6). Menurut Gagne (dalam Sadiman, 2006:6) menyatakan bahwa media

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan pelajaran yang terdiri dari berbagai konsep yang tersusun

BAB.II. KAJIAN PUSTAKA. seseorang, sehinga menyebabkan munculnya perubahan prilaku (Wina Sanjaya,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar tidak selamanya hanya bersentuhan dengan hal-hal yang konkrit, baik

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model dimana para siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR FISIKA SISWA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Majid (2007:176) LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang

Kata Kunci: Aktivitas, Hasil Belajar Matematika, dan kooperatif tipe Teams Games Tournament

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas mengikuti proses pembelajaran meliputi mendengarkan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan manusia

BAB II KERANGKA TEORITIS. 1. Belajar dan Pembelajaran Matematika. memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Slameto (2003:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biologi berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata bios yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu model dalam pembelajaran kooperatif adalah TSTS, di dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan kebutuhan. Akan tetapi, pendidikan di Indonesia masih

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Sehingga proses belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. memperkenalkan produk, karya atau gagasan kepada khalayak ramai.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil yaitu

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

BAB II KERANGKA TEORITIS. Perubahan tersebut mencakup aspek tingkah laku, keterampilan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. medium, yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media

II. TINJAUAN PUSTAKA. Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. satunya adalah metode diskusi. Hasibuan dan Moedjiono (2004:20) mengatakan

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

BAB II KAJIAN TEORI. teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

Ratih Rahmawati Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pengertian sempit sumber belajar dapat diartikan seperti buku- buku atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan suatu pengetahuan terhadap sesuatu. Menurut Rosser

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DALAM PEMBELAJARAN IPA

jadikan sebagai indikator aktivitas belajar siswa adalah:

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Efektivitas Pembelajaran Belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Menurut Soemanto (dalam Dalyono, 1996: 47) belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreatifitas lebih mudah dicapai apabila siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengkritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting. Menurut Hasibuan (dalam Dalyono, 1996: 51) belajar adalah kegiatan manusia yang sangat penting dan harus dilakukan selama hidup, karena melalui belajar dapat melakukan perbaikan dalam berbagai hal yang menyangkut kepentingan hidup. Dengan kata lain, melalui belajar dapat memperbaiki nasib, mencapai cita-cita yang didambakan. Karena itu tidak boleh lalai, jangan malas dan membuang waktu secara percuma, tetapi memanfaatkan seefektif mungkin, agar tidak timbul penyesalan dikemudian hari (Dalyono, 1996: 47-51).

11 Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil yang diperoleh, serta tingkat daya fungsi unsur atau komponen. (Sambas: 2010). Efektivitas dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Efektivitas pembelajaran dapat dicapai apabila rancangan pada persiapan, implementasi, dan evaluasi dapat dijalankan sesuai prosedur serta sesuai dengan fungsinya masing-masing (Sambas: 2010). Sedangkan pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman (Driscoll, 2000, dalam buku Slavin, 2008: 179). Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari (Suprijono, 2011: 15). Pembelajaran juga diartikan sebagai komunikasi dua arah, dimana kegiatan guru sebagai pendidik harus mengajar dan murid sebagai terdidik yang belajar, dapat ditemukan adanya perbedaan dan persamaan. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran ( Hamalik, 2009: 57).

12 Pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen berfungsi secara keseluruhan, peserta didik merasa senang dengan hasil pembelajaran, fasilitas memadai materi dan metode yang digunakan. Tujuan utama efektivitas pembelajaran adalah outputnya, yaitu kompetensi siswa. Jadi yang dimaksud dengan Efektivitas pembelajaran ialah ketepatgunaan memilih suatu strategi dalam desain, penyajian informasi, aktivitas yang diarahkan untuk terjadi perubahan yang lebih baik. Intinya, efektivitas pembelajaran ialah ketepatgunaan memilih strategi dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas pembelajaran dapat diukur dengan mengadaptasi pengukuran efektivitas pelatihan yaitu melalui validasi dan evaluasi (Rae, 2001: 3). B. Model Pembelajaran Kooperatif 1. Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas (Tim MKPBM, 2001: 6).

13 Menurut pemikiran Joyce, fungsi model adalah each model guides us as we design instruction to help students achieve various objectives. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapat informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar (Suprijono, 2011: 46). 2. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Terdapat empat unsur pokok yang termasuk dalam belajar terstruktur, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal dan keahlian bekerjasama (Amri dan Ahmadi, 2010: 90). Menurut Suprijono (Irmawati, 2011: 40) pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Menurut Anita Lie (Suprijono, 2011: 56), model pembelajaran kooperatif didasarkan pada falsafah homo homini socius. Tanpa interaksi sosial tidak akan ada pengetahuan.

14 Pada pembelajaran kooperatif yang diajarkan adalah keterampilanketerampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan. Kosasih (dalam Isjoni, 2010: 19) menyebutkan pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya pendekatan belajar siswa yang sentris, humanistik, dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya. Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif mampu membelajarkan diri dan kehidupan siswa baik di kelas maupun di sekolah. Lingkungan belajarnya juga membina dan meningkatkan serta mengembangkan potensi diri siswa sekaligus memberikan pelatihan hidup senyatanya. Jadi, pembelajaran kooperatif dapat dirumuskan sebagai kegiatan pembelajaran kelompok yang terarah, terpadu, efektif, efisien, kearah mencari atau mengkaji sesuatu melalui proses kerjasama dan saling membantu (sharing) sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang produktif (survive) (Isjoni, 2010: 14-19). Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan optimal, seorang guru harus memahami sintak pembelajaran kooperatif. Sintak pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 fase pada tabel berikut:

15 Tabel 1. langkah-langkah model pembelajaran kooperatif Langkah Indikator Tingkah laku guru Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan tujuan pem-belajaran dan mengomunikasikan kompetensi dasar yang akan di-capai serta memotivasi siswa. Langkah 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi Langkah 3 Langkah 4 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar Membimbing belajar kelompok kepada siswa Guru menginformasikan pengelompokan siswa Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa untuk materi pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Langkah 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan. Langkah 6 Pemberian Penghargaan Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok. Sumber: Dimodifikasi dari Arends, dalam Suyatna (2008: 96) Pembelajaran kooperatif mempunyai berbagai tipe, diantaranya ialah Student Teams Achievement Divisions (STAD), Numbered Heads Together (NHT), Team Game Tournament (TGT), JIGSAW, Think Pair Share (TPS), Make A match dan masih banyak yang lainnya. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar biologi siswa ialah tipe Make A Match. 3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Model pembelajaran Make A Match adalah model pembelajaran kooperatif yang membagi siswa dalam kelompok-kelompok kooperatif (cooperative group), selanjutnya setiap anggota kelompok membuat soal/pertanyaan dan

16 jawaban pada kertas yang berbeda. Teknik belajar mencari pasangan (Make A Match) dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Model ini dapat membangkitkan semangat siswa dengan mengikutsertakan peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran (Irmawati, 2011: 33). Huda (2011: 135) menyatakan bahwa salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Agus Suprijono (2011: 95) menyatakan bahwa hal-hal yang harus dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan Make A Match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu-kartu pertanyaan dan kartu-kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan tersebut. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan yang memiliki kartu yang merupakan jawaban/soal dari kartu yang dimilikinya sebelum batas waktu yang disepakati selesai, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Model Make A Match ini bertujuan untuk memperluas wawasan serta kecermatan siswa dalam menyelami suatu konsep. Sebelum permainan dimulai, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, motivasi belajar, pokok bahasan mengorganisasikan siswa, menyampaikan langkah-langkah permainan, membimbing siswa dan mengevaluasi hasil serta memberikan penghargaan bagi siwa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu yang ditentukan diberi poin.

17 Menurut Suprijono penggunaan model pembelajaran ini mengikuti langkah-langkah seperti berikut (Irnawati,2011: 34): a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang mungkin cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes). Kartu yang disiapkan sebagian berisi pertanyaan tentang materi yang ajarkan dan sebagian lagi berisi jawaban dari pertanyaan tersebut. b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu, guru mengocok semua kartu hingga tercampur antara soal dan jawaban. c. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Setiap kelompok menganalisis atau memikirkan pasangan dari kartu yang didapatkan. Setelah selesai, setiap kelompok mencari pasangan kartunya dalam waktu yang telah disepakati. Bagi kelompok yang dapat mencocokkan kartunya dengan memberikan alasan cocoknya soal dan jawaban yang mereka pegang sebelum batas waktu berakhir akan mendapatkan poin. d. Siswa bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang cocok. Setelah menemukan pasangannya setiap kelompok bergabung dalam kelompok pasangannya setelah batas waku selesai, guru mengecek setiap pasangan dalam mencocokkan kartu.

18 Menurut Suprijono (Irnawati, 2011: 35) model pembelajaran Make A Match mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model Make A Match yaitu : 1. Dapat melatih ketelitian, kecermatan, serta kecepatan. Diketahui bahwa model ini adalah siswa mencari pasangan dari kartu yang diperolehnya dalam waktu yang ditetapkan sehingga siswa harus cermat, tepat dan tepat dalam mencari pasangannya. 2. Lebih banyak ide muncul Karena dalam skripsi ini model Make A Match disertai dengan metode kerja kelompok maka dalam melaksanakan tugasnya siswa bersama siswa lain bekerja sama dan mengeluarkan ide-ide yang dimilikinya masing-masing. 3. Lebih banyak tugas yang bisa dilakukan Siswa bekerja sama dengan siswa lain sehingga tugas yang diperoleh dari guru dapat dibagi-bagi sehingga tugas yang banyakpun dapat di selesaikan. 4. Guru mudah memonitor Ketika siswa melakukan tugasnya memikirkan dan mencari pasangan soal atau jawaban yang diperolehnya, guru dapat memonitor dengan mendatangi kelompok siswa yang membutuhkan bimbingan dari guru satu per satu.

19 Menurut Suprijono (Irnawati, 2011: 35) kelemahan model pembelajaran mencari pasangan (Make A Match) adalah waktu yang cepat dapat mengakibatkan kurangnya konsentrasi sehingga waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran, selain itu juga dapat menimbulkan kegaduhan di kelas. Dengan menggunakan model Make A Match guru dapat melatih ketelitian, kecermatan, dan kecepatan siswa. Selain itu, siswa dapat mengerjakan lebih banyak soal. Guru mudah mengontrol kelas karena siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Namun guru juga harus pandai mengatur waktu agar siswa tidak banyak bermain. C. Aktivitas dan Hasil Belajar 1. Aktivitas Belajar Aktivitas merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Aktivitas sangat diperlukan dalam proses belajar agar kegiatan belajar mengajar menjadi efektif. Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri (Hamalik, 2004: 171). Melalui aktivitas, siswa dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian, di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Aktivitas siswa tidak cukup hanya dengan mendengarkan atau mencatat seperti yang lazim dilaksanakan selama ini. Akan tetapi perlu adanya aktivitas-aktivitas positif

20 lain yang dilakukan oleh siswa. Paul B. Diedrich (dalam Sardiman, 2007: 100-101) membuat suatu data yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. 3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. 4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, dan menyalin. 5. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, dan diagram. 6. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, dan beternak. 7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, dan mengambil keputusan. 8. Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, dan gugup.

21 Dalam proses pembelajaran, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk berbeda. Atau siswa akan bertanya, mengajukan pendapat, menimbulkan diskusi dengan guru. Dalam berbuat siswa dapat menjalankan perintah, melaksanakan tugas, membuat grafik, diagram, intisari dari pelajaran yang disajikan oleh guru. Bila siswa menjadi partisipasi yang aktif, maka ia memiliki ilmu/pengetahuan itu dengan baik (Slameto, 2003: 36). Dalam suatu proses pembelajaran, penting bagi siswa untuk melakukan berbagai aktivitas yang relevan. Menurut Djamarah dan Zain (2006: 40) menyatakan bahwa anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Aktivitas anak didik dalam hal ini, baik secara fisik maupun secara mental, aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA. Jadi, tidak ada gunanya melakukan kegiatan belajar mengajar, kalau anak didik hanya pasif. Karena anak didiklah yang belajar, maka merekalah yang harus melakukannya. Belajar bukanlah hanya sekedar menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, pengalaman belajar siswa harus dapat mendorong agar siswa beraktivitas melakukan sesuatu. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental (Sanjaya, 2009: 170). Aktivitas

22 fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah, jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran (Rohani, 2004: 6). 2. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan hasil tindak mengajar yang dilihat dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses belajar (Dimyati, 2002: 3). Hasil belajar akan baik jika siswa memperoleh banyak pengetahuan dari materi pelajaran. Hasil belajar siswa juga sangat ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan pandangan menurut Sardiman (1994), yaitu Hasil belajar merupakan keluaran dari suatu sistem pemprosesan berbagai masukan yang berupa informasi, dimana masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja. Perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi. 3. Pengukuran Ranah Kognitif Hasil belajar dari aspek kognitif mempunyai hirarki atau tingkatan dalam pencapaiannya. Adapun tingkat-tingkat yang dimaksud adalah: (1) informasi non verbal, (2) informasi fakta dan pengetahuan verbal, (3) konsep dan

23 prinsip, dan (4) pemecahan masalah dan kreatifitas. Informasi non verbal dikenal atau dipelajari dengan cara penginderaan terhadap objek-objek dan peristiwa-peristiwa secara langsung. Informasi fakta dan pengetahuan verbal dikenal atau dipelajari dengan cara mendengarkan orang lain dan dengan jalan membaca. Semuanya itu penting untuk memperoleh konsep-konsep. Selanjutnya, konsep-konsep itu penting untuk membentuk prinsip-prinsip. Kemudian prinsip-prinsip itu penting di dalam pemecahan masalah atau di dalam kreativitas (Slameto, 1991: 131). Hasil belajar aspek kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek, yakni: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi dan kreasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Berdasarkan rumusan Bloom (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002: 23-28) aspek kognitif terdiri dari 6 jenis perilaku sebagai berikut : 1. Remember, mencakup ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. 2. Understand, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna hal yang dipelajari. 3. Apply, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. 4. Analyze, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagianbagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

24 5. Evaluate, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. 6. Create, mencakup kemampuan menbentuk suatu pola baru. Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa terutama hasil belajar kognitif dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Dalam hubungan dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang peranan paling utama. Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang menurut taksonomi Bloom dalam Daryanto, 2007: 101-116 yang meliputi: 1. Pengetahuan (C1) Pengetahuan adalah aspek yang paling dasar dalam taksonomi Bloom Seringkali disebut juga aspek ingatan (recall). Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah-istilah, dan lain sebagainya tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. 2. Pemahaman (C2) Kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajarmengajar. Siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. 3. Penerapan (C3) Dalam jenjang kemampuan ini dituntut kesanggupan ide-ide umum, tata cara, ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori dalam situasi

25 baru dan konkret. Situasi dimana ide, metode dan lain-lain yang dipakai itu harus baru, karena apabila tidak demikian, maka kemampuan yang diukur bukan lagi penerapan tetapi ingatan semata-mata. 4. Analisis (C4) Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu kedalam unsur-unsur atau komponenkomponen pembentuknya. Dengan jalan ini situasi atau keadaan tersebut menjadi lebih jelas. 5. Sintesis (C5) Pada jenjang ini seseorang dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan jalan menggabungkan berbagai faktor yang ada. Hasil yang diperoleh dari penggabungan ini dapat berupa tulisan dan rencana atau mekanisme. 6. Penilaian (C6) Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat mengevaluasi situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu. Yang penting dalam evaluasi adalah menciptakan kriteria tertentu, menciptakan kondisinya sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkan kriteria, standar, atau urutan untuk mengevaluasi sesuatu.